Anda di halaman 1dari 13

PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI

(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)

Ujang Suyatman
Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung
suyatman806@gmail.com
ujang.suyatman@uinsgd.ac.id

Abstrak
Pesantren (Islamic boarding school) Al-Fathiyyah Idrisiyyah in Tasikmalaya, in addition
that it is the known for its well-developed sufism teachings, the school is economically
independent as it runs its own businesses. The study is focused on its paradox: how this
school relate and internalize sufism teachings and enterpreneurship, educational paradigm
and its economic contribution to the society. Using qualitative-descriptive, the data are
collected in the multi-method technique. The reseacrh findings depict how sufism teaching
principles are made as the foundation of the enterpreneurship spirit of the pupils. Through
the paradigm of mechanism and organism, the education model at the pesantren consists of
theoretical teachings and direct engagement to the community through its businesses that
are aimed to develop economic independence.

Key words: idrisiyyah, sufism school, economic independence, sufist enterpreneur,


santripreneur.

A. Pendahuluan Di Indonesia, sistem pendidikan


yang dikembangkan umat Islam kemudian
Pendidikan merupakan human
dikenal dengan sebutan pesantren.
investment yang sangat strategis dalam
Pesantren merupakan lembaga pendidikan
mempersiapkan generasi muda guna
Islam tertua yang menjadi salah satu
meneruskan estafeta peradaban manusia
produk budaya Indonesia. Sebagai
ke arah yang lebih baik. Sedemikian
lembaga pendidikan yang telah lama
pentingnya nilai pendidikan, ajaran Islam
berurat akar di negeri ini, pondok
bahkan menjadikannya sebagai bagian
pesantren diakui memiliki andil yang
kewajian agama yang harus dilaksanakan
sangat besar terhadap perjalanan sejarah
setiap pemeluknya sepanjang hayat. Oleh
bangsa (Haedari, 2007: 3). Lahirnya
sebab itu, tidak mengherankan jika
pesantren sebagai lembaga pendidikan
dikatakan oleh Virginia Hooker (dalam
merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini
Karni, 2009: xxiv) bahwa berabad-abad
mengingat, Islam sebagai agama dakwah
sebelum negara-bangsa menjadi model
yang diserukan kepada umat manusia oleh
bagi sebagian besar kekuatan politik
para muballig untuk menuntun mereka
modern, komunitas muslim telah
menuju jalan keselamatan. Setelah para
mengelola sendiri sistem pendidikan
penyebar Islam itu berhasil meng-Islam-
formal bagi anak-anak mereka. Sistem
kan sebagian masyarkat, mereka
pendidikan itu dikelola dengan dana
selanjutnya mempersiapkan kader untuk
sumbangan, hibah, dan kontribusi orang
melanjutkan perjuangan tersebut. Para
tua murid serta masyarakat sekitarnya. Ia
kader itu dibina secara khusus. Mereka
biasanya dipimpin oleh seorang ulama
selalu berada di sisi muballig untuk
yang diakui pengetahuan dan ilmu
menadapatkan ilmu serta
keislamannya.
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 02, Januari 2017

ketauladanannya. Muballig, yang dalam memerankan diri sebagai pelaku


kemudian dikenal dengan sebutan kyai, ekonomi yang tersebar di Nusantara
dan para santrinya menjadi tonggak (Karni, 2009). Beberapa di antaranya
penyebaran Islam dalam membina dan terdapat di Jawa barat, seperti Pesantren
mengembangkan kehidupan masyarakat Fathiyyah Al-Idrisiyyah di Kecamatan
agar senantiasa selaras dengan nilai-nilai Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya,
ajaran Islam. Pesantren Al-Ittifaq di Rancabali,
Kabupaten Bandung, Pesantren Al-
Terdapat paradoksi dalam Ashriyyah di Parung, Bogor, dan
pandangan masyarakat terkait investasi Pesantren Daarut Tauhid di Gegerkalong,
SDM melalui bidang pendidikan ini. Pada Bandung. Dengan berbagai latar belakang
umumnya, mereka beranggapan bahwa kondisi masyarakat dan santri-santri yang
apabila ingin mengembangkan sikap menjadi peserta didiknya, para pendiri
religiusitas yang berorientasi ukhrawi, pesantren tersebut berusaha untuk
maka pilihannya adalah pesantren. mewujudkan gagasan-gagasan
Sebaliknya, apabila ingin meraih ilmu kemandirian ekonomi melalui kerjasama
pengetahuan yang terlihat seolah lebih di antara ikatan-ikatan sosial yang telah
dekat dan jelas guna mampu meraih terbangun, sehingga terwujud
kesejahteraan hidup duniawi, maka kesejahteraan yang tidak saja dinikmati
pilihannya adalah sekolah-sekolah yang komunitas pesantren, tetapi juga
mengajarkan ilmu-ilmu umum. Dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
demikian, untuk pengembangan jiwa
kewirausahaan demi menciptakan Di antara pesantren-pesantren
masyarakat bangsa yang memiliki yang disebutkan tersebut, Pondok
kemandirian ekonomi, maka sekolah- Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah
sekolah yang mengajarkan pendidikan (Ponpes Fadris) merupakan pondok
umumlah yang harus menjadi pilihan pesantren yang menyelenggarakan
investasi sumberdaya manusia tersebut. pendidikan Islam dan pendidikan umum
yang telah berdiri sejak tahun 1930.
Padahal, senyatanya pesantren Ponpes Fadris bernaung di bawah
bukanlah sekedar pusat pendalaman Yayasan Al-Idrisiyyah. Selain mengelola
agama, tafaqquh fiddin, melainkan juga dan menyelenggarakan pendidikan
memiliki potensi pengembangan ekonomi. sebagaimana umumnya, Ponpes Fadris
Karni (2009: 221) menegaskan bahwa juga aktif dalam mengembangkan
pesantren merupakan komunitas yang kegiatan ekonomi dalam beragam bidang,
terjalin dalam ikatan saling percaya yang seperti perdagangan, koperasi simpan-
amat kuat antara kiai, santri, orang tua pinjam, pembiakkan sapi perah dengan
santri, alumni, keluarga alumni, dan beragam produk olahannya, pertanian,
masyarakat sekitar. Ikatan-ikatan yang pertambakan, hingga penyewaan perahu
kuat ini merupakan modal sosial yang motor untuk nelayan. Hal menarik dari
amat berharga dan unik untuk sebuah Ponpes Fadris ini adalah bahwa ia dikenal
kegiatan ekonomi. Bahkan sejarah awal dengan pesantren yang mengembangkan
pesantren sejatinya adalah sejarah ajaran tarekat, yaitu Sufi Al-Idrisiyyah.
kemandirian ekonomi, selain kemandirian Kalangan awam memahami bahwa sufi
pandangan keagamaan. Mereka tumbuh atau tasawuf adalah jalan menuju Tuhan
dari bawah dengan kerja keras. Mereka yang ditempuh dengan mengabaikan
memiliki mekanisme yang khas untuk kehidupan dunia (zuhud). Namun fakta
mencukupi kebutuhan komunitasnya. yang terlihat sangatlah paradoks, bahwa di
tempat ini bertasawuf dilaksanakan
Terdapat sejumlah pesantren yang
dengan mengajarkan bagaimana bisa
telah membuktikan kepiawaian mereka
sejahtera melalui kemandirian ekonomi
304
PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI
(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)
dengan menganjurkan wirausaha kepada yang mengandung kata dasar “santri”
para santri dan murid thariqah-nya yang berarti murid. Ada juga yang
(Zuarnel, tt). menyebutkan bahwa kata santri berasal
dari kata “cantrik” (bahasa Sansakerta),
Paradoks yang terlihat dari sosok yaitu orang yang selalu mengikuti guru.
pesantren ini menarik untuk dikaji dan Sementara itu, C.C. Berg (dalam Fatah,
dilakukan sebuah penelitian terhadapnya. dkk., 2005: 11). berpendapat bahwa istilah
Dengan latar belakang seperti di atas, tersebut berasal dari istilah shastri, yang
penelitian ini bertujuan untuk dalam bahasa India berarti orang yang
menggambarkan: (1) internalisasi ajaran tahu buku-buku suci agama Hindu atau
sufi Idrisiyyah dalam pengembangan seorang sarjana ahli kitab suci agama
budaya kewirausahaan di kalangan para Hindu.
santri; (2) paradigama pendidikan dan
metode pengajaran yang diterapkan untuk Pondok pesantren merupakan
menumbuhkan jiwa kewirausahaan di sistem pendidikan yang terintegrasi,
kalangan santri dan jama’ah lainnya; dan tempat para santri/murid tinggal selama
(3) kontribusi pesantren terhadap menempuh pendidikan dan belajar
pembangunan ekonomi masyarakat sekitar beberapa disiplin keilmuan dengan
pesantren. bimbingan beberapa orang Kyai (religious
scholars). Sistem pendidikan ini
Penelitian ini diharapkan dapat merupakan sebuah budaya yang unik,
memberikan manfaat, baik secara teoritis sehingga dipandang sebagai bagian dari
maupun praktis. Dari sisi teoretis sistem kebudayaan yang khas yang
penelitian ini diharapkan dapat menambah dimiliki Indonesia (Siswanto, et.al., 2013:
khazanah keilmuan mengenai 45)
kewirausahaan. Konsep Enterpreneur Sufi
sangat relevan untuk dijadikan bahan Terdapat tiga pilar utama yang
kajian, terutama bagi perguruan tinggi mencirikan keberadaan pondok pesantren,
Agama Islam (PTAI) yang sedang yaitu santri, pendidikan, dan kyai (Halim,
mengembangkan kajian keilmuan yang 2009: 223). Santri menunjuk pada mereka
integralistik holistik. Sedangkan dari sisi yang ngaji (menuntut ilmu) di pesantren,
praktis, hasil penelitian ini diharapkan sebutan untuk murid-murid yang
dapat dijadikan sebagai best-practice menempun pendidikan secara umum.
model pendidikan kewirausahaan yang Pendidikan merupakan esensi keberadaan
pada saat ini menjadi perhatian dan mulai pesantren itu sendiri sebagai lembaga
dikembangkan oleh lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang terintegrasi.
pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Pesantren mengembangkan, mengajarkan,
sekaligus menerapkan ajaran dan nilai-
B. Tinjauan Pustaka nilai agama dalam kehidupan para santri
1. Pesantren sebagai Sistem dan masyarakat secara umum. Kyai
merupakan sosok sentral dalam kehidupan
Sosial pesantren (Marhumah, 2010: 79). Peran
Pondok pesantren merupakan kyai tidak saja sebagai pemimpin
institusi pendidikan tertua di Indonesia pesantren, tetapi juga guru sekaligus
yang tumbuh dan berkembang atas usaha- teladan perilaku baik bagi para santri dan
usaha mandiri masyarakat karena elemen masyarakat lainnya di lingkungan
didorong adanya kebutuhan di antara pesantren. Ikatan-ikatan emosional terjalin
mereka (Yasmani, 2002). Berasal dari dalam kehidupan keseharian antara santri
kata “pesantrian”, yaitu kata berimbuhan dan kyai, sehingga proses peneladanan
305
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 02, Januari 2017

sikap, perilaku, aturan hidup dan sebagaimana dikembangkan Ponpes


kepribadian kyai oleh para santrinya Fadris, merupakan sebuah keunikan yang
berlangsung efektif (Siswanto, et.al., dapat dianalisis dari tinjauan paradigma-
2013) paradigma pendidikan Islam. Ajaran Islam
tidak memandang dikhotomis mengenai
Relasi-relasi antara tiga pilar ilmu pengetahuan, atau membeda-bedakan
utama pesantren dan elemen masyarakat antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum
sekitarnya dalam analisis sosiologis (keduniawian). Paradigma mechanism
disebut dengan struktural-fungsionalism memandang bahwa kehidupan terdiri atas
(Pababbari, 2008). Perspektif struktural- berbagai aspek, dan pendidikan dipandang
fungsionalism memandang bahwa dalam sebagai penanaman dan pengembangan
suatu sistem sosial terdapat seperangkat nilai kehidupan (Muhaimin,
kecenderungan untuk melaksanakan suatu et.al., 2008: 43). Aspek-aspek kehidupan
fungsi tertentu yang dibutuhkan untuk itu sendiri terdiri atas nilai-nilai agama,
kelangsungan hidup masyarakat. Oleh individu, sosial, politik, ekonomi, estetika,
karena itu, analisis sosiologis berusaha dan lain-lain. Sebagai salah satu aspek
meneliti struktur sosial yang dari nilai-nilai kehidupan, hubungan
melaksanakan fungsi untuk memenuhi antara nilai agama dengan nilai-nilai
kebutuhan sistem sosial. Salah satu lainnya dapat bersifat horizontal-lateral
proposisi yang paling penting dari (independent), lateral-sekuensial, atau
fungsionalisme adalah bahwa dalam bahkan vertical-linier (Muhaimin, 1995).
sistem akan selalu ada proses reorganisasi
dan kecenderungan untuk menciptakan Sementara itu, paradigma
keseimbangan (equilibrium). organism memandang bahwa pendidikan
Islam adalah kesatuan atau sistem, yaitu
Dalam menganalisis bagaimana himpunan dari berbagai komponen
sistem sosial memelihara dan menciptakan kehidupan yang saling berhubungan satu
keseimbangan, para fungsionalis sama lain sehingga membentuk satu
cenderung menggunakan nilai yang dianut keutuhan. Ia berusaha mengembangkan
dan diterima secara umum oleh pandangan hidup (weltanschauung) Islam,
masyarakat sebagai salah satu konsep yang dimanifestasikan dalam sikap dan
utamanya. Penekanan atas nilai ini keterampilan hidup yang islami
merupakan ciri terpenting kedua dari teori (Muhaimin, et,al., 2008: 46). Dalam
fungsionalism setelah menekankan pandangan ini, yang disebut pendidikan
analisis atas saling ketergantungan sistem Islami berarti pendidikan dalam Islam dan
dan untuk menciptakan keseimbangan. pendidikan di kalangan orang-orang
Agama (tarekat) sebagai salah satu sub Islam. Pengertian ini menggarisbawahi
sistem dari sistem sosial dalam pandangan pentingnya kerangka pemikiran yang
strukturalis dibutuhkan untuk memberikan dibangun di atas fundamental doctrins dan
nilai yang dapat dianut bersama dalam fundamental values yang terkandung
komunitas. Agama, dalam hal ini ajaran- dalam sumber pokok ajaran Islam, yaitu
ajaran tarekat, berfungsi sebagai perekat al-Quran dan al-Sunnah. Nilai wahyu dari
komunitas, dan sekaligus penjaga kedua sumber itu dijadikan sebagai
keseimbangan hubungan-hubungan sosial- sumber konsultasi yang bijak dalam
ekonomi masyarakat (Pababbari, 2008). menerima kontribusi pemikiran dari para
ahli yang disesuaikan dengan konteks
2. Pesantren dan Paradigma historisnya. Sementara itu, aspek-aspek
Pendidikan Islam kehidupan lainnya didudukkan sebagai
nilai-nilai insani yang memiliki relasi
Paradoks antara ajaran tasawuf horizontal-lateral, atau lateral-sekuensial,
dengan usaha-usaha di bidang ekonomi dan harus tetap terhubung dengan nilai
306
PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI
(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)
wahyu secara vertikal-linier (Muhaimin, Dengan demikian, pendidikan
et.al., 2008: 46). entrepreneurship diartikan sebagai
pendidikan calon pengusaha agar
3. Kewirausahaan dan memiliki keberanian, kemandirian, serta
Pendidikan Kewirausahaan ketrampilan sehingga mampu
meminimalisir kegagalan dalam usaha
Kewirausahaan merupakan proses (Nurseto, 2010). Dengan penekanan pada
kemanusiaan (human process) yang keterampilan/skill, maka dalam
berkaitan dengan kreativitas serta inovasi pendidikan kewirausahaan diperlukan
dalam memahami peluang, model pendidikan yang lebih
mengorganisasi sumber-sumber, serta memperbesar porsi praktek dibandingkan
mengelolanya dengan usaha-usaha yang dengan teori-teori yang diajarkan. Praktik
mampu menghasilkan laba atau nilai yang diberikan kepada peserta didik harus
untuk jangka waktu yang lama. mengakomodir contoh-contoh aktual di
Kreativitas adalah kemampuan untuk lapangan untuk mewujudkan terbentuknya
membuat kombinasi-kombinasi baru atau watak wirausahawan.
hubungan-hubungan baru antar unsur,
data, dan variabel yang sudah ada.
Menurut Kristanto (2009:1),
kewirausahaan merupakan ilmu yang C. Metode Penelitian
mempelajari nilai, kemampuan, dan Penelitian ini dilakukan di Pondok
perilaku seseorang dalam mengahadapi Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah
tantangan hidup. Sedangkan Zimmerer (Ponpes Fadris), di Desa Pagendingan,
dan Scarborough (2009) Kecamatan Cisayong, Kabupaten
mendefinisikannya dengan upaya untuk Tasikmalaya, Jawa Barat. Subyek
menciptakan sebuah bisnis baru dengan penelitian adalah para pelaku yang terlibat
mengambil risiko dari ketidakpastian demi dalam pengembangan pendidikan
mencapai keuntungan dan pertumbuhan kewirausahaan dan usaha-usaha
dengan cara mengidentifikasi peluang dan kemandirian ekonomi di lingkungan
menggabungkan sumberdaya yang pesantren yang meliputi pimpinan dan
dimilki. pengelola lembaga pesantren, santri, dan
masyarakat sekitarnya. Obyek yang dikaji
Hamid dan Sa’ari (2011) dalam
meliputi model pendidikan kewirausahaan
Siswanto, et.al. (2013) membedakan
yang dikembangkan Ponpes Fadris,
antara wirausaha Muslim dengan
kegiatan ekonomi serta bidang-bidang
wirausaha Barat dari sisi motivasinya.
usaha yang dikembangkannya.
Bagi mereka, motivasi kewirausahaan
Muslim tidak saja memiliki karakteristik Penelitian ini didasarkan pada
umum yang lintas batas atau kesukuan, paradigma positivistik dengan metode
budaya atau geografis, tetapi juga kualitatif. (Allan, 1998; Satori dan
karakteristik-karakteristik yang harus Komariah, 2010). Pemilihan metode ini
terintegrasi dengan aspek-aspek nilai dipandang tepat guna memahami cara-
spiritual dan religius. Menurutnya, cara atau pola-pola hidup suatu
“Muslim entrepreneur's personality should masyarakat yang memiliki tujuan-tujuan
be based on religious values that serve as sendiri dan emosi, serta rencana-rencana
the basic interpretations of human dalam mengembangkan sebuah budaya
behavior to ensure that the changes will bagi masyarakatnya (Patton, 2002).
not deviate from the religion of Islam”. Dengan melakukan penyelidikan secara
kualitatif, peneliti mendekati partisipan
307
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 02, Januari 2017

yang diteliti dan mengembangkan Bandung dan di tengah-tengah lingkungan


pemahaman tentang apa yang terjadi di kehidupan masyarakat. Hal ini
lingkungan mereka. Obyek penelitian menjadikan mudahnya dilakukan interaksi
selanjutnya dieksplorasi dan dipahami dan komunikasi timbal-balik antara pihak
sebagai realitas alamiah, tanpa intervensi pesantren dengan warga masyarakat.
ataupun campurtangan kehadiran peneliti. Kenyataan ini sangat sejalan dengan
kebijakan pembaruan yang digulirkan
Pendekatan penelitian yang pemimpin/khalifah keempat Ponpes
digunakan adalah pendekatan studi kasus, Fadris saat ini, yaitu adanya keterbukaan
yaitu suatu sistem yang memiliki batas dan kebersamaan antara pihak pesantren
dan bagian kerja. Ia merupakan suatu dengan santrinya, jama’ahnya, juga
inkuiri empiris yang menyelidiki masyarakat sekitarnya dalam berbagai
fenomena di dalam konteks kehidupan kegiatan yang dilakukan. Kebijakan
nyata, di mana batas-batas antara tersebut dibuktikan dengan kontribusi
fenomena dan konteks tidak tampak tegas, pesantren dalam pembangunan
dan memanfaatkan beragam sumber bukti masyarakat, tidak saja dari aspek
(Yin, 2008: 9). Stake (1995) menyebutnya pemenuhan kebutuhan ukhrawiyyah,
"sistem terbatas", sehingga peneliti, dalam tetapi juga aspek-aspek kebutuhan
hal ini, memperhatikan kasus Ponpes ekonomi mereka (www.al-
Fadris tersebut sebagai sebuah objek yang idrisiyyah.com/read...).
mewakili fenomena yang menarik. Model
pendidikan dan kemandirian ekonomi Pondok Pesantren Fathiyyah al-
yang dikembangkannya, yang secara Idrisiyyah didirikan pada tahun 1932 M.
sepintas terkesan paradoks, dapat oleh Al-Syeikh al-Akbar Abdul Fattah.
dikatakan sebagai sebuah kekhasan dan Beliau adalah pendiri sekaligus khalifah
keunikan. pertama. Sebelum mendirikan pesantren,
beliau menempuh pendidikan
Pengumpulan data dalam kesufian/tarikat dari seorang guru sufi,
penelitian ini bersifat triangulasi dengan Syeikh Ahmad Syarif as Sanusi al Khatabi
menggunakan teknik-teknik wawancara, al Hasani, di Jabal Abi Qubais, Mekkah.
observasi partisipatif, dan studi Oleh karena itu, inti ajaran yang
dokumentasi (Lincoln dan Guba, 1985; dikembangkan Ponpes Fadris adalah
Nasution, 2003; dan Sugiyono, 2008). ajaran tasawuf dengan menggunakan
Untuk mendapatkan jawaban atas metode/manhaj Nubuwwah. Pada masa
pertanyaan-pertanyaan penelitian, data kepemimpinan kedua, Al-Syeikh al-Akbar
yang terkumpul kemudian dianalisis Muhammad Dahlan (1974 M.), sarana
melalui langkah-langkah pemaparan data, pendidikan formal mulai dikembangkan
klasifikasi, pencarian hubungan antara dengan mendirikan TPA/TKA, Madrasah
variabel, penafsiran dan penarikan Diniyah Awaliyah (MDA), Madrasah
kesimpulan (Nasution, S., 1996; Moleong, Tsanawiyyah (MTs), dan Madrasah
1990). Aliyah (MA) Fathiyyah Idrisiyyah, di
samping sarana pendidikan informal
takhasus (pesantren) dibawah naungan
D. Pembahasan Yayasan Al Idrisiyyah.
1. Internalisasi Nilai-nilai Agama Sejak tahun 2001 hingga 2010,
kepemimpinan pesantren dipegang oleh
dalam Kewirausahaan
Al-Syeikh al-Akbar Muhammad Daud
Secara geografis, letak pondok Dahlan sebagai Khalifah Ketiga. Pada
pesantren Fadris berada di jalur lintas masanya, bidang-bidang kegiatan
utama (jalan protokol) Tasikmalaya- pesantren tidak saja berupa sektor
308
PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI
(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)
pendidikan/dakwah yang berorientasi ekonomi
pada sisi keakhiratan, tetapi juga (http://www.idrisiyyah.or.id...syeik-
pengembangan bidang-bidang usaha fathurahman-mag).
untuk mendukung kebutuhan ekonomi
pesantren dan masyarakat sekitarnya. Pengembangan budaya
Terdapat tiga pijakan konsep pendidikan kewirausahaan yang telah dilakukan
dalam membina jama’ah tarekat yang pemimpin sebelumnya, pada masa
dikembangkan Khalifah daud Dahlan. Khalifah Keempat ini lebih ditingkatkan
Pertama, peningkatan kualitas lagi. Usaha-usaha dibidang ekonomi tidak
peribadatan (keimanan dan ketaqawaan) saja dijalankan secara natural, tetapi juga
dengan mengintensifkan fungsi masjid dilakukan upaya-upaya pendidikan
dan pondok pesantren sebagai sarana kewirausahaan secara profesional. Pada
transformasi berbagai kajian khazanah tahun 2015, Al-Idrisiyyah mengasah
keilmuan. Kedua, peningkatan mutu intelektual dan ketajaman berbisnisnya
pendidikan dan pengembangan sarana dengan mengadakan seminar bertema
pendidikan. Beliau secara periodik "Membangun Spirit Entrepreneurship".
mengutus beberapa generasi terpilih di Hadir sebagai pembicara pada acara
antara santri-santrinya untuk mengikuti seminar tersebut Sandiaga Salahuddin
studi di berbagai lembaga pendidikan, Uno, di samping Fathurrahman sendiri.
baik di dalam maupun luar negeri. Ketiga, Sandiaga Uno dikenal sebagai salah
peningkatan kesejahteraan, dengan seorang usahawan sukses dan masuk ke
mendirikan beberapa sektor usaha di jajaran orang terkaya se Indonesia.
bidang ekonomi, seperti koperasi, budi
Pada kesempatan itu, gagasan
daya ikan air tawar, peternakan sapi perah
untuk mengembangkan jaringan
dan sapi potong, dan bidang perdagangan
kerjasama (networking) Santripreneur
dan jasa, seperti mini market, wartel, dan
digulirkan. Sandiaga Uno, mengiringi
jasa pembayaran rekening listrik
sambutan baiknya atas ajakan kerjasama
(http://www.al-idrisiyyah.com). itu menuturkan, bahwa setiap pengusaha
Pada tahun 2010, kekhalifahan sukses harus memiliki nilai-nilai luhur
pesantren Fadris dipegang oleh Syekh atau filosofi. Oleh karena itu, pengetahuan
Muhammad Nunang Fathurrahman. Pada agama yang talah dimiliki para santri Al-
masa kepemimpinannya, Fathurrahman Idrisiyyah merupakan modal awal nilai-
lebih mengedepankan sikap keterbukaan nilai luhur tersebut untuk membangun
dan kebersamaan. Konsep dakwah yang santripreneur yang diagendakan.
dikembangkan tidak saja terbatas untuk
Menurut Revino Zuarnel (t.t.),
lingkungan santri di lingkungannya, tetapi
selain kecerdasan dan kreativitas, nilai
mencakup lapisan masyarakat yang lebih
penting bagi masyarakat yang berbudaya
luas. Beragam pembaharuan kebijakan
sesungguhnya adalah religiusitas. Oleh
yang diambil Fathurrahman merupakan
karena itu, sudah menjadi sebuah
pengembangan (tajdid), sekaligus
keniscayaan, untuk dapat menjadi lebih
melanjutkan kebijakan yang telah diambil
berbudaya, suatu masyarakat harus
pemimpin-pemimpin di era sebelumnya.
memiliki daya dan upaya yang gigih guna
Dengan keterbukaan dan kebersamaan itu,
meningkatkan ketiga hal pokok tersebut,
pesantren Fadris mendapat sambutan luas
yakni religiusitas, intelektualitas dan
dari masyarakat, tidak saja kalangan
kreatifitas.
tarekat tetapi juga non-tarekat, dan
dikenal sebagai pusat gerakan organisasi, Fathurahman menegaskan, bahwa
baik pendidikan, dakwah, maupun entrepreneur sufi lebih ditekankan pada
309
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 02, Januari 2017

spirit personality, membangun kekuatan kegagalan. Pada akhirnya, sering banyak


dari dalam berupa niat yang lurus dan orang yang stress karena berorientasi pada
visi-misi yang besar. Dengan nilai hasil bukan proses.
keimanan, apapun bentuk bisnisnya akan
dipandang sebagai bentuk kegiatan
ibadah. Niat yang lurus dan kuat, yang
2. Paradigma Pendidikan Ponpes
disandarkan kepada Allah Swt dalam
berbisnis, akan menjadi motivasi dan ruh Fadris
kekuatan dalam setiap bentuk tindakan
Penanaman budaya kemandirian
dan pengambilan keputusan. Setiap
ekonomi yang dilakukan Ponpes Fadris
permasalahan tidak akan disikapi dengan
telah berlangsung sejak masa-masa awal
emosional, akan tetapi disikapi secara
pertumbuhannya. Di masa kepemimpinan
rasional dan diputuskan secara spiritual. yang kedua, pernah dilakukan usaha
Menurutnya, pemahaman awal ini produksi sabun, usaha produksi bakso dan
sangat penting. Memiliki tujuan akhirat juga mie basah serta usaha transportasi
akan membangun paradigma jangka berupa Travel Tasikmalaya - Jakarta. Hal
panjang, tidak mencari jalan pintas dalam ini terlihat dari peninggalan beliau berupa
berbisnis, sangat memperhatikan prinsip peralatan bekas yang masih ada digudang
usaha dan akan siap pula menghadapi (Zuarnel, tt.), Selain itu, di masa
musibah. Proses kegiatan usaha yang kepemimpinan khalifah yang ketiga, telah
terukur dan terarah adalah prinsip pula diupayakan usaha-usaha dengan
entrepreneur sufi, jelasnya. Selain itu, semangat kerja sama dengan pihak luar
karakter yang tidak kalah penting adalah yang memiliki keterampilan khusus serta
menilai hasil usaha dengan menggunakan investasi yang terjangkau. Usaha-usaha itu
dua sudut pandang, yaitu syari'at (dunia) melibatkan banyak orang serta yang
dan hakikat (akhirat). Ketika menghadapi memungkinkan memberdayakan warga
masalah dan musibah, entrepreneur sufi sekitar lokasi usaha. Lebih dari itu tokoh
akan langsung mengevaluasi diri. yang ketiga ini memiliki daya inspirator
Kegagalan akan dirubahnya menjadi yang sangat baik, hal ini dibuktikan
kekuatan untuk bangkit kembali dan siap dengan upayanya membuat perahu yang
merubahnya menjadi peluang baru, dikerjakan oleh para murid dan dilakukan
berbagai konsep bisnis baru, ide baru dan pula oleh beliau sendiri disela-sela
pengalaman baru. Melalui evaluasi diri kesibukannya dalam berdakwah.
ini, secara otomatis akan terbangun Pekerjaan proyek tersebut
kesadaran siapa dirinya, siapa Tuhannya dilaksanakannya di halaman rumah
dan kesadaran agamanya. kediaman beliau ditengah-tengah
pesantren, sehingga setiap santri yang
Lebih lanjut Fathurrahman lewat akan mudah melihat kegiatan
menjelaskan, bahwa dalam dunia usaha, beliau, dan seolah mengatakan kepada
untung dan rugi dalam kaca mata materi setiap orang yang menyaksikannya:
pasti terjadi. Bagi enterpreneur sufi yang ‘lakukan sesuatu dan belajarlah darinya’.
memiliki paradigma visioner, ketika hasil Tentu hal ini akan membuat rasa malu
usaha dianggap rugi sekalipun, ia masih bagi para penempuh jalan sufi untuk
punya harapan besar dan panjang karena berleha-leha dengan wirid dan zikir
masih ada keuntungan yang bersifat mereka, sementara sang Guru habis-
ukhrawi. Kesadaran seperti ini akan habisan menjalankan fenomena tiga pilar
membangun keoptimisan diri. Sebaliknya, peningkatan budaya dengan spirit yang
orang yang memiliki tujuan bisnis jangka Islami sebagai contoh nyata bagi santri
pendek, hanya berorientasi pada dan para murid tarikatnya.
kesuksesan saja dan tidak siap dengan
310
PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI
(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)
Pada kepemimpinan khalifah Muhammad Rasulullah saw, serta
Idrisiyyah yang keempat, selain kebijakan pemimpinnya sebagai Al-
melakukan ekspansi di bidang pendidikan Ulama yang diperankan dengan sangat
berupa usaha-usaha untuk mendirikan piawai oleh para khalifah Idrisiyyah.
jenjang pendidikan tinggi, telah pula
secara mandiri merancang pola Penerapan ajaran Islam dengan
pendidikan alternatif dan aplikatif yang segera dari segala keterbatasan yang
setara dengan pendidikan tinggi. Hal sudah yang diketahui, merupakan nilai
tersebut tersebut tentunya sejalan dengan yang dianggap tinggi ketimbang
upaya Ponpes Fadris dalam mempelajari teori-teori dalam Islam
mempersiapkan mutu SDM yang terdiri secara menyeluruh, mendalam dan secara
dari seluruh jamaah Idrisiyyah khususnya, formal namun tidak dilaksanakan
serta umat Islam pada umumnya dalam penerapannya di dalam kehidupan nyata.
meraih keunggulan di segala bidang, tidak Prinsip ini tercermin dari sikap para
saja terkait masalah-masalah ukhrawi, Syekh yang sangat suka terjun langsung
tetapi juga prestasi duniawi. ke lapangan untuk memonitor sembari
menyampaikan taushiyah di sana-sini
Terlihat di sini, bahwasanya ajaran sebagaimana yang diperlukan oleh para
Thariqah Al-Idrisiyyah cukup sarat murid di dalam kegiatan dan usahanya.
dengan upaya penyeimbangan hidup lahir- Begitupun dengan segala kerendahan hati,
batin dan dunia-akhirat secara acap kali Pimpinan tarikat ini meminta
proporsional serta sesuai dengan syariat tolong kepada murid yang satu yang lebih
Islam dengan menyelaraskan praktik dahulu mengerti atau mengalami untuk
beragama dengan kondisi zaman di mana berbagi ilmu dan pengalaman dengan
hidup dijalani. Hal ini, menurut Zuarnel murid lainnya yang dirasakan beliau akan
(tt.) merupakan ciri positif masyarakat dapat memberi manfaat bagi
berbudaya serta merupakan solusi kemaslahatan perekonomian setiap
terhadap paradoksi Sufi atau Tasawuf jamaahnya serta dapat manjadi tauladan
selama ini. bagi umat Islam dalam hal keberhasilan
kemandirian ekonomi.
Dalam pandangan Zuarnel (tt.),
Al-Idrisiyyah nampak berjalan di segala Melihat realitas yang demikian,
lini, menembus batas lintas interdisipliner kita dapat mengatakan bahwa, pola
yang mapan dan terkadang menjadi pendidikan yang dikembangkan Ponpes
penghalang bagi upaya memajuan Fadris merupakan penerapan nyata
ketinggian budaya manusia pada sektor paradigma mechanism sekaligus organism
kesejahteraan ekonomi khususnya. dalam pendidikan Islam (Muhaimin, et.al.,
Kegiatan ekonomi dijalankan dengan 2008). Para pemimpin tarekat ini tidak
penuh keyakinan, dan seolah-olah memandang dikhotomis terhadap aspek-
kesuksesan akan segera dapat dicapai aspek kehidupan yang harus dijalani para
didunia ini. Adapun perilaku manajemen santri atau jama’ahnya. Demikian pula
yang sangat kental, yang terlihat di halnya terhadap ilmu pengetahuan yang
kalangan pelaku bisnis ekonomi di sini, dikembangkan pihak pesantren, sebagai
adalah unsur nilai-nilai keikhlasan dan sarana untuk mempermudah dijalaninya
ketundukan akan aturan Allah dan Rasul- aspek-aspek kehidupan tersebut. Aspek-
Nya serta perilakunya secara ilmiah untuk aspek kehidupan itu sendiri terdiri atas
mau kembali mencoba melihat dan nilai-nilai agama, individu, sosial, politik,
mengkaji ulang aspek pedoman teoritis ekonomi, estetika, dan lain-lain. Nilai-
dari sumber Al-Qur’an dan sunnah Nabi nilai agama, sebagai salah satu aspek dari
311
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 02, Januari 2017

nilai-nilai kehidupan tersebut, memiliki pada pemenuhan kebutuhan ukhrawiyyah,


hubungan mekanis dengan nilai-nilai tetapi juga mencakup pelayanan bagi
lainnya yang dapat bersifat horizontal- masyarakat dari segi urusan kepentingan
lateral (independent), lateral-sekuensial, duniawiyyah. Pelayanan tersebut berupa
atau bahkan vertical-linier (Muhaimin, mengembangkan dan meningkatkan
1995). Kehidupan dan kesejahteraan dunia volume usaha, seperti halnya Koperasi
dan akhirat, keduanya dipandang penting. Unit Simpan Pinjam (USP),
Oleh karena itu, penguasaan ilmu sebagai pengembangan budi daya ikan air tawar,
sarana untuk meraih kebahagiaan kedua pengembangan unit peternakan sapi perah
kehidupan itu juga sama pentingnya. dan sapi potong, pengembangan unit
Ungkapan bijak bahwa “barangsiapa peternakan udang di cipatujah dan Tuban
menghendaki kesejahteraan dunia maupun Jawa Timur, unit biro jasa (mini market,
akhirat, maka harus dikuasai ilmunya”, wartel dan air mineral), serta lokat
diletakkan sejajar, saling berkait dan pembayaran rekening listrik dan telepon.
melengkapi, tidak dibeda-bedakan secara
dikhotomis. Berbagai bidang usaha yang
dikembangkannya Ponpes Fadris
Lebih jauh, paradigma pendidikan berkembang pesat dan dikenal luas di
yang dikembangkan Ponpes Fadris juga kalangan masyarakat umum. Bidang-
merupakan penerapan paradigma bidang usaha itu antara lain: toko serba
organism. Paradigma ini memandang ada Qinimart, peternakan dan pertanian
bahwa pendidikan Islam adalah satu inovatif, sejumlah warung kuliner hingga
kesatuan atau sistem yang menghimpun rumah makan dan juga membina
berbagai komponen kehidupan yang perekonomian masyarakat dengan
saling berhubungan satu sama lain sebagai membentuk baitul mall wattamwil
satu keutuhan. Ia berusaha (BMT). Kopontren Al Idrisiyyah juga
mengembangkan pandangan hidup pernah menjadi juara pertama koperasi
(weltanschauung) Islam, yang terbaik tingkat nasional pada tahun 2006
dimanifestasikan dalam sikap dan lalu. Bahkan, baru-baru ini (2017),
keterampilan hidup yang islami Pondok Pesantren Idrisiyyah menerima
(Muhaimin, et,al., 2008: 46). Dalam kunjungan dari Kementerian Koperasi
pandangan ini, yang disebut pendidikan Pusat dan Dinas Koperindag Kabupaten
Islami berarti pendidikan dalam Islam dan Tasikmalaya untuk menilai potensi-
pendidikan di kalangan orang-orang potensi usaha yang dijalankan sekaligus
Islam. Pengertian ini menggarisbawahi melihat keadaan dan kesiapan koperasi
pentingnya kerangka pemikiran yang dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
dibangun di atas fundamental doctrins dan Asean (MEA), serta melihat potensi apa
fundamental values yang terkandung yang dapat dikembangkan dari hasil
dalam sumber pokok ajaran Islam, yaitu Usaha Kecil Mikro (UKM) untuk
al-Quran dan al-Sunnah. dijadikan komoditas ekspor. Dari hasil
kunjungan tersebut, Koperasi Pesantren
Idrisiyyah dinilai sudah siap dalam
menghadapi persaingan perdagangan
3. Kontribusi Pesantren dalam
bebas Asia, dan usaha tambak udang
Pengembangan Ekonomi dinilai berpotensi untuk dikembangkan
menembus pasar ekspor.
Masyarakat
Eksistensi Ponpes Fadris dalam
memberikan kontribusi kepada
masyarakat luas dan jema’ah/santri
thariqat al Idrisyah tidak hanya terbatas
312
PESANTREN DAN KEMANDIRIAN EKONOMI KAUM SANTRI
(Kasus Pondok Pesantren Fathiyyah Al-Idrisiyyah Tasikmalaya)
E. Kesimpulan kehidupan yang sejahtera dunia-
Berdasarkan analisis data di atas, akhirat. Semua aspek itu saling
hasil penelitian mengenai penggambaran melengkapi dan merupakan bentuk
eksistensi Pesantren Fathiyyah Idrisiyyah pengejawantahan hasil penalaran
dalam kaitannya dengan pengembangan manusia atas kehendak Allah swt
budaya kewirausaan ini dapat dirumuskan yang tertuang dalam al-Quran dan al-
dalam kesimpulan sebagai berikut ini. Sunnah Rasulullah saw.
3. Kontribusi Ponpes Fadris bagi
1. Ajaran-ajaran tarekat dan nilai-nilai
pembangunan masyarakat sekitarnya,
agama Islam secara umum yang
atau jama’ahnya secara umum yang
diajarkan kepada santri dan jama’ah
tersebar di beberapa wilayah
merupakan landasan nilai dalam
Nusantara, tidak saja sebatas
usaha-usaha di bidang ekonomi yang
pemenuhan kebutuhan ukhrawiyyah,
dikembangkan entrepreneur sufi.
tetapi juga mencakup pelayanan bagi
Spirit personality, niat yang lurus dan
masyarakat dari segi urusan
visi-misi yang besar tidak saja
kepentingan duniawiyyah. Upaya ini
dijadikan sebagai materi penghayatan
dilakukan dengan mengembangkan
spiritualitas keagamaan, tetapi juga
dan meningkatkan volume usaha
terinternalisasi dalam praktek-praktek
yang dijalankan dengan peran serta
usaha yang dijalankan, dan dijadikan
masyarakat di dalam proses dan
sebagai motivasi dan ruh kekuatan
penikmatan hasilnya.
dalam setiap bentuk tindakan dan
pengambilan keputusan.
2. Paradigma mechanism dan sekaligus
organism merupakan paradigma
pendidikan Islam yang dikembangkan
di Ponpes Fadris. Kedua paradigma
ini memandang bahwa aspek-aspek
materi duniawi dan nilai-nilai
spiritualitas keagamaan bukan
merupakan aspek hidup yang
dikhotomis, tetapi merupakan sebuah
kesatuan dalam membangun

313
DAFTAR PUSTAKA
Dhofier, Zamakhsyari. 1982, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai. Jakarta: LP3ES.
Karni, A.S., 2009, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam.
Cetakan I, Bandung: Mizan.
Mastuhu, 1994, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang
Unsur Dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.
Nurseto, Tejo, 2010, Pendidikan Berbasis Entrepreneur, Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia (Forum Kajian Isu Terkini Bidang Pendidikan
Akuntansi), Vol. 8, Nomor 2 Tahun 2010, Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Pababbari, Musafir, 2008, Katup Pengaman Sosial: Kajian Sosiologis Tarekat
Qadiriyah di Polmas Sulawesi Barat, Sosio Religia, Vol. 7 No. 3, Mei
2008, hlm. 617-640
Rizal Muttaqin, 2011, Kemandirian dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis
Pesantren (Studi atas Peran Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kecamatan
Rancabali Kabupaten Bandung terhadap Kemandirian Eknomi Santri dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya), Jurnal Ekonomi
Syari’ah Indonesia, Volume I, No. 2 Desember 2011, Hlm 65-94
Siswanto. et.al., 2013, Entrepreneurial Motivation in Pondok Pesantren,
International Journal of Business and Behavioral Sciences, Vol. 3, No.2;
February 2013
Siswoyo, Bambang Banu, 2009, Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan
Dosen dan Mahasiswa, Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14, Nomor 2, Juli
2009, Hlm. 114-123.
Sudarmiatin, 2009, Entrepreneurship dan Metode Pembelajarannya di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14 Nomor 2,
Juli 2009, 102-113.
Yana, Enceng. 2013. Rekontruksi Pendidikan Kewirausahaan dalam Membangun
Watak Wirausaha Mahasiswa, Edunomic, Volume 1 / Januari 2013
Zimmerer T. dan Scarborough N, 2008, Essential of Entrepreneurship and Small
Business Management, New Jersey: Pearson Education inc.
Zuarnel, Revino, tt., Manajemen Ekonomi Ala Sufi. http://lumpurdosa. blogspot.
co.id/p/artikel-al-idrisiyyah.html, diakses pada 5 April 2017

Anda mungkin juga menyukai