Oleh:
Pembimbing :
Cairan tubuh dibagi menjadi 2 kompartemen, yaitu cairan ekstraseluler dan cairan
interstisial.
Setiap kompartemen memiliki komposisi dan konsentrasi zat terlarut yang berbeda-beda.
Ion dominan di cairan ekstraseluler adalah sodium (natrium), sementara ion dominan di cairan
intraseluler adalah potassium (kalium). Secara lebih mudah, komposisi ion dan protein di
B. Manajemen Cairan
Untuk menilai estimasi volume cairan intravaskuler dapat digunakan data riwayat pasien,
pemeriksaan fisik, dan analisis laboratorium. Evaluasi yang berkelanjutan penting untuk
mengkonfirmasi data yang didapat diawal dan untuk menentukan terapi cairan atau elektrolit
Riwayat pasien merupakan hal penting untuk menilai status volume cairan preoperatif.
Faktor yang paling penting meliputi intake oral sesaat sebelum, muntah persisten atau diare,
riwayat sedot lambung, kehilangan darah yang signifikan atau luka dengan produk cairan aktif,
pemberian cairan intravena atau pemberian darah, dan hemodialisis jika pasien menderita gagal
ginjal. 1
B.2. Pemeriksaan Fisik
Indikasi syok hipovolemik meliputi abnormalitas turgor kulit, dehidrasi pada membran
mukosa nadi perifer, peningkatan denyut jantung saat istirahat, hipotensi ortostatik dan
B.3. Laboratorium
kecukupan perfusi jaringan seperti hematokrit, analisa gas darah (AGD), berat jenis urine,
konsentrasi ion natrium dan ion klorida, dan rasio antara BUN dan kreatinin. Walaupun begitu
hasil tersebut merupakan index indirek volume intravaskuler dan sering meragukan selama
intraoperatif karena hasil tersebut sangat dipengaruhi faktor-faktor perioperatif dan sering terjadi
keterlambatan hasil laboratorium yang diperiksa. Ketika dehidrasi terjadi, akan terjadi
peningkatan hematokrit dan hemoglobin, asidosis metabolik yang progresif (meliputi asidosis
laktat), berat jenis urine >1.010, natrium urine <10mEq/L, osmolaritas urine >450 mOsm /L,
hypernatremia, dan rasio BUN : kreatinin lebih dari 10:1. Hemoglobin dan hematokrit biasanya
tidak pernah berubah pada pasien yang dengan hipovolemia akut akibat takut kehilangan darah
dan takut karena tidak cukupnya cairan waktu cairan ekstravaskuler berpindah ke ruangan
intravaskuler. Indikator radiografi pada keadaan overload cairan meliputi adanya peningkatan
pembuluh darah pulmoner dan tanda interstisiel (garis Kerley B) atau infiltrat alveolar difus.1
Monitoring Central Venous Pressure (CVP) telah digunakan pada pasien dengan fungsi
jantung dan paru normal ketika status volume sulit dinilai. Walaupun begitu hasil static dari
pembacaan CVP tidak menyediakan data yang cukup akurat pada status volume pasien.1
Monitoring ketat arteri pulmoner digunakan ketika CVP tidak berkaitan dengan penilaian
klinis pasien atau ketika pasien mengalami disfungsi ventrikel. PAOP (Pulmonary Artery
PAOP <15 mmHg berkaitan dengan hipovolemia relatif yang berkaitan dengan kemampuan
pemenuhan ventrikel yang buruk. PAOP >18 mmHg menunjukkan adanya volume overload pada
ventrikel kiri.1
C. Cairan Intravena
Terapi cairan intravena meliputi kristaloid, koloid atau kombinasi keduanya. Beberapa
1. Kristaloid ketika diberikan jumlah yang cukup, dapat menjadi seefektif koloid dalam
3. Pasien bedah dapat mengalami defisit cairan ekstravaskuler yang melebihi defisit cairan
intravaskuler.
4. Defisit cairan intravaskuler yang berat dapat lebih cepat dikoreksi dengan menggunakan
cairan koloid.
5. Pemberian kristaloid dengan jumlah banyak dan cepat (>4-5 liter) dapat berkaitan dengan
C.1. Kristaloid
Cairan ini sering dipilih pada resusitasi awal pada pasien dengan perdarahan dan syok
sepsis, pasien luka bakar, dan pasien dengan trauma kepala untuk mempertahankan cerebral
perfusion pressure (CPP), pasien dengan plasmafaresis dan dengan reseksi hepar.1
Koloid cenderung akan bertahan diruang intravaskuler karena molekulnya yang besar.
1. Resusitasi cairan pada pasien dengan kehilangan cairan intravaskuler berat (contoh: syok
perdarahan)
2. Resusitasi cairan pada pasien dengan hipoalbuminemia atau kondisi berkaitan dengan
kehilangan protein berat seperti pasien luka bakar. Koloid tidak termasuk dalam protokol
resusitasi awal pasien luka bakar, akan tetapi ahli bedah dan anestesi merekomendasikan
penggunaan koloid
Koloid umumnya adalah hasil turunan dari protein plasma atau polimer glukosa sintetik dan
tersedia juga dalam bentuk larutan elektrolit isotonis. Contoh koloid sintetis adalah dextran
dan hetarstach.
Berdasarkan algoritma terapi cairan intravena pada dewasa dari NICE 2003, langkah
pertama adalah melakukan penilaian ABCDE. Jika ditemukan adanya indikasi resusitasi
cairan meliputi tekanan darah sistolik <100 mmHg, HR >90 bpm, capillary refill >2 detik
atau akral dingin, RR >20 kali/menit, NEWS ≥5 maka pasien harus mendapatkan resusitasi
cairan.3
Cairan pertama yang diberikan adalah 500ml kristaloid secara bolus dengan kandungan
ion natrium 130-154 mmol selama 15 menit hingga maksimal 2000 ml. kemudian dilakukan
penilaian ulang terhadap ABCDE pasien setiap masuk 500 ml. jika keadaan syok membaik,
maka dapat dilakukan pemberian cairan rumatan dengan jumlah 25-30 ml/kgBB/hari.3
Terapi cairan perioperatif meliputi penggantian cairan yang hilang dari keadaan defisit
cairan yang memang sudah ada diawal dan kehilangan saat operasi, meliputi juga kehilangan
darah.
Pada dewasa kebutuhan normal cairan rumatan adalah 2 ml/kgBB/jam. Sedangkan pada
Pasien dipuasakan hingga semalam sebelum tindakan bedah akan memiliki defisit cairan.
Defisit yang ada dapat diestimasi dengan mengalikan tingkat cairan rumatan normal dengan
lamanya puasa.1
preoperatif, muntah diuresis dan diare sering berkontribusi. Kehilangan cairan yang tidak
tampak akibat adanya infeksi jaringan atau akibat ascites merupakan hal penting yang harus
diperhatikan juga. Kehilangan cairan akibat hiperventilasi, demam, dan berkeringat juga
harus diperhatikan.1
Secara ideal, defisit yang ada harus digantikan sebelum tindakan operasi. Penggunaan
Terapi cairan intraoperatif harus meliputi penggantian cairan dasar dan penggantian
cairan preoperatif dan cairan yang hilang saat intraoperatif (kehilangan darah, evaporasi).
Cairan intravena yang dipilih harus menyesuaikan prosedur operasi dan jumlah kehilangan
darah yang terjadi. Untuk prosedur minor dengan kehilangan darah minimal, dapat diberikan
cairan rumatan. Untuk semua prosedur, ringer laktat atau plasmalyte umum digunakan
Idealnya, kehilangan darah diganti dengan cairan kristaloid atau cairan koloid untuk
yang lebih beresiko daripada resiko transfusi. Jika sudah sampai keadaan itu, maka
kehilangan darah digantikan dengan transfusi PRC untuk mempertahankan konsentrasi
Dalam kondisi konsentrasi hemoglobin <7 gr/dL cardiac output meningkat untuk
hemoglobin yang ditemukan pada pasien geriatri dan memiliki penyakit paru atau jantung
dengan bukti klinis yang ada (contoh: penurunan saturasi oksigen vena dan takikardi
Keadaan dibutuhkan transfusi dapat ditentukan dari keadaan hematokrit preoperatif dan
dari mengestimasi volume darah. Pasien denga hematokrit normal sebaiknya dilakukan
transfusi jika mengalami kehilangan >10-20% volume darahnya. Jumlah kebutuhan darah
yang dibutuhkan dengan adanya penurunan hematokrit hingga 30% dapat dihitung sebagai
berikut:
masih dipertahankan.
30%
Brooks/Cole.
Desember 2013