Anda di halaman 1dari 82

1. DOES GOD EXIST?

APAKAH ALLAH ITU NYATA?

Seorang ahli biologi Julian Huxley, dalam bukunya “Man Stands Alone”, menggambarkan
kemanusiaan sebagai sebuah produk sampingan dari alam semesta yang masih acuh tak acuh kepada
kehidupan. Pemikiran yang negatif ini membawanya kepada keputusasaan eksistensi dan kebingungan.
Dengan kata lain, keberadaan Allah menghasilkan harapan dan keselamatan, sehubungan dengan
pengertiannya kepada kehidupan. Bagaimanapun, Allah tidak menunjukkan diri-Nya secara intens dalam
hal yang dapat dipahami oleh mata manusia, maka hal tersebut menimbulkan pertanyaan dalam diri
manusia apakah Allah itu benar-benar ada.

1. Apakah Alkitab Memastikan Keberadaan Allah?


“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1)

Alkitab dimulai dengan sebuah pernyataan bahwa Allah itu ada. Hal tersebut tidak membantah
sebuah fakta, namun hanya secara sederhana menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta langit dan
bumi (Kel. 20:11; Mz. 19:1-6; 33:6, 9; 104; Ibr. 11:3; Yoh. 1:1-3; Kol. 1:16, 17). Hal ini tidak
mencoba untuk secara rasional membuktikan keberadaan Allah; tidak ada yang dapat melakukan
hal tersebut. Tetapi tidak ada juga yang bisa membuktikan bahwa Allah itu tidak ada. Jika Allah
berkehendak, Ia dapat muncul dan menunjukkan diri-Nya. Tetapi Ia tidak melakukannya. Sejak
kejatuhan umat manusia Allah tidak dapat berbicara langusng muka dengan muka kepada
manusia, dan dengan merendah menunjukkan diri-Nya melalui para nabi, dimana tulisan-tulisan
mereka tercatat sebagai kitab suci. Bagaimanapun, Allah tidak membiarkan kita berada dalam
kegelapan. Ia memberikan kepada kita bukti-bukti untuk mempercayai keberadaan-Nya.

2. Dimana Bukti Keberadaan Allah?


“Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka
tidak dapat berdalih” (Rom. 1:20)

Realita yang tidak kelihatan dapat diapresiasi melalui hal-hal yang dapat diteliti. Siapa saja yang
menyebutkan bahwa komputer muncul dari udara yang tipis maka kita bisa memastikan bahwa
orang itu memiliki gangguan secara mental. Sebuah mesin yang canggih tidak mungkin muncul
secara kebetulan. Kita mungkin tidak mengetahui siapa penciptanya, tetapi seseorang pasti telah
membangkitkan sebuah mesin yang luar biasa. Kita juga tahu bahwa sosok Pencipta hadir,
terimakasih untuk segala sesuatu yang telah Ia ciptakan. “Sebab setiap rumah dibangun oleh
seorang ahli bangunan, tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah” (Ibr. 3:4).

3. Apa yang Dikatakan oleh Langit kepada Kita?


“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya”
(Mz. 19:2).
Ini adalah argumen dalam cakupan kosmis sehubungan dengan keberadaan Allah, didasarkan
kepada konsep bahwa alam semesta harus memiliki penyebab utama. Tidak ada akibat apabila
tidak diawali dengan sebab. Kebanyakan perkara yang ada kita lihat di bumi, di laut, dan di
langit adalah demonstrasi ketertiban, keindahan, ketelitian, adaptasi, dan perencanaan yang
cerdas. Merenungkan betapa menakjubkannya langit malam: dengan ukuran yang besar, berat,
kecepatan, temperatur, dan orbit dari setiap benda yang Pencipta tetapkan. Kosmos menegaskan
kepada umat percaya sebuah keyakinan akan keberadaan Allah!

4. Apakah Keajaiban dalam Tubuh Manusia menunjukkan Keberadaan Sang Pencipta?


“Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat,
dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mz. 139:13-14).

Argumen antropologis ini didasarkan kepada realita keadaan manusia, standar moral, dan
keingintahuannya akan makhluk yang lebih tinggi. Struktur tubuh manusia adalah sebuah peta
yang menakjubkan. Sebuah pandangan dari kaum ilmuwan, adalah sulit untuk menyimpulkan
bahwa tubuh manusia hanyalah sebuah kebetulan yang tidak memiliki sebab. Tulang-tulang,
otot-otot, otak, kulit, mata, telinga, dll., adalah bukan hasil dari sebuah kejadian yang tak
bermula. Mari kita pertimbangkan DNA saja, hereditas, kode genetik yang memiliki jutaan data
dalam setiap selnya. Hal ini memberikan sebuah pelajaran kepada kita bahwa ada sosok Makhluk
Cerdas dibalik semua ini; tentu informasi ini tidak datang dari sembarang sumber.

5. Dalam Hal Apa “Naluri Allah” Menunjukkan Keberadaan Ilahi?


“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati
mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal
sampai akhir” (Pkh. 3:11)

Manusia memiliki “Naluri Allah.” Kita dapat menolak keberadaan Allah, namun perasaan yang
kita miliki tidak dapat memungkirinya: kita berasal dari mana, dan kita nantinya akan kemana.
Manusia akan selalu memiliki titik kosong dimana hanya Allah saja yang dapat mengisinya.
Alam semesta telah dibentuk dengan cara yang sempurna, yaitu setiap benda berada pada posisi
yang pas. Ada banyak bukti akan keharmonisan dalam segala hal yang terdapat dilingkungan
kita. Tanaman dunia bertemu dengan kebutuhan manusia dan binatang. Udara ada; itu sebabnya
kita memiliki paru-paru. Burung-burung memiliki bulu untuk terbang mengarungi udara, dan
ikan-ikan berenang di dalam air, dan mereka juga memiliki sirip untuk hidup di dalam air.
Semuanya terlihat dapat mengisi setiap milimeter spasi yang ada. Semuanya terlihat berada dan
disesuaikan dengan fungsinya masin-masing. Sebuah rencana telah dibentuk dan kemudian
pelaksanaannya. Desain dari alam semesta mencegah bentuk penolakan terhadap keberadaan
Ilahi

6. Siapa yang Menjadikan Semua Keajaiban-Keajaiban Bumi?


“Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan,
bumi penuh dengan ciptaan-Mu. Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak,
tidak terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar” (Mz. 104:24, 25).

Alkitab memberitahu kita bahwa Allah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi, laut, dan
langit; alam memberikan kesaksian akan kuasa-Nya yang kreatif. Keajaiban-keajaiban pada
penciptaan adalah tidak terhingga. Di dalamnya terdapat mujizat sejati pada setiap senti bumi ini.
Sang pemazmur benar dengan pernyataannya: “sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan,
bumi penuh dengan ciptaan-Mu” (Mz. 104:24).

7. Apa Salah Satu Karakteristik Allah yang Paling dikenal?


“Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh. 4:8).

Allah adalah kasih. Kasihlah yang menggerakkan Allah untuk menciptakan segala sesuatunya
menjadi ada. Kita bukanlah sebuah produk yang kebetulan, tetapi sebuah produk kasih Ilahi.
Kitab Suci menunjukkan sosok Alah yang penuh kasih (2 Kor. 13:11, 14; Ef. 2:4). Bapa, Anak,
dan Roh Kudus bertekad untuk mengekspresikan kasih ini, bukan hanya melalui Penciptaan,
melainkan juga melalui rencana luar biasa yang terdapat di dalam penebusan (1 Yoh. 3:1; Ef.
3:19; Rom. 15:30). Oleh sebab itu, pemazmur berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena
kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya”
(Mz. 139:14).

8. Berapa Lama Kasih Allah Bertahan kepada Manusia?


“Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang
kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer. 31:3).

Allah itu kekal (Rom. 16:26), begitu juga dengan kasih-Nya. Manusia sadar akan
keterbatasannya dalam menghadapi kasih Allah yang tak berkesudahan: “Aku berkata” ‘Ia telah
mematahkan kekuatanku di jalan, dan memperpendek umurku. Aku berkata: “Ya Allahku,
janganlah mengambil aku pada pertengahan umurku! Tahun-tahun-Mu tetap turun-temurun!”
Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. Semuanya itu akan
binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti
jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah. Tetapi Engkau tetap sama, dan
tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan” (Mz. 102:25-28).

9. Bagaimana Allah Menggambarkan Kasih Itu?


“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

Kasih Allah bukanlah sesuatu bentuk kiasan, tetapi sebuah realita yang mencapai ke berbagai
dimensi: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati
untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rom. 5:8). Anak Allah tidak mati hanya bagi mereka
orang-orang baik; Ia memberikan diri-Nya di dalam pengorbanan ketika kita semua “masih
berdosa.” Hanya Allah yang dapat mengasihi dengan kasih yang tak berkesudahan. Alkitab
menunjukkan esensi dari kasih Allah kepada sebuah bukti bahwa Bapa mengirimkan Anak (Yoh.
3:16; Rom. 8:32; 2 Kor. 5:21) dan, pada saat yang sama, bahwa Anak memberikan diri-Nya bagi
kita (Gal. 2:20; Ef. 5:2; Ibr. 9:14). Paulus berbicara mengenai kasih Anak yang tak
berkesudahan, ia berkata bahwa Dia “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filp. 2:608).

10. Apakah Kasih Allah Menyelamatkan Mereka yang Tidak Percaya?


“Sudah lewat musim menuai, sudah berakhir musim kemarau, tetapi kita belum diselamatkan
juga!” (Yer. 8:20)

Suara nyaring di dalam ayat ini adalah ekspresi menyakitkan dari orang-orang yang tidak
menerima kasih Allah. Kasih Allah tidak pernah berubah dan kekal, tetapi ia tidak dapat
menyelamatkan barangsiapa yang dengan kehendaknya tidak mau berubah. Alkitab menetapkan
dua jalur yang mengarahkan kepada tujuan akhir (Rom. 8:5, 6). Itu artinya, kita menemukan di
dalam Alkitab sebuah undangan yang permanen; “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”
(Wah. 3:20). “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat. 11:28, 29).
2. CAN THE BIBLE BE TRUSTED?

DAPATKAH ALKITAB DIPERCAYA?

Allah adalah Bapa yang penuh kasih yang menunjukkan diri-Nya kepada anak-anak-Nya. Dia
tidak menyembunyikan diri atau tetap diam. Pada mulanya Ia berkomunikasi dengan manusia secara
pribadi, muka dengan muka (Kej. 2:15-17). Setelah masuknya dosa, manusia menjadi takut kepada Allah
(Kel. 20:18, 19) dan sembunyi dari-Nya (Kej. 3:10). Kemudian Sang Pencipta mulai menyampaikan
pesan-Nya kepada beberapa hamba-hamba-Nya, disebut sebagai nabi-nabi, dan mereka sering diberikan
perintah untuk menulis (Wah. 1:11). Alkitab mencatat pencaharian Allah yang konstan terhadap anak-
anak-Nya. Kitab Suci adalah alat yang Allah gunakan untuk berkomunikasi kepada kita dalam bentuk
tulisan, gaya penulisan, materi pembahasan, Alkitab menunjukkan sosok Allah yang mencoba untuk
memulihkan hubungan-Nya dengan anak-anak-Nya.

1. Siapakah Pengarang Alkitab?


“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim.
3:16).

Alkitab ditulis oleh sekitar 40 pengarang manusia; tentu itu merupakan hasil dari pekerjaan
supranatural Roh Kudus. Allah adalah pengarang yang sebenarnya. Pengarang-pengarang
Alkitab dibujuk oleh Roh dan diyakinkan bahwa mereka adalah penerima dan penyampai pesan
wahyu Ilahi. Daud berkata: “Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, firman-Nya ada di
lidahku” (2 Sam. 23:2). Di dalam Alkitab ada lebih dari 2,000 ekpresi yang sama yang menyebut
“Beginilah firman TUHAN” (Yer. 19:1) dan “datanglah firman TUHAN kepada … “ (Yhz. 1:3).

2. Dapatkah Alkitab Dipercaya Walaupun Saya Tidak Memahami Segalanya?


“Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di
Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari
mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian” (Kisah.
17:11).

Allah tidak meminta kita untuk percaya buta. Ia berkata bahwa kita harus menguji segala sesuatu
yang hendak kita percayai. Banyak orang tidak percaya karena sejujurnya mereka tidak
memahaminya. Tetapi ada juga orang-orang yang tidak mau percaya karena mereka memilih
untuk tidak mau percaya. Rasul Petrus memperingatkan bahwa beberapa konsep Alkitabiah
“Sukar untuk dipahami sebagaimana dalam 2 Petrus 3:16: Hal itu dibuatnya dalam semua
suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal
yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh
imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga
mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.” Alkitab mengandung beberapa materi dengan
konsep yang sulit untuk diasimilasi dibanding dengan yang lain, namun mereka dapat dicerna
melalui pencerahan Roh Kudus. Janji Allah adalah: “Aku hendak mengajar dan menunjukkan
kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju
kepadamu” (Mz. 32:8). Kisah. 8:30, 31 mengingatkan kepada kita bahwa TUHAN juga
menggunakan manusia untuk memimpin putera-puteri-Nya.

3. Bagaimanakah Kesatuan Alkitab Terungkap?


“sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus
orang-orang berbicara atas nama Allah” (2 Pet. 1:21).

Kesatuan Alkitab adalah satu dari beberapa alasan bahwa kita dapat meyakini dengan sepenuhnya
di dalam tulisan-tulisan nubuatan. Kata “Alkitab” datang dari Bahasa Yunani βίβλια, yang
artinya “perpustakaan” (secara literal “buku-buku”). Itu adalah kumpulan dari 66 kitab yang
dibagi kedalam dua bagian: Perjanjian Lama, dengan 39 kitab, dan Perjanjian Baru, dengan 27
kitab. Kebanyakan dari 40 penulis Alkitab tidak mengetahui penulis lainnya. Mereka hidup di
era dan tempat yang berbeda selama 1600 tahun. Diantara mereka ada seorang negarawan,
gembala, dokter, petani, raja, dan sarjana. Namun ada persatuan yang menakjubkan di antara
mereka. Yang satu menggenapi tulisan yang lain. “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana
tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan
dari diri kami” (2 Kor. 4:7).

4. Apa Saja yang Dibuktikan Penggenapan Nubuatan?


“Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada
yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku yang memberitahukan dari mulanya hal
yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-
Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan” (Yes. 46:9, 10).

Nubuatan-nubuatan yang telah digenapi meneguhkan kebenaran Alkitab. Alkitab kurang lebih
mengandung sebanyak 1,000 nubuatan. Banyak yang sudah digenapi, beberapa di antaranya
sedang digenapi, dan yang lain masih menunggu kegenapannya. Sebagai contoh, mari kita
perhatikan ramalan tentang Tirus, pelabuhan Phoenicia kuno yang berkembang. Nabi Yeremia
mengumumkan bahwa Nebukadnezar akan meruntuhkan kota itu dan tidak akan pernah dibangun
kembali (Yer. 20:4-6). Nubuatan ini digenapi dalam setiap detail. Raja Babilon mengepung
Tirus selama 13 tahun, menyerang mereka, dan menghancurkannya, tetapi penduduknya lari ke
sebuah pulau 800 meter dari pantai. Dua ratus lima puluh tahun kemudian para penduduk Tirus
merasa aman berada di benteng pulau. Tetapi Alexander the Great memerintahkan pasukannya
untuk membuang sisa-sisa puing kota ke laut dan membangun jalan lintas menuju pulau tersebut.
Kemudian, ia berjalan bersama dengan dengan pasukannya dan menaklukkan Tirus baru. Hari ini
adalah hal yang umum untuk melihat para nelayan menebarkan jala hingga kering di mana kota
kuno itu dulu berdiri. Sekarang kota itu kelihatan seperti batu kosong. Tiga percobaan telah
dilakukan untuk membangun kembali kota itu tetapi segala usaha yang dilakukan gagal. TUHAN
berkata: “Aku akan menjadikan engkau gunung batu yang gundul dan dengan demikian engkau
akan menjadi penjemuran pukat, sehingga engkau tidak akan dibangun kembali, sebab Aku,
TUHANlah yang mengatakannya, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (Yeh. 26:14).
5. Apa yang Alkitab Katakan Mengenai Bentuk dari Bumi?
“Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang
membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!” (Yes. 40:22).

Pada zaman dahulu banyak orang percaya bahwa bumi memiliki bentuk yang datar, namun
Yesaya bersikeras menyatakan bahwa bentuk dari bumi adalah seperti bulatan (circle in KJV).
Tema Ibrani yang digunakan oleh Yesaya untuk menerjemahkan “bulatan” adalah khug, yang
berarti sebuah bola bundar, sesungguhnya berbeda sekali dengan pengertian benda yang datar,
baik itu persegi, maupun persegi panjang. Bagaimana sang nabi bisa memberikan gagasannya
bahwa bumi ini bulat dan bukan datar sebagaimana yang diutarakan oleh banyak orang? Ini
adalah bukti tambahan dari inspirasi Alkitab.

6. Apa yang Alkitab Katakan Mengenai Lintasan Cahaya?


“Di manakah jalan ke tempat kediaman terang, dan di manakah tempat tinggal kegelapan”
(Ayub 38:19).

Pasal ini berkata bahwa cahaya melintas melalui sebuah “jalan.” Dalam bahasa Ibrani derek
secara literal berarti “road” atau “way.” Sampai pada masa abad yang ke tujuh belas orang-orang
percaya bahwa cahaya muncul secara tiba-tiba. Bagaimanapun, Isaac Newton membuktikan
bahwa cahaya terbuat dari partikel-partikel kecil yang berpindah dalam garis lurus. Kemudian,
Christiaan Huygens mengusulkan sebuah teori tentang gelombang cahaya, dan Ole Roemer
mengukur kecepatan cahaya untuk melintasi angkasa. Hari ini diketahui bahwa cahaya adalah
sebuah bentuk energi yang membuat objek dapat terlihat dan berpindah-pindah melalui partikel-
partikel yang disebut foton dalam sebuah garis lurus pada kecepatan sekitar 300,000 kilometer
per detik. Bagaimana mungkin seorang penulis kitab Ayub mampu berbicara tentang cahaya
yang berpindah tempat, atau jalan, ketika kecepatan cahaya belum ditemukan pada saat itu hingga
beberapa abad kemudian? Alkitab adalah inspirasi dari FIRMAN TUHAN.

7. Kuasa Apa yang Dimiliki Alkitab dalam Hidup Orang-orang yang Membacanya?
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun;
ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup
membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibr. 4:12).

Mungkin satu dari beberapa bukti yang luar biasa akan inspirasi alkitab, adalah kekuatannya di
dalam mengubah manusia yang membacanya sehingga memiliki karakter yang menyerupai
Kristus. Seseorang dapat membaca buku dan mengubah beberapa pendapat pribadi. Namun
Alkitab memiliki kapasitas untuk mengubah jalan hidup seseorang. Kitab Suci telah mengubah
semua tipe-tipe manusia, termasuk di antaranya kriminal, pencuri, penipu, menjadi pribadi yang
terhormat.

8. Apakah Tema Utama dari Alkitab?


“Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai
hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh.
5:39).
Yesus adalah pusat dari semua tema yang ada di dalam Alkitab. Dari Kejadian, dimana Ia
pertama kali datang dan diberitakan sebagai solusi kepada masalah dosa, hingga Wahyu, dimana
Ia datang kembali telah disiarkan, pribadi dan pekerjaan Kristus berjalan sepanjang Alkitab di
tiap-tiap lembarnya. Walaupun benar bahwa kita menemukan cerita tentang sejarah, ilmu
pengetahuan, puisi, nubuatan, tulisan-tulisan, dan banyak hal lainnya, tema utama dari segala
sesuatunya adalah Yesus dan apa yang Ia lakukan untuk menyelamatkan umat manusia.

9. Apa Tujuan dari Kitab Suci?


“Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,
supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab
Suci” (Roma 15:4).

Hidup adalah pengalaman pembelajaran yang konstan; hari dimana ketika kita berhenti belajar
maka kita pun berhenti hidup. Allah memberikan Alkitab untuk memberikan pelajaran kepada
kita dan menimbulkan harapan di dalam hati umat manusia dengan maksud untuk menghadapi
kejamnya dunia tanpa rasa takut. Adalah benar bahwa Alkitab ditulis pada masa lampau, dan
kebiasaan yang ada sekarang telah berubah, tetapi umat manusia akan terus seperti yang sudah
ada. Ketakutan kita pada masa ini adalah ketakutan yang juga dimiliki orang-orang pada masa
lampau. Untuk alasan inilah, Alkitab hadir sebagai buku penuntun untuk segala zaman.

10. Apakah Sumber dari Kebenaran?


“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran” (Yoh. 17:17).

Kebenaran yang didasarkan kepada konsep manusia menghasilkan relativisme dan sebuah opini
majemuk yang mau tidak mau akan menyebabkan rasa tidak aman. Bagaimanapun juga, dari
sudut pandang Alkitab, kebenaran bukanlah sebuah konsep, tetapi sebuah beton dan Pribadi sejati
yang tetap tidak berubah selamanya. Yesus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup”
(Yoh. 14:6). Hal ini memberikan kepastian dan kepercayaan. Alkitab adalah bentuk dari maksud
Allah yang ingin berkomunikasi dengan kita. Jika kita mempelajarinya setiap hari, kita dapat
melihat pemenuhan dari setiap janji-janji Allah di dalam kehidupan kita. Bagaimanapun, kita
tidak boleh membacanya dengan terburu-buru. Namun, kita harus menanyakan diri kita,
“Bagaimana bisa pasal yang saya baca ini mampu menyelamatkan saya dari masalah? Apakah
ada sesuatu yang harus saya lakukan untuk membuat diri saya bahagia?” Adalah penting untuk
membaca pasal yang sama secara berulang-ulang dan mencerminkannya pada kehidupan kita.
3. HOW DID SIN ORIGINATE?

BAGAIMANA DOSA BERMULA?

Sebagaimana dibentuk dengan tangan Allah Sang Pencipta, bumi dijadikan dengan “sungguh
amat baik” (Kej. 1:31). Namun, sesosok makhluk penghuni surga, telah salah menggunakan kebebasan
memilih yang dianugerahkan kepadanya, sehingga menimbulkan dosa yang mematikan. Keegoisan dan
kebohongan telah dipilih untuk menggantikan kasih dan kebenaran. Alkitab memperlakukan subyek dosa
dengan sangat serius. Kitab Kejadian memberitahu kita bagaimana dosa masuk kedalam kehidupan
manusia, sementara kitab Wahyu menceritakan kemenangan akhir yang Allah miliki dan pembinasaan
dosa dari sejarah dunia. Antara Kejadian dan Wahyu, kita melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh dosa
kepada umat manusia dan pekerjaan Allah di dalam mengatasi masalah dosa.

1. Apakah Benar Secara Alkitabiah untuk Menyimpulkan Bahwa Allah sebagai Pencipta
Segala Sesuatu, Ia Juga yang Menimbulkan Dosa?
“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab
Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun” (Yak. 1:13).

Dosa tidak pernah berasal dari Allah, dimana karakter yang dimiliki oleh-Nya adalah kudus,
berlawanan dengan sifat Iblis yang jahat. Nabi Habakuk, atas nama orang-orang Israel,
menghadapi Allah dengan kehadiran yang penuh dengan kelaliman: “Bukankah Engkau, ya
TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? … Mata-Mu terlalu suci untuk melihat
kejahatan” (Hab. 1:12, 13). Dosa adalah sebuah misteri yang tidak dapat dijelaskan. Namun, kita
dapat merangkul sebuah kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan: “Allah bukanlah sumber
dosa.” Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada
kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan (1 Yoh. 1:5).

2. Dengan Siapa Dosa itu Bermula?


“Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan
berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tak bercela di dalam tingkah
lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu” (Yhz. 28:14, 15).

Menggunakan simbol dari kota Tirus, Alkitab mengatakan bahwa dosa bermula dengan Lucifer.
Allah menciptakan makhluk malaikat yang sempurna dengan penuh kebebasan. Peluang untuk
berbuat dosa adalah mungkin – itu yang dapat kita katakan, yaitu kemungkinan untuk salah dalam
menggunakan hak kebebasan, tetapi bukan kejahatan itu sendiri. Bagaimana mungkin makhluk
yang sempurna ini memilih untuk salah dalam menggunakan hak kebebasan memilihnya? Itu
adalah misteri (2 Tes. 2:7). Alkitab tidak menjelaskannya. Alkitab hanya menyebutkan
peristiwa-peristiwanya saja. “Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan
engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga
membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya. Engkau sombong karena
kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-
raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya” (Yhz. 28:16, 17).

3. Apakah yang Menjadi Niat Lucifer dalam Pemberontakannya terhadap Allah?


“Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan
takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh
di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang
Mahatinggi!” (Yes. 14:13-14).

Kedaulatan dan karakter Allah yang tinggi adalah tuduhan utama Lucifer. Dosa dari Lucifer dan
pengikut-pengikutnya adalah untuk melampaui batas yang telah ditetapkan Allah kepada mereka
sebagai makhluk ciptaan dan mencoba untuk menjadi sama dengan Sang Pencipta. Itulah esensi
dari pesan yang Lucifer lontarkan. Dalam pikirannya, Allah tidaklah adil memberikan kepada
ciptaan-ciptaan-Nya sebuah hukum yang tidak dapat dituruti – itu sebabnya, Dia tidak layak
untuk dianggap sebagai sosok yang berdaulat. Itu juga menjadi argumen utama yang diberikan
Lucifer saat mencobai Adam dan Hawa, bahwa Allah itu egois dan tidak ingin sebuah
pertumbuhan yang lebih yang dapat dialami oleh anak-anak-Nya. “Tetapi ular itu berkata kepada
perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu
kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang
yang baik dan yang jahat’” (Kej. 3:4, 5).

4. Apa yang Terjadi Setelah Pemberontakan Lucifer?


“Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan
naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan;
mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga” (Wah. 12:7, 8).

Tantangan terhadap kedaulatan Ilahi, bersama dengan keinginan untuk menjadi setara dengan
Allah, memicu konflik sepanjang masa antara Kristus dan Lucifer. Para malaikat pemberontak
telah kalah dalam peperangan dan diusir dari surga. “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut
Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke
bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya” (Wah. 12:9). Yesus berkata kepada murid-
murid-Nya: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit” (Luk. 10:18).

5. Ketika Ia Diusir dari Surga, Siapakah yang Menjadi Target Setan untuk Dicobai?
“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh
TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon
dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’” (Kej. 3:1).

Setelah diusir dari Surga, Setan langsung mengarahkan perhatiannya kepada manusia yang
pertama. “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari
buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan
dia, dan suaminya pun memakannya” (Kej. 3:6). Cobaan Adam dan Hawa memiliki dua
komponen dasar: eksternal dan internal. Elemen eksternal adalah pohon pengetahuan yang baik
dan jahat. Tidak ada sesuatu yang buruk yang ada di dalam pohon itu; itu hanyalah sebuah ujian
kepada kesetiaan Adam dan Hawa kepada TUHAN Allah. Elemen internalnya adalah sebuah hal
yang berupa komplikasi. Merupakan sebuah ujian terhadap keputusan rohani, ujian kepada
kemurnian moral yang dihadapkan kepada kedua orangtua pertama kita. Mereka harus memilih
apakah mengikuti Allah atau Lucifer, antara kasih dan keegoisan, antara kedaulatan ilahi dan
pemberontakan iblis.

6. Apa itu Dosa?


“Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran
hukum Allah” (1 Yoh. 3:4).

Sebelum mencapai level melakukan pelanggaran, dosa adalah pemberontakan. Kata “dosa”
dalam 9 tema Ibrani dan Yunani dicatat lebih dari 900 kali di dalam Alkitab. Dari semuanya dosa
dijabarkan sebagai hasil dari perpisahan antara Allah dan anak-anak-Nya (Yes. 59:2). Keretakan
antara umat manusia dengan Allah menghasilkan sebuah rasa bersalah (Yes. 53:6; Yer. 2:22;
Yhz. 22:4), yang kemudian mengarah kepada kehilangan kedamaian (Yes. 48:22), kerusuhan
yang mendalam (Mik. 7:1), dan menyayangkan diri sendiri (Yhz. 20:43). Dari sejak saat itu
manusia akan terus berkeliaran mencari jati diri dan mengapa mereka ada, membawa kekosongan
yang mendalam di hati mereka. Sang nabi berkata bahwa mereka yang jauh dari pada Tuhan
akan seperti “laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang, dan arusnya
menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang fasik” (Yes. 57:20, 21).

7. Apa yang Terjadi Setelah Dosa masuk ke Dunia?


“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu
juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah
berbuat dosa” (Roma 5:12).

Setelah Adam dan Hawa berdosa, mereka kehilangan sifat yang sempurna yang bersama-sama
dengan mereka ketika pertama kali diciptakan, dan segera menerima sifat dosa dalam diri mereka.
Dosa telah menyebar ke seluruh umat manusia (Rom. 3:23). Sekarang manusia bukan pendosa
ketika mereka membunuh, mencuri, atau berbohong. Mereka berbuat demikian karena mereka
adalah pendosa; karena jika bukan, maka mereka tidak akan berbuat dosa. Rasul Paulus berkata
bahwa perbuatan keji adalah produk dari sifat berdosa (Gal. 5:19-21). Titik awalnya adalah jarak
antara manusia dengan Allah. Daud berkata: “Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku
senantiasa bergumul dengan dosaku” (Mz. 51:5). Kita semua pendosa oleh sifat yang diwariskan.
Lebih mudah bagi kita untuk melakukan yang jahat daripada melakukan yang baik (Rom. 7:19,
20).

8. Apakah Senjata Ampuh yang Setan Gunakan untuk Menghancurkan Orang-orang?


“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia
adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia
tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia
adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yoh. 8:44).
Yesus berkata bahwa iblis adalah bapa dari segala dusta dan musuh dari kebenaran. Senjata
utamanya adalah penipuan (Wah. 12:9). Ketika setan ingin menghancurkan seseorang, ia
menggunakan sebuah penyamaran untuk menutupi maksud dan niat yang sebenarnya. Di dalam
taman Eden ia menyamar sebagai seekor ular (Kej. 3:1). Paul mengatakan: “Hal itu tidak usah
mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang” (2 Kor. 11:14). Lalu ia
menambahkan: “Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang
bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah
dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, yaitu lawan yang meninggikan diri di
atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan
mau menyatakan diri sebagai Allah” (2 Tes. 2:3, 4).

9. Dalam Arti Apa Dosa Mengaburkan Alasan?


“Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang
bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah
menjadi bodoh” (Rom. 1:21, 22).

“Seolah-olah penuh hikmat, mereka telah menjadi bodoh.” Konsep ini adalah penjelasan terbaik
ketika kita menganalisa arti dari satu kata bahasa Yunani akan “dosa.” Kata “αμαρτια” secara
literal diterjemahkan “miss the mark” (kehilangan tanda). Adam dan Hawa memakan buah dan
mencoba untuk menjadi sama seperti Allah dan akhirnya berakhir dengan luka dan tragedi yang
terjadi kepada dunia. Mereka kehilangan tanda. Manusia pertama memilih jalan mereka sendiri
dan melangkah dekat kepada pohon larangan tersebut. Itu adalah tindakan kebebasan dan
pembangkangan. Orangtua pertama kita mengambil buah tersebut bukan bermaksud supaya
mereka mati. Mereka ingin menjadi sama seperti Allah, tetapi mereka berakhir dalam
memberikan luka mematikan bagi diri mereka sendiri, begitu juga yang diwariskan kepada umat
manusia. Dosa mengaburkan alasan. Ia membuat kita percaya akan sesuatu dan secara
bersamaan menuntun kita untuk melakukan sesuatu yang lain.

10. Apakah Jalan Satu-satunya untuk Menghadapi Musuh Allah?


“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah
seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis”
(Ef. 6:10, 11).

Rasul Paulus menyediakan sebuah resep untuk mengalahkan cobaan Setan: “kenakanlah seluruh
perlengkapan senjata Allah.” Ini merupakan pergumulan rohani: “karena perjuangan kita
bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-
penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”
(Ef. 6:12). Tetapi kemenangan itu pasti: “Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba,
dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke
dalam maut” (Wah. 12:11). Hal yang bisa dilakukan setan adalah mencobai kita, bukan
mengalahkan kita. Namun kemenangan di dalam Kristus adalah milik kita (Wah. 2:10).
4. WHY DID JESUS COME TO THIS WORLD?

MENGAPA YESUS DATANG KE DUNIA?

Kristus adalah pusat Kekristenan dan memberikan arti kepada iman kita. Tanpa-Nya,
Kekristenan tidaklah berarti dan tidak lebih dari sekedar filosofi dunia. Injil adalah suatu kabar baik yang
menyiarkan pekerjaan ajaib Tuhan Yesus bagi kepentingan umat manusia. Sejarah Kekristenan tidak
hanya mengacu kepada pria dan wanita yang percaya didalam Kristus; tetapi terlebih khusus, itu
mengarah kepada satu Pribadi. Kekristenan seluruhnya adalah mengenai Kristus, Allah yang Abadi yang
mengambil sifat dan rupa manusia untuk menyelamatkan dunia ini.

1. Apa yang Menyebabkan Perpisahan antara Allah dan Manusia?


“Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang
membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala
dosamu” (Yes. 59:2).

Dosa menyebabkan sebuah neraka antara Allah dan umat manusia. Setelah Adam dan Hawa
berdosa dalam Taman Eden, mereka bersembunyi dari kehadiran Allah (Kej. 3:8). Maka sejak
hari itu Allah lah yang mencari umat manusia (ayat 9, 10). Alkitab mengandung sebuah ajakan
yang permanen bagi manusia untuk kembali bersandar ke lengan Allah (Mat. 11:28, 29; Yes.
55:6, 7; Wah. 22:17). Allah berharap supaya pemulihan hubungan kasih yang pernah ada kepada
anak-anak-Nya dapat berkuasa atas dosa.

2. Apa yang Dihasilkan dari Pemisahan diri Terhadap Allah?


“Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus,
Tuhan kita” (Rom. 6:23).

Kematian manusia adalah hasil alamiah dari perpisahan dengan sumber kehidupan. Yesus
berkata, “Aku adalah …. Hidup” (Yoh. 14:6). Dengan memisahkan diri dari Allah, manusia
secara sukarela masuk kepada teritori kegelapan. Tidak ada kehidupan selain dari pada Allah.
Rasul Yohanes menuliskan: “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak
memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yoh. 5:12). Agar dapat menikmati hidup yang kekal,
kita harus mengambil keputusan dengan sadar (Ul. 30:19). Allah menciptakan kita agar hidup.
Kematian bukanlah bagian dari rencana awal Allah kepada umat manusia; itu adalah konsekuensi
dari apa yang KITA perbuat yaitu berpisah dari Allah. Tetapi sifat-Nya yang penuh kasih
menginginkan agar tidak ada terjadi perpisahan yang kekal antara Allah dan anak-anak-Nya
(Rom. 8:34-39).

3. Apa Tujuan Yesus Datang ke Dunia Ini?


“Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan
di dalam Dia tidak ada dosa” (1 Yoh. 3:5).
Yesus datang ke dunia ini untuk “menyelamatkan orang berdosa” (1 Tim. 1:15). Hanya Dia lah
yang mampu untuk menghapuskan dosa-dosa kita dan memulihkan kehidupan kita; itu adalah
misi utama-Nya. Tetapi agar hal ini tercapai, Ia harus menyerahkan nyawa-Nya kepada umat
manusia (Mat. 16:21). Lebih jauh lagi, Ia harus menggenapi janji-janji Allah kepada umat-Nya
(Kej. 3:15; Yes. 7:14; 9:6; Mikh. 5:2), untuk membangun kerajaan Allah (Mat. 4:17), untuk
memberikan pengetahuan akan Allah (Yoh. 17:3), menjadi hamba Allah (Mat. 20:28),
memberikan contoh kepada umat manusia (1 Pet. 1:21), menyembuhkan yang sakit dan yang
lemah (Mat. 4:23), untuk menunjukkan kerusakan parah akibat dosa (Luk. 5:8), menjadi seorang
Imam Besar yang setia (Ibr. 2:17, 18), dan menyelamatkan orang-orang berdosa melalui hidup-
Nya (1 Yoh. 3:8; Ibr. 2:14, 15; 1 Tim. 1:15).

4. Bagaimana Dosa Dihapuskan?


“Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa
penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr. 9:22).

Ketika umat manusia berdosa, konsekuensinya adalah kematian, akhir dari hidup. Hidup
disimbolkan dengan darah: “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah
memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu,
karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa” (Im. 17:11). Masih, Allah
mencintai orang berdosa dan tidak menghendaki kematian mereka (Yer. 31:3; Yhz. 33:11).
Melainkan, Ia menginginkan umat manusia selamat (1 Tim. 2:4). Itulah mengapa Ia memberikan
Anak-Nya untuk mati menggantikan tempat orang-orang berdosa. “Sebab di dalam Dia dan oleh
darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-
Nya” (Ef. 1:7). Ketika orang berdosa menerima pengorbanan yang Kristus telah berikan,
perpisahan dengan Allah bukan lagi menjadi sebuah masalah, karena ada tertulis: “Tetapi
sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah
Kristus” (Ef. 2:13).

5. Apa yang Harus Dilakukan Allah untuk Membebaskan Kita dari Maut?
“Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi
TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes. 53:6).

Nabi Yesaya menuliskan: “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan
kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas
Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan
oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:4, 5). Rasul Paulus menambahkan: “Dia yang
tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah” (2 Kor. 5:21). Terjadi sebuah perubahan yang nyata. Yesus mengemban
dosa-dosa kita, dan kita menerima kebenaran-Nya. Manusia hanya dapat menolak atau menerima
undangan yang diberikan.

6. Mengapa Yesus Harus Mengambil Sifat Manusia?


“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama
dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia
memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” (Ibr. 2:14).

Untuk menyelamatkan umat manusia, Kristus harus menderita kematian yang layak bagi orang
berdosa. Tetapi Allah tidak dapat mati. Itulah sebabnya perlu bagi Yesus untuk mengambil rupa
manusia. “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-
Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah
untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa” (Ibr. 2:17), dan juga menaruh simpati dengan manusia
(Ibr. 4:14, 15). “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang
takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4, 5). Yesus menjadi
manusia “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang
telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1
Pet. 2:24).

7. Apakah Yesus Berbuat Dosa Ketika Ia menjadi Manusia?


“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat
dosa” (Ibr. 4:15).

Dalam maksud untuk menyelamatkan manusia, tidaklah cukup bagi Yesus hanya mengambil
wujud menjadi manusia; Ia harus sepenuhnya menang terhadap dosa. Dosa mencobai Yesus di
Padang Pasir (Luk. 4:14). Yesus bertanya kepada seorang Farisi: “Siapakah di antaramu yang
membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu
tidak percaya kepada-Ku?” (Yoh. 8:46). Ia tidak mendapatkan respon. Terlebih lagi,
berhubungan dengan Bapa, Ia berkata: “Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia
tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya”
(ay. 29). Pada akhirnya masa Yesus di bmi, Ia berkata: “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku,
kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di
dalam kasih-Nya” (Yoh. 15:10).

8. Apa yang Kita Terima Sebagai Hasil dari Keadilan Kristus?


“Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian
pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Rom.
5:18).

Dosa Adam telah memisahkan semua keturunannya dari Allah dan mewariskan sifat mausia itu
yaitu kecenderungan berbuat dosa. Tetapi Yesus dapat menuruti perintah Allah yang tidak dapat
dituruti oleh Adam dan Hawa: “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah
menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang
benar” (Rom. 5:19). Itulah sebabnya Paulus menyebut bahwa Yesus adalah Adam terakhir (1
Kor. 15:45).
9. Apakah Yesus Berhenti Menjadi Allah Karena Ia Mengambil Sifat Manusia?
“Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan
palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. Sebab
dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol. 2:8, 9).

Yesus adalah manusia, tetapi Dia tidak pernah berhenti menjadi Allah. Di dalam Dia “berdiam
secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol. 2:9). Dia satu dengan Bapa dan dengan
Roh sejak kekekalan (Yoh. 1:1-3, 14). Hanya Allah yang mampu menyelamatkan manusia,
karena “Keselamatan adalah dari TUHAN” (Yun. 2:9). “Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada
juruselamat selain dari pada-Ku” (Yes. 43:11). Disamping itu, jika Kristus hanyalah seorang
manusia biasa saja, Dia akan binasa di dalam kubur. Tetapi Dia bukanlah makhluk ciptaan. Dia
adalah Allah yang bersemayam dalam tubuh manusia. “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku
memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari
pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh. 10:17, 18; Kis. 3:15; 13:33).

10. Siapakah Pengantara antara Allah dan Manusia?


“Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia,
yaitu manusia Kristus Yesus” (1 Tim. 2:5).

Yesus adalah pengantara yang sempurna antara yang kudus, Allah kekal dan manusia pendosa,
yang fana. Melalui keilahian-Nya Ia mengangkat tangan Allah, sementara disaat yang sama Ia
mengangkat tangan manusia dengan kemanusiaan-Nya. “Dengan menghapuskan surat hutang,
yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya
dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-
penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka” (Kol.
2:14, 15). Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa kalau tidak melalui Dia (Yoh. 10:17; 14:6).
5. HOW IS SALVATION RECEIVED?

BAGAIMANA KESELAMATAN ITU DITERIMA?

Keselamatan adalah karunia yang diberikan kepada kita melalui Kasih Karunia Allah. Itu adalah
pusat dari tema yang ada di dalam Alkitab. Kita melihat bahwa Allah mencari anak-anak-Nya yang
tersesat, menemukan mereka, menebus dengan harga yang pas untuk kelepasan mereka, dan akhirnya
menuntun membawa mereka pulang. Ia memulihkan hubungan yang telah rusak akibat dosa dan
memberikan arti yang baru akan kehadiran kita di alam semesta. Dari taman Eden, ketika Allah
memakaikan orangtua pertama kita dengan kulit binatang, kepada akhir kematian Setan sudah dituliskan
di dalam kitab Wahyu, Allah telah masuk ke dalam sejarah untuk membebaskan orang berdosa yang
bertobat dari genggaman Iblis dan untuk mengembalikan mereka kepada kebebasan yang telah hilang dari
mereka.

1. Mengapa Umat Manusia Memerlukan Keselamatan?


“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu
juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah
berbuat dosa” (Rom. 5:12).

Allah membebaskan manusia dari dosa dan konsekuensinya, temasuk diantaranya kebinasaan
(Luk. 19:10), kesalahan (Mz. 39:8), korup (Kis. 2:40), kuasa kegelapan (Kol. 1:13), keinginan
daging (Ef. 2:1-5), dan maut (1 Kor. 15:26). Jika ini tidak terjadi, dunia ini tidak bisa dihuni.

2. Dapatkah Manusia Menyelamatkan Dirinya Sendiri?


“Bahkan, sekalipun engkau mencuci dirimu dengan air abu, dan dengan banyak sabun, namun
noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (Yer. 2:22).

Karena masuknya dosa, manusia secara sifat adalah pendosa. “Celakalah bangsa yang berdosa,
kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk!
Mereka meninggalkan TUHAN, menista Yang Mahakudus, Allah Israel, dan berpaling
membelakangi Dia. Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad? Seluruh
kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu. Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat:
bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak” (Yes.
1:4-6). Umat manusia sudah tercemar oleh dosa (Mz. 51:5-7) dan polusi ini merusak hati dan
membuatnya menipu “di atas segalanya” (Yer. 17:9), menggelapkan pengertian (Ef. 4:18),
mengubah jalan hati menjadi jahat dan sia-sia (Kej. 6:5; Rom. 1:21), menghasilkan kata-kata
bodoh (Ef. 4:29), merusak pikiran dan kesadaran (Titus 1:15), meninggalkan manusia dalam dosa
dan kesalahan-kesalahan (Ef. 2:1). Ini adalah keadaan yang alami bagi manusia. Tentu saja, ini
tidak berarti kita tidak bisa melakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Walaupun demikian,
pekerjaan baik kita dicemari oleh keegoisan. Dalam situasi tersebut kita tidak dapat berbuat apa-
apa untuk menyelamatkan diri sendiri.
3. Dimana Keselamatan itu Ditemukan?
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah
kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
diselamatka” (Kis. 4:12).

Allah adalah Allah keselamatan (Mz. 79:9). Meskipun Allah menggunakan orang lain untuk
melakukan kehendak-kehendak-Nya, mereka tidak dapat digunakan untuk menyelamatkan kita;
Yesus adalah satu-satunya agen melalui-Nya saja Allah dapat menyelamatkan (Yes. 43:11).
“Keselamatan adalah milik daripada Allah” (Mz. 3:8). Ia membebaskan kita dari penderitaan
(Mz. 34:17).

4. Milik Siapakah Inisiatif Keselamatan Itu?


“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

Keselamatan adalah inisiatif Ilahi yang dilaksanakan oleh Anak Allah bagi semua orang yang
percaya kepada-Nya (1 Yoh. 4:10; Rom. 5:6-8; Yoh. 3:16). Tidak ada manusia yang mencoba
untuk selamat dapat berhasil. Umat manusia pada dasarnya adalah penuh dosa (Mz. 51:5). Kita
ingin berjalan pada pengertian kita sendiri (Yes. 53:6) tidak menyadari akan konsekuensi yang
kita tanggung (Rom. 6:23). Allah adalah satu-satunya yang mencari kita dan memimpin kita
pulang ke rumah (Luk. 19:10).

5. Bagaimana Kita Merespon kepada Inisiatif Allah dalam Menyelamatkan Kita?


“Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat,
supaya aku selamat?’ Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan
selamat, engkau dan seisi rumahmu’” (Kis. 16:30, 31).

Keselamatan adalah sebuah hadiah yang diterima atas dasar karunia: “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” (Ef. 2:8). Yesus
mati pada kayu salib untuk menyelamatkan umat manusia. Meskipun sebenarnya mereka layak
mendapatkan maut (Rom. 6:23), kasih Allah dimanifestasikan kepada mereka, dan “Karena
waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang
ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar, tetapi
mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati. Akan tetapi Allah menunjukkan
kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”
(Rom. 5:6-8).

6. Kapan Rencana Keselamatan Dibentuk?


“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan
kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita
sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef. 1:3, 4).
Rencana keselamatan bukanlah suatu hasil dari masuknya dosa yang tidak diduga-duga.
Kenyataannya, rencana keselamatan sudah ada sebelum fondasi dunia ini dijadikan (1 Kor. 2:7; 2
Tes. 2:12, 14). Ini adalah misteri yang dirahasiakan selama berabad-abad. Namun, hal tersebut
dinyatakan di dalam pribadi Yesus Kristus, dan di dalam pengorbanan-Nya oleh Kasih di kayu
salib untuk mengumpulkan “segala sesuatu di dalam Kristus” (Ef. 1:10). Ekspresi ini berarti
bahwa kematian Yesus bukan saja menebus umat manusia, tetapi juga menghasilkan kemenangan
atas dosa, mengumandangkan sebuah pemulihan akhir atas kekacauan dimana setan yang jahat
berkuasa atasnya.

7. Apa Peran dari Pertobatan dalam hal Keselamatan?


“Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan
menerima karunia Roh Kudus” (Kis. 2:38).

Keselamatan memiliki nilai yang besar hanya bagi mereka yang menemukan Yesus sebagai
Juruselamatnya. Disinilah pekerjaan dari Roh Kudus ditemukan. Allah tidak memiliki keinginan
kepada kematian dan kefasikan (Yhz. 33:11) dan bekerja di dalam hati orang-orang berdosa untuk
menggerakkan mereka meninggalkan dosa-dosanya. Pertobatan memberikan jalan kepada
konversi, dimana itu merupakan sifat yang diubah kepada Allah (2 Kor. 5:17). Kata Yunani
untuk pertobatan adalah μετανοε. Dalam Perjanjian Baru kata tadi mengindikasikan sebuah
keputusan yang menuntun kepada “perubahan arah,” “perubahan pikiran” (Mat. 3:8). Tema ini
juga mengekspresikan kesedihan yang timbul karena dosa (Mat. 21:29, 32) dan juga bisa
memiliki arti dalam cara mereka berpikir (2 Kor. 7:8-10). Namun, jika orang berdosa tersebut
tidak menyadari kebutuhan mereka akan keselamatan dan tidak bertobat, Allah tidak akan
memaksa mereka untuk selamat. Obatnya hanyalah dengan menerima keselamatan itu, mereka
yang tidak adalah orang-orang yang sakit. Kasih Allah adalah motivasi utama dari pertobatan
yang sejati (Rom. 2:4; 2 Pet. 2:9).

8. Apa yang Mengikuti Pertobatan?


“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni
segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yoh. 1:9).

Pertobatan akan menuntun kepada pengakuan. Pengakuan adalah ekspresi akan keikutsertaan.
Menyembunyikan dosa adalah bukti seseorang belum bertobat, yang membawa dia kepada
keputusasaan: “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh
sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi
kering, seperti oleh teriknya musim panas. Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku
tidaklah kusembunyikan; aku berkata: ‘Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-
pelanggaranku,’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku” (Mz. 32:3-5). Pengakuan
meninggalkan jiwa yang bersih dan itu merupakan dasar dari kehidupan yang berlimpah (Ams.
28:13). Di dalam sejarah Alkitab, pengakuan akan disertai pemulihan (Luk. 19:8-10).

9. Apa itu Pertobatan?


“Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan
menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku
akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala
ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya” (Yhz.
36:26, 27).

Pertobatan adalah pekerjaan ilahi dimana Allah memberikan benih-Nya kepada manusia sebagai
suatu sifat yang baru. Mereka yang melalui Roh mampu memahami konsep spiritual (1 Kor.
2:14; 3:3) menjadi pribadi yang rohani, mampu dalam menghargai kasih Allah dan berjalan
dalam jalan-Nya. Manusia tidak dapat memuaskan kehendak Allah karena mereka memiliki sifat
dosa. Kita berkeinginan untuk melakukan suatu kebaikan, tetapi kita tidak mampu untuk
melakukannya, sebagaimana dosa adalah bagian dalam hidup kita (Rom. 7:18, 21). Namun, Roh
Kudus memberikan sebuah mujizat dan kita terlahir kembali (Yoh. 3:5-7). Motivasi baru sama
dengan hidup baru. Perubahan ini mencakup segala aspek yang ada dalam kehidupan.

10. Apa Hasil daripada Pertobatan?


“yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan
manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu
dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef. 4:22-24).

Pertobatan akan didemonstrasikan melalui buah-buahnya (Mat. 7:16-18). Seseorang yang telah
bertobat tidak akan lagi memproduksi buah keinginan daging (Gal. 5:19-21), melainkan buah
Roh (ay. 22, 23). Karenanya, Paulus memperingatkan: “Barangsiapa menjadi milik Kristus
Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita
hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (ay. 24, 25). Bagaimanapun juga,
kita harus mengingat bahwa tidak seorangpun yang dapat menyalibkannya sendiri. Kita
disalibkan bersama dengan Yesus. Paulus menuliskan: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi
sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku
dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).
6. HOW TO GROW IN SPIRITUAL LIFE

BAGAIMANA AGAR BERTUMBUH DALAM KEHIDUPAN


KEROHANIAN

Pertumbuhan adalah sebuah hukum kehidupan. Hidup yang sehat menuntut


perkembangan. Pertumbuhan bukanlah suatu peristiwa, melainkan suatu proses. Situasi yang
sama terjadi di dalam kehidupan kerohanian kita. Pada masa-masa pertobatan orang Kristen lahir
dalam hidup yang baru. Namun pengalamannya belum berakhir disitu. Pengembangan diri dan
pemberdayaan melalui doa, belajar Alkitab setiap hari, dan kesaksian pribadi merupakan
komponen-komponen yang dibutuhkan. Sifat berdosa masih berada di dalam hidup orang Kristen
hingga nanti di hari pemuliaan, yaitu ketika “…yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak
dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Kor. 15:54, 55).

1. Apa yang Harus Kita Lakukan Setelah Kita Menerima Yesus?


“Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni
dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1 Pet. 2:2).

Pertobatan adalah kelahiran baru di dalam pengalaman Kristen (1 Pet. 1:23). Hal itu
merupakan perubahan hati dimana kita menjadi anak-anak Allah (Yhz. 36:26, 27). Itu juga
dapat dibandingkan kepada pertumbuhan dari benih yang ditanam oleh para petani (Mrk.
4:28). Baik anak-anak ataupun benih haruslah bertumbuh, apabila tidak, maka mereka akan
mati. Sesuatu yang sama terjadi dengan mereka yang lahir di dalam Kristus. Mereka seperti
anak-anak yang baru lahir yang harus bertumbuh. “sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam
kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di
dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”
(Ef. 4:14, 15).

2. Apakah Pertumbuhan Rohani Merupakan Hasil dari Usaha Manusia?


“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena
kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat. 6:26, 27).

Keselamatan secara keseluruhan merupakan pekerjaan ilahi (Wah. 7:10). Allah


mempersiapkannya, menjalankannya, dan menyelesaikannya (Fil. 1:6). Pertumbuhan Kristen
adalah bagian dari pekerjaan Penebus. Ellen G. White menuliskan: “Tumbuh-tumbuhan dan
bunga-bunga bertumbuh bukan oleh upaya atau jerih mereka sendiri, tetapi hanya dengan
menerima apa yang disediakan Allah untuk keperluan hidupnya. Anak kecil dengan kuasa
dan keinginannya sendiri tidak dapat membesarkan tubuhnya sendiri. Demikian juga Anda
dengan kuasa sendiri atau usaha sendiri tidak mendapatkan pertumbuhan rohani. Tanaman,
anak-anak, bertumbuh dengan menerima dari sekitarnya hal-hal yang diperlukan
kehidupannya – udara, matahari, dan makanan. Sebagaimana segala pemberian alam ini
kepada hewan dan tumbuhan, demikian juga Kristus bagi orang-orang yang berharap pada-
Nya. Dialah ‘terang kekal’ bagi mereka, matahari dan perisai (Yes. 60:19; Mz. 84:12).
Bahwa Dia akan menjadi hujan yang turun ke atas padang rumput (Mz. 72:6). Dialah air
hidup, ‘roti yang turun dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia’” (Yoh. 6:33)
(Kebahagiaan Sejati, hal. 77).

3. Apa Nama Lain yang Diberikan kepada Pengalaman akan Pertumbuhan Rohani?
“Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan”
(1 Tes. 4:3).

Penyucian adalah nama lain dari pengalaman pertumbuhan Kristen. Itu adalah pekerjaan
yang Allah lakukan di dalam diri kita. “Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah
dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah
dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Kor. 6:11). Kita
hanya perlu untuk tetap bersatu kepada Kristus, “yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi
kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis:
‘Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan’” (1 Kor. 1:30, 31).

4. Berapa Lama Pertumbuhan Ini Terjadi?


“Lalu kata Yesus: ‘Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan
benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu
mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang
itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya,
kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu.’” (Mrk. 4:26-28).

Pertumbuhan adalah proses yang hampir tak terlihat. Itu bisa diamati, tetapi tidak ada yang
bisa menunjukkan saat yang tepat, ketika itu terjadi. Ellen G. White menuliskan:
“Sebagaimana halnya hidup itu sendiri, demikian juga dengan pertumbuhan. Allahlah yang
membuat bunga itu mekar dan menjadi buah. Dengan kuasa-Nyalah benih itu bertumbuh,
mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh
isinya dalam bulir itu (Mrk. 4:28). Dan nabi Hosea berkata kepada mengenai Israel, bahwa
‘ia akan berbunga seperti bakung’ (Hos. 14:6). Rantingnya akan merambak semaraknya akan
seperti pohon zaitun dan berbau harum seperti yang di Libanon. Dan Yesus menyuruh kita
supaya memperhatikan hal bunga bakung, bagaimana tumbuhnya (Luk. 12:27) (Kebahagiaan
Sejati, hal. 77).

5. Siapa yang Akan Menyelesaikan Pekerjaan yang Dimulai di dalam Hidup Orang
Percaya?
“Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara
kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Fil. 1:6).
Rasul Paulus menegaskan bahwa pekerjaan pengudusan akan berakhir pada “hari Yesus
Kristus,” “Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa” (1 Kor.
15:54). Kemudian sifat mereka yang penuh dosa tidak lagi menjadi masalah bagi anak-anak
Allah. Sampai pada hari itu, kehidupan orang Kristen adalah sebuah masalah permanen
terhadap kekuatan kegelapan. Kecenderungan daging masih ada, dan menyerah pada godaan
selalu merupakan kemungkinan. Tetapi bersama Kristus kemenangan adalah pasti. Paulus
pada beberapa poin dalam hidupnya berkata: “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan
melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Rom. 7:24). Tetapi pada akhir dari perjalanannya ia
menyatakan: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir
dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang
akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan
hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2
Tim. 4:7, 8). Orang-orang percaya harus percaya di dalam Kristus dan tetap bersekutu
dengan Sumber kehidupan dan kekuatan (Yoh. 15:1-5).

6. Apa Peran Manusia dalam Proses Pertumbuhan?


“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah
dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak
berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh. 15:4).

“Banyak orang beranggapan bahwa mereka harus mengusahakan sendiri sebagian pekerjaan
itu,” tulis Ellen G. White. “Mereka telah mengharapkan keampunan dosa di dalam Kristus,
tetapi sekarang mereka berusaha sendiri mendapatkan kehidupan yang benar. Tetapi usaha-
usaha yang demikian pasti gagal. Kata Yesus: ‘Kalau tidak tinggal dalam Aku, kamu tidak
dapat berbuat apa-apa.’ Pertumbuhan kita di dalam anugerah, kegembiraan, dan kegunaan
kita – semua tergantung atas hubungan kita dengan Kristus. Oleh perhubungan dengan Dia
setiap hari, setiap jam – dengan tinggal di dalam Dia – sehingga kita bertumbuh di dalam
anugerah. Dia bukan saja perancang tetapi juga penyempurna iman kita. Kristuslah yang
pertama, yang terakhir, dan selamanya. Dia haruslah bersama-sama dengan kita, bukan
hanya pada permulaan dan akhir perjalanan kita, tetapi pada setiap langkah hidup kita. Daud
berkata: ‘Aku senantiasa memandang kepada Tuhan; karena Ia berdiri di sebelah kananku,
aku tidak akan goyah’” (Mz. 16:8) (Kebahagiaan Sejati, hal. 78-79).

7. Bagaimana Supaya Kita Tetap di dalam Allah?


“Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala
sesuatu” (Ef. 6:13).

Kita tetap di dalam Kristus seperti memakai baju zirah Allah. Paulus menjelaskan: “Jadi
berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu
berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera” (Ef. 6:14, 15). “Berdoalah
setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang
tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus” (ayat 18). Disini Paulus mengacu kepada doa
dan kesaksian sebagai elemen-elemen penting kehidupan orang Kristen.
8. Apa Rahasia dari Tetap Tabah?
“Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari
semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia”
(Luk. 21:36).

Berdoa setiap saat berarti menghidupkan persekutuan dengan yang permanen dengan Kristus.
Itulah mengapa murid-murid menjadi seperti Yesus. Mereka menemani-Nya kemanapun Ia
pergi. Mereka bersama dengan Yesus, saat Ia memberitakan misinya, sebagaimana Ia pun
berbalik dari kerumunan orang banyak lalu menyendiri. Orang-orang sederhana itu, ditempa
di tengah panas, angin, dan laut, dan diubahkan menjadi pembawa injil yang penuh dengan
kuasa dari surga. Mereka adalah tunduk kepada “sifat kemanusiaan yang sama seperti kita”
(Yak. 5:17). Mereka memiliki pergumulan yang sama dengan dosa. Mereka membutuhkan
karunia yang sama untuk menuntun mereka kepada kehidupan yang kudus, dan mereka dapat
mencapai hal itu melalui Yesus Kristus.

9. Apa yang Memelihara Kristen?


“Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari
setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4:4).

Manusia tidak dapat hidup tanpa pemeliharaan. Hal ini sama dengan kehidupan kerohanian.
Alkitab adalah roti yang memberikan nutrisi kepada orang-orang percaya. Alkitab
memberikan kesaksian mengenai Yesus (Yoh. 5:39). Tuhan berkata: “Tetapi Yesus
menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang
keluar dari mulut Allah’” (Yoh. 17:17). Daud menulis: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku
dan terang bagi jalanku” (Mz. 119:105). Dan dia menambahkan: “Peringatan-peringatan-Mu
adalah milik pusakaku untuk selama-lamanya, sebab semuanya itu kegirangan hatiku” (ayat
11).

10. Bagaimana Kesaksian Kita Memengaruhi Proses Pertumbuhan?


“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor. 9:6).

Orang-orang Kristen sama seperti mata air. Air masuk pada satu sisi kemudian keluar dari
sisi yang lain. Ketika tidak ada jalan keluar, mata air berubah menjadi kolam, dan akhirnya
menjadi tidak berguna. Sebagai orang Kristen yang menerima Firman Allah dan
membagikannya, mereka melanjutkan pengalaman pertumbuhan rohani. Ketika orang-orang
Kristen berhenti memberitakan injil, mereka kembali menjadi egois dan tidak bertumbuh. –
maka sehubungan dengan berkat-berkat surgawi bahwa mereka tidak menyampaikan harapan
mereka kepada orang-orang lain. Talenta-talenta tidak dapat dikubur tanpa risiko
kehilangannya (Mat. 25:14-30).
7. WHY TESTIFY ABOUT GOD’S LOVE?

MENGAPA HARUS MENYIARKAN KABAR TENTANG KASIH ALLAH?

Menjadi tekun artinya adalah tetap maju meskipun keadaan yang dimiliki menjadi sulit. Tidaklah
cukup hanya lahir; dibutuhkan juga untuk bertumbuh. Tidaklah cukup hanya mencapai keselamatan;
dibutuhkan juga untuk senantiasa berada dalam pengalaman kehidupan baru. Pertumbuhan rohani
bukanlah sebuah kejadian semata, namun merupakan sebuah proses yang panjang: hari demi hari, tahun
demi tahun. Hal itu membutuhkan tiga elemen: doa sehari-hari, pembelajaran Alkitab setiap hari, dan
menuntun pribadi yang lain kepada Yesus Kristus. Kesaksian sehubungan Kristus bukanlah sebuah tugas
– namun itu merupakan bagian dari pengalaman hidup orang Kristen.

1. Apa yang Kemudian Dilakukan oleh Wanita Samaria Ketika Berbicara kepada Yesus?
“Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada
orang-orang yang di situ: Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala
sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu? Maka mereka pun pergi ke luar kota
lalu datang kepada Yesus” (Mat. 4:18, 19).

Wanita Samaria meninggalkan tempayannya dan pergi ke kota, mengumumkan kepada orang-
orang apa yang Yesus perbuat kepadanya. Alkitab tidak berkata bahwa wanita tersebut
melupakan bejana yang ia miliki, tetapi dia meninggalkannya. Orang-orang Kristen tidak boleh
terlibat dalam hal melupakan tanggung jawab keseharian, tetapi dengan jelas untuk membangun
prioritas-prioritas yang lebih utama (Mat. 6:33). Wanita Samaria percaya bahwa bersaksi adalah
tanggung jawab utamanya. Sama seperti dia, kita juga dipanggil untuk bersaksi tentang
perbuatan-perbuatan besar yang Allah telah perbuat kepada kita (Kis. 1:8). Hari-hari dimana
Paulus dibaptis, dia juga ditugaskan menjadi seorang saksi (Kis. 22:15), 16). Para saksi adalah
mereka yang melihat dan mengalami sesuatu, dan berkeinginan untuk menyebarluaskan hal-hal
tersebut (1 Yoh. 1:1-4).

2. Misi Apa yang Yesus Berikan kepada Murid-Murid Saat Ia Memanggil Mereka?
“Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara,
yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di
danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: ‘Mari, ikutlah Aku, dan kamu
akan Kujadikan penjala manusia’” (Mat. 4:18-19).

Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk menjadi “penjala manusia.” Tidak ada panggilan
tanpa sebuah misi. Panggilan keselamatan termasuk kepada ajakan untuk memenuhi sebuah misi.
Petrus, yang kepadanya Yesus berkata bahwa Ia ingin menjadikannya seorang penjala manusia,
kemudian menulis: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang
besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”
(1 Pet. 2:9). Misi adalah bagian dari rencana keselamatan. “Jadi berdirilah tegap,
berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk
memberitakan Injil damai sejahtera” (Ef. 6:14, 15).

3. Sebelum Ia Kembali ke Surga, Perintah Apa yang Yesus Berikan kepada Murid-Murid-
Nya?
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”
(Kis. 1:8).

Kesaksian Kristen adalah pekerjaan berbasis komunikasi dari satu orang ke orang lain mengenai
pengalaman orang tersebut dengan Yesus Kristus. Kata Yunani yang diterjemahkan “bersaksi”
adalah μαρτυς (martus), akar kata dari kata “martir.” Para saksi Kristen sejati akan memberikan
kehidupan mereka untuk memberitakan injil. Tidak ada suatu pengalaman yang sehat akan
keselamatan tanpa kesaksian. Perasaan alami akan sebuah perubahan hati mengumandangkan:
“Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab
itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1 Kor. 9:16).

4. Apa yang Disaksikan oleh Orang-Orang Kristen Mula-Mula?


“Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata
kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman
hidup -- itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah
melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal,
yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah
kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun
beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan
dengan Anak-Nya, Yesus Kristus” (1 Yoh. 1:1-3).

Kesaksian merupakan sebuah sifat alami dari sebuah pertobatan. Tidak ada seorangpun yang bisa
bersaksi tanpa sebuah pengalaman yang pernah mereka alami. Perempuan Samaria (Yoh. 4:1-
30), orang yang kerasukan setan (Mrk. 5:1-19), rasul Paulus (Kis. 9:1-22) dan orang-orang
Kristen mula-mula yang memiliki sesuatu untuk disaksikan, yaitu saat mereka bertemu secara
pribadi dengan Yesus.

5. Gambaran Apa yang Yesus Gunakan untuk Menunjukkan bahwa Kesaksian Merupakan
Sebuah Bagian dari Pengalaman Kristen?
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak
ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang” (Mat. 5:13).

Garam dan terang adalah elemen-elemen yang memuaskan kepada misi berdasarkan sifat mereka.
Garam tidak menggunakan dirinya untuk membuat rasa pada makanan; hal tersebut terjadi karena
ia adalah garam. Cahaya atau terang akan menyinari benda disekitarnya karena mereka adalah
terang. Orang-orang Kristen membagikan kesaksian mereka karena mereka adalah orang Kristen;
itu adalah sifat alamiah mereka. Ellen G. White menuliskan: “setiap murid sejati dilahirkan ke
dalam kerajaan Allah sebagai seorang misionaris” (Christian Service, p. 9). Sangat tidak bisa
dibayangkan apabila ada orang Kristen yang tidak mau bersaksi tentang cinta kasih mereka bagi
Kristus.

6. Kepada Siapa Pertama-tama Kita Harus Membagikan Kesaksian Kita?


“Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada orang itu: "Pulanglah ke rumahmu,
kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang
telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau” (Mrk. 5:19).

Yesus memerintahkan orang yang kerasukan setan untuk mencari teman-temannya dan
memberitahukan kepada mereka apa yang ia alami dengan kehidupannya. Kesaksian dimulai
dengan teman-teman kita, anggota keluarga, ataupun teman kerja dan murid-murid kita. Telah
diketahui bahwa kesaksian dari orang yang cukup berpengaruh atau orang yang dikenal banyak
orang akan memiliki pengaruh luar biasa terhadap sebuah kesaksian. Tidak ada orang yang mau
mengikuti orang asing; mereka akan mengikuti teman mereka sendiri.

7. Apa Cara Terbaik untuk Menjangkau Orang-Orang?


“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran”
(Ams. 17:17).

Langkah pertama untuk bersaksi adalah menjadi seorang sahabat kepada orang-orang yang akan
dituntun kepada Yesus. Menjadi sahabat tidak bisa hanya dengan semalam. Dibutuhkan untuk
membangun sebuah persahabatan, menolong mereka dalam waktu kesukaran, dan mendapatkan
kepercayaan mereka – maka kemudian mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang Yesus
yang terpancar dari kehidupan sahabat mereka.

8. Bagaimana Yesus Menjangkau Orang-Orang?


“Yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan
kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang
yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia” (Kis. 10:38).

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-
Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih
karunia dan kebenaran” (Yoh. 1:14). Telah mengambil bentuk manusia (lahir seperti seorang
anak), Yesus hidup bersama-sama umat manusia; Dia berjalan bersama-sama dengan mereka
“dengan penuh kasih karunia dan kebenaran” dan melihat penderitaan mereka, masalah yang
mereka hadapi, dan kesulitan-kesulitan hidup. Ia memiliki kemurahan kepada mereka dan
mencintai mereka hingga mati. Ketika Ia berada di bumi, Yesus bersaksi kepada mereka yang
secara kontak fisik bertemu dengan-Nya, karena di dalam Dia injil mengambil rupa sebagai
manusia dan berjalan bersama dengan orang-orang, memantulkan kemuliaan Bapa yang ada di
surga. Menginjil artinya memberitakan kabar baik, lebih dari sekedar teori, sehingga itu menjadi
sebuah gaya hidup. Orang-orang yang mencarinya akan lebih mudah percaya dengan apa yang
mereka lihat dibandingkan dengan apa yang mereka dengar. Jika manusia percaya Allah, mereka
harus melihat karakter Yesus yang terpancar dari kehidupan orang-orang Kristen.
9. Apa yang Harus Dilakukan oleh Orang yang Memutuskan untuk Percaya kepada Yesus?
“Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus
telah hidup” (1 Yoh. 2:6).

Berjalan sebagaimana Yesus berjalan artinya adalah memiliki hubungan yang intim dengan
perbuatan-Nya. Orang Kristen sejati mencari pribadi-pribadi untuk dikasihi dan mereka ingin
memberikan kebaikan kepada orang-orang tersebut, bukan semata-mata untuk mengubah agama
yang mereka anut. Ketika orang melihat karakter Yesus terpancar dalam hidup orang Kristen,
mereka merasa tergambar kepada Injil, dan menjadi tertarik untuk belajar mengenai hal tersebut.

10. Apa yang Terjadi Jika Orang-Orang Tidak Mau Mendengarkan Apa yang Harus Anda
Katakan?
“Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-
soal itu menimbulkan pertengkaran, sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar,
tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar” (2 Tim. 2:23, 24).

Bersaksi bukanlah untuk memperdebatkan argumentasi. Sangatlah mungkin untuk menang


dalam perdebatan tetapi juga kehilangan seorang teman di saat yang sama. Cara terbaik dalam
evangelisasi terhadap mereka yang tidak ingin mengenal Yesus adalah mengasihi mereka. Kasih
dapat menaklukkan, menawan, meruntuhkan penghalang, dan membangun jembatan. Pada
beberapa hal, semua manusia mengalami kesulitan-kesulitan. Itulah mengapa orang Kristen
harus hadir untuk memberikan dukungan kepada mereka dengan cara yang disebutkan tadi.

11. Janji apa yang Allah Buat Apabila Engkau Membagikan Imanmu?
“Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan
sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mz. 126:6).

Mungkin saja dalam kehidupan kekristenan kita, sering kita berpikir bahwa apa yang kita
sampaikan dan apa yang kita saksikan tidak membuahkan hasil. Tetapi sering sekali kita melihat
sebuah hasil terjadi saat kita tidak terlalu berharap dari satu kejadian itu. “Lemparkanlah rotimu
ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu” (Pkh. 11:1). “demikianlah
firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia
akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan
kepadanya” (Yes. 55:11).
8. ARE THE TEN COMMANDMENTS STILL VALID?

APAKAH SEPULUH HUKUM MASIH BERLAKU?

Setiap masyarakat memiliki beberapa bentuk kode sebagai dasar untuk perilaku dan koeksistensi
yang sehat. Tanpa hukum maka hidup tidak memiliki keteraturan. Dari sudut pandang Alkitab, hukum
adalah ekspresi dari karakter Allah. Dan oleh karena Allah adalah kekal, maka hukum-Nya pun kekal.
Sepuluh perintah adalah kesimpulan dari kehendak Ilahi bagi kebahagiaan anak-anak-Nya. Namun,
banyak yang masih mempertanyakan apakah sepuluh hukum itu masih berlaku.

1. Bagaimana Kita Diselamatkan?


“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef.
2:8, 9).

Alkitab membertahukan kepada kita bahwa sepuluh hukum bukan untuk menyelamatkan kita:
“Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat
adalah jelas, karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman’” (Gal. 3:11). “Karena kami yakin,
bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” (Rom.
3:28). Namun, kepada Paulus, hukum sangatlah erat hubungannya dengan kasih karunia.
“Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ
tidak ada juga pelanggaran” (Rom. 4:15, 16). Jika tidak ada hukum, maka tidak akan ada dosa (1
Yoh. 3:4), dan jika dosa itu tidak ada, maka kasih karunia tidaklah dibutuhkan. Sebagai
tambahan, jika hukum adalah sebuah ukuran terhadap peristiwa penghakiman akhir, jika kita
dihakimi menurut standar hukum, maka hukum itu tidak bisa dihapuskan. Hukum tersebut harus
valid keabsahannya. Adalah mungkin untuk memahami tema sepuluh hukum jika kita di dalam
terang dari surga yang membawa kita kepada salib. “Jika demikian, adakah kami membatalkan
hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (Rom. 3:31).

2. Apa Tujuan dari Hukum Itu?


“Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali
tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak
tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’” (Rom.
7:7).

Salah satu fungsi dari huukm adalah untuk memberikan pengajaran. Secara dasar, hukum
diberikan bagi kehidupan (Rom. 7:10), tetapi kemudian ia menghukum kita (Rom. 3:20). Hukum
menggambarkan dosa dan langsung mengarahkan pikiran kita kepada Yesus sebagai solusi di
dalam menghadapi masalah-masalah dosa (ay. 24). Yakobus membandingkan hukum dengan
cermin: “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab
jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja
dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya
yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera
lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang
memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk
melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya”
(Yak. 1:22-25). Seperti sebuah cermin, hukum itu merefleksikan sebagaimana diri Anda adanya.
Cermin itu tidak dapat membersihkanmu; dia hanya memberitahu kepadamu segala sesuatu
keadaanmu. Maka bersandarlah kepada Tuhan Yesus maka keadaan umat manusia akan secara
rapih dituntun kepada Kristus.

3. Apa Sifat dari Hukum Tersebut?


“Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik” (Rom.
7:12)

Hukum ini adalah rohani dan ekspresi dari sifat Allah, tentu karena hal ini berasal dari-Nya
(Rom. 7:14). Hukum ini bukan hanya wahyu dari kehendak Allah dan kasih karunia-Nya, tetapi
juga merupakan wahyu akan kekudusan Allah. Ia memanggil umat-Nya kepada kehidupan yang
kudus, sebagaimana Ia adalah kudus (Im. 19:2). Hukum menggambarkan karakter Allah,
kebenaran-Nya, dan kesempurnaan-Nya, kebaikan serta kebajikan (Mz. 19:7, 8; 119:142, 172).
Itulah sebabnya, rasul Paulus berpikir: “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga
adalah kudus, benar dan baik” (Rom. 7:12). Setiap kali engkau melanggar hukum, maka engkau
berjalan jauh dari Allah (Yes. 59:2) dan dari kehidupan itu sendiri (Kel. 28:43; Ul. 18:20).
Melakukan pelanggaran akan menuntun kepada pemberontakan dan kemurtadan, dan menuju
kepada maut.

4. Dalam Hal Apa Hukum Menjadi Penuntun?


“Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan
karena iman” (Gal. 3:24).

Hukum adalah penuntun kita dalam hal sebagai pantulan akan karakter Allah. Ia merujuk kepada
Allah. Seperti lampu lalu lintas yang memberikan tanda berhenti ada berjalan, hukum
menunjukkan realita yang terjadi dalam kehidupan manusia dan menimbulkan sebuah keinginan
untuk mencari Yesus. Tidak ada satupun orang yang pergi kepada Yesus jika kebutuhan akan
Dia tidak dirasakan, sama seperti orang yang sakit tidak mungkin meminum obat apabila ia tidak
merasakan bahwa ia benar-benar membutuhkannya. Seperti termometer yang menunjukkan suhu
dari tubuh seseorang, hukum juga menunjukkan sifat manusia yang penuh dosa (Rom. 7:7).

5. Apakah Hukum Ada Sebelum Sinai?


“Karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku,
yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku” (Kej. 26:5).

Fakta bahwa Kain menolak kejahatannya mengungkapkan bahwa dia sebenarnya tahu, bahwa dia
telah melanggar suatu prinsip. Seandainya disana tidak ada hukum, maka tidak mungkin dosa
terjadi, oleh sebab “dosa adalah pelanggaran terhadap hukum” (1 Yoh. 3:4). Walaupun Sepuluh
Hukum tidak ditampilkan di kitab Kejadian sama seperti tulisan lengkap yang terdapat dalam
kitab Keluaran 20 atau Ulangan 5, mandat yang sama dapat diteliti dengan jelas. Perintah yang
diungkapkan oleh Yakub kepada keluarganya sehubungan dengan persiapan mereka untuk
menyembah Allah di Betel, sebagai contoh, adalah bukti akan sebuah pemahaman mengenai
hukum yang kedua dari Sepuluh Hukum yang TUHAN berikan kepada orang Israel saat Yakub
berkata: “Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu, tahirkanlah dirimu dan
tukarlah pakaianmu. Marilah kita bersiap dan pergi ke Betel; aku akan membuat mezbah di situ
bagi Allah, yang telah menjawab aku pada masa kesesakanku dan yang telah menyertai aku di
jalan yang kutempuh” (Kej. 35:2, 3). Hukum keempat, yaitu ingat dan kuduskanlah hari Sabat,
dapat dilihat ketika Musa berkata kepada orang-orang Israel: “Inilah yang dimaksudkan TUHAN:
Besok adalah hari perhentian penuh, sabat yang kudus bagi TUHAN; maka roti yang perlu kamu
bakar, bakarlah, dan apa yang perlu kamu masak, masaklah; dan segala kelebihannya biarkanlah
di tempatnya untuk disimpan sampai pagi” (Kel. 16:23). Hukum ketujuh, yaitu “jangan
berzinah,” dapat kita lihat dalam kisah Yusuf ketika istri dari Potifar merayunya, dan ia menolak
serta berkata: “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa
terhadap Allah?” (Kej. 39:9). Hal yang sama juga dapat dilihat dari kasus-kasus yang lain yang
berhubungan dengan Sepuluh Hukum (Kej. 2:2, 3; 18:19; 44:8; 27:12; 12:13-20).

6. Apakah Yesus Menghapus Sepuluh Hukum?


“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat.
5:17).

“Hukum” termasuk lima kitab Musa, dan “kitab para nabi.” Yesus tidak datang untuk mengganti
mereka, namun untuk menggenapinya. Dia juga menggenapi hukum upacara dan juga yang
menjadi bayangan sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Musa sebagai sesuatu yang nyata dari
bayangan-bayangan tersebut. Itulah sebabnya Ia berkata: “Sesungguhnya selama belum lenyap
langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi” (Mat. 5:18).

7. Apa Sikap Yesus Sehubungan dengan Hukum?


“Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku
menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya” (Yoh. 15:10).

Pada hari-hari dimana Kristus hidup di dunia banyak orang Yahudi yang berpikir bahwa mereka
dapat diselamatkan dengan menuruti dan melakukan perintah Allah (hukum). Mereka kehilangan
perspektif yang tepat akan fungsi dari Sepuluh Perintah dan jatuh kepada legalisme. Bukan
berarti Yesus tidak datang ke dunia ini untuk membuat Hukum menjadi tumpul dan kosong oleh
sebab Ia mengatakan orang-orang Yahudi salah pengertian dalam menjalankan Hukum (Mat.
5:17-19). Yesus memberikan instruksi yang jelas tentang hukum kepada murid-murid-Nya:
“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yoh. 14:15).
“Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan
barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan
akan menyatakan diri-Ku kepadanya” (ay. 21). Yesus tidak pernah menyebutkan satu kata pun
untuk menghapuskan Hukum Allah; malah Ia berkata, “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku,
kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di
dalam kasih-Nya” (Yoh. 15:10).

8. Bagaimana Kita Mengetahui Bahwa Kita Mengenal Yesus?


“Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-
Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah
seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran” (1 Yoh. 2:3, 4).

Kepada Yohanes, mengenal Tuhan adalah sebuah pengalaman, bukan hanya sebuah pengakuan.
Ini adalah masalah perilaku, bukan hanya kata-kata saja. Ini harus dimanifestasikan dalam
penurutan kepada hukum Allah. Yohanes hanya mengulangi apa yang ia pernah pelajari dari
guru agung Yesus: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku”
(Yoh. 14:15).

9. Apa “Hukum yang Baru” dari Yesus?


“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34).

Yesus datang untuk menunjukkan sebuah dimensi kasih yang dunia tidak pernah lihat
sebelumnya. Itu adalah kasih yang menggerakkan hati Yesus untuk memberikan nyawa-Nya
kepada umat manusia (Yoh. 3:16). Dia tidak menunggu kepada sebuah jawaban yang baik atau
tanggapan positif dari panggilan-Nya: Ia mencintai kita meskipun kita tidak menghargai
pengorbanan-Nya. Alkitab berkata: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita,
oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rom. 5:8).

10. Bagaimana Kita Menunjukkan Kasih Kita kepada Kristus?


“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yoh. 14:15).

Kekristenan adalah sebuah pengalaman kasih dengan Kristus. Allah berkata: “Hai anakku,
berikanlah hatimu kepadaku, biarlah matamu senang dengan jalan-jalanku” (Ams. 23:26). Kedua
hal tersebut adalah hal yang penting. Pertama, hati kita; kemudian mata kita akan mengenal jalan
Allah. Allah tidak pernah menerima penurutan yang didasarkan kepada kasih (1 Sam. 15:22;
Hos. 6:6). Bahkan Ia tidak juga menerima kasih tanpa penurutan (Yoh. 14:15). “Jika seorang
mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan
datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia
tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan
dari Bapa yang mengutus Aku” (ay. 23, 24). Penurutan kepada hukum-hukum Allah adalah
sebuah ekspresi kasih dari orang-orang percaya yang telah diubahkan oleh karunia agung yang
begitu besar dari Yesus Kristus.
9. WHICH IS THE BIBLICAL DAY OF REST?

YANG MANAKAH HARI PERISTIRAHATAN ALKITABIAH?

Banyak orang dengan hati yang tulus bertanya, hari apakah di dalam Alkitab hari peristirahatan?
Beberapa orang percaya bahwa hari itu adalah Minggu karena Yesus telah bangkit dari kematian pada
hari pertama dalam satu Minggu. Lalu apakah yang dikatakan oleh Alkitab? Mengapa begitu penting
untuk mengetahui hari perhentian yang benar? Apa pengaruh dan hubungannya dengan keselamatan?

1. Hari Apa yang Sudah Ditetapkan oleh Allah sebagai Hari yang Kudus?
“Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh
telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala
pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan
menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang
telah dibuat-Nya itu” (Kej. 2:1-3).

Allah berhenti bukan karena Ia lelah dari pekerjaan-Nya. Ia tidak lelah ataupun lesu karena
selesai menciptakan dunia ini pada hari keenam (Yes. 40:28). Ia beristirahat dalam pengertian
untuk mengajarkan kepada umat manusia untuk menemukan suatu perhentian. Kata Ibrani yaitu
shabbath artinya “istirahat (hari),” sebuah “perhentian.” Sebagai tambahan untuk peristirahatan,
TUHAN Allah memberkati dan menguduskannya. Maka oleh sebab itu, Sabat telah menjadi hari
yang diberkati dan merupakan sebuah hari yang kudus (Yes. 58:13). Sabat adalah sebuah jalan
bagi Allah untuk menyediakan kita kedamaian yang hanya bisa diberikan oleh Dia. Ia adalah
TUHAN atas hari sabat (Mrk. 2:28). Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu
dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan
belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan” (Mat. 11:28, 29). Sabat, pada intinya adalah hari yang sama dengan hari lain. Apa
yang membuatnya menjadi berbeda adalah karena Allah sendiri yang sudah memberkati dan
menguduskannya.

2. Apakah Hari Sabat Hanya Diberikan kepada Orang-Orang Yahudi?


“Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia
untuk hari Sabat’” (Mrk. 2:27).

Yesus berkata bahwa hari Sabat dijadikan untuk umat manusia, bukan hanya untuk orang-orang
Yahudi. Pada hari-hari penciptaan, ketika Allah menjadikan sabat sebuah hari yang berbeda, dan
memberkati serta menguduskannya, Ia tidak bermaksud hanya untuk orang-orang Yahudi saja,
karena Yahudi baru muncul berabad-abad jauh setelah penciptaan. Dengan kata lain, Allah
menulis dengan jari-Nya sendiri bahwa hari Sabat adalah hari untuk ibadah bagi semua orang:
“tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau
hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu” (Kel. 20:10).
Di hari sabat, tidak ada status sebagai tuan atau pekerja, tidak ada si kaya atau si miskin. Tidak
ada kelompok etnis tertentu, bendera, ataupun bahasa. Kita ditempatkan pada level yang sama;
Sabat adalah hari kesetaraan. Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat, dan Paulus menuliskan, “dan
telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh
pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau
orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau
orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (Kol. 3:10, 11). Yesus
memutuskan rantai pemisah dan perbedaan status sosial dan perbedaan ras. Sebagai sebuah hari
peribadatan bagi semua orang, Sabat adalah sebuah instrumen kesetaraan.

3. Bagaimana Sabat Terkait dengan Penciptaan


“Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia
berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya” (Kel. 20:11).

Hukum yang mengatur tentang pemeliharaan Sabat menunjukkan bagaimana Allah menguduskan
hari ini sebagai sebuah peringatan akan penciptaan: “Sebab enam hari lamanya TUHAN
menjadikan bumi, laut, dan segala isinya.” Sabat melayani, antara lain, untuk mengingatkan kita
bahwa kita adalah karya seorang pencipta. Itulah mengapa malaikat pertama dalam kitab Wahyu
mengingatkan kita kepada hukum keempat dalam Sepuluh Perintah: “Takutlah akan Allah dan
muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah
menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air” (Wah. 14:7).

4. Apa Hubungan Antara Sabat dengan Penebusan?


“Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa
keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung;
itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ul. 5:15).

Sepuluh Perintah dicatat dalam Keluaran 20 dan Ulangan 5. Dalam kitab Keluaran, alasan kita
memelihara hari Sabat adalah karena Penciptaan: “Sebab enam hari lamanya TUHAN
menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah
sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (20:11). Tetapi dalam kitab
Ulangan, alasan untuk memelihara hari sabat adalah kelepasan/penebusan: “Sebab haruslah
kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana
oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya
TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (5:15). Allah adalah Pencipta
(Kej. 14:19; Ul. 32:18) dan Penebus (Mz. 19:14; 78:35; Yes. 47:4). Sabat adalah peringatan akan
penciptaan dan juga penebusan. Adalah hal yang mustahil untuk percaya kepada Allah sebagai
Pencipta tanpa menerima hari Sabat. Dan juga mustahil untuk percaya kepada Yesus sebagai
sang Penebus apabila kita tidak menguduskan hari Sabat.

5. Apakah Sikap yang Yesus Tunjukkan Sehubungan dengan Hari Sabat?


“Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia
masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab” (Luk. 4:16).
Kebiasaan Yesus adalah pergi ke rumah ibadat (Sinagog) pada hari Sabat. Lukas menuliskan hal
tersebut 4 kali (Luk. 4:16; 6:6; 13:10; 13:14). Di satu Sabat, Yesus pernah menyampaikan
Yesaya 61:1: “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia
telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat
orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,
dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara.” Yesus mengalamatkan Sabat
kepada kebebasan dan keselamatan. Yesus membuka gerbang penjara dimana orang percaya
dapat bebas untuk bersukacita menikmati hari perhentian (Ibr. 4:4, 7). Sabat adalah hari
perhentian karena itu adalah sebuah hari pembebasan.

6. Apakah Murid-Murid Masih Memelihara Hari Sabat Setelah Kematian Yesus?


“Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai. Dan pada hari Sabat mereka
beristirahat menurut hukum Taurat” (Luk. 23:54, 56b).

Hari Sabat tetap berlanjut sebagai hari peristirahatan yang dijalankan dan dipelihara oleh murid-
murid Yesus setelah kematian dan kebangkitan Yesus (Kis. 13:14; 13:42, 44; 16:13).
Sebagaimana yang telah Lukas tuliskan cerita tentang penguburan Yesus di hari Jumat, hari
persiapan, para wanita yang datang menyediakan rempah-rempah dan minyak mur untuk
mengurapi tubuh Kristus, dan mereka beristirahat pada hari Sabat, “menurut hukum taurat.”
Bahkan Lukas, yang bukan orang Yahudi, menyatakan bahwa hari Sabat tetap dijalankan
“menurut hukum taurat.” Namun, ada detail yang lain. Yesus memberitahu sebuah nubuatan
sehubungan dengan penganiayaan orang-orang kudus yang akan mereka derita dari Roma.
Penganiayaan ini akan terjadi jauh setelah kebangkitan-Nya. Tetapi Yesus berkata, “Berdoalah,
supaya waktu kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari
Sabat” (Mat. 24:20). Jelas kepada kita, bagi Yesus, hari Sabat harus selalu menjadi sebuah hari
perhentian, bahkan setelah kebangkitan-Nya.

7. Apakah Rasul-Rasul Memelihara Hari Sabat?


“Ketika Paulus dan Barnabas keluar, mereka diminta untuk berbicara tentang pokok itu pula
pada hari Sabat berikutnya” (Kis. 13:42). Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh
kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah” (ay. 44).

Selama perjalanan misionaris yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas ketika mereka tiba di
Antiokhia di Pisidia, dan pada hari Sabat mereka pergi ke Sinagog (rumah ibadat). Jelaslah,
bahwa hari Sabat adalah hari dimana para rasul beribadah bersama-sama kepada Allah. Ada yang
mengatakan bahwa mereka beribadah pada hari Sabat karena mereka ingin mengjangkau orang-
orang Yahudi, dan Sabat adalah satu-satunya hari yang mereka dapat gunakan untuk menjangkau
mereka. Namun, catatan dari kitab suci meneguhkan: “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara
dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”
(Kis. 18:4). Maka murid-murid Tuhan Yesus tentu akan memelihara hari Sabat sesuai kepada
hukum taurat.

8. Mengapa Yesus Melakukan Mujizat pada Hari Sabat?


“Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor
domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan
menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada
domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat’” (Mat. 12:11, 12).

Banyak orang Kristen menemukan mujizat-mujizat yang Yesus lakukan pada hari Sabat sebagai
alasan bahwa Yesus tidak memelihara hari ketujuh, dan hari itu tidak lagi sah sebagai hari
perhentian. Namun, kita harus mengingat kembali bahwa orang-orang Yahudi gagal mengenal
Yesus, yang adalah Tuhan atas hari Sabat. Bagi mereka, apa yang paling penting adalah hal-hal
apa saja yang tidak boleh dilakukan di hari yang kudus itu. Sebagai tambahan, mereka
menambahkan peraturan-peraturan kepada hari Sabat sebagai cara menguduskannya. Yesus
datang bukan untuk membatalkan Sabat, tetapi untuk memulihkannya sebagai hari yang penuh
dengan kasih dan kerohanian yang telah lama hilang. Untuk alasan itulah, Ia mengizinkan murid-
murid-Nya untuk memetik gandum pada hari Sabat; Ia menyembuhkan seseorang dengan tangan
yang lesu; dan melakukan banyak mujizat-mujizat lainnya. Ia melakukannya dengan sengaja,
karena orang-orang Yahudi telah menghilangkan kasih dan pelayanan dari hari Sabat: “Jika
memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan
persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia
adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mat. 12:7, 8).

9. Apa Tanda Kesetiaan kepada Allah?


“Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka menjadi peringatan di antara Aku dan
mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah TUHAN, yang menguduskan mereka” (Yhz.
20:12).

Sabat hari Ketujuh adalah sebuah tanda akan kesetiaan kepada Allah. Roh mengikat kita kepada
keselamatan ketika kita percaya (2 Kor. 1:22; Ef. 4:30), tetapi Sabat adalah tanda luar bahwa kita
setia kepada-Nya. “Di dalam Dia kamu juga -- karena kamu telah mendengar firman kebenaran,
yaitu Injil keselamatanmu -- di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan
Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu” (Ef. 1:13). “kuduskanlah hari-hari Sabat-Ku, sehingga itu
menjadi peringatan di antara Aku dan kamu, supaya orang mengetahui bahwa Akulah TUHAN,
Allahmu” (Yhz. 20:20).

10. Akankah Kita Tetap Memelihara Hari Sabat di Dunia yang Baru?
“Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan Kujadikan itu, tinggal
tetap di hadapan-Ku, demikianlah firman TUHAN, demikianlah keturunanmu dan namamu akan
tinggal tetap. Bulan berganti bulan, dan Sabat berganti Sabat, maka seluruh umat manusia akan
datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku, firman TUHAN” (Yes. 66:22, 23).

Hari Sabat akan tetap dijaga dan dikuduskan di dunia baru yang Allah telah janjikan kepada
umat-Nya yang setia. Sebelum dosa, hari Sabat dipelihara dalam taman Eden oleh Allah dan
manusia yang belum jatuh ke dalam dosa (Kej. 2:1-3). Setelah dosa, hari Sabat tetap dipelihara
khususnya oleh orang-orang Israel yang tiba di gunung Sinai (Kel. 16:23). Orang-orang Israel,
Yesus, dan pengikut-pengikut-Nya tetap menjaganya (Kel. 20:8-10; Luk. 4:16; Kis. 17:2). Tidak
ada catatan mengenai perubahan. Artinya, ketika dosa dihapuskan selama-lamanya, umat
manusia akan tetap memelihara hari Sabat.

10. WHY DO CHRISTIANS OBSERVE SUNDAY?

MENGAPA ORANG-ORANG KRISTEN MEMELIHARA HARI MINGGU?

Allah menyebut hari Sabat sebagai “Hari Kudus-Ku” (Yes. 58:13). Tidak ada satu ayatpun di
dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa kekudusan hari Sabat telah berpindah ke hari yang lain. Sabat
hari Ketujuh adalah sebuah tanda antara Allah dan umat-umat kepunyaan-Nya (Yhz. 20:20). Hari itu
ditetapkan demi kebaikan dan kebahagiaan umat manusia (Mrk. 2:27). Kristus dan murid-murid-Nya
memelihara Sabat (Luk. 4:16). Tidak ada ayat di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa hari perhentian
telah berubah ke hari yang lain. Namun, telah terjadi perubahan. Pada pembahasan kita kali ini, kita
akan melihat mengapa banyak orang Kristen yang memelihara peribadatan hari Minggu.

1. Adakah Indikasi untuk Ketaatan pada Hari Minggu di Perjanjian Baru?


“Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli
rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari
pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur” (Mrk. 16:1, 2).

Selain dari pasal ini, ada tujuh sumber yang ada di Perjanjian Baru kepada hari pertama dalam
seminggu (Mat. 28:1; Mrk. 16:9; Luk. 24:1; Yoh. 20:1, 19; Kis. 20:7, 8; 1 Kor. 16:1, 2). Namun,
tidak ada indikasi bahwa hari itu adlaah sebuah hari peribadatan atau dari sejak saat itu Minggu
ditetapkan sebagai sebuah hari ibadah yang menggantikan hari Ketujuh. Tidak ada juga sumber
yang menyatakan bahwa hari Pertama diberkati dan dikuduskan. Tidak ada janji atau
kemakmuran bagi mereka yang memeliharanya, atau sebuah amaran apabila ada yang
melanggarnya. Hari pertama dalam Minggu tidak pernah menerima gelar pengudusan. Tidak ada
sebuah catatan yang menyatakan bahwa Kristus memeliharanya dan memerintahkan kita untuk
menguduskannya. Tidak ada juga sebuah catatan yang menunjukkan bahwa para rasul
memelihara hari itu atau membuat ketetapan untuk pemeliharaan hari tersebut. Faktanya,
pemeliharaan hari Minggu, hari pertama dalam seminggu, adalah sebuah praktik yang dilakukan
tanpa dasar yang Alkitabiah.

2. Apa Lambang dari Kebangkitan Kristus?


“Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis
dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh
baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang
mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rom. 6:3, 4).
Baptisan adalah simbol akan kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus. Ketika seseorang
dibaptis, saat diselamkan ini melambangkan kematian dan penguburan Yesus, lalu ketika
diangkat dari dalam air ini melambangkan kebangkitan-Nya (Kol. 2:12). Baptisan
melambangkan kematian kita kepada dosa dan kebangkitan rohani kita yaitu hidup baru dalam
Yesus Kristus. Satu dari beberapa makna baptisan alkitabiah adalah menghormati kebangkitan
Yesus; Alkitab tidak pernah menyebutkan bahwa itu merupakan suatu penghormatan yang harus
kita lakukan pada hari Minggu. Di dalam seluruh Alkitab, tidak ada sebuah hari yang ditetapkan
untuk menghormati kebangkitan Yesus.

3. Apa yang Nubuat Katakan Tentang Usaha untuk Mengganti Hukum?


“Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya
orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan
mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah
masa” (Dan. 7:25).

Daniel memprediksi bahwa sebuah kuasa spiritual akan berbicara melawan Yang Maha Tinggi
dan kita dapat melihat dari cara ia mengubah waktu dan hukum. Sebuah usaha untuk mengubah
hukum Allah disini telah diperkirakan. Ketika kita merenungkan sejarah, kita dapat melihat
penggenapan nubuat ini. Gereja Roma Katolik secara terbuka mengakui telah mendukung usaha
mengubah kekudusan hari ketujuh yaitu hari Sabat kepada hari pertama yaitu hari Minggu. Itu
merupakan sebuah perubahan secara bertahap. Pada tanggal 7 Maret, 321 M, kaisar Roma
Constantine the Great, yang telah bertobat menjadi Kristen, mendeklarasikan bahwa Minggu (hari
Matahari) telah dipertimbangkan sebagai hari ketujuh dan menjadi dasar untuk hari perhentian
dalam seminggu (Codex Justinianus, lib. 3, tit. 12, 3, trans. In Philip Schaff, History of the
Christian Church [1902], vol. 3, p. 380).

4. Apa yang Yesus Katakan Tentang Menghormati Tradisi Manusia daripada Menghormati
Hukum Allah?
“Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia” (Mrk. 7:7,
8).

Tidak ada yang membenarkan mengubah hari perhentian yang Allah telah tetapkan dari hari
ketujuh kepada hari pertama. Pemeliharaan hari Minggu adalah tradisi manusia. Ketika
beribadah kepada Allah tetapi tidak mengikuti kehendak-Nya, dan ajaran alkitabiah tidak
diajarkan, Allah tidak dihormati. “Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: "Kita
harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis. 5:29).

5. Apa yang Terjadi Ketika Kita Menyerah pada Seseorang dalam Kepatuhan?
“Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai
hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam
dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu
kepada kebenaran” (Rom. 6:16).
Sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa ketika kita memelihara Minggu kita bukan
menuruti Allah tetapi menuruti orang lain. Sebagai tambahan dari keadaan yang lain, Kaisar
Roma, Constantine, juga bertanggung jawab dengan mencampur-adukkan Kekafiran dengan
Kekristenan. Ia bergabung dengan tradisi agamawi dengan Firman Allah dan mengganti Minggu
diatas hari Sabat. Hukum pertama yang mendukung Munggi sebagai hari peristirahatan
dilakukan di tahun 321 M: “Pada hari terhormat Matahari biarkan hakim dan orang-orang yang
tinggal di kota-kota beristirahat, dan biarkan bengkel ditutup. Di negara ini, bagaimanapun,
orang yang terlibat dalam pertanian dapat dengan bebas dan sah melanjutkan pencarian mereka”
(Philip Schaff, History of the Christian Church, vol. 3, p. 105). “Kaisar kemudian menyatakan
pencemaran nama baik pada hari Minggu sebagai penghujatan, dan juga melarang pengumpulan
pajak dan hutang pribadi (368 dan 386), dan bahkan pertunjukan teater dan sirkus, pada hari
Minggu dan festival-festival besar (386 dan 425)” (ibid., p. 106).

6. Apa yang Terjadi Jika Kita Menjaga Seluruh Hukum Kecuali Hukum Sabat?
“Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya,
ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak. 2:10).

Pasal ini menyebutkan Sepuluh Perintah: “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia
mengatakan juga: ‘Jangan membunuh.’ Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka
kamu menjadi pelanggar hukum juga” (Yak. 2:11). Firman Allah kekal adanya, dan tidak ada
seorangpun yang memiliki kuasa untuk mengubahnya (Yes. 40:8; Wah. 22:18, 19).

7. Apa yang Yesus Katakan Terkait Orang yang Memahami Kebenaran Tetapi tidak
Menerimanya?
“Jawab Yesus kepada mereka: ‘Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu
berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu’” (Yoh. 9:41).

Ada kebenaran-kebenaran yang tidak dapat disangkal. Gereja Roma Katolik menegaskan bahwa
mereka bertanggungjawab terhadap perubahan hari perhentian: “Lebih dari sekedar ‘penggantian’
kepada Sabat, yaitu, Minggu adalah kegenapannya, dan dalam maksud tertentu yang lebih luas
dan ekspresi penuhnya dalam pengungkapan sejarah keselamatan, yang mencapai puncaknya
dalam Kristus” (John Paul II, Dies Domini, par. 59). “Adalah tugas orang Kristen untuk
mengingat bahwa, walaupun praktik Sabat yang dilakukan oleh orang Yahudi telah berlalu,
melampaui mereka dengan ‘penggenapan’ yang dibawa oleh hari Minggu, alasan-alasan yang
mendasari untuk memelihara Hari Tuhan tetap suci - tertulis dengan sungguh-sungguh dalam
Sepuluh Hukum - tetap sahih, meskipun mereka perlu ditafsirkan kembali dalam terang teologi
dan spiritualitas hari Minggu” (ibid., par. 62).

8. Apa Tanggungjawab dari Mereka yang Mengetahui Kebenaran dan Tidak Menurutinya?
“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia
berdosa” (Yak. 4:17).

Masalah hari peristirahatan yang benar bukanlah sekedar masalah sebuah hari. Hari ketujuh
adalah milik Kristus; itu adalah sebuah tanda akan kuasa-Nya. Beribadah kepada Allah pada hari
pertama dari satu Minggu adalah sebuah pelanggaran terhadap perintah Yesus. Memelihara hari
ketujuh Tuhan menunjukkan kesetiaan kepada Kristus, tetapi memelihara hari pertama
menunjukkan kepatuhan dengan tradisi manusia. Banyak yang belum tahu kebenaran
memelihara hari Minggu sebagai hari peribadatan. Allah tidak mencari pertanggung jawaban
selama orang itu tidak mengerti apa-apa. Tetapi bagi mereka yang sudah menemukan kebenaran
harus meninggalkan kesalahan-kesalahan dan kembali mengikuti kebenaran Allah.

9. Apa yang Petrus Katakan Sehubungan dengan Penurutan?


“Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari
pada kepada manusia” (Kis. 5:29).

Tidak selalu menjadi hal yang mudah untuk menurut kepada Allah. Sejarah Alkitab mencatat
kejadian dimana pria dan wanita yang menuruti Allah disiksa karena iman mereka; tetapi mereka
tidak menyerah. “Yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan
kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang
dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah
menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing. Ibu-
ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-
orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka
beroleh kebangkitan yang lebih baik. Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu
dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara
dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan
siksaan. Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di
pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung. Dan mereka semua tidak memperoleh apa
yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian
yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka
tidak dapat sampai kepada kesempurnaan” (Ibr. 11:33-40). Penurutan selalu membawa sebuah
hasil.

10. Apa Arti Keselamatan oleh Kasih Karunia?


“Dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi
semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr. 5:9).

Penurutan bukanlah sebab dari keselamatan; melainkan, itu adalah bagian dari sebuah hidup baru
di dalam Kristus. Pertobatan orang berdosa menerima keselamatan oleh anugerah. Umat
manusia diselamatkan dari dosa, dari pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum taurat, termasuk
pelanggaran terhadap hari Sabat, yaitu oleh karunia Kristus. Dengan demikian, keselamatan
artinya meninggalkan pelanggaran-pelanggaran dan berjalan dalam sebuah hidup baru. “Sebab
itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti
orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang
gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka
dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan
diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Tetapi kamu
bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang
Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu
bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia
lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di
dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef. 4:17-24).

11. IS IT POSSIBLE TO SPEAK TO THE DEAD?

APAKAH BISA BERBICARA DENGAN ORANG MATI?

Setelah masuknya dosa, kematian selalu menjadi kenyataan yang tidak diinginkan bagi manusia.
Tidak ada yang mengharapkan kematian, karena kita diciptakan dengan keinginan untuk hidup, bukan
untuk mati. Kematian adalah pengacau yang tidak pernah menjadi bagian dari rencana Allah yang kekal.
Hidup terkadang sulit bahkan kejam, namun jika dihadapkan kepada kematian, setiap orang ingin tetap
melekat pada hidup. Pertanyaan terbesarnya adalah: Kemana manusia pergi setelah mereka mati? Apakah
bisa, kita berbicara dengan orang mati?

1. Bagaimana Manusia Diciptakan?


“Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kejadian
2:7).

Manusia adalah hasil penggabungan tubuh (dibentuk dari debu tanah) dan nafas hidup, yang
diberikan Tuhan. Dalam keadaan aslinya sebagai tubuh yang hidup, Adam memiliki otak, paru-
paru, dan otot yang tidak hidup. Akan tetapi, Alkitab mencatat kondisi ketika Tuhan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya dan Adam menjadi makhluk yang hidup
(Ibrani: nefesh). Nafas bukanlah makhluk yang hidup, dan bukan pula sebuah keberadaan yang
dapat berdiri sendiri. Ketika nafas hidup diambil dari seseorang, hanya tersisa tubuh tanpa
kehidupan. Dari perspektif Alkitab, “jiwa” bukanlah sesuatu yang dapat dipisahkan dari tubuh.
Pada saat kematian, manusia berhenti menjadi makhluk yang hidup, dan tidak ada lagi yang
tersisa.

2. Apa Yang Terjadi Ketika Manusia Mati?


“Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang
mengaruniakannya.” (Pengkhotbah 12:7).

Pada saat penciptaan manusia, debu tanah digabungkan dengan nafas kehidupan. Begitupula saat
kematian, hal yang bertolak belakang terjadi, yaitu kedua elemen tersebut berpisah. Debu kembali
menjadi tanah seperti semula, tanpa kehidupan, kesadaran, bahkan tanpa daya apapun; dan nafas
hidup kembali kepada Allah. Dalam proses ini, tidak ada perbedaan antara orang baik atau orang
jahat.

3. Apakah Orang Yang Mati Masih Punya Kesadaran?


“Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu
apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik
kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk
selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah
matahari.” (Pengkhotbah 9:5-6).

“Orang yang mati tidak tahu apa-apa.” Alkitab tidak mengajarkan bahwa ketika seorang mati,
rohnya tetap hidup sebagai pribadi yang sadar, terpisah dari tubuhnya. Raja Daud menulis,
“Bukan orang-orang mati akan memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke
tempat sunyi” (Mazmur 115:17). Dalam kesempatan lain, ia menambahkan, “Apabila nyawanya
melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya.” (Mazmur
146:4). Petrus menceritakan kembali pengalaman Daud dengan kata-kata berikut: “Saudara-
saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia
telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini.” (Kisah Para Rasul
2:29). “Sebab bukan Daud yang naik ke sorga,” (ayat 34). Maka dari itu, “Segala sesuatu yang
dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan,
pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi.”
(Pengkhotbah 9:10).

4. Darimana Datangnya Konsep Kekekalan Jiwa?


“Tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu
makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati. Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu:
"Sekali-kali kamu tidak akan mati.” (Kejadian 3:3-4).

Ketika Tuhan menciptakan Adam dan Hawa, Ia memberikan satu peringatan: “Lalu TUHAN
Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan
buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16-
17). Ini bukanlah sebuah ancaman melainkan penjelasan akan apa yang akan terjadi jika manusia
terpisah dari Allah. Si Iblis lalu menipu dengan menyamar sebagai seekor ular (Wahyu 12:9) dan
meyakinkan mereka bahwa mereka tidak akan mati; ini adalah penipuannya yang pertama dari
segala penipuan yang lain (Yohanes 8:44). Alkitab menyatakan bahwa manusia itu fana (Roma
5:12). Konsep kekekalan jiwa adalah sebuah penipuan yang disulam oleh Iblis.

5. Siapakah Satu-Satunya Pribadi Yang Kekal?


“Yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia,
Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk
kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat
Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal!
Amin.” (1 Timotius 6:15-16).
Hanya Tuhanlah yang kekal. Alkitab mengajarkan bahwa Allah itu abadi (Roma 16:26); Allah
ada tanpa awal dan akhir. Lebih lagi, hanya Allah satu-satunya yang memiliki kekekalan (1
Timotius 1:17; 6:16). Melalui pengorbanan-Nya, Kristus menawarkan kekekalan bagi siapa saja
yang menerima Dia sebagai Juruselamat pribadinya, yang akan diberikan pada saat kedatangan-
Nya kembali ke dunia. (1 Korintus 15:52-54; Roma 2:7; 2 Timotius 1:10).

6. Apa Yang Harus Dilakukan Untuk Mendapat Hidup Kekal?


“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).

Kekekalan dijanjikan bagi mereka yang percaya kepada Yesus, dan mereka akan menerimanya
ketika Yesus datang kembali. “Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat
binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat
binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak
dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: "Maut telah ditelan dalam
kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" (1
Korintus 15:53-55). Sampai kepada hari itu, mereka yang mati, tidur di dalam maut. Mereka yang
mati dalam Kristus akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah
berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum. (Yohanes 5:29).

7. Apa Yang Yesus Katakan Mengenai Keadaan Orang Mati?


“Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: "Lazarus, saudara
kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." Maka kata
murid-murid itu kepada-Nya: "Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh." Tetapi maksud Yesus
ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam
arti biasa. Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: "Lazarus sudah mati;” (Yohanes
11:11-14).

Alkitab menggunakan keadaan tidur untuk mengilustrasikan kondisi manusia yang fana (Ulangan
31:16; 1 Raja-Raja 2:10; Daniel 12:2; Matius 9:24; 27:51-52; Yohanes 11:11; Kisah Para Rasul
7:60; 1 Tesalonika 4:13). Keadaan tidur yang dipakai oleh Yesus Kristus sendiri, mengajarkan
kita bawah ketika seseorang mati, perasaan dan pertimbangan mereka pun hilang (Pengkhotbah
9:5,6,10). Demikan pula, layaknya tidur menantikan dibangunkan, yang berarti kebangkitan (1
Tesalonika 4:15-18).

8. Apakah Bisa Dilakukan Komunikasi Antara Yang Hidup Dengan Yang Mati?
“Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau
anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung,
seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang
yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada
orang-orang mati.” (Ulangan 18:10,11).
Alkitab tegas menyatakan bahwa seorang yang hidup jangan meminta petunjuk kepada orang-
orang mati. “Dan apabila orang berkata kepada kamu: "Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-
roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit," maka jawablah: "Bukankah suatu bangsa
patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada
orang-orang mati bagi orang-orang hidup?" (Yesaya 8:19). Dalam kenyataannya, komunikasi
dengan orang mati melibatkan roh-roh penipuan. Alkitab mencatat ceritta Raja Saul berbicara
dengan “roh” nabi Samuel (1 Samuel 28:3-25). Sang raja meminta bantuan perantara untuk
berkomunikasi dengan Samuel. Itu bukanlah roh Samuel yang bangkit dari kubur untuk berbicara
dengan Saul, tetapi malaikat yang telah jatuh, yaitu roh setan (2 Korintus 11:14). Mencari
pertolongan arwah merupakan sebuah kekejian besar di hadapan Allah: “Demikianlah Saul mati
karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada
firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah” (1 Tawarikh 10:13).

9. Kapankah Orang-Orang Yang Mati Dalam Kristus Akan Bangun Dari Tidur?
“Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai
kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. Sebab pada
waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi,
maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih
dahulu bangkit.” (1 Tesalonika 4:15-16).

Mereka yang mati dalam Kristus akan dibangkitkan pada kedatangan-Nya, dan pengharapan akan
kebangkitan diwujudkan (Ayub 14:7-17). “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia
akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan
melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-
Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.” (Ayub 19:25-27). Pengharapan
ini juga diekspresikan dalam berbagai bagian di dalam Kitab Suci (Yesaya 25:8,9; Daniel 12:2;
Matius 22:31-32; Lukas 20:27-38; Yohanes 11:24; 1 Korintus 15:51-53; 1 Tesalonika 4:13-18;
Ibrani 11:19).

10. Siapa Yang Memberikan Jaminan Kebangkitan Bagi Mereka Yang Mati Di Dalam Tuhan?
“Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah
orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus
telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah
meninggal.” (1 Korintus 15:19-20).

Kebangkitan Kristus adalah jaminan bagi orang-orang benar yang akan dibangkitkan pada saat
kedatangan-Nya yang kedua kali. Hidup KeKristenan bukan hanya menawarkan kehidupan yang
lebih berkualitas bagi mereka yang menerima-Nya dalam dunia ini (Yohanes 10:10), tetapi berkat
yang menanti bagi kita dalam kemuliaan surgawi (1 Korintus 15:53). Disanalah terletak
pentingnya menerima fakta bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati (1 Tesalonika
4:14).
12. WILL THE WORLD COME TO AN END?

AKANKAH DUNIA BERAKHIR?

Banyak spekulasi yang ada mengenai akhir dari dunia ini. Beberapa berpendapat bahwa dunia
akan kiamat dengan bencana alam besar yang tidak pernah dilihat oleh mata. Ada juga yang percaya
bahwa populasi akan meledak dengan luar biasa sehingga produksi makanan bumi tidak akan cukup
untuk memberi makan begitu banyak orang. Sebagian berhipotesa adanya perang nuklir yang akan
mengakhiri seluruh spesies bumi. Dan lainnya menyinggung tentang kejahatan moral manusia. Lalu apa
yang Alkitab katakan?

1. Apa Yang Dimengerti Dalam Alkitab Tentang “Akhir Dunia”?


“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai
kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang
binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. Tetapi hari Tuhan akan tiba
seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur
dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang
lenyap.” (2 Petrus 3:9-10).

Alkitab memberikan pengertian “akhir dunia” sebagai masa terakhir dalam sejarah planet ini,
yang di dalamnya terdapat berbagai nubuatan dari Kitab Suci akan tergenapi, mengumumkan
kedatangan Yesus yang kedua. Firman Tuhan mengatakan, Tuhan akan mendapatkan kembali
kendali atas dunia ini dan membinasakan dosa, Setan, dan pengikutnya.

2. Menurut Alkitab, Seperti Apakah Akhir Dari Dunia Ini?


“Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu
harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu
langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya.” (2 Petrus
3:11-12).

Alkitab melukiskan sebuah rentetan bencana alam yang akan terjadi pada kedatangan Yesus,
dimana “langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya.” (2
Petrus 3:12). Dunia ini benar-benar akan diperbaharui secara keseluruhan, dan semua akibat yang
dosa bawa masuk ke dalam dunia akan dihapuskan, seperti polusi pada sungai, laut, daratan, dll.
Pada akhirnya, bumi yang baru akan tetap tinggal bagi umat tebusan (Wahyu 21:1-4).

3. Gambaran Fisik Seperti Apa Yang Alkitab Tunjukkan Mengenai Akhir Dunia?
“Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keenam, sesungguhnya
terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan
bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah. Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke
atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang
angin yang kencang. Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung dan
tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari tempatnya.” (Wahyu 6:12-14).

Ini bukanlah cerita fiksi ilmiah; ini adalah kenyataan di masa depan yang diungkapkan dalam
Firman Tuhan. Planet bumi akan seperti selembar kertas pada belas kasihan kekuatan alam.
“Maka memancarlah kilat dan menderulah bunyi guruh, dan terjadilah gempa bumi yang dahsyat
seperti belum pernah terjadi sejak manusia ada di atas bumi. Begitu hebatnya gempa bumi itu.
Lalu terbelahlah kota besar itu menjadi tiga bagian dan runtuhlah kota-kota bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah. Maka teringatlah Allah akan Babel yang besar itu untuk memberikan
kepadanya cawan yang penuh dengan anggur kegeraman murka-Nya. Dan semua pulau hilang
lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung. Dan hujan es besar, seberat seratus pon, jatuh
dari langit menimpa manusia, dan manusia menghujat Allah karena malapetaka hujan es itu,
sebab malapetaka itu sangat dahsyat.” (Wahyu 16:18-21).

4. Bagaimana Sikap Orang-Orang Yang Menolak Yesus?


“Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya
serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-
gua dan celah-celah batu karang di gunung. Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan
kepada batu-batu karang itu: "Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap
Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu." Sebab sudah tiba hari
besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?” (Wahyu 6:15-17).

Sangat jelas bahwa orang-orang tersebut tidak percaya pada kedatangan Kristus yang kedua.
“Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil
pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa
nafsunya. Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa
leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." (2
Petrus 3:3-4). Bagi mereka, kemunculan Kristus, kehadiran-Nya, akan menjadi kejadian yang
tidak terduga. Mereka akan terkejut dan lari dengan putus asa dari satu tempat ke tempat lain.
Kecemerlangan dan kejayaan-Nya akan memenuhi mereka dengan kengerian.

5. Seperti Apakah Reaksi Orang-Orang Yang Telah Bersiap Untuk Kedatangan Yesus?
“Pada waktu itu orang akan berkata: "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan,
supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak
dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!" (Yesaya 25:9).

Sikap para umat tebusan akan berbeda dari mereka yang hilang. Kedatangan-Nya yang kedua kali
akan membuat sebuah permulaan dari hidup yang benar-benar baru, dipenuhi dengan kedamaian,
kebahagiaan, dan kasih.

6. Apa Yang Murid-Murid Tanyakan Kepada Yesus Mengenai Akhir Dunia?


“Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk
bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu
akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" (Matius 24:3).
Para murid ingin mengetahui tanda-tanda mana yang akan menunjukkan kedatangan Yesus
kembali ke dunia ini. Maka dari itu, Tuhan Yesus menjelaskan: "Waspadalah supaya jangan ada
orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan
berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. Kamu akan mendengar
deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah;
sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit
melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di
berbagai tempat. Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman
baru.” (Matius 24:4-8).

7. Bagaimana Kita Mengetahui Dekatnya Kejadian Ini?


“Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara: Apabila ranting-rantingnya
melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika
kamu melihat semuanya ini, ketahuilah, bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu.”
(Matius 24:32-33).

Alkitab menggambarkan kondisi manusia pada hari-hari terakhir dunia ini: “Ketahuilah bahwa
pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan
menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi
pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak
mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak
dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang,
berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka
menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah
mereka itu!” (2 Timotius 3:1-5).

8. Bagaimanakah Seharusnya Sikap Orang Kristen Dalam Realita Kejadian Yang Paling
Indah Dalam Sejarah Ini?
“Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-
tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-
anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah
jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar.” (1 Tesalonika 5:4-6).

Mereka yang hidup dalam kegelapan tidak akan siap untuk bertemu Yesus ketika Ia datang; hal
yang mengagetkan bagi mereka. Pada sisi yang lain, mereka yang hidup dalam terang Firman
Tuhan akan bersedia. Hidup dalam terang tidak sepenuhnya berhubungan dengan
memperlihatkan kondisi penganiayaan yang sesungguhnya. Namun, ini adalah hidup dalam
kedamaian pikiran dan kepercayaan penuh pada janji-janji Tuhan. Selagi ada waktu, kita harus
beekerja untuk mengabarkan Injil kepada orang lain. Di saat yang sama, kita harus berhati-hati
agar tidak bingung dengan kedamaian pikiran dan percaya pada janji Ilahi dengan skeptisisme
spiritual. (Lukas 21:28).

9. Apa Cara Terbaik Untuk Mempersiapkan Kedatangan Kristus?


"Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya
untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati
tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.” (Matius 24:45-46).

Cara terbaik bersiap untuk kedatangan Kristus kembali adalah dengan menjalankan misi gereja,
yaitu mengabarkan Injil. Kristus tidak meninggalkan kita misi tersebut karena Ia tidak mampu
untuk melakukannya sendiri, namun agar kita bekerja dan bertumbuh dalam pengalaman
KeKristenan kita. “Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan
salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari
Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena
nyalanya.” (2 Petrus 3:11-12).

13. WILL JESUS RETURN TO THIS WORLD?

AKANKAH YESUS KEMBALI KE DUNIA?

Alkitab merujuk pada akhir dunia ini dalam hal pengharapan. Bumi akan diperbaharui; titik
puncak kedatangan Kristus yang kedua bukanlah kehancuran melainkan sebuah permulaan dari
pemerintahan yang penuh damai dan kasih. Kedatangan Kristus, kehadiran-Nya, adalah pengharapan
besar KeKristenan, salah satu doktrin utama dari Kitab Suci. Disebutkan dalam Perjanjian Lama sebagai
“hari TUHAN”, hari yang penuh kegelapan bagi orang yang tidak percaya, namun penuh kesukaan bagi
mereka yang menantikan kedatangan-Nya (Yesaya 35:4). Semakin mendekati kepada akhir dunia, orang-
orang akan mencemooh pengharapan orang Kristen. Itu seperti khayalan atau imajinasi belaka untuk
berbicara mengenai kedatangan Yesus kembali. Namun Alkitab secara pasti mengajarkan bahwa Yesus
akan datang.

1. Sebelum Naik Ke Surga, Apa Yang Yesus Janjikan Pada Murid-MuridNya?


“Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun
berada.” (Yohanes 14:3).

Sejak Yesus mengatakan kepada murid-murid untuk tidak gelisah hati, janji kedatangan Kristus
telah membawa berkat pengharapan bagi seluruh orang percaya (Titus 2:13). Telah diberitahukan:
"Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya” (Yudas 14). Namun,
Perjanjian Baru memberikan kita pengertian yang lebih lengkap mengenai hal ini. Yesus sendiri
mengumumkan kedatangan-Nya kembali (Lukas 21:27; Yohanes 14:1-4). Para malaikat
meneguhkan janji ini ketika mereka menghibur para murid saat kenaikan Yesus ke surga (Kisah
Para Rasul 1:11).

2. Dapatkah Kita Mempercayai Janji Yesus?


"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” (Yohanes
14:1).

Allah dapat dipercaya: “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia,
sehingga Ia menyesal.” (Bilangan 23:19). Apa yang Allah katakan yang tidak terjadi? Apakah Ia
berjanji tapi tidak menepatinya? Sebelum janjiNya untuk kembali, Ia memperkenalkan diriNya
sebagai Allah. “Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.”, kata Yesus (Yohanes
14:1). Pengharapan akan kedatangan-Nya kembali memberikan perbedaan pada keberadaan
manusia. Adalah satu hal untuk hidup dengan harapan, dan yang lain bergantung kepada sumber
daya manusia yang tidak menentu. Setelah masuknya dosa, keberadaan manusia ternoda dengan
penderitaan dan kekecewaan. Kesedihan dan nestapa terus menerus mengetuk pintu hati manusia.
Mereka yang percaya pada janji Yesus tahu bahwa penderitaan hanyalah sejenak saja. Dan
mereka yang hidup tanpa harapan hidup kehilangan arti hidup itu sendiri.

3. Apa Yang Sedang Yesus Lakukan Sekarang Untuk PengikutNya Saat Ini?
“Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya
kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yohanes 14:2).

Yesus naik ke surga untuk mempersiapkan tempat tinggal dimana Ia akan membawa para
pengikutNya. Ini bukan berarti tempat itu belum ada sekarang. Yesus berkata, “Di rumah Bapa-
Ku banyak tempat tinggal.” (Yohanes 14:2). Sekarang, tugas Yesus yang utama adalah menjadi
perantara bagi umatNya di hadapan Bapa: “demikian pula Yesus adalah jaminan dari suatu
perjanjian yang lebih kuat. Dan dalam jumlah yang besar mereka telah menjadi imam, karena
mereka dicegah oleh maut untuk tetap menjabat imam. Tetapi, karena Ia tetap selama-lamanya,
imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan
dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa
untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan:
yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi
dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus
mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya,
sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan
diri-Nya sendiri sebagai korban.” (Ibrani 7:22-27).

4. Bagaimana Cara Yesus Datang?


“Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke
barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia.” (Matius 24:27).

Kembalinya Yesus ke dunia akan menjadi kejadian yang nyata dan terlihat. “Segala bangsa di
dunia” akan melihat Dia. Injil menekankan bahwa setelah kebangkitanNya, Yesus muncul dalam
bentuk yang terlihat dan nyata kepada para murid (Markus 16:9; Lukas 24:25-43; Yohanes
20:26,27). Ia naik ke surga setelah bersama-sama dengan murid-muridNya selama 40 hari (Kisah
Para Rasul 1:13). Lalu malaikat berkata bahwa Yesus akan datang kembali dengan cara yang
sama seperti Ia naik ke surga (Kisah Para Rasul 1:11). “Sebab sama seperti kilat memancar dari
sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan
Anak Manusia.” (Matius 24:27).

5. Mengapa Yesus Kembali Ke Dunia?


“Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya;
pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” (Matius 16:27).

Salah satu tujuan Yesus datang kembali adalah untuk menjemput umat-Nya bersama-sama
dengan Dia. “Dan Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dengan meniup sangkakala
yang dahsyat bunyinya dan mereka akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat
penjuru bumi, dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain.” (Matius 24:31). Kedatangan
Kristus diketahui akan menjadi penghakiman Tuhan pula. Penghakiman pra-Advent telah
diputuskan (Daniel 8:14). Yesus akan datang, bukan lagi untuk memeriksa, namun membalas
setiap orang menurut perbuatannya. Rasul Paulus menuliskan: “Sekarang telah tersedia bagiku
mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-
Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan
kedatangan-Nya.” (2 Timotius 4:8). Upah itu adalah kelepasan dunia yang telah dipulihkan dan
bebas dari dosa. "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru;
hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi
bergiranglah dan bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan, sebab
sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan penduduknya penuh
kegirangan. Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena umat-Ku; di
dalamnya tidak akan kedengaran lagi bunyi tangisan dan bunyi erangpun tidak.” (Yesaya 65:17-
19). Bumi yang dilukiskan oleh Yesaya adalah bumi tanpa penderitaan. Ciptaan yang mula-mula
dan sempurna akan dipulihkan. Kegelapan malam dari dosa akan mencapai akhirnya, dan
matahari akan bersinar pada hari yang kekal.

6. Kapan Yesus Akan Datang?


“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak,
dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian
pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.” (Matius 24:36-37).

Tidak ada yang tahu kapan waktunya, sebagaimana halnya pada zaman Nuh. Orang-orang zaman
purbakala tidak siap menghadapi air bah. Mereka mungkin berpikir bencana alam itu hanya
bualan Nuh saja. Mereka mengejek dia dan tidak mendengarkan peringatannya. Mereka
melanjutkan hidup dengan keji, “dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang
dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak
Manusia.” (Matius 24:39). Ketika merujuk pada kedatangan Kristus kedua kali, Alkitab tidak
menitikberatkan kepada waktunya tetapi pada persiapannya. "Engkau tidak perlu mengetahui
masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.” (Kisah Para Rasul 1:7). Dan
Yesus menambahkan: “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana
Tuhanmu datang.” (Matius 24:42). “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak
Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (ayat 44).
7. Apakah Ada Pengangkatan Rahasia Sebelum Kedatangan Yesus Yang Kedua?
“Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan
meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan
segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.” (Matius 24:30).

Alkitab jelas: kedatangan Yesus bukanlah kejadian yang rahasia (Wahyu 1:7; Mazmur 50:3; 1
Tesalonika 4:16; Matius 24:27). Namun, beberapa orang menginterpretasikan “yang seorang akan
dibawa dan yang lain akan ditinggalkan” (Matius 24:40) sebagai dugaan pengangkatan rahasia.
Matius 24 berbicara mengenai persiapan anak-anak Allah untuk bertemu dengan Dia pada
kedatangan-Nya. Yesus mulai dengan mengatakan: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak
seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri."
(ayat 36). Selanjutnya Ia berkata bahwa walaupun tidak ada yang tahu waktunya, namun akan
sama seperti pada zaman Nuh. Waktu itu orang-orang tidak bersiap akan air bah karena mereka
mengabaikan pekabaran hamba Tuhan “dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu
datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak
Manusia.” (ayat 39). Pernyataan “demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak
Manusia” mengklarifikasi ayat berikutnya: “Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang
seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang
memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.” (ayat
40,41). Ia mengakhiri perkataanNya dengan: “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu
pada hari mana Tuhanmu datang.” (ayat 42). Kutipan ayat ini tidak berbicara mengenai
pengangkatan rahasia. Tetapi menekankan bahwa saat kedatangan-Nya yang kedua kali, satu
telah bersiap dan yang lain tidak. Pendapat bahwa Yesus akan datang secara diam-diam untuk
mengambil umat-Nya tidak sejalan dengan apa yang Yesus katakan sendiri kepada Kayafas
ketika ditanya apakah Ia adalah Mesias: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata
kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang
Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit." (Matius 26:64). Kata-kata dari Guru Agung
ini tidak menjelaskan bahwa Ia akan datang kembali dengan diam-diam. Sebaliknya, semua orang
akan melihat Dia datang di atas awan-awan di langit.

8. Apa Yang Harus Kita Lakukan Sehubungan Dengan Peristiwa Yang Begitu Mulia?
“Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu
harus hidup, yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari
itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya.” (2
Petrus 3:11,12).

Sementara kita menunggu pengharapan penuh berkat dan perwujudan kemuliaan Tuhan kita yang
agung serta Juruselamat kita Yesus Kristus, kita harus bersiap untuk peristiwa yang besar ini.
Iman pada kedatangan Kristus akan mempengaruhi nilai-nilai hidup kita, menciptakan motivasi
untuk bersaksi atas nama Injil. Setelah menyatakan kedatangan-Nya yang segera dalam Matius
24, Yesus menceritakan perumpamaan sepuluh anak dara (Matius 25:1-13) sebagai panggilan
bersiap untuk bertemu dengan Yesus. “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua
manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-
keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang
ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan
kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus” (Titus 2:11-13).

9. Ketika Kristus Kembali, Apa Yang Akan Terjadi Pada Orang-Orang Yang Percaya Pada
Yesus Yang Telah Meninggal?
“Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala
Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus
akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat
bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita
akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.” (1 Tesalonika 4:16,17).

Kebangkitan orang benar adalah peristiwa yang paling dinantikan pada saat kedatangan Kristus.
Umat tebusan akan berkumpul kembali dengan kekasih yang telah meninggalkan mereka karena
kematian. Kuasa maut akan sampai pada akhirnya (1 Korintus 15:54,55). Tidak akan ada lagi air
mata tercurah karena kesedihan (Wahyu 21:4). Itulah pengharapan penuh bahagia bagi mereka
yang percaya pada kedatangan Kristus yang kedua kali (Kisah Para Rasul 24:15).

10. Apakah Pengharapan Besar Sepanjang Masa?


“Dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan
kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,” (Titus 2:13).

Alkitab penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan kerinduan orang percaya untuk melihat Yesus
kembali dalam penuh kemuliaan dan keagungan. Kedatangan-Nya berhubungan dengan harapan
kebenaran (Galatia 5:50), kemuliaan (Kolose 1:27), kebangkitan (Kisah Para Rasul 24:15),
keselamatan (1 Tesalonika 5:8), dan hidup kekal (Titus 1:2). Yesus berjanji untuk kembali
(Yohanes 14:3, 28) untuk memulihkan dunia ini kepada keadaan yang mula-mula. Ketekunan
umat percaya dan mereka yang percaya pada-Nya tidak akan menjadi sia-sia (Matius 10:22).

14. WHERE WILL THE REDEEMED LIVE?

DIMANA UMAT TEBUSAN AKAN TINGGAL?

Dalam beberapa bagian, Alkitab menunjukkan bahwa surga akan menjadi tempat tinggal masa
depan bagi umat tebusan, di bagian yang lain dinyatakan sebagai bumi yang baru. Kita yakin akan satu
hal: “Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh
telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka
yang mengasihi Dia."(1 Korintus 2:9). Namun, kita juga ingin mengetahui seperti apakah hidup yang
menakjubkan di masa depan nanti. Apa yang Kitab Suci katakan mengenai hal ini? Dimanakah umat
tebusan akan tinggal, di surga atau bumi?
1. Kejadian Luar Biasa Apakah Yang Akan Terjadi Pada Saat Kedatangan Kristus?
“Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala
Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus
akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat
bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita
akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.” (1 Tesalonika 4:16,17).

Peristiwa pertama yang akan terjadi adalah kebangkitan orang-orang mati. Mereka yang mati di
dalam iman pada kasih karunia Yesus akan bangkit. Peristiwa selanjutnya adalah peralihan. Rasul
Paulus menggambarkan seperti ini: “Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita
tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu
bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan
dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini
harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak
dapat mati.” (1 Korintus 15:51-53). Mereka yang dibangkitkan akan bangun seakan dari mimpi.
Ingatan terakhir yang mereka miliki adalah apa yang mereka alami terakhir sebelum mati.
Setelahnya, hal pertama yang mereka lihat adalah Yesus, kembali dalam kemuliaan dan
keagungan.

2. Apa Yang Terjadi Pada Setan Ketika Kristus Datang Kembali?


“Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan
suatu rantai besar di tangannya; ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan
ia mengikatnya seribu tahun lamanya” (Wahyu 20:1-2).

Setan akan dipenjara; bukan penjara secara harfiah, namun penjara keadaan. Umat tebusan yang
masih hidup ketika kedatangan Yesus, dan orang-orang percaya yang dibangkitkan, akan
diangkat ke surga (1 Tesalonika 4:16-17). Orang jahat yang masih hidup akan mati oleh
kecemerlangan kedatangan Tuhan (Wahyu 6:15-17) dan bumi akan menjadi sunyi. “Aku melihat
kepada bumi, ternyata campur baur dan kosong, dan melihat kepada langit, tidak ada terangnya.
Aku melihat kepada gunung-gunung, ternyata goncang; dan seluruh bukit pun goyah. Aku
melihat, ternyata tidak ada manusia, dan semua burung di udara sudah lari terbang. Aku melihat,
ternyata tanah subur sudah menjadi padang gurun, dan segala kotanya sudah runtuh di hadapan
TUHAN” (Yeremia 4:23-26). Setan tidak akan tinggal di balik jeruji harfiah. Namun, karena ia
tidak akan menemukan siapapun lagi untuk ditipu di atas planet ini, ia akan “dirantai” oleh
keadaan dunia yang hancur.

3. Kemana Umat Tebusan Akan Pergi, Dan Apa Yang Akan Mereka Lakukan Setelah
Kedatangan Kristus Kembali?
“Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka
diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal
kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah
binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan
mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus
untuk masa seribu tahun.” (Wahyu 20:4).
Alkitab menyatakan bahwa Yesus dan umat tebusan-Nya akan terangkat ke surga dan tinggal
disana selama 1000 tahun. “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan
besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum
dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan
memegang daun-daun palem di tangan mereka.” (Wahyu 7:9). Pekerjaan utama mereka adalah
untuk ikut dalam fase kedua dari penghakiman Allah yang disebut juga penghakiman 1000 tahun:
“Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka
diserahkan kuasa untuk menghakimi.” (Wahyu 20:4). Penghakiman kedua meliputi penghakiman
pemeriksaan, supaya tidak ada satupun yang meragukan karakter Tuhan yang penuh kasih
sementara Ia menjalankan juga penghakiman yang adil.

4. Kondisi Apa Yang Terjadi Pada Bumi Pada Masa 1000 Tahun?
“Bumi remuk redam, bumi hancur luluh, bumi goncang-gancing.” (Yesaya 24:19).

Kedatangan Kristus akan melepaskan bencana alam yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan
bumi akan menjadi kacau balau. “Maka memancarlah kilat dan menderulah bunyi guruh, dan
terjadilah gempa bumi yang dahsyat seperti belum pernah terjadi sejak manusia ada di atas bumi.
Begitu hebatnya gempa bumi itu.” (Wahyu 16:18). “Dan semua pulau hilang lenyap, dan tidak
ditemukan lagi gunung-gunung.” (ayat 20). Planet ini akan hancur secara mengerikan: “Aku
melihat kepada bumi, ternyata campur baur dan kosong, dan melihat kepada langit, tidak ada
terangnya.” (Yeremia 4:23).

5. Apa Yang Terjadi Di Akhir Milenium?


“Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir, Iblis akan dilepaskan dari penjaranya” (Wahyu
20:7).

Pertama-tama, orang-orang jahat dari sepanjang masa akan dibangkitkan (Wahyu 20:5), dan
Setan akan dilepaskan “sedikit waktu lamanya”. Lalu, “setelah masa seribu tahun itu berakhir,
Iblis akan dilepaskan dari penjaranya, dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada
keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang dan
jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut. Maka naiklah mereka ke seluruh dataran
bumi, lalu mengepung perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi
dari langit turunlah api menghanguskan mereka” (Wahyu 20:7-9).

6. Bagaimana Nasib Iblis Dan Pengikutnya?


“Dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu
tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya.”
(Wahyu 20:10).

Gambaran lautan api dan belerang lebih menjelaskan kepada kebinasaan untuk selama-lamanya
bagi dosa dan orang berdosa, daripada kepada penyiksaan yang kekal. “Bahwa sesungguhnya hari
itu datang, menyala seperti perapian, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang berbuat
fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang itu, firman TUHAN semesta
alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka.” (Maleakhi 4:1). Apinya tidaklah
kekal, walaupun konsekuensi nya kekal. Dosa tidak akan ada lagi untuk kedua kalinya. “Dengan
banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat
kudusmu. Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan memakan habis engkau. Dan
Kubiarkan engkau menjadi abu di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu. Semua di antara
bangsa-bangsa yang mengenal engkau kaget melihat keadaanmu. Akhir hidupmu mendahsyatkan
dan lenyap selamanya engkau." (Yehezkiel 28:18-19).

7. Dimanakah Tempat Tinggal Kekal Umat Tebusan?


"Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang
dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati.” (Yesaya 65:17).

Surga tidak akan menjadi tempat tinggal selamanya bagi umat tebusan. Mereka akan tinggal
disana untuk masa 1000 tahun. Namun, setelahnya mereka akan kembali kepada planet bumi.
Bumi ini akan dibersihkan dari dosa dan sepenuhnya dipulihkan untuk menjadi tempat tinggal
kekal bagi anak-anak Allah.

8. Dimanakah Akan Ditempatkan Pusat Kerajaan Allah?


“Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang
berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” (Wahyu 21:2).

Pusat kerajaan Allah adalah Yerusalem baru. “Kemudian TUHAN akan maju berperang melawan
bangsa-bangsa itu seperti Ia berperang pada hari pertempuran. Pada waktu itu kaki-Nya akan
berjejak di bukit Zaitun yang terletak di depan Yerusalem di sebelah timur. Bukit Zaitun itu akan
terbelah dua dari timur ke barat, sehingga terjadi suatu lembah yang sangat besar; setengah dari
bukit itu akan bergeser ke utara dan setengah lagi ke selatan.” (Zakharia 14:3-4).

9. Seperti Apakah Bumi Yang Baru Nanti?


“Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak
akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu
telah berlalu." (Wahyu 21:4).

Rumah kekal bagi orang-orang benar adalah tempat dimana tidak akan ada lagi penderitaan,
penyakit, dan kematian. Kita semua akan menyembah Allah (Yesaya 2:2-3; Mikha 4:1). Tempat
yang penuh kebahagiaan dan sukacita kekal (Yesaya 65:17-19). Tempat itu akan dipenuhi damai:
“Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing.
Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan
menggiringnya. Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-
sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan
bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke
sarang ular beludak. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh
gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air
laut yang menutupi dasarnya. Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa
akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu. Tidak ada yang akan berbuat
jahat atau yang berlaku busuk di segenap gunung-Ku yang kudus," firman TUHAN.” (Yesaya
11:6-9; 65:25). “Mereka akan mendirikan rumah-rumah dan mendiaminya juga; mereka akan
menanami kebun-kebun anggur dan memakan buahnya juga. Mereka tidak akan mendirikan
sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang
lain memakan buahnya; sebab umur umat-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang
pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan mereka.” (Yesaya 65:21-22). “Tetapi seperti ada
tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan
yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka
yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).

10. Apakah Dosa Akan Bangkit Kembali?


“Apakah maksudmu menentang TUHAN? Ia akan menghabisi sama sekali; kesengsaraan tidak
akan timbul dua kali!” (Nahum 1:9).

Baik setan maupun dosa tidaklah abadi. Saat Setan melancarkan serangan terakhir pada Allah dan
umat-Nya, setan dan dosa akan dibinasakan (Wahyu 20:7, 10). Itulah klimaks dari peperangan
kosmis. Dosa dan penciptanya akan dilenyapkan. Malaikat-malaikat yang memberontak akan
menghadapi penghakiman Tuhan dan menerima upah maut kekal (Yudas 6, 2 Petrus 2:4). Akhir
yang sama menunggu para pengikut setan di dunia ini (Wahyu 20:7-15). Nabi Maleakhi
mengutarakan akhir dari dosa sebagai: “sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka.”
(4:1). Operasi kosmis ini adalah obat yang terakhir dan pasti untuk besarnya permasalahan dosa.
Dosa tidak akan pernah ada lagi.
15. DOES GOD CARE ABOUT THE HEALTH OF HIS CHILDREN?

APAKAH TUHAN PERDULI DENGAN KESEHATAN ANAK-ANAKNYA?

Tuhan tidak hanya perduli dengan kehidupan spiritual anak-anakNya tetapi juga mengenai
kesehatan fisik mereka. Banyak orang berpikir bahwa tubuh adalah seperti “penjara jiwa” dan
menganggap bahwa penderitaan adalah cara untuk menyempurnakan jiwa. Ini adalah pemikiran Yunani
kuno. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan komponen fisik, mental,
dan spiritual yang harus dikembangkan secara harmonis. Jika Allah menciptakan tubuh manusia, tubuh
itu bukanlah hal yang tidak baik. Tetapi masuknya dosa ke dalam dunia memerosotkan kesehatan
manusia. Kendati demikian, Tuhan memiliki pekabaran untuk memulihkan kehidupan fisik anak-anakNya
dan mencegah bebagai penyakit.

1. Bagaimana Kondisi Dunia Ini Ketika Berada Di Tangan Pencipta?


“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” (Kejadian 1:31).

Untuk pandangan yang tepat mengenai topik kesehatan di dalam Alkitab, sangat penting untuk
mengacu kembali kepada penciptaan. Segala sesuatu yang Allah ciptakaan “sungguh amat baik”
(Kejadian 1:31). Allah yang baik hanya dapat menciptakan dunia yang baik (Mazmur 105:5;
119:68). Manusia adalah bagian dari ciptaan Allah yang baik. Manusia pertama dalam kondisi
yang sempurna; tidak ada penderitaan, penyakit, dan kematian.

2. Bagaimana Penderitaan Dan Kematian Masuk Ke Dalam Dunia?


“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu
juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah
berbuat dosa.” (Roma 5:12).

Dunia yang sempurna yang muncul dari tangan Sang Pencipta mulai perlahan rusak ketika dosa
masuk ke dalam dunia (Kejadian 3:16-19). Dosa menyebabkan terpisahnya Tuhan dan manusia
(Yesaya 59:2). Dengan berjalan menjauh dari Sumber Kehidupan, manusia mulai merasakan
proses degradasi. Pelemahan itu diturunkan ke seluruh ras manusia (Roma 3:23). Sebagai
hasilnya, penyakit masuk dan menjadi bagian dari pengalaman makhluk hidup di dunia ini.

3. Meskipun Dosa Telah Masuk Dalam Dunia, Apa Rencana Allah Bagi Anak-AnakNya?
“Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam
segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.” (3 Yohanes 1:2).

Rencana Ilahi Allah untuk anak-anakNya adalah kelimpahan dalam segala aspek, terutama
kesehatan. Dari sudut pandang Alkitab, kesehatan meliputi segala bidang kehidupan (Lukas
10:27). Dalam kata lain, kesehatan lebih dari segi fisik saja, tetapi juga termasuk fungsi harmonis
dari fisik, mental, dan spiritual. Kesehatan yang baik bukan hanya tidak sakit, tetapi kesejahteraan
secara keseluruhan.
4. Apa Pandangan Alkitab Mengenai Tubuh Manusia?
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu,
Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1
Korintus 6:19).

Kita adalah milik Allah dalam penciptaan dan penebusan. “Sebab kamu telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Korintus 6:20).
Tubuh kita tidak milik kita sendiri; itu harus dijaga sebagai asset yang telah dipercayakan kepada
kita. Secara spesifik, tubuh kita adalah hal yang suci dimana Roh Kudus tinggal; maka dari itu,
segala sesuatu yang melanggar kesehatan adalah dosa di mata Tuhan (1 Korintus 3:16-17). Oleh
karena itu, pengendalian diri (menggunakan yang baik dengan bijak dan berpantang sama sekali
akan yang tidak baik) adalah bagian yang penting dari pengalaman keKristenan (Lukas 21:34).

5. Apakah Makanan Mula-Mula Yang Diberikan Kepada Adam Dan Hawa?


“Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang
berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi
makananmu.” (Kejadian 1:29).

Makan daging bukanlah bagian dari rencana asli Allah untuk makanan manusia (Kejadian 1:29).
Setelah air bah, makan daging diperbolehkan untuk sementara, dengan perbedaan yang jelas
antara binatang halal dan najis (Kejadian 9:3-4). Tetapi sementara manusia semakin terbiasa
dengan pola makan daging, Tuhan memperinci cara paling sehat untuk hal tersebut. Petunjuk itu
tercatat dalam Imamat 11: Kita boleh makan daging binatang yang berkuku belah dan memamah
biak (ayat 3); diantara ikan, segala yang bersisik dan bersirip (ayat 9); diantara burung, pemakan
bangkai tidak boleh kita makan. Darah tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi (Ulangan
12:16).

6. Apa Yang Alkitab Katakan Mengenai Konsumsi Minuman Beralkohol?


“Anggur adalah pencemooh, minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang
terhuyung-huyung karenanya.” (Amsal 20:1).

Alkitab memiliki berbagai ayat yang mendesak untuk tidak mengkonsumsi alcohol (Imamat 10:9;
Bilangan 6:3; Hakim-Hakim 13:4, 7, 14; 1 Samuel 1:15; Amsal 31:4; Yesaya 5:11, 22; 28:7;
29:9; 56:12; Mikha 2:11; Lukas 1:15). Jika sebagai orang Kristen, tubuh adalah bait Roh Kudus,
sangat wajar jika kita menghindari segala sesuatu yang mencelakakan tubuh (Efesus 5:18).
Alkitab mengecam kemabukan dan efeknya (Amsal 23:29-35). Orang Kristen tidak boleh
mengizinkan tubuhnya dikontrol oleh kebiasaan buruk apapun (1 Korintus 6:12; 2 Petrus 2:19).
Kitab Suci juga mendesak untuk menghindari segala hal yang akan menyinggung orang Kristen
lainnya, atau melakukan sesuatu yang mendorong mereka berdosa dan melawan hati nuraninya
(1Korintus 8:9-13). Tidak ada seorangpun yang dapat berkata mereka memuliakan Allah ketika
minum alcohol (1 Korintus 10:31).

7. Apa Yang Seharusnya Dilakukan Oleh Orang-Orang Kristen Yang Telah Ditebus Allah?
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1).

Kasih merupakan motivasi untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai “persembahan yang
hidup” bagi Allah. Dalam kasih, Tuhan mengorbankan segala sesuatunya untuk menyelamatkan
kita. Ia ingin untuk membentuk ikatan kasih yang kuat dengan anak-anakNya. Ia tidak
mengharapkan budak; Ia merindukan penurutan dengan sukarela. Ia memberikan anak-anakNya
kapasitas untuk mengasihi lebih besar daripada segala makhluk ciptaan yang lain. Maka dari itu,
Ia juga mengharapkan agar pengikutNya mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Ibadah yang sejati bukan hanya
gabungan antara nyanyian, doa, dan menyatakan kata-kata yang indah, tetapi juga membawa ke
mezbah korban hal yang diinginkan surga: "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang
baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan,
dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). "Jangan kamu memberikan
barang yang kudus kepada anjing,” (Matius 7:6) kata Yesus.

8. Apa Janji Ilahi Mengenai Pergumulan Melawan Dosa?


“Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut
dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi." (Yosua
1:9).

Segala sesuatu yang berharga membutuhkan usaha. Dalam pergumulan yang dihadapi orang
Kristen setiap hari, janji Allah adalah: “Aku menyertai engkau” (Yesaya 41:10). Yesus berkata:
“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari
dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah,
jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.
Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:4-5). Dan Paulus menambahkan: “Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13).

9. Apa Yang Seharusnya Yang Menjadi Motivasi Orang Kristen?


“Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Korintus 10:31).

Orang Kristen hidup untuk membawa kemuliaan bagi Allah. Perbuatan sama sekali tidak
menyelamatkan kita; kita diselamatkan hanya oleh kasih karunia Allah (Efesus 2:8-9). Namun
perbuatan memiliki tempat dalam kehidupan keKristenan. “Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10). Perbuatan baik yang
dilakukan oleh orang Kristen bukanlah untuk menyelamatkan, namun adalah bukti bahwa kuasa
Roh Kudus sedang mengubah hidup mereka. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di
depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
sorga." (Matius 5:16).
16. WHO IS THE TRUE OWNER OF EVERYTHING?

SIAPAKAH PEMILIK SEGALA SESUATU?

Menurut Alkitab, Tuhan adalah pemilik segala sesuatu yang ada. Aspek fisik, spiritual, dan
intelektual manusia manusia adalah pemberian Allah. “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah
yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan
atau bayangan karena pertukaran.” (Yakobus 1:17). Manusia adalah pengelola yang kepadanya Tuhan
telah percayakan dunia ini. Namun, manusia mengambil resiko untuk melupakan bahwa Tuhanlah yang
empunya segala sesuatu, lalu manusia menganggap kepemilikan sesuatu yang bukan milik mereka. Untuk
melindungi kita dari bahaya tersebut, Tuhan menetapkan prinsip-prinsip yang penting.

1. Siapakah Pemilik Segala Sesuatu Yang Ada Di Alam Semesta?


“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.”
(Mazmur 24:1).

Dunia ini milik Allah dalam penciptaan dan penebusan (Kejadian 1:1; 1 Korintus 6:19-20).
Tuhan menyatakan: “sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di
gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-
Ku.” (Mazmur 50:10-11). Daud juga menuliskan: “Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah
yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.”
(Mazmur 100:3).

2. Apakah Sumber Dari Segala Sesuatu Yang Kita Punya?


“Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas
segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa
membesarkan dan mengokohkan segala-galanya.” (1 Tawarikh 29:12).

Kesehatan, kemampuan untuk bekerja, intelektual, kekuatan, dan uang datang dari Tuhan. Alkitab
mengingatkan kita akan resiko melupakan bahwa Tuhanlah yang memberikan kita segalanya, dan
dalam proses mengisi diri sendiri dengan kesombongan hanya karena segala sesuatu berjalan
dengan baik. (Ulangan 8:11-18).

3. Bagaimana Cara Kita Mengakui Bahwa Allah Pemilik Segala Sesuatu?


“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku
tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan.” (Maleakhi 3:10).

Allah tidak membutuhkan persepuluhan kita; namun kita perlu untuk menunjukkan kesetiaan kita
sebagai pengelola. Di dalam taman Eden, Allah mengkhususkan pohon kehidupan sebagai tanda
untuk kesetiaan manusia (Kejadian 2:15-17). Sekarang, persepuluhanlah bukti nyata pengakuan
manusia akan kepemilikan Allah atas segala yang kita punya. Mengatur hidup dengan penuh
kebjiaksanaan menandakan bahwa kita menggunakan pemberian Ilahi dengan roh penuh syukur
dan tanggung jawab. Roh Kudus mempersiapkan setiap orang Kristen untuk membuat keputusan
yang bijak akan pemberian-pemberian tersebut. Ini bukanlah persetujuan sederhana dan sekali-
sekali, tetapi pengalaman tulus dalam kehidupan sehari-hari. Itu adalah prinsip yang tertulis
dalam hati yang telah diubahkan oleh kuasa Allah. “Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah
surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari
Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati
manusia.” (2 Korintus 3:3).

4. Apakah Penting Mengembalikan Persepuluhan Karena Tuhan Membutuhkan Uang?


“Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.”
(Mazmur 50:12).

Tuhan memiliki berbagai-bagai cara untuk meneruskan pekerjaan-Nya. Akan tetapi, Ia memilih
untuk mendelegasikan kepada manusia untuk mengabarkan Injil. Ia memberikan kepada kita
rahasia untuk mengerjakan perintah tersebut: “Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan
kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.” (Zakharia 4:6). Lalu apakah
kita mengembalikan persepuluhan supaya dapat membantu gereja? Raja Daud menuliskan
tentang hubungan kita dengan kelimpahan Allah: “Sebab siapakah aku ini dan siapakah
bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari
pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan
kepada-Mu.” (Zakharia 29:14). Dengan mengembalikan persepuluhan kita mengakui bahwa
Allah adalah pemilik segala sesuatu.

5. Untuk Apakah Persepuluhan Sehingga Penggunaannya Kudus?


“Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan
persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang
dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.” (Bilangan 18:21).

Dalam Perjanjian Lama, persepuluhan digunakan untuk menyokong bani Lewi, yang
membaktikan diri untuk melayani di Kemah Pertemuan. Kaum Lewi tidak memiliki tanah, juga
tidak berbisnis, atau bekerja untuk mendapatkan upah. Mereka adalah pelayan umat dan bekerja
bagi Allah, maka dari itu mereka harus bekerja dalam waktu yang penuh. Dalam Perjanjian Baru
bahkan diberikan petunjuk: “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat
kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani
mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan,
bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.” (1 Korintus 9:13-
14). Persepuluhan adalah metode yang diperintahkan sendiri oleh Allah untuk menopang
pekerjaan penyebaran Injil. Meskipun di Korintus, rasul Paulus bekerja membuat tenda untuk
kehidupannya, kasus yang ada tidak selalu seperti itu. Sikap kritis orang percaya di Korintus
mengenai uang mendesak ia untuk melakukan hal tersebut. Pekerjaan Paulus di Korintus adalah
memungkinkan karena dukungan keuangan oleh gereja-gereja dari tempat lain (2 Korintus 11:8).
Pelayan Injil memiliki hak untuk didukung sepenuhnya oleh gereja. Kasus yang sama seperti para
murid (Matius 10:9-10). Paulus tidak menuntut haknya di Korintus karena situasi kritikal yang
sedang dihadapi jemaatnya.

6. Bagaimana Cara Kita Menyatakan Rasa Syukur Dan Kasih Kepada Tuhan?
“Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati
atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus
9:7).

Persepuluhan menyatakan kesetiaan. Itu menyiratkan pemenuhan tanggung jawab. Namun,


persembahan menyatakan kasih; itu adalah ekspresi sukarela dari hati yang penuh syukur kepada
Tuhan. Seperti itulah pengalaman dari gereja mula-mula. “Lalu murid-murid memutuskan untuk
mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan
mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan
mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus.”
(Kisah Para Rasul 11:29-30).

7. Apa Yang Yesus Katakan Mengenai Persepuluhan?


“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik,
sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting
dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu
harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Matius 23:23).

Yesus mengutuk ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, karena mereka sangat ketat dalam
membayar persepuluhan, namun mengabaikan elemen yang terpenting yaitu keadilan, belas
kasihan, dan kesetiaan. Ia katakan, “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”
Dalam kata lain: “Engkau harus membayar persepuluhan, tetapi jangan mengabaikan yang lain,
hal yang lebih penting.” Dengan ini Yesus mengkonfirmasi keabsahan persepuluhan sebagai
respon kasih dan kesetiaan pada Tuhan.

8. Apakah Mengembalikan Persepuluhan Hanyalah Kewajiban Bagi Orang Israel?


“Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi.
Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi,
Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan
musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.”
(Kejadian 14:18-20).

Persepuluhan tidak dibuat hanya untuk orang Yahudi saja. Abraham membayar persepuluhan
kepada imam Melkisedek sebelum Israel menjadi sebuah bangsa. Dalam Kejadian 28:22 Yakub
berjanji untuk mengembalikan persepuluhan kepada Allah. Buku Kejadian merangkum lebih dari
2000 tahun sejarah hanya dalam 50 pasal saja, namun itu benar-benar menunjukkan bahwa sistem
persepuluhan telah dijalankan.

9. Apakah Sistem Persepuluhan Masih Digunakan Dalam Perjanjian Baru?


“Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia
diberi kesaksian, bahwa Ia hidup. Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan
Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan” (Ibrani
7:8-9).

Penulis dari kitab Ibrani mengatakan melalui ayat ini bahwa di dunia ini persepuluhan diterima
oleh “manusia fana”, merujuk kepada para imam di jaman Israel dan rasul-rasul pada jaman
gereja mula-mula. Fakta bahwa persepuluhan tidak disebutkan dalam Perjanjian Baru tidaklah
menjadi dasar bahwa itu hanya dilakukan di jaman Perjanjian Lama. Sebaliknya, beberapa situasi
tidaklah membutuhkan penekanan, karena sudah jelas. Salah satunya adalah pengajaran tentang
membayar persepuluhan.

10. Saran Apa Yang Yesus Berikan Mengenai Prioritas Dalam Hidup?
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33).

Rahasia kesejahteraan dalam setiap fase kehidupan adalah dengan menempatkan Tuhan yang
pertama. “Pada mulanya, Allah menciptakan langit dan bumi.” (Kejadian 1:1). Allah adalah
permulaan dari segala keberhasilan. Yesus berkata, jika kita menempatkan Tuhan yang pertama,
maka Ia menyediakan kebutuhan kita. Nasehat Ilahi tidak mungkin salah: “Muliakanlah TUHAN
dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-
lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap
dengan air buah anggurnya.” (Amsal 3:9-10).

17. IS THERE A SANCTUARY IN HEAVEN?

ADAKAH BAIT SUCI DI SURGA?

Alkitab berulang kali menyebutkan bahwa ada bait suci di surga, tempat tinggal Allah, dimana
Yesus mengerjakan pelayanan pengantaraan bagi manusia berdosa yang bertobat. Itulah takhta
pemerintahan-Nya, pusat sistem syaraf alam semesta. Itulah bait suci surgawi. Bentuk, dan fungsinya,
direpresentasikan oleh bait suci di bumi sesuai dengan gambarannya yang tepat. Kita tidak mampu untuk
mengumpulkan potongan-potongan yang terperinci akan bait suci surgawi, maupun ukurannya. Bait suci
duniawi merupakan perlambangan untuk membantu kita mengerti realita surgawi.

1. Dimanakah Tempat Tinggal Allah?


“Maka Engkau kiranya mendengarkan di sorga, tempat kediaman-Mu yang tetap, kepada doa
dan permohonan mereka dan Engkau kiranya memberikan keadilan kepada mereka.” (1 Raja-
Raja 8:49).
Surga adalah tempat tinggal Allah (2 Tawarikh 6:21). Yohanes Kekasih secara khusus berbicara
mengenai bait kudus: “Kemudian dari pada itu aku melihat orang membuka Bait Suci — kemah
kesaksian — di sorga.” (Wahyu 15:5). Kitab Suci menggambarkan realita bait suci surgawi
(Ibrani 8:2; 9:24). Kita mengetahui sedikit sekali mengenai bangunan yang penuh keagungan ini.
Kita baru dapat berbicara mengenai hal itu dalam terang yang diberikan tentang gambaran dan
istilah bait suci duniawi, yang didirikan Musa atas perintah Tuhan di Perjanjian Lama (Keluaran
25:8-9).

2. Apakah Allah Butuh Tempat Tinggal?


“Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku
tidak melihat dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi?
demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 23:24).

Allah tidak dibatasi pada tempat manapun di dalam alam semesta. Ia sendiri mengatakan bahwa
hadirat-Nya menyelimuti seluruh bumi. Allah tidak terbatas. Ketika Raja Salomo akan
mentahbiskan bait suci Yerusalem, ia berkata: “Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi?
Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat
Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini.” (1 Raja-Raja 8:27). Jika segala langit tidak dapat
memuat Dia, bagaimanakah Allah tinggal pada Bait Kudus surgawi? Jawabannya adalah
kerinduan Ilahi untuk diam bersama-sama umat-Nya. Kerinduan itu menghasilkan Bait Suci
surgawi. Allah, yang tidak terbatas ruang dan waktu, mencari sebuah titik di seluruh jagat raya
yang mana Ia dapat berhubungan dengan ciptaan-Nya yang terbatas oleh ruang dan waktu.
Tempat itulah Bait Suci surgawi. Kaabah surgawi ada bukan untuk kepentingan Tuhan, tetapi
untuk makhluk ciptaan-Nya. Namun, Allah tidaklah terbatas hanya di bait suci. Ia Maha Hadir,
ada secara bersamaan di setiap sudut alam semesta. Hanya di Bait Suci surgawi lah, makhluk
malaikat berhubungan dengan Dia.

3. Bagaimana Bait Suci Di Padang Gurun Dibuat?


“Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah
mereka. Menurut segala apa yang Kutunjukkan kepadamu sebagai contoh Kemah Suci dan
sebagai contoh segala perabotannya, demikianlah harus kamu membuatnya." (Keluaran 25:8-9).

Kaabah bangsa Israel didirikan dengan meniru contoh bait suci surgawi yang diperlihatkan
kepada Musa dalam sebuah penglihatan. Maka dari itu, untuk dapat mengerti misteri bait suci
surgawi adalah mungkin dengan mengamati apa yang terjadi pada kaabah Israel. Pelajaran
pertama adalah bahwa Allah rindu diam di tengah-tengah anak-anakNya. Tuhanlah yang mencari
manusia. Dosa memisahkan manusia dari Allah, namun tidak berhasil untuk memisahkan Allah
dari manusia. Allah memerintahkan Musa untuk membangun tempat kudus di padang gurun agar
Ia dapat tinggal bersama umat-Nya. Kata Ibrani shakan diterjemahkan sebagai “diam/tinggal”,
yang juga berarti “untuk berkemah”, “ke bait suci”, “mendirikan tempat tinggal sementara dalam
komunitas”. Bait suci adalah tempat kediaman Allah di tengah-tengah umat-Nya.

4. Apa Yang Berlangsung Tiap Hari Di Bait Suci Israel?


"Inilah yang harus kauolah di atas mezbah itu: dua anak domba berumur setahun, tetap tiap-tiap
hari. Domba yang satu haruslah kauolah pada waktu pagi dan domba yang lain kauolah pada
waktu senja.” (Keluaran 29:38-39).

Bangsa Israel harus memberikan korban untuk dosa mereka setiap hari, pada pagi dan petang.
Tanpa pertumpahan darah, tidak ada pengampunan dosa. “Karena nyawa makhluk ada di dalam
darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan
pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa.”
(Imamat 17:11). Setiap korban pengganti melambangkan kematian Yesus untuk menebus dosa.
Di dalam dan tentang korban itu, lambang-lambang ini menyingkapkan kebenaran yang besar:
bahwa dosa bukanlah hal yang sepele bagi lingkungan surga (Roma 3:23); bahwa upah dosa ialah
maut (Roma 6:23); bahwa Allah menyediakan Pengganti untuk orang-orang berdosa (Kisah Para
Rasul 4:12); bahwa Allah adalah Pribadi yang adil dan penuh kasih (Wahyu 15:3); bahwa hukum
Allah adalah kudus, benar, dan baik (Roma 7:12).

5. Siapakah Korban Sejati Anak Domba Itu?


“Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: "Lihatlah
Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1:29).

Yesus adalah korban sejati dari Allah. Ia mati, disalibkan di Kalvari. Allah berfirman kepada
bangsa Israel: “maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah
ia membawa sebagai persembahannya karena dosa yang telah diperbuatnya itu seekor kambing
betina yang tidak bercela. Lalu haruslah ia meletakkan tangannya ke atas kepala korban
penghapus dosa dan menyembelih korban itu di tempat korban bakaran.” (Imamat 4:28-29).
Dengan menaruh tangan diatas binatang yang tidak berdosa, orang berdosa secara simbolis
memindahkan dosa mereka kepada korban itu. Setelahnya, orang berdosa itu, bukan imam, yang
harus menyembelih korban tersebut. Ini adalah pengalaman yang menyedihkan, namun inilah
satu-satunya cara untuk pengampunan dosa. Seseorang harus mati, karena upah dosa ialah maut
(Roma 3:23). Saat ini, korban dari binatang yang tidak bersalah sudah tidak diperlukan lagi,
karena Yesus, Anak Domba Allah, telah dikorbankan diatas kayu salib dan menanggung dosa kita
semua (Yesaua 53:4-5). Dosa itu mengerikan. Namun kasih Allah melampauinya, di mana dosa
bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Roma 5:20).

6. Segera Sesudah Domba Dikorbankan, Apa Yang Terjadi Pada Dosa Di Bait Suci?
“Kemudian imam harus mengambil dengan jarinya sedikit dari darah korban itu, lalu
membubuhnya pada tanduk-tanduk mezbah korban bakaran. Semua darah selebihnya haruslah
dicurahkannya kepada bagian bawah mezbah.” (Imamat 4:30).

Imam harus menaruh darah pada jarinya dan membubuhkannya pada titik tertinggi dari mezbah
tersebut, seakan memberikannya kepada Allah. Lalu ia membakar habis lemak daging korban
tersebut. Darah itu secara simbolis mengandung dosa dari orang yang membawa korban, sejak
sebelumnya penyembelihan binatang yang tidak bersalah dilakukan oleh orang yang berdosa dan
ia memindahkan dosa dari dirinya ke binatang itu. Ini berarti, dengan mengakui dosa kita, ada
kelepasan dari rasa bersalah bagi kita orang berdosa. Melalui beberapa ritual lainnya, dosa-dosa
itu dipindahkan dan tinggal di dalam kaabah. Alkitab katakan: “Yang kedua haruslah diolahnya
menjadi korban bakaran, sesuai dengan peraturan. Dengan demikian imam mengadakan
pendamaian bagi orang itu karena dosa yang telah diperbuatnya, sehingga ia menerima
pengampunan.” (Imamat 5:10). Hal ini merupakan aspek penting dalam rencana penebusan. Dosa
yang diakui diampuni, tetapi dosa itu tidak langsung menguap; malahan tetap tersimpan di dalam
kaabah. Orang berdosa lepas dari dosanya, namun sekarang kaabah menjadi ternoda. Dosa bukan
lagi menjadi tanggung jawab orang yang berdosa, namun dilimpahkan kepada Yesus, korban
sejati yang tidak bersalah itu. Lalu bagaimana dosa itu dapat dibersihkan?

7. Apa Yang Terjadi Pada Daging Korban Tersebut?


“Imam yang mempersembahkan korban penghapus dosa itulah yang harus memakannya;
haruslah itu dimakan di suatu tempat yang kudus, di pelataran Kemah Pertemuan.” (Imamat
6:26).

Imam harus memakan daging korban itu di dalam bait suci “untuk menanggung kesalahan umat”
(Imamat 10:17). Inilah titik pusatnya: para imam di Israel adalah lambang dari Imam Besar di
surga, Yesus Kristus (Ibrani 9:11-14). Dengan cara yang sama dosa berpindah kepada imam di
dunia, dosa seluruh manusia berpindah kepada Yesus, Imam Besar kita. Inilah penebusan dosa.
Pengampunan adalah pelepasan dari dosa. Sedangkan penebusan adalah memindahkan dosa dari
satu orang kepada yang lain, sehingga yang menerimanya menjadi pengganti untuk menderita
kutuk dosa. Apakah ada pengampunan bagi manusia? Ya, tetapi melalui penebusan, dosa-dosa
kita dipindahkan kepada Yesus. Upah dosa ialah maut. Namun, bukan lagi manusia yang
menanggung maut; tapi Yesus.

8. Apa Yang Terjadi Sekali Setahun Dalam Bait Suci Israel?


“Karena pada hari itu harus diadakan pendamaian bagimu untuk mentahirkan kamu. Kamu
akan ditahirkan dari segala dosamu di hadapan TUHAN.” (Imamat 16:30).

Karena secara simbolis, dosa telah mencemari kaabah, adalah penting untuk membersihkan
tempat kudus itu satu tahun sekali. Inilah asal usul Yom Kippur, Hari Pendamaian. Imam Besar
akan masuk ke dalam kaabah dengan membawa seekor lembu jantan muda untuk korban
penghapus dosa dan seekor domba jantan untuk korban bakaran. Ia akan memakai jubah linen
dengan serban dan ikat pinggang. Dari umat Israel ia harus mengambil dua ekor kambing jantan
untuk korban penghapus dosa. Ia harus membuang undi atas kedua kambing jantan itu, sebuah
undi bagi TUHAN dan sebuah bagi Azazel. Lalu ia akan mempersembahkan lembu jantan yang
akan menjadi korban penghapus dosa. Selanjutnya, imam besar itu akan mengambil perbaraan
berisi penuh bara api, mengisinya dengan ukupan dari wangi-wangian dan abu dari mezbah
korban bakaran. Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan untuk pendamaian itu
dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian timur, sebanyak tujuh
kali. Lalu ia harus menyembelih domba jantan korban penghapus dosa itu untuk Allah. Kemudian
haruslah ia pergi ke luar untuk mengadakan pendamaian bagi mezbah korban bakaran itu. Ia akan
mengambil sedikit darah, membubuhkan pada tanduk-tanduk mezbah, dan memercikkan sedikit
dari darah itu ke mezbah itu dengan jarinya tujuh kali. Akhirnya, ia akan meletakkan kedua
tangannya ke atas kepala kambing jantan yang hidup itu dan mengakui segala kesalahan orang
Israel dan segala pelanggaran mereka, kemudian melepaskannya ke padang gurun.

9. Apakah Penting Untuk Mentahirkan Bait Suci Surgawi?


“Jadi segala sesuatu yang melambangkan apa yang ada di sorga haruslah ditahirkan secara
demikian, tetapi benda-benda sorgawi sendiri oleh persembahan-persembahan yang lebih baik
dari pada itu.” (Ibrani 9:23).

Layaknya Imam Besar Israel masuk ke Bilik Maha Suci dengan darah korban binatang, Kristus
masuk ke Bilik Suci di surga, dengan darah-Nya sendiri. Imam Besar masuk setiap tahun karena
itu adalah perlambangan, namun Kristus hanya masuk sekali saja, karena Ialah pernyataan dari
lambang tersebut (Ibrani 9:24-26). Segera sesudah Kristus memulai pekerjaan-Nya di Bilik Maha
Suci, fase pertama penghakiman Tuhan dimulai. “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk
mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27), Kristus memulai pekerjaan-
Nya yang dilambangkan dengan Hari Pendamaian “pada zaman akhir” (Ibrani 9:26).

18. OF WHAT DOES GOD’S JUDGMENT CONSIST?

TERDIRI DARI APAKAH PENGHAKIMAN ALLAH?

Kasih, karunia, dan belas kasihan membentuk kebenaran Allah. Allah adalah adil dan berbelas
kasih. Namun kasih sayang Ilahi tidaklah serba membolehkan. Kata “penghakiman” membentuk
semacam ketakutan karena kita sering menghubungkannya dengan penghukuman. Namun, Tuhan kita
ialah Allah keselamatan, bukan penghukuman. Hanya dengan alasan itu, penghakiman menyatakan
karakter kudus-Nya.

1. Apakah Alkitab Berbicara Tentang Penghakiman?


“Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu
yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.” (Pengkhotbah 12:14).

Allah tidak mengabaikan apapun, termasuk pikiran kita, perasaan yang tersembunyi dalam hati,
dan perbuatan kita. “Sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari
Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-
masing orang akan diuji oleh api itu.” (1 Korintus 3:13). Paulus menggunakan figur api
sehubungan dengan pernghakiman. Dalam kenyataannya, penghakiman adalah, di antara segala
hal lain, proses pemeriksaan yang di dalamnya akan ditentukan siapa yang akan selamat dan siapa
yang hilang. Keselamatan dan penghukuman tergantung pada, bukan pada Tuhan, tetapi pada
pendirian manusia dalam menerima atau menolak kasih karunia Kristus yang menyelamatkan.

2. Dimana Pertama Kali Penghakiman Dilaksanakan?


“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah
engkau?" Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku
menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." Firman-Nya: "Siapakah yang
memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon,
yang Kularang engkau makan itu?" Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di
sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:9-12).

Penghakiman pertama kali yang tercatat di Alkitab terjadi di taman Eden. Penghakiman juga
adalah proses dimana bukti-bukti disampaikan untuk menyatakan orang tersebut bersalah atau
tidak. Terdakwa mempunyai hak untuk menyatakan argumen atau penjelasan dari keputusan
mereka. Setelah kejatuhan Adam dan Hawa, penghakiman mula-mula pertama dilakukan. Allah
bertanya kepada Adam: “Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan
itu?" (Kejadian 3:11). Adam menyalahkan wanita itu; dan wanita itu, berbalik, menyalahkan ular
itu. Tetapi, penjelasan mereka tidak membenarkan ketidakpenurutan mereka; keduanya dihukum.
Lalu muncullah kasih karunia. Kasih karunia hadir karena tidak ada yang dapat membebaskan
manusia dari kesalahannya. Kasih karunia itulah pengampunan. Maka dari itu, Allah
mengumumkan akan datangnya Penebus (ayat 15). Selanjutnya, ada binatang yang dibunuh, dan
dengan kulit binatang Tuhan membuat pakaian untuk menutupi ketelanjangan pasangan manusia
itu. Dalam taman Eden, kita lihat jelas adanya penghakiman dan kasih karunia. Penghakiman
menentukan kesalahan, kasih karunia membebaskan dari kesalahan.

3. Apa Hubungan Penglihatan Daniel Dengan Penghakiman?


“Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut Usianya;
pakaian-Nya putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba; kursi-Nya dari nyala
api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar; suatu sungai api timbul dan mengalir
dari hadapan-Nya; seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri
di hadapan-Nya. Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab-kitab.” (Daniel 7:9-
10).

Untuk kita mengerti ayat ini dengan lebih baik, sangat penting untuk tahu bahwa dalam ayat-ayat
sebelumnya Daniel melihat penggambaran simbolik dari Media-Persia, Yunani, dan Roma. Dari
Roma muncul tanduk kecil, yang selanjutnya diidentifikasi sebagai kuasa yang menganiaya umat
Allah dan berbicara menentang Bapa di surga (Daniel 7:25). Kuasa itu merupakan gabungan
kuasa politik dan agama. Tiba-tiba Daniel melihat ke arah surga dan melihat pengadilan, dengan
banyak saksi, malaikat-malaikat, dan Yang Lanjut Usianya. “Majelis Pengadilan duduk dan
kitab-kitab dibuka.” Lalu Daniel menuliskan: “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu,
tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada
Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya.” (ayat 13). Ungkapan “Anak Manusia”
merujuk kepada Yesus (Matius 17:9; 19:28). Gambarannya jelas: Ada penghakiman di surga, dan
Yesus mewakili, menjadi imam, bagi manusia. Untuk alasan itulah Daniel memperkenalkan
Yesus sebagai “Anak Manusia”. Penghakiman itu terjadi diantara waktu penghujatan tanduk kecil
terhadap Allah dan kedatangan Kristus.

4. Kapan Dimulainya Penghakiman Investigatif?


“Maka ia menjawab: "Sampai lewat dua ribu tiga ratus petang dan pagi, lalu tempat kudus itu
akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar." (Daniel 8:14).

Tempat kudus akan dipulihkan yang Daniel sebut disini bukan merujuk kepada bumi, karena
penglihatan ini tidak terjadi di bumi melainkan di surga. Pada sisi yang lain, Daniel tidak
menggunakan kata Ibrani umum untuk “dipulihkan”, yaitu tahar, melainkan tsadaq, yang
diartikan “dibenarkan”. Ini memberikan kita pemikiran akan pemulihan, pembersihan, dan
penghakiman. Kata tsadaq menggabungkan konsep hukum dan penyucian, dengan demikian
menyediakan pengertian mengenai Hari Pendamaian itu melampaui dimensi upacara ritual Israel
semata-mata. Periode nubuatan yang disebutkan Daniel mulai pada tahun 457 SM dan berakhir
pada tanggal 22 Oktober 1844. Menurut nubuatan, pada tanggal itulah “pemulihan tempat kudus”
atau “hari penghakiman” dimulai. Hari Pendamaian yang sesungguhnya, yang telah dimulai tahun
1844, akan benar-benar menyatakan bahwa Allah adalah adil dan murah hati, dan bahwa tuduhan
terhadap Dia yang dibuat oleh kuasa jahat tidak berdasar. Pada akhirnya, setiap lutut akan
menyembah Tuhan, termasuk setan dan malaikat-malaikatnya, mengakui kebenaran dan
kesalehan dari Bapa Surgawi (Filipi 2:6-11).

5. Mengapa Penghakiman Mula-Mula (Pra Advent) Penting?


“Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada
setiap orang menurut perbuatannya.” (Wahyu 22:12).

Yesus akan membalaskan kepada setiap orang pada saat Ia datang kedua kali, karena pada waktu
itulah akan ditentukan siapa yang selamat dan yang binasa. Proses pemeriksaan itu dilukiskan
dalam Hari Pendamaian di kaabah Ibrani. Hari itu adalah saatnya penghakiman. Seluruh bangsa
Israel datang menghadap Tuhan di dekat kemah pertemuan menunggu penghakiman Ilahi. Hanya
mereka yang telah mengakui dosa-dosanya, dan menaruh percaya pada darah korban yang
menggantikan dosa mereka, percaya pada pengantaraan Imam Besar, dan pada kasih karunia
Allah, merasakan perwujudan pentahiran mereka. Mereka yang tidak percaya kepada Allah
dihukum (Imamat 23:29-30). Penghakiman menandakan keselamatan bagi orang berdosa yang
bertobat, dan pada waktu yang sama, penghukuman bagi mereka yang tidak bertobat. Dalam
terang Daniel 8:14 dan 7:9-11, Hari Pendamaian menunjuk kepada pelayanan Kristus dalam
kaabah surgawi. Sama seperti bait suci duniawi dibersihkan pada hari itu, bait suci surgawi juga
dipulihkan pada waktu yang dinubuatkan dalam Daniel 8:14. Dan seperti bangsa Israel dihakimi
pada Hari Pendamaian, juga orang-orang percaya dihakimi dalam Daniel 7:22.

6. Siapakah Pembela Pengantara Dalam Pengadilan?


“Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun
jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus,
yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja,
tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.” (1 Yohanes 2:1-2).

Yesus Imam Besar, sang pengantara, “yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-
Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan.” (1
Timotius 2:4-6). Yesus “menghendaki semua orang diselamatkan”. Dalam kenyataannya,
manusia tidak ingin diselamatkan. Manusia adalah perusak secara alami: mereka merusak alam,
merusak sesamanya, dan akhirnya diri mereka sendiri. Yesus ingin untuk menyelamatkan kita
dan menjadi pengantara antara kita dan Bapa di surga. “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia
yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (ayat 5).
Dengan kemanusiaan-Nya Kristus menggandeng manusia berdosa; dengan keIlahian-Nya Kristus
menggandeng Allah Bapa untuk menyatukan kita kembali.

7. Mengapa Yesus Harus Menjadi Manusia Untuk Mengantarai Manusia?


“Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya,
supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk
mendamaikan dosa seluruh bangsa.” (Ibrani 2:17).

Yesus tidak datang untuk menyelamatkan malaikat, tetapi manusia berdosa. “Itulah sebabnya,
maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya”. Pada jaman Israel
kuno, imam menjadi pengantara antara Allah dan manusia. Peranannya juga untuk
mempersembahkan korban dan berdoa atas nama seluruh bangsa. Yesus, bukan hanya menjadi
imam, Ia jugalah korban tersebut. Domba-domba yang telah dikorbankan bangsa Israel
merupakan lambang Yesus semata. Ia mengadakan permohonan bagi orang berdosa yang
bertobat. Untuk itu, Ia harus menjadi sepenuhnya sama dengan manusia. Maka dari itu, Yesus
menjadi manusia tanpa berhenti menjadi Allah; seutuhnya manusia, tetapi tanpa dosa, dicobai
dalam segala hal, tetapi menang.

8. Apa Yang Menjadi Konsekuensi Akhir Dari Penghakiman?


“Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi
dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi
kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:10-11).

Pada akhir penghakiman seluruh alam semesta jagad raya akan mengakui bahwa Allah dan
Kristus layak disembah. Makhluk yang ada di “langit” adalah makhluk surgawi (malaikat,
kerubim, serafim). Mereka adalah saksi penghakiman yang ada di surga dan telah diyakinkan
bahwa keputusan ilahi yang dijatuhkan atas kuasa kejahatan adalah adil. Kelompok kedua yang
dinyatakan oleh Rasul Paulus adalah mereka yang tinggal di “atas bumi”. Mereka adalah
manusia. Lalu kelompok ketiga yang ada di “bawah bumi”. Kata yang dipakai oleh Paulus adalah
katajthónios dalam literatur Yunani menggambarkan makhluk kegelapan, atau setan yang
terkurung di neraka, alam iblis. Paulus menggunakan istilah ini merujuk kepada kuasa kegelapan
setan, menekankan fakta bahwa bahkan mereka pun mengakui dan pada akhirnya menyatakan
hanya Allah dan Yesus yang layak menerima puji dan sembah. Ini bukanlah pengakuan atas dasar
pertobatan, namun pengakuan bahwa mereka berada pada sisi yang salah dalam konflik besar ini,
dan Allah adalah adil untuk menghukum mereka.

9. Pada Siapa Kita Harus Menempatkan Iman Akan Keselamatan?


“Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan
mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih
lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela
bagi kita?” (Roma 8:33-34).

Setelah penghakiman, hanya mereka yang bersalah adalah korban ketakutan. Penghakiman bagi
mereka yang bersalah adalah waktu-waktu penghukuman. Sebaliknya, itu adalah hari yang penuh
harapan dan pembebasan bagi anak-anak Allah. Akhirnya, akan datang masa dimana si penuduh
akan menelan tuduhan-tuduhannya. Dihadapkan dengan penghakiman Allah, orang percaya akan
mengakui bahwa mereka bersalah, dan bahwa Tuhan adalah adil untuk menjatuhkan hukuman
mati kekal. Namun mreka juga tahu bahwa fase pelaksana penghakiman mereka dijalankan dalam
Kristus, dan dengan menerima Dia sebagai Juruselamat, mereka tidak akan dihukum saat
penghakiman yang terakhir. Sekarang adalah mungkin untuk menghadapi masa depan dengan
iman yang penuh.

10. Misi Apa Yang Yesus Berikan Kepada Gereja Pada Akhir Jaman?
“Dan aku melihat seorang malaikat lain terbang di tengah-tengah langit dan padanya ada Injil
yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua
bangsa dan suku dan bahasa dan kaum, dan ia berseru dengan suara nyaring: "Takutlah akan
Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang
telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air." (Wahyu 14:6-7).

Nubuatan ini mengumumkan munculnya umat sisa di akhir jaman. Tiga malaikat melambangkan
umat sisa itu. Pokok dari pekabarannya adalah Injili yang kekal, yang salah satunya termasuk
pengumuman mengenai “telah tiba saat penghakiman-Nya”. Mengabarkan Injil tanpa
menyebutkan mengenai masa penghakiman tidaklah lengkap (Yohanes 16:8-11). Penghakiman
memberikan Injil sebuah rasa keterdesakan. Tidak ada waktu untuk terbuang: sekarang atau tidak
selamanya. Tidak ada waktu untuk menunda atau diam dalam kondisi ragu-ragu. Allah adalah
kasih. Ia mengirimkan Anak-Nya untuk mati di kayu salib Kalvari bagi umat manusia (Yohanes
3:16). Itulah Injil yang kekal. Tak ada alasan untuk takut (1 Yohanes 1:9).

19. DOES GOD HAVE A CHURCH IN THIS WORLD?

APAKAH ALLAH MEMILIKI GEREJA DI ATAS DUNIA INI?

Kitab Injil mencatat hanya dalam beberapa peristiwa Yesus menyebut mengenai gereja-Nya
(Matius 16:18; 18:17), tetapi anggapan bahwa sebuah gereja yang terorganisir bukan oleh tangan
manusia adalah tidak terbantahkan. Para rasul jelas mengenai konsep yang mereka terima dari Yesus
(Kisah Para Rasul 2:47; 8:1; 9:31; 11:22). Gereja Kristen, dimulai oleh orang Yahudi dan bukan Yahudi,
adalah bangsa Israel rohani.
1. Apa Yang Tuhan Inginkan Bagi Anak-AnakNya?
"Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-
orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti
induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.” (Matius
23:37).

Tuhan menginginkan untuk mengumpulkan umat-Nya (Keluaran 29:42-43; Yeremia 31:8;


Yehezkiel 20:34). Ia berfirman kepada bangsa Israel: “Jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku
dan tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya,” “Aku akan berpaling kepadamu dan
akan membuat kamu beranak cucu serta bertambah banyak dan Aku akan meneguhkan
perjanjian-Ku dengan kamu.” (Imamat 26:3, 9). Namun, karena pemberontakan mereka, umat-
Nya terceraiberai di antara bangsa-bangsa lain. (ayat 33; Yeremia 9:16). Pada tahun 772 SM, 10
suku Israel ditangkap dan dibawa ke Asyur. Dua suku lainnya tetap berdiri sendiri untuk waktu
yang singkat sampai akhirnya mereka dibawa menjadi tawanan ke Babel karena pemberontakan
mereka tahun 586 SM. Yesus datang untuk mengumpulkan umat-Nya (Yohanes 12:32).
Nubuatan mengatakan “Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku
sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. Seperti seorang gembala
mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan
mencari domba-domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana
mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan.” (Yehezkiel 34:11-12). Namun,
pemimpin di jaman Yesus dan banyak orang lainnya tidak menerima Dia.

2. Bagaimana Reaksi Anak-Anak Israel Ketika Yesus Datang Mengumpulkan Mereka?


“Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-
Nya.” (Yohanes 1:11).

“Milik kepunyaan-Nya” adalah orang-orang yang dikasihi-Nya. Tuhan telah berjanji: “"Sebab
sesungguhnya pada hari-hari itu dan pada waktu itu, apabila Aku memulihkan keadaan Yehuda
dan Yerusalem, Aku akan mengumpulkan segala bangsa dan akan membawa mereka turun ke
lembah Yosafat; Aku akan beperkara dengan mereka di sana mengenai umat-Ku dan milik-Ku
sendiri, Israel, oleh karena mereka mencerai-beraikannya ke antara bangsa-bangsa dan membagi-
bagi tanah-Ku” (Yoel 3:1-2). Namun, agar janji ini ditepati, ada syaratnya: “Dan barangsiapa
yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan, sebab di gunung Sion dan di Yerusalem
akan ada keselamatan, seperti yang telah difirmankan TUHAN; dan setiap orang yang dipanggil
TUHAN akan termasuk orang-orang yang terlepas." (Yoel 2:32). Yesus adalah Allah yang
menjadi manusia untuk mengumpulkan umat sisa-Nya yang setia. Sayangnya, hampir semua dari
umat-Nya menolak Dia. Ketika Pilatus menyatakan Yesus sebagai raja mereka, pemimpin bangsa
Israel menyangkal Dia. “Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: "Inilah rajamu!" Maka
berteriaklah mereka: "Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!" Kata Pilatus kepada mereka:
"Haruskah aku menyalibkan rajamu?" Jawab imam-imam kepala: "Kami tidak mempunyai raja
selain dari pada Kaisar!" (Yohanes 19:14-15).
3. Hak Istimewa Apa Yang Yesus Berikan Bagi Mereka Yang Menerima Dia Sebagai
Juruselamat?
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;” (Yohanes 1:12).

Bagi mereka yang memanggil nama-Nya, Yesus berikan hak istimewa menjadi bagian dari umat-
Nya, komunitas umat sisa yang baru (Kisah Para Rasul 4:12). Banyak orang Yahudi menolak
Yesus, tetapi 12 suku Israel mula-mula dan banyak dari murid-murid menerima Dia, dan bersama
dengan mereka Tuhan mendirikan gereja Kristen, yaitu Israel rohani yang terdiri dari Yahudi dan
non Yahudi; gereja “yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-
Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus
2:10). Tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi dan non Yahudi, antara orang Yunani atau
Romawi (1 Korintus 12:11-13). Umat manusia hanya perlu untuk menerima Yesus agar menjadi
bagian dari umat Allah.

4. Dimanakah Allah Mengumpulkan / Mendamaikan Orang-Orang Yang Menerima Dia?


“Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah
merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia
telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan
keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai
sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib,
dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.” (Efesus 2:14-16).

Di atas kematian-Nya, Yesus menciptakan manusia baru. Awalnya, Yesus “di dalam diri-Nya”
adalah manusia baru, lalu Ia membuat orang-orang berdosa yang bertobat menjadi bagian
darinya. Tetapi ayat ini menjelaskan lebih lagi. Bersama Allah, Yesus mendamaikan Yahudi dan
non Yahudi dalam satu tubuh, yaitu gereja (1 Korintus 12:12; Roma 12:4,5). Dengan demikian
gereja bukanlah suatu pilihan yang Allah anggap sebagai pertimbangan manusia. Gereja
melambangkan tubuh yang mana Allah mengumpulkan ciptaan baru-Nya, mendamaikan dengan
diri-Nya melalui Kristus, untuk hidup berdampingan dalam damai, “(tidak) menjauhkan diri dari
pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita
saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
(Ibrani 10:25).

5. Apa Saja Karakteristik Gereja Allah?


“Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain,
yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.” (Wahyu 12:17).

Gereja Allah memiliki dua karakteristik utama: percaya kepada Yesus (Kisah Para Rasul 4:12)
dan menuruti hukum-hukum Allah, seperti yang Yesus juga lakukan (Yohanes 15:10). Karakter
istimewa ini berulang dengan sendirinya: “Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang
kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus.” (Wahyu 14:12). Injil yang kekal
adalah kabar baik bahwa ada keselamatan bagi orang berdosa (ayat 6). Untuk melengkapinya,
Injil juga harus merangkul awal dan hasilnya. Awalnya adalah kasih karunia dalam Kristus
(Efesus 2:8). Hasilnya adalah penurutan kepada Allah (1 Yohanes 2:3-6). Bagaimanapun juga,
dosa adalah pelanggaran hukum Allah (1 Yohanes 3:4), jadi jika manusia tidak kembali kepada
keadaan awal yaitu penurutan, keselamatan akan hilang. Karena manusia akan terus berada pada
status dosa.

6. Siapakah Dasar Gereja?


“Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Matius 16:18).

Banyak orang percaya bahwa pernyataan ini menyatakan bahwa Yesus memberikan Petrus
otoritas akan gereja. Tetapi Yesus tidak merujuk Petrus sebagai batu itu, melainkan diri-Nya
sendiri. Dalam bahasa Yunani kata petra artinya batu, dan petros adalah Petrus. Kristus berkata:
“Engkau adalah petros dan di atas petra Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” Perjanjian Lama
mengidentifikasi Allah sebagai batu karang (Ulangan 32:4; Mazmur 28:1). Bahkan, rasul Paulus,
tidak menganggap dirinya sebagai batu itu, ia berkata: “Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang
mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." Karena itu bagi kamu,
yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh
tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu
batu sandungan." Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada firman Allah; dan
untuk itu mereka juga telah disediakan.” (1 Petrus 2:6-8). Dalam ayat-ayat ini Petrus menunjuk
Yesus sebagai batu penjuru, atau batu karang, dimana atasnya gereja didirikan.

7. Apa Yang Yesus, Gembala Agung Itu, Inginkan Bagi Domba-DombaNya?


“Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan
memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. Aku akan membawa mereka keluar dari
tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke
tanahnya; Aku akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur
sungainya dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu.” (Yehezkiel 34:11, 13).

Dalam Perjanjian Lama, Allah rindu untuk mengumpulkan domba-dombaNya di Gunung Sion
(Yoel 2:28-32). Sion adalah kediaman Allah dimana umat tebusan akan dikumpulkan (Mazmur
76:2; 74:2; Yesaya 8:18; Yoel 3:17). Adalah kerinduan-Nya untuk mengumpulkan anak-anakNya
disana (Yeremia 50:5; Yoel 2:15). Saat ini Sion adalah lambang dari gerejaNya (Ibrani 12:22),
dimana Tuhan ingin untuk mengumpulkan umat tebusan-Nya (Wahyu 14:1). Alat yang Ia
gunakan untuk mengumpulkan anak-anakNya adalah pekabaran 3 malaikat di dalam Wahyu
14:6-12. Demikian pula, musuh Allah juga mengumpulkan pengikut-Nya dengan 3 pekabaran
palsu (Wahyu 16:13-14).

8. Apa Yang Domba Lakukan Ketika Mendengar Suara Gembala?


“Tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka
pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-
masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke
luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal
suaranya.” (Yohanes 10:2-4).

Yesus memanggil anak-anakNya “marilah kepada-Ku” (Matius 11:28). “Roh dan pengantin
perempuan itu berkata: "Marilah!" Dan barangsiapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata:
"Marilah!" Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau,
hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma!” (Wahyu 22:17). Yesus ingin untuk
bersama-sama dengan umat-Nya dengan hubungan kasih dan persekutuan yang kekal. Mereka
yang belajar untuk mengikuti Yesus di bumi akan juga mengikuti Dia di surga (Wahyu 14:4).
Mengikut Yesus sering kali mengorbankan banyak hal yang sangat dikasihi seseorang (Matius
10:34-37). Namun, upahnya adalah kekal (Lukas 18:29-30). Panggilan Allah ini adalah penting
“Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam
kegeraman" (Ibrani 3:15).

9. Apa Yang Seharusnya Diinginkan Setiap Orang Kristen?


“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur
hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.” (Mazmur 27:4).

Raja Daud datang ke rumah TUHAN, karena ia ingin selalu berada dalam hadirat Allah. Disana,
ia tidak takut akan musuh-musuhnya, atau kekuatan alam, bahkan kemalangan apapun (Mazmur
27). “Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; . . . . Ia mengangkat aku
ke atas gunung batu.” (ayat 5). Dalam rumah TUHAN, Allah menetapkan anak-anakNya tinggi di
atas gunung batu dimana tidak ada seorangpun yang dapat mencapai untuk menyakiti mereka.
Yesuslah batu karang itu. (Mazmur 18:2; 28:1; Matius 7:24).

20. WHY IS IT IMPORTANT TO BE BAPTIZED?

MENGAPA PENTING UNTUK DIBAPTIS?

Pekerjaan Kristus sehubungan pendamaian dimulai di kayu salib, tetapi berlanjut sampai hari ini
dalam kehidupan orang-orang yang menerima Dia. Yesus mati bukan hanya untuk mengampuni manusia,
tetapi untuk mengubahkan mereka menjadi ciptaan yang baru. Dengan maksud agar pengalaman ini
menjadi nyata, tidak cukup hanya percaya dengan level sekedar di permukaan saja. Kepercayaan harus
dibuktikan dengan fakta-fakta. Yakobus menegaskan, bahkan Iblis pun percaya dan gentar. Dalam hal
ini, mereka masih tidak mengasihi Allah (Yak. 2:19). Inilah alasan mengapa baptisan diadakan. Dengan
dibaptis, orang-orang percaya akan menunjukkan kepada publik bahwa mereka menerima kematian dan
kebangkitan Yesus sebagai bagian dalam kehidupan mereka. Mereka bergabung bersama Yesus sebagai
manusia baru yang Ia telah bentuk. Mereka diubahkan kepada ciptaan yang baru. Mereka juga
bergabung dengan orang-orang Kristen di dalam gereja, menjadi bagian dari tubuh Kristus.
1. Apa yang Yesus Lakukan Pertama-tama dalam Memulai Pelayanan-Nya
“Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang
berdoa, terbukalah langit” (Luk. 3:21).

Yesus tidak perlu untuk dibaptis, karena Ia tidak berdosa (Yoh. 8:46; Ibr. 4:15). Namun dalam
memulai perjalanan pelayanan-Nya, Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Dengan melakukan ini,
Ia dikenalkan kepada orang berdosa bahwa Ia datang untuk menyelamatkan mereka. Yesus
membawa di dalam diri-Nya dosa dunia (2 Kor. 5:21). Pekerjaan ini berujung di kayu salib.

2. Apa yang Harus Dilakukan oleh Pengikut Yesus?


“Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama
seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh. 13:15).

Murid-murid melakukan apa yang gurunya tunjukkan kepada mereka melalui perkataan dan
perbuatan. Pengalaman baru orang-orang Kristen bersama dengan Yesus dapat dikenal melalui
pengakuannya lewat baptisan yang melambangkan kematian dan kebangkitan Yesus. “karena
dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga
oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati”
(Kol. 2:12). Pada saat dibaptis, orang berdosa dikubur di dalam air bersama dengan Yesus dan
menjadi ciptaan baru yang bangkit dari kematian rohani untuk hidup dalam kehidupan yang baru
(Rom. 6:4).

3. Apa yang Diperlukan Agar Dapat Selamat?


“Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan
seisi rumahmu.’” (Kis. 16:31).

Dari sudut pandang Alkitab, percaya dan dibaptis merupakan pengalaman yang sama. Percaya
adalah penegasan intelektual, sementara baptisan adalah tindakan terhadap iman. Ketika Paulus
dan Silas berkata kepada kepala penjara di Filipi bahwa semua yang dibutuhkan untuk selamat
adalah percaya, “Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur
mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis” (Kis. 16:33). Para rasul
mengajarkan langkah pertama menjadi Kristen adalah baptisan. Ketika orang menanyai Petrus
apa yang harus mereka lakukan agar beroleh keselamatan, ia menjawab: “Bertobatlah dan
hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk
pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis. 2:38). Baptisan
disini sekali lagi dijelaskan sebagai gabungan kepada iman. Di Samaria, dikatakan bahwa setelah
mendengarkan perkataan Filipus, pria dan wanita percaya kepadanya dan dibaptiskan (Kis. 8:12).
Sida-sida dari Etiopia, setelah berbicara dengan Filipus, berdiri dan berkata: “Lihat, di situ ada
air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?” … Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan
kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus
membaptis dia” (Kis. 8:36, 38). Yesus sendiri berkata: “Siapa yang percaya dan dibaptis akan
diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk. 16:16).
4. Apa Hasil Alami dari Seseorang yang Percaya dalam Yesus?
“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan
dihukum” (Mrk. 16:16).

Baptisan sering menjadi hasil yang alami bagi orang yang percaya kepada Yesus. Melalui iman
dalam kebesaran Allah dan janji yang agung, mereka bergabung dalam sifat ilahi (2 Pet. 1:4), dan
menjadi “anak-anak Allah” (Rom. 8:16; lih. juga Gal. 4:5). “Karena kamu semua, yang dibaptis
dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang
Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:27, 28).

5. Mengapa Kita Perlu untuk Dibaptis?


“Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis
dalam kematian-Nya?” (Rom. 6:3).

Baptisan adalah deklarasi secara publik bahwa kita menerima Kristus sebagai penyelamat pribadi
kita. Deklarasi ini bukanlah suatu pilihan; itu merupakan bagian dari penerimaan kita akan
keselamatan (Mat. 10:32, 33). Mereka yang tidak menerima baptisan tidak mendapat keuntungan
dari kematian Yesus. Melalui ritual ini, orang-orang percaya secara simbolis dikubur dengan
Yesus dalam maksud agar bangkit sebagaimana Ia telah bangkit. Yesus telah bangkit bagi
kemuliaan Bapa; orang-orang percaya melakukannya untuk menghidupkan kehidupan baru.
Oleh karena itu, rasul Paulus bertanya: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan?
Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali
tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”
(Rom. 6:1, 2). Pengetahuan akan teori Kristen tidak efektif; perlu untuk mengalami kuasa dari
Firman Tuhan. Pengalaman ini termasuk mendapatkan apa yang Yesus lakukan bagi orang
berdosa; baptisan merupakan sebuah simbol akan kematian kepada dosa dan bangkit kembali
kepada kehidupan.

6. Langkah Apa yang Mendahului Baptisan?


“Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan
menerima karunia Roh Kudus” (Kis. 2:38)

Sebelum dibaptis, orang percaya harus bertobat (Kis. 3:19). Pertobatan adalah kesadaran bahwa
mereka telah melakukan dosa-dosa dan tidak mampu melakukan apapun untuk menyelamatkan
diri mereka sendiri. Namun mereka tidak mau tetap berada dalam kondisi seperti itu; kasih
karunia Kristus adalah satu-satunya jalan keluar (Ef. 2:8). Tetapi sebelum dibaptis, orang
berdosa terlebih dahulu dimuridkan (Mat. 28:19). Untuk alasan itulah perlu untuk percaya (Mrk.
16:16). Semua hal ini memberitahu kepada kita bahwa bayi-bayi tidak dapat dibaptis dengan
alasan sederhana apapun, karena mereka tidak bisa bertobat, percaya, atau bahkan tidak bisa
dimuridkan.

7. Bagaimana Yesus Dibaptis?


“Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia
melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya” (Mat. 3:16).

Baptisan dilakukan dengan cara diselamkan ke dalam air. Kristus dan murid-murid-Nya
melakukan hal tersebut (Kis. 16:33). Kata “baptisan” berasal dari Bahasa Yunani yaitu
βαπτιζω/baptize, sebuah bentu kata dari bapto, yang secara literal berarti “menyelamkan” atau
“memasukkan.” Kata ini mengekspresikan ide baptisan. Jika baptisan tidaklah dengan cara
menenggelamkan, itu adalah pengertian teologis, sebagai sebuah simbol akan kematian dan
kebangkitan Kristus, tidak akan pernah ada.

8. Apa yang Terjadi Apabila Kita Tidak Dibaptiskan dengan Baptisan Kristus?
“Lalu kata Paulus kepada mereka: ‘Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah
dibaptis?’ Jawab mereka: ‘Dengan baptisan Yohanes.’ Kata Paulus: ‘Baptisan Yohanes adalah
pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka
harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus.’ Ketika mereka
mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus” (Kis. 19:3-
5).
Kisah Para Rasul pasal 19 adalah cerita dimana beberapa orang percaya di Efesus yang telah
dibaptiskan tanpa benar-benar mengerti pengajaran Kristus. Rasul Paulus mengambil tugas untuk
mengajarkan mereka. “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis
dalam nama Tuhan Yesus.” (ay. 5).

9. Apa yang Dilakukan oleh Sida-Sida dari Etiopia Setelah Mereka Mendapat Penjelasan?
“Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-
sida itu: ‘Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?’ (Sahut Filipus: ‘Jika
tuan percaya dengan segenap hati, boleh.’ Jawabnya: ‘Aku percaya, bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Allah.’) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya
turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia.” (Kis. 8:36-
38).

Sida-sida dari Etiopia tidak menunda keputusannya untuk dibaptiskan. Orang-orang Kristen
mula-mula memahami bahwa di dalam baptisan seseorang menerima apa yang Kristus bawa di
kayu salib demi kepentingan orang berdosa. Ketika sida-sida tiba pada sebuah tempat yang
cukup air, ia berkata kepada Filipus bahwa ia ingin untuk dibaptiskan. Terjunnya ia ke kolam
baptisan melambangkan partisipasi dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Keluar dari dalam
air setelah baptisan menandakan “memakaikan” Kristus (Gal. 3:27).

10. Pertanyaan Apa yang Harus Kita Jawab Suatu Saat?


“Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan
dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!” (Kis. 22:16).

Ananias menanyakan Paulus pertanyaan ini setelah sang penganiaya terhadap orang-orang
Kristen telah mendapatkan kembali penglihatannya, yang dikenal sebagai Saulus dari Tarsus,
bertemu dengan Kristus pada saat perjalanan menuju Damaskus. Pada hari-hari itu, Saulus
menerima perintah untuk mencari gereja dan membuat dirinya bersedia bagi kebutuhan orang
lain. Namun, Paulus belum dibaptis. Ananias bertanya kepadanya: Mengapa engkau ragu?
Baptisan bukanlah suatu pengalaman yang harus kita tunda.

Anda mungkin juga menyukai