Fenomena perilaku merokok di kalangan siswa SMP terutama di Kecamatan Panongan sudah
cukup memprihatinkan. Perlu diperhatikan secara detil bagaimana fenomena merokok di
kalangan siswa SMP ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku merokok siswa SMP dilihat dari pendekatan preceede procede dari Lawrence
Green yang melihat dari tiga faktor utama yaitu Predisposisi, pemungkin dan penguat.
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional dengan didukung pendekatan kualitatif.
Jumlah sampel sebanyak 230 siswa ditambah 6 orang Informan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perilaku merokok lebih banyak pada siswa laki-laki yang memiliki sikap negatif
kemudian akses yang mudah terhadap rokok, memiliki keluarga dengan perilaku yang kurang
baik dan teman yang kurang baik pula. Maka variabel yang berhubungan secara signifikan
antara lain variabel jenis kelamin (nilai p=0,000), umur (nilai p=0,001), sikap (nilai p=0,000),
akses (nilai p= 0,000), keluarga (nilai p= 0,006) dan teman sebaya (nilai p=0,000) terhadap
perilaku merokok siswa, sedangkan tingkat pengetahuan dan peraturan sekolah tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok. Akses menjadi faktor dominan yang
mempengaruhi perilaku merokok siswa di SMP Kecamatan Panongan.Di sekolah belum ada
peraturan khusus mengenai larangan merokok dan belum pernah ada sosialisasi peraturan dari
kabupaten terkait larangan merokok sampai ke tingkat sekolah.
Desain Penelitian
Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan perhitungan estimasi
beda dua proporsi dengan rumus sebagai berikut..
Keterangan:
n = Besar sampel minimal
Z1-α/2 = Deviasi normal standar untuk a= 0.05, yaitu 1.96
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power test) dengan 1-β sebesar 90% yaitu
1,28
P1 = Proporsi merokok siswa dimana keterpaparan informasi mengenai larangan
merokok berpengaruh terhadap perilaku merokok (Raehana, 2014)
P2 = Proporsi merokok siswa dimana keterpaparan informasi mengenai larangan
merokok tidak berpengaruh terhadap perilaku merokok(Raehana, 2014)
P = Rata-rata proporsi [(P1+P2)/2]
Besar dari P1 dan P2 didapat dari data hasil penelitian sebelumnya terkait
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok.
Tabel 1 Data P1 dan P2 dari Penelitian Terkait perilaku Merokok
No Variabel P1 P2 n Referensi
1. Usia 0.636 0.851 102 Rofiq, 2014
2 Jenis Kelamin 0.637 0.01 13 Nurhayati,
2011
3 Pengetahuan 0.619 0.315 69 Noor, 2005
4 Sikap 0.33 0.01 34 Rofiq, 2014
5 Akses terhadap 0.747 0.043 11 Nurhayati,
rokok 2011
6 Keluarga 0.852 0.148 11 Raehana,
2014
7 Teman Sebaya 0.401 0.067 40 Nurhayati
2011
8 Peraturan Sekolah 0.867 0.133 10 Raehana,
tentang rokok 2014
Berdasarkan tabel di atas, jumlah sampel yang diambil adalah dari yang
terbanyak. Jumlah sampel minimal adalah 102 orang pada masing-masing
kelompok sampel. Dalam perhitungan sampel pada penelitian ini mengambil 2
jenis kelompok data oleh karena itu jumlah sampel minimal tersebut dikalikan 2
sehingga menjadi 204 orang. Untuk mengantisipasi adanya data yang tidak
lengkap, maka sampel ditambahkan dengan 10% dari jumlah minimal yaitu
menjadi 224 orang yang kemudian dibulatkan menjadi 230 orang sampel.
Cara pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional stratified
random sampling .pengumpulan data dilakukan kepada sampel penelitian yang
berjumlah sebanyak 230 orang yang berasal dari dua SMP di kecamatan Panongan.
Tabel 2 Jumlah Sampel Penelitian
No SMP Jumlah Siswa/i Jumlah sampel
Panongan
2 SMP Mandiri 412 60
Total 1581 230
Panongan
2 SMP Mandiri 15 20 25 60
Total 230
Informan Penelitian
Dalam metode penelitian kualitatif sampel dikenal dengan sebutan
informan. Penghitungan sampling pada kualitatif dasarnya adalah purposive,
dengan kata lain siapa sampel yang dipilih sepenuhnya ditentukan oleh peneliti,
(Wibowo , 2014).
Prinsip dari pemilihan informan (Arief, 2012) terdiri dari 2 hal yaitu:
1. Kecukupan (appropriateness)
Informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan
dengan topik penelitian, yaitu mengetahui langsung mengenai perilaku
merokok pada siswa.
2. Kesesuaian (adequacy)
Informan bervariasi dari jabatan di sekolah masing-masing mulai
dari Kepala Sekolah hingga guru yang menangani urusan kesiswaan
sehingga diharapkan informasi yang dikumpulkan akan bervariasi.
Adapun informan dari penelitian ini antara lain:
1. Kepala Sekolah SMPN 1 Panongan
2. Guru BP SMPN1 Panongan
3. Wakil Kepala Sekolah SMPN1 Panongan
4. Kepala Sekolah SMP Mandiri
5. Guru Bagian Kesiswaan SMP Mandiri
6. Guru Bagian Humas SMP Mandiri
Instrumen penelitian
Kuesioner
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
beberapa pertanyaannya diadopsi dari Global Youth Tobacco Survey dan juga
mengadopsi dari penelitian sebelumnya terkait perilaku merokok pada siswa SMP.
Kuesioner ini akan diisi oleh para siswa. Kemudian untuk data pendukung melalui
metode kualitatif, peneliti juga menggunakan instrumen yaitu peneliti sendiri yang
dilengkapi dengan pedoman wawancara, lembar check list observasi dan lembar
check list dokumen.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder. Pengumpulan
data primer melalui pengisian kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi.
Sedangkan data sekunder melalui dokumen yang terkait dengan penerapan
peraturan atau tata tertib terkait larangan merokok di sekolah.
Pengisian kuesioner dilakukan oleh para siswa, sedangkan wawancara
mendalam ditujukan untuk kepala sekolah dan beberapa guru dari sekolah terkait.
Manajemen Data
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1) Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari pengisian kuesioner kemudian
dilakukan editing-coding-entry-cleaning data.
2) Mengumpulkan data – data yang diperoleh dari wawancara mendalam,
observasi dan telaah dokumen.
3) Data primer seperti kuesioner diolah dengan menggunakan program pengolah
data, hasil wawancara diringkas dalam matriks dengan berdasarkan urutan
pertanyaan dan jumlah informan. Sedangkan untuk hasil observasi diringkas
dalam form lembar check list .
4) Data sekunder dikumpulkan dan digunakan sebagai pendukung dari kuesioner,
hasil wawancara dan observasi.
5) Data-data yang sudah diringkas dan diklasifikasikan sesuai dengan variabel
yang ditentukan, maka dapat disajikan dalam bentuk matriks, tabel, kutipan dan
juga narasi
Analisis Data
Analisis Data Kuantitatif
Data-data yang didapat melalui kuesioner akan melalui analisis univariat
dan bivariat untuk mengetahui gambaran serta hubungan dari variabel penelitian.
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel
dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis bivariat bertujuan untuk
mengetahui hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen , uji
yang digunakan adalah uji chi square.
Kemudian peneliti melakukan analisis multivariat untuk melihat hubungan
dari beberapa variabel independen terhadap variabel dependen, adapun uji yang
digunakan adalah uji regresi logistik berganda, karena variabel yang diduga
berhubungan terdiri dari banyak variabel (Rofiq, 2014) . Uji regresi logistik
dilakukan ketika variabel dependen merupakan variabel katagorik dan variabel
indepeden dapat terdiri dari beberapa variabel dan boleh merupakan campuran
antara katagorik dan numerik. Dalam uji regresi logistk berganda di penelitian ini,
peneliti menggunakan pemodelan model prediksi dengan tujuan untuk
memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap
terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen.
Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan serta
menggambarkan karakteristik dari setiap variabel, di mana dalam penelitian ini
terdapat variabel dependen yaitu perilaku merokok dan variabel independen yaitu
faktor predisposisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap,
faktor pemungkin adalah akses terhadap rokok, dan faktor penguat yang terdiri dari
keluarga, teman sebaya, serta peraturan sekolah.
Dari tabel 5.1 di atas diketahui bahwa total responden yang pernah merokok
sebanyak 100 orang (43,5%), rata - rata responden yang merokok tersebut mulai
merokok pada usia 12 tahun, dan paling banyak memulai merokok pada usia 13
tahun (31,7%). Berikut distribusi usia awal responden tersebut mulai merokok.
Gambar 1
Distribusi Usia Pertama Kali Merokok Responden yang Pernah Merokok
(N=100)
31.7
P
E
23.8
R
S
E
N
13.9
T 12.9
A 9.9
S
E 5.9
1.0 1.0
7 9 10 11 12 13 14 15
Umur
Dari jumlah 100 responden yang sudah pernah merokok tersebut ternyata
36% (36 orang siswa) yang masih merokok sampai saat pengambilan data
dilaksanakan. Dan dari 36 siswa yang masih merokok, sebanyak 29 siswa merokok
kurang dari 5 batang rokok per hari, 6 siswa merokok antara 5-10 batang rokok per
hari, dan 1 siswa merokok lebih dari 10 batang rokok per hari.
Rata – rata uang saku responden yang sudah pernah merokok adalah Rp
8.700,00 per hari, dengan uang saku tertinggi Rp 50.000,00, dan terendah adalah
Rp 2.500,00. Adapun rata – rata pengeluaran siswa untuk membeli rokok adalah
Rp 3.700,00 per hari, dengan pengeluaran tertinggi Rp 16.000,00, dan pengeluaran
terendah Rp 1.000,00 per hari. Berikut distribusi pengeluaran siswa untuk membeli
rokok.
Gambar 5.2
Distribusi Pengeluaran Responden Untuk Membeli Rokok Per Hari ( N=36)
“Rata-rata di luar sekolah, kadang memang ada anak yang tiba tiba ada
jam kosong kemudian juga ada kelas yang kosong, suka juga nyolong-nyolong gitu,
memang pernah ketahuan(IF4)”
Gambar 5.3
Distribusi Umur Responden (N=230)
30.0
25.0
Persentase
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
12 13 14 15 16
Dari tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah
mengetahui bahwa zat utama yang terkandung dalam rokok adalah nikotin dan tar
(90,4%), serta sebagian besar (84,8%) mengetahui bahwa nikotin merupakan zat
yang menyebabkan kecanduan. Hanya sebagian responden (68,7%) yang
mengetahui bahwa tar merupakan zat yang menyebabkan penyakit kanker. Namun
sebagian kecil responden yang mengetahui bahwa rokok mengandung zat kimia
penghilang cat kuku atau yang dikenal dengan aseton (22,2%). Menurut 98,7%
responden menyatakan bahwa merokok merupakan perilaku yang tidak sehat,
99,1% mengungkapkan bahwa rokok menyebabkan penyakit kanker, hanya 62,2%
menyatakan bahwa rokok dapat merusak otak, dan 48,7% yang mengungkapkan
bahwa asap rokok mengandung gas karbonmonoksida.
Sebagian besar responden membenarkan bahwa asap yang dihasilkan oleh
perokok berbahaya untuk orang disekitarnya (95,7%), sedangkan hanya 54,3%
yang membenarkan bahwa asap rokok mengandung lebih dari 4000 macam gas
beracun yang berbahaya bagi kesehatan. Sebanyak 78,7% responden membenarkan
bahwa perokok yang sudah pada tahap ketergantungan akan lebih mudah terkena
suatu penyakit, hanya 53% yang membenarkan bahwa merokok dapat menyebakan
kemiskinan karena ketergantungan. Terdapat 97,4% responden yang setuju bahwa
dilarang merokok di lingkungan sekolah, dan 80,4% yang setuju bahwa dilarang
merokok di angkutan umum.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa skor pengetahuan tertinggi adalah 14
dan skor paling rendah adalah 4. Skor paling banyak yaitu dengan nilai 10 sebanyak
18,6%, sementara paling sedikit adalah skor 4 dengan prosentase 0,4%. Responden
dikelompokkan berdasarkan tingkat pengetahuannya yaitu baik apabila skornya ≥
median (10) dan kurang baik bila < median (10). Distribusi responden siswa SMP
di Kecamatan Panongan tahun 2015 berdasarkan pengetahuan, ternyata terdapat
122 responden (53%) yang memiliki pengetahuan yang baik tentang perilaku
merokok. Sementara ada 108 responden, atau 47% dari seluruh sampel yang
diambil yang memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai perilaku merokok.
Gambar 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Perilaku Merokok
kurang
47%
baik
53%
Tabel 5.4
Hasil Pernyataan Tentang Sikap Responden
Pernyataan Sangat Tidak
Setuju Sangat Tidak
Setuju Setuju
(%) Setuju(%)
(%) (%)
Saya menerima jika teman saya menawarkan 3,9 7,4 25,7 62,6
saya untuk merokok
Jika seseorang menjadi perokok maka sulit 8,7 21,3 47,8 21,3
baginya untuk berhenti merokok
Merokok membuat seseorang merasa lebih 7,8 14,8 42,2 34,8
nyaman dalam bergaul
Seorang perokok akan memiliki lebih banyak 4,8 9,1 41,7 44,3
teman dibandingkan bukan perokok
Iklan rokok seharusnya tidak ditayangkan baik 4,8 10,9 39,1 45,2
itu di media massa dan media elektronik
Sebagai seorang remaja, saya seharusnya tidak 2,2 8,3 25,7 63,9
merokok
Remaja yang tidak merokok terlihat lebih 8,7 14,8 29,1 47,4
keren dari remaja yang merokok
Menghirup udara yang bebas dari asap rokok 6,5 13 33,9 46,1
merupakan hak asasi manusia
Harga rokok harus segera dinaikkan 10,9 15,7 28,7 44,8
Larangan merokok di tempat umum perlu 3,9 4,8 31,7 59,6
diberlakukan dengan sanksi yang tegas
Saya akan menegur jika ada anggota keluarga 0,4 9,1 50 40
saya yang merokok di dalam rumah
Saya akan menegur jika ada teman saya yang 2,2 6,5 48,3 43
merokok di lingkungan sekolah
Saya akan menegur jika ada orang yang 1,7 10,9 49,6 37
merokok di dalam angkutan umum.
Seluruh komponen sikap mempunyai jumlah nilai 52. Hasil penelitian ini
mempunyai nilai skor paling tinggi adalah 41 dan skor paling rendah adalah 13.
Median dari skor jawaban responden adalah 23.
Gambar 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Perilaku Merokok
Missing
2,2%
positif
48,7%
negatif
49,1%
Pada penelitian ini, yang termasuk kedalam faktor pemungkin adalah akses
terhadap rokok. Ada 8 pertanyaan untuk menggambarkan variabel akses terhadap
rokok. Berikut hasil penelitian terhadap akses merokok. 44,8% responden
menjawab bahwa tidak pernah ada penjual rokok berjualan di sekitar sekolah,
sementara untuk yang selalu sering dan kadang - kadang masing - masing adalah
23%, 15,7% dan 16,5%. Hanya 1,7% siswa yang dapat membeli rokok dalam
bentuk pack/dus, dan 5,2% siswa yang dapat membeli rokok dalam bentuk
batangan. 40,4% responden selalu dapat menemukan penjual rokok dengan mudah
dimanapun, 37% responden menyatakan sering.
Sebanyak 69,1% responden mengaku penjual rokok akan selalu memberikan
rokoknya walaupun responden masih tergolong remaja, dan hanya 3% yang selalu
diberikan rokok oleh temannya.
Sebanyak 63,9% responden menyatakan bahwa rokok tidak pernah dapat
didapatkan dengan harga terjangkau adapun maksudnya adalah sebagian besar
responden tidak pernah membeli rokok. 51,7% mengaku selalu melihat iklan rokok
setiap harinya baik melalui media cetak maupun elektronik. Berikut gambaran
lebih jelasnya dalam tabel.
Tabel 5.5
Gambaran hasil pernyataan akses terhadap rokok
Pernyataan Kadang- Tidak
Sering
Selalu (%) kadang Pernah
(%)
(%) (%)
Penjual rokok berjualan di sekitar 23 15,7 16,5 44,8
sekolah saya
Saya dapat membeli rokok dalam 1,7 2,6 7 88,7
bentuk pack/dus
Saya dapat membeli rokok dalam 5,2 12,2 12,2 70,4
bentuk batangan
Saya dapat menemukan penjual rokok 40,4 37 11,7 10,9
dengan mudah di mana pun
Penjual rokok tidak memberikan rokok 13,5 8,3 9,1 69,1
kepada saya karena saya masih remaja
Teman saya memberikan rokok kepada 3 9,1 21,7 66,1
saya
Rokok dapat saya dapatkan dengan 10,4 10,4 15,2 63,9
harga terjangkau
Saya melihat iklan rokok setiap hari 51,7 33 12,2 3
(televisi/media
cetak/poster/spanduk/baliho)
Seluruh komponen akses terhadap rokok memiliki jumlah skor 32. Hasil
penelitian menunjukkan skor tertinggi untuk akses terhadap rokok adalah 29, dan
skor terendah adalah 10 dengan nilai median 17.
Gambar 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Akses Terhadap Rokok
mudah
46,5% sulit
53,5%
Responden dikatakan memiliki akses yang mudah terhadap rokok jika skornya
> dari median (17), dan dikategorikan memiliki akses yang sulit terhadap rokok
jika skornya ≤ median (17). Dari seluruh responden, siswa yang ,memiliki akses
yang mudah terhadap rokok sebanyak 46,5%, sementara yang memiliki akses sulit
sebesar 53,5%.
Jika dipisahkan berdasarkan jenis sekolah maka akses terhadap rokok pada
siswa menunjukkan bahwa pada sekolah swasta lebih banyak siswa yang memiliki
akses yang mudah terhadap rokok dibandingkan dengan akses yang sulit. Hal
sebaliknya terjadi pada sekolah negeri di mana akses yang sulit lebih banyak
dibandingkan dengan akses yang mudah, data lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 5.6
Klasifikasi Akses Terhadap Rokok Berdasarkan Sekolah
No Variabel Kategori Sekolah Total
Negeri Swasta
1 Akses Terhadap Sulit 101(59%) 22(37%) 123(53%)
Rokok Mudah 69(41%) 38(63%) 107(47%)
Total 170 (100%) 60(100%) 230(100%)
Dari hasil wawancara, memang diketahui bahwa sekolah melarang para
pedagang di kantin untuk menjual rokok sehingga para siswa tidak dapat membeli
rokok di lingkungan sekolah, berikut adalah cuplikan pernyataannya
“yang penting itu di kantin itu yang utama, tidak diperbolehkan jual rokok, nah
itu yang utama itu.(IF1)”
“orang-orang di kantin? Kalo di kantin mah emang ngga ada yang ngerokok kan
rata-rata yang dagang mah ibu-ibu, tapi ada juga sih beberapa orang , ada bapak-
bapaknya yang ngerokok(IF3)”
Namun memang tidak hanya dari pedagang di kantin, karena tidak menutup
kemungkinan ada siswa yang membawa dari luar,peristiwa ini pernah terjadi di
salah satu sekolah saat di inspeksi mendadak di kelas terdapat siswa yang
membawa rokok di dalam tas nya, begitu ditanyakan ternyata rokok tersebut
dibelikan oleh orang tuanya.
“rokok darima na ini? Dari bapak Bu” (IF1)
“orang tuanya kalau misalkan anaknya merokok nah itu dibiarkan malah
terkadang dibelikan gitu berapa bungkus misalkan jadi bukan malah
dilarang(IF5)”
Selain dari dukungan orang tua, para siswa di daerah kecamatan Panongan
juga seringkali terpapar denga acara konser musik yang diisi oleh grup musik yang
sedang diidolakan para remaja saat ini, namun memang acara musik tersebut
disponsori sepenuhnya oleh perusahaan rokok. Sehingga para siswa yang ikut
menonton konser musik mudah terpapar dengan iklan rokok melalui acara tersebut,
berikut cuplikan hasil wawancaranya.
“bisa karena iklan, bisa karena pergaulan, bisa karena apa namanya iklan
rokok itu pake pertunjukan musik, yang jadi pengunjungnya kan itu kebanyakan
anak-anak muda(IF4)”
Tabel 5.7
Hasil Pernyataan Terkait Perilaku Merokok Keluarga
Pernyataan Kadang-
Selalu Sering Tidak
kadang
(%) (%) (%) Pernah(%)
Saya melihat ayah saya merokok di 30,9 21,3 21,7 26,1
rumah
Saya melihat ibu saya merokok di rumah 0 0 0 100
Saya melihat Kakak/adik saya merokok 4,3 11,7 11,3 72,6
di rumah
baik
kurang baik 50%
50%
“hampir rata-rata orang tua siswa itu merokok, mungkin tidak ada sampai
10% wali murid yang tidak merokok(IF3)”
Gambar 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok Teman Sebaya
baik
33%
tidak baik
67%
“sampai sekarang ini nggak ada, hanya di tata tertib, karena masih di level SMP
mah masih belum urgent lah ya(IF6)”
Tata tertib yang ada pada kedua sekolah tersebut telah dibuat sejak lama
bahkan sejak awal berdirinya sekolah. Dalam pelaksanaannya jika ditemukan kasus
siswa yang merokok maka siswa tersebut akan dikenakan sanksi. Sanksi yang
diberikan pun beragam, mulai dari teguran hingga pemanggilan orang tua, menulis
surat pernyataan bahkan ada yang sampai dihukum berdiri di lapangan dengan
dipakaikan tulisan-tulisan.
“Iya..sanksinya berupa teguran, kan ada tingkatannya, mulai dari teguran sampai
pemanggilan orang tua(IF2)”
“Kalau masih sekali dua kali mah ditegur aja, kalau udah tiga kali baru dihukum,
di tengah lapangan.(IF4)”
“mereka buat pernyataan saja, mereka buat pernyataan bahwa tidak akan
mengulang lagi, tidak akan berbuat lagi di sekolah(IF5)”
“kalo ketahuan di kantin kan, di giring sama osis atau sama piket,di bawa ke
tengah lapangan, tulisin disini (menunjuk dada) pake kertas “tidak akan merokok
lagi” pokoknya dibikin dihukum sejera mungkin (IF1)”
“yang paling bertanggung jawab itu kan bagian kesiswaan, itu bagian kesiswaan
bersama-sama dengan walikelas dan juga dengan BP(IF5)”
“eh yang paling jelas mah harusnya wali kelas dulu, sebelum masuk ke BP wali
kelas dulu, kepala sekolah mah udah paling akhir(IF6)”
5.1 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dan variabel dependen
dan independen yang diduga berhubungan atau memiliki korelasi. Pada penelitian
kali ini dilakukan analisis pada variabel dependen (perilaku merokok) dengan
variabel independen yang terdiri dari faktor predisposisi (umur, jenis kelamin,
pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (akses terhadap rokok) dan faktor
penguat (pengaruh perilaku merokok keluarga, teman sebaya dan peraturan
sekolah).
5.2.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Merokok
Tabel 5.11
Hubungan antara faktor predisposisi dengan perilaku merokok siswa
Perilaku Merokok
Faktor Tidak Total
Merokok OR (95% CI) Nilai P
Predisposisi Merokok
n % n % n %
Umur
≤13 tahun 57 72,2 22 27,8 79 100 0,340(0,176-0,659)
14 tahun 33 47,8 36 52,2 69 100 0,961(0,503-1,835) 0,001
>14 tahun 37 46,8 42 53,2 79 100 -
Jumlah 127 55,9 100 44,1 227 100
Jenis Kelamin
Laki – laki 34 26 97 74 131 100 0,008
0,000
Perempuan 93 97,9 2 2,1 95 100 (0,002 - 0,032)
Jumlah 127 56,2 99 43,8 226 100
Pengetahuan
Baik 62 51,2 59 48,8 121 100 0,663
0,126
Kurang baik 65 61,3 41 38,7 106 100 (0,391 - 1,125)
Jumlah 127 55,9 100 44,1 227 100
Sikap
Positif 81 73,0 30 27,0 95 100 4,436
0,000
Negatif 42 37,8 69 62,2 127 100 (2,514-7,828)
Jumlah 123 55,4 99 44,6 222 100
Tabel 5.12
Hubungan antara faktor pemungkin dengan perilaku merokok siswa
Perilaku Merokok
Faktor Tidak Total
Merokok OR (95% CI) Nilai P
Pemungkin Merokok
n % n % n %
Akses
Sulit 90 74,4 31 25,6 121 100 1,347
0,000
Mudah 37 34,9 69 65,1 106 100 (1,224 - 1,482)
Jumlah 127 55,9 100 44,1 227 100
Hasil analisis bivariat terhadap faktor pemungkin, yaitu akses terhadap
rokok adalah pada akses yang sulit, jumlah responden yang merokok sebesar
25,6%, sedangakan pada akses yang mudah, jumlah responden yang merokok
sebesar 65,1%. Nilai p = 0,000 menunjukkan adanya perbedaan proporsi antara
responden yang memiliki akses sulit dan responden yang memiliki akses mudah
terhadap rokok. OR = 1,3 menunjukkan siswa yang memiliki akses mudah terhadap
merokok memiliki peluang 1,3 kali lebih besar untuk merokok dibandingkan
dengan siswa yang aksesnya sulit terhadap rokok.
Tabel 5.13
Hubungan antara faktor penguat dengan perilaku merokok siswa
Perilaku Merokok
Tidak Total Nilai
Faktor Penguat Merokok OR (95% CI)
Merokok P
n % n % n %
Keluarga
Tidak Baik 54 47,0 61 53,0 103 100 2,114
0,006
Baik 73 65,2 39 34,8 124 100 (1,240-3,607)
Jumlah 127 55,9 100 44,1 227 100
Teman Sebaya
1,559
Tidak Baik 18 24 57 76 75 100 (1,360 - 1,786) 0,000
Baik 108 71,5 43 28,5 151 100
Jumlah 126 55,8 100 44,2 226 100
Peraturan
Sekolah 1,309
100 0,315
Tidak ada 72 59 50 41 (0,773 - 2,216)
Ada 55 52,4 50 47,6 100
Jumlah 127 55,9 100 44,1 100
5.3.2. Pemodelan
a. Full model
Tabel 5.15
Tahap 1 Pemodelan Multivariat
Umur .084
umur3(1) 0.486 0.157 - 1.500
umur3(2) 1.846 0.547 - 6.228
Jenis
.000 0.006 0.000 - 0.034
Kelamin
Pengetahuan .548 0.744 0.284 - 1.949
Sikap .043 2.676 1.029 - 6.955
Akses .000 7.590 2.697- 21.358
Keluarga .082 2.357 0.896 - 6.203
Teman .034 0.335 0.122 - 0.919
Tabel 5.16
Pengeluaran Variabel Pengetahuan dari Pemodelan Multivariat
Umur .078
umur3(1) .198 0.478 0.155 – 1.472
umur3(2) .319 1.851 0.552 – 6.213
Jenis Kelamin .000 0.006 0.001 – 0.032
Pengetahuan
Sikap .034 2.774 1.078 – 7.141
Akses .000 7.329 2.647 – 20.291
Keluarga .078 2.384 0.907 – 6.267
Teman .038 0.348 0.128 – 0.942
Tabel 5.17
Perubahan OR Setelah Pengeluaran Variabel Pengetahuan
Variabel OR OR Perubahan
sebelum sesudah OR
Umur - -
umur3(1) 0.486 0.478 1,7%
umur3(2) 1.846 1.851 0,2%
Jenis kelamin 0.006 0.006 0%
Pengetahuan 0.744 - -
Sikap 2.676 2.774 3,5%
Akses 7.59 7.329 3,5%
keluarga 2.357 2.384 1,1%
Teman sebaya 0.335 0.348 3,7%
Tabel 5.18
Pengeluaran Variabel Umur Dari Pemodelan Multivariat
Jenis
.007 .001 0.035 -0.007
Kelamin
Sikap 3.101 1.235 7.789 – 3.101
Akses 7.648 2.836 20.622 – 7.648
Keluarga 2.065 .815 5.235 – 2.065
Teman .364 .137 0.967- 0.364
Tabel 5.19
Perubahan OR Setelah Variabel Umur Dikeluarkan dari Pemodelan
Multivariat
Variabel OR OR Perubahan
sebelum sesudah OR
Umur - -
umur3(1) 0.486 - -
umur3(2) 1.846 - -
Jenis kelamin 0.006 .001 500%
Sikap 2.676 1.235 117%
Akses 7.59 2.836 168%
Keluarga 2.357 .815 189%
Teman sebaya 0.335 .137 144%
Tabel 5.20
Pengeluaran Variabel Keluarga dari Pemodelan Multivariat
Umur .114
umur3(1) .315 0.572 0.193 – 1.700
umur3(2) .272 1.961 0.590 – 6.520
Jenis .000 0.007 0.001 – 0.035
Kelamin
Sikap .019 3.069 1.207 - 7805
Akses .000 6.984 2.580 – 18.903
Teman .024 0.326 0.123 – 0.865
Tabel 5.21
Perubahan OR Setelah Variabel Keluarga Dikeluarkan dari Pemodelan
Multivariat
Variabel OR OR Perubahan
sebelum sesudah OR
Umur - -
umur3(1) 0.486 0.572 15%
umur3(2) 1.846 1.961 5,8%
Jenis kelamin 0.006 0.007 14,3%
Sikap 2.676 3.069 12,8%
Akses 7.59 6.984 8,7%
keluarga 2.357 -
Teman sebaya 0.335 0,326 2,8%
Tabel 5.22
Hasil Akhir Pemodelan Multivariat
Umur3 .078
umur3(1) .198 .478 .155 – 1.472
umur3(2) .319 1.851 .552 – 6.213
Jenis Kelamin .000 .006 .001 - . 032
Sikap .034 2.774 1.078 – 7.141
Akses .000 7.329 2.647 – 20.291
Keluarga .078 2.384 .907 – 6.267
Teman .038 .348 .128 - .942
b. Interpretasi
- Siswa yang memiliki sikap yang kurang baik memiliki peluang 2,8 kali
lebih besar untuk merokok dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap
yang kurang baik setelah dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin, akses,
perilaku keluarga dan perilaku teman sebaya
- Siswa yang memiliki akses yang mudah terhadap rokok memiliki peluang
7,3 kali lebih besar untuk merokok dibandingkan dengan siswa yang
memiliki akses yang sulit terhadap rokok, setelah dikontrol oleh variabel
umur, jenis kelamin, sikap, perilaku keluarga dan perilaku teman sebaya.
- Siswa dengan teman sebaya yang memiliki perilaku tidak baik memiliki
peluang 0,34 kali lebih besar dibandingkan dengan siswa dengan teman
sebaya yang memiliki perilaku yang baik, setelah dikontrol oleh variabel
umur, jenis kelamin, sikap, akses terhadap rokok dan perilaku keluarga.
Kesimpulan
Pada penelitian terkait dengan perilaku merokok siswa SMP di Kecamatan
Panongan Tahun 2015 terdapat beberapa kesimpulan yang dapat peneliti jabarkan,
antara lain:
1) Fenomena perilaku merokok pada siswa SMP di Kecamatan Panongan secara
proporsi hampir mencapai setengah dari jumlah siswa dan tergolong
memprihatinkan. Tingkat pengetahuan tentang rokok pada siswa masih
termasuk kategori baik, sedangkan pada sikap siswa terhadap rokok memiliki
proposi yang hampir sama antara yang negatif dengan yang positif .
2) Dalam segi akses terhadap rokok lebih banyak siswa yang tergolong sulit untuk
mendapatkan rokok dan terpapar iklan rokok.
3) Perilaku merokok keluarga seimbang antara keluarga yang baik dengan yang
tidak baik, sedangkan pada teman sebaya proporsinya lebih besar siswa yang
memiliki teman yang baik dibandingkan dengan teman yang tidak baik.
Peraturan sekolah terkait dengan larangan merokok memang belum ada di
kedua sekolah dan hanya berupa tata tertib, namun penerapan tata tertib pun
belum maksimal.
4) Faktor yang mendorong siswa SMP di Kecamatan Panongan antara lain adalah
faktor Umur, Jenis Kelamin, Sikap, Akses, Keluarga dan Teman sebaya.
5) Akses terhadap rokok menjadi faktor yang dominan dalam mempengaruhi
perilaku merokok siswa , karena terjadi dampak langsung dan tidak langsung
dari variabel lainnya melalui variabel akses.
6) Akses terhadap rokok pada siswa diperkuat oleh pengaruh lingkungan yang
masih Pro terhadap rokok terbukti dengan banyaknya tayangan iklan rokok,
acara-acara musik dengan sponsor dari rokok, serta dukungan dari orang tua
siswa tersebut.
Saran
1. Bagi Instansi Pemerintahan Terkait
• Kebijakan Publik berupa peraturan Bupati Tangerang terkait Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh kelompok
sasaran tidak terkecuali pada tingkat sekolah yang ada di wilayah
Kabupaten Tangerang.
• Memberikan penyuluhan terkait bahaya merokok dan peraturan larangan
merokok ke sekolah-sekolah terutama tingkat SMP di Kecamatan
Panongan.
• Memperbaiki koordinasi antar instansi mulai dari pembuat kebijakan
sampai dengan pelaksana agar terjadi kelancaran dalam mensosialisasikan
dan mendistribusikan kebijakan yang dibuat oleh Bupati Tangerang terkait
larangan merokok.
• Membuat jadwal penyuluhan ke sekolah secara berkala, tidak hanya
setahun sekali mengingat prosentase siswa yang merokok sudah cukup
tinggi.
Andrika,Indrayoga.https://www.academia.edu/7335672/Pengaruh_Negatif_Rokok
_bagi_Kesehatan diunduh 14 januari 2015 10.48
anonymous http://www.tcsc-indonesia.org/bupati-tangerang-tetapkan-
kawasan- bebas-rokok/ diakses pada 19 juni 2014 10.50
Arief, Mustafa. (2012). Implementasi Kebijakan Larangan Merokok
Pada kantor Kementrian Kesehatan Tahun 2012. Tesis .FKMUI
Ayuningtyas, Dumilah. (2014). Kebijakan Kesehatan Prinsip dan
Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga.
Jakarta: Binarupa Aksara
Dunn, W.N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua.
Dialihbahasakan oleh Samodra Wibawa dan tim. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Gunarsa, Singgih. 1991. Psikologi Praktis:Anak, Remaja, Dan
Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=NW.201406020002 (Menkes
ungkap dampak rokok bagi kesehatan dan ekonomi di unduh pada 19
Juni 2014 10.42)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Riskesdas 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _. (2013). Peta Jalan Pengendalian
Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan. Jakarta, Lampiran
Permenkes No.40 Tahun 2013. Kementrian Kesehatan RI.
Mustika, Atik. (2014). Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
(PPK) I Milik Pemerintah Kota Serang Provinsi Banten Tahun 2014.
Tesis. FKMUI
Nurhayati, Tri Nova. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku merokok pada siswa/I remaja paket B atau setara SMPdi PKBM
Bina Insan Mandiri kota Depok. Skripsi. FKMUI.