Anda di halaman 1dari 4

Sat-set Ekspor Ayam Indonesia ke Singapura

Dari 73.000 ton impor ayam oleh Singapura pada tahun 2021, sepertiganya didatangkan dari
Malaysia. Hubungan dekat antar kedua negara, ditambah tuntutan standar mutu yang tinggi dari
Singapura membuat Indonesia praktis terhalang untuk dapat ekspor ke Negeri Singa tersebut.
Namun akibat kondisi pasar saat ini, yang kerap disebut dengan “Krisis Nasi Ayam”, akhirnya
Singapura memberi izin kepada beberapa peternakan Indonesia untuk memasok daging ayam segar
maupun beku.

“Dengan bangga kami umumkan bahwa Indonesia telah disetujui sebagai sumber baru untuk
mengekspor daging ayam dan produk daging ayam beku, dingin, dan panas ke Singapura! Ayam dari
perusahaan Indonesia yang disetujui sekarang dapat diimpor selain dari sumber yang ada seperti
Brasil, Thailand dan Australia.” Ujar Singapore Food Agency (SFA), badan pengawas makanan
Singapura dalam media sosial Facebook mereka.

Tanggal 13 Juli lalu, pengiriman berupa 50 ton daging ayam senilai Rp2 miliar dilepas untuk ekspor
perdana ke Singapura oleh PT Charoen Pokphand Indonesia yang juga telah menandatangani
kesepakatan kerja sama dengan pihak importir dari Singapura untuk mengirim 1.000 ton daging
ayam berikutnya. Pengiriman lanjutan ini akan dikirimkan secara bertahap hingga akhir tahun 2022
dan akan menyesuaikan dengan kondisi di Singapura. (finance.detik.com)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menghadiri langsung pelepasan ekspor ayam perdana ini.

“Unggas kita hari ini kita lepas ekspornya bersama dengan Charoen Pokphand ke Singapura, Jepang
dan Timor Leste. Singapura spesial karena negara yang hari ini untuk pertama kali kita masukkan
unggas kita ke sana," kata Syahrul di kantor pusat Charoen Pokphand, Jakarta Utara, Rabu 13 Juli
2022. Dia juga mengatakan ekspor ayam ke Singapura yang perdana ini menandakan bahwa
Indonesia semakin dipercaya dunia khususnya dalam hal kesiapan unggas. (finance.detik.com)

Peluang bagi individu maupun peternakan untuk mengekspor daging ayam mereka ke Singapura kini
terbuka. Meski demikian, SFA dengan tegas menyatakan bahwa daging ayam yang diperbolehkan
untuk masuk melalui impor hanyalah dari sumber yang terakreditasi oleh SFA. Hal ini dilakukan
untuk memastikan terpenuhinya standar keamanan pangan dan kesehatan hewan Singapura.
(katadata.co.id)

“Kiriman juga akan dikenakan inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian SFA pada saat impor. Hal
ini memastikan kelangsungan strategi diversifikasi sumber SFA tanpa mengorbankan keamanan
pangan,” terang Singapore Food Agency melalui akun media sosial mereka.

Agar dapat memasok produk ke Singapura, eksportir maupun peternakan harus disetujui dengan
melewati proses akreditasi oleh SFA yang melibatkan pengambilan sampel, evaluasi dokumenter
yang terperinci, serta verifikasi melalui audit langsung di tempat. (katadata.co.id)

Masuknya pasokan daging ayam Indonesia ke pasar Singapura bermula dari kebijakan pemerintah
Malaysia untuk menghentikan ekspor daging ayam yang berlaku mulai tanggal 1 Juni 2022. Hal ini
dilakukan untuk menstabilkan stok yang menipis di masyarakat serta harga daging ayam yang
melonjak tinggi hingga mencapai RM17 atau sekitar Rp57.000 per kilogramnya.

"Awal tahun ini, saya bisa mendapatkan lebih dari satu kilo daging ayam dengan RM17 di
supermarket yang sama, tetapi sekarang terlalu mahal," ungkap Ibu Rohanna Abdullah, seorang ibu
rumah tangga berusia 60 tahun pada straitstimes.com.
Kelangkaan stok dan kenaikan harga daging ayam ini ditindaklanjuti oleh pemerintah Malaysia
dengan membagikan subsidi kepada masyarakat dan mematok harga tetap untuk daging ayam dan
telur. Kebijakan oleh pemerintah Malaysia yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Juli 2022 ini mematok
harga daging ayam menjadi RM9.40.

Menteri Pertanian dan Industri Pangan Datuk Seri Ronald Kiandee mengucapkan sebagai berikut:

“Dengan berlanjutnya subsidi yang sudah berjalan, pemerintah akan mengalokasikan sekitar
RM369.5 juta (Sekitar Rp1,24 triliun) untuk subsidi dengan harga pagu yang baru ini, sehingga total
pengeluaran untuk subsidi mencapai RM 1,1 miliar (Rp3,67 triliun) sejak tanggal 5 Februari tahun ini.

"Kenaikan harga barang tidak hanya terjadi di Malaysia saja, tetapi merupakan fenomena global
yang sedang berlangsung menyusul gangguan rantai pasokan, perubahan iklim, dan konflik
geopolitik," katanya dalam sebuah pernyataan yang dilansir oleh malaymail.com

Peternak dalam negeri di Malaysia sendiri menghadapi berbagai masalah, mulai dari berkurangnya
tenaga kerja, harga pakan dan obat ternak yang kian meninggi, penyakit, serta cuaca turut
menambah beban yang harus ditanggung. Dalam rentang waktu dua tahun, harga pakan mengalami
kenaikan hingga 33% dari RM90 (Rp300.000) hingga mencapai RM120 (Rp400.000). Penyakit
menular seperti Newcastle Disease yang belum terselesaikan pun menambah runyam keadaan.

Kecurigaan pun muncul terhadap keterlibatan kartel yang turut serta atau bahkan yang
menyebabkan ketidakstabilan persediaan dan harga di pasar Malaysia. Beberapa laporan
menyatakan bahwa kartel dapat menguasai peternak-peternak kecil dengan alat pinjaman modal
yang diberikan kepada mereka. Selanjutnya, kartel mendikte harga ke peternak yang kemudian di-
mark-up untuk konsumen.

Presiden Asosiasi Konsumen Penang Mohideen Abdul Kader, mengatakan masyarakat menganggap
kenaikan harga daging ayam “tidak wajar".

“Beberapa produsen besar tiba-tiba menutup kandang mereka. Dengan alasan bahwa ayam-ayam
mereka kekurangan berat badan; mereka harus menutup diri untuk menambah berat badan,
(menghemat biaya)” kata Mohideen.

“Saat itu terjadi, ada permintaan kenaikan harga. Ada kecurigaan yang sangat kuat bahwa
(kelangkaan) telah dibuat secara artifisial untuk memaksa pemerintah menaikkan harga ayam.”

Akan tetapi pakar ekonomi asal Italia Carmelo Ferlito yang pernah bekerja di sektor industri unggas
di Malaysia menolak anggapan bahwa kelangkaan daging ayam di Malaysia diakibatkan oleh kartel,
bahkan kalaupun ada pemasok yang “bersepakat untuk menstabilkan produksi ataupun
mengendalikan harga”

Menteri Lingkungan Hidup dan Sustainability Singapura Grace Fu berbicara di parlemen pada hari
Senin tanggal 4 Juli 2022 bahwa pemerintah Singapura mengadopsi pendekatan dari berbagai sisi
untuk mengurangi resiko tidak tersedianya pasokan daging ayam. , Singapura tidak dapat
sepenuhnya mencegah gangguan seperti ketegangan geopolitik, peristiwa cuaca ekstrem, atau
keputusan kebijakan. oleh pemerintah asing.

“Kami tidak akan dapat menghilangkan semua risiko. Untuk melakukannya akan mahal dan tidak
ekonomis. Kami juga tidak akan bisa mengisolasi Singapura dari fluktuasi harga pasokan pangan.”
Ujarnya yang dilansir oleh thejakartapost.com.
Selama periode kekosongan setelah absennya daging ayam dari Malaysia, Singapura mengandalkan
impor daging ayam beku dari Brazil, Thailand, dan Australia. Masyarakat diminta untuk membeli
ayam sesuai kebutuhan saja serta menahan mengonsumsi daging ayam segar dan beralih konsumsi
ayam yang sudah diproses atau dibekukan.

Dalam kondisi ini, pedagang di pasar Singapura tetap menantikan berakhirnya larangan ekspor
daging ayam Malaysia, terutama setelah larangan tersebut telah diangkat secara parsial sehingga
ayam hitam dan ayam kampung diperbolehkan untuk diekspor kembali ke Singapura. (straitstimes)

Seperti ucapan Madam Roslina Onm yang berusia 55 tahun, pemilik Jaafar Fresh and Frozend
Chicken di Geylang Serai Market, bahwa meskipun bisnisnya tetap stabil karena sebagian besar
pelanggannya mau menerima ayam dari sumber lain, ia berharap larangan ekspor ini akan segera
berakhir.

"Kami senang ayam kembali dari Malaysia karena banyak pelanggan yang menyukainya. Kami tidak
punya pilihan sekarang selain menjual ayam beku. Tapi ayam segar lebih enak." Ujarnya pada
wawancara oleh straitstimes.com

Tingkat konsumsi daging ayam Singapura cukup tinggi, mengutip data dari straitstimes.com, yaitu
sekitar 36kg per kapita pada tahun 2020, jika dibandingkan, Indonesia hanya mengonsumsi 8.04kg
daging ayam per kapita pada tahun 2019. Dengan absennya sebagian besar ekspor daging ayam
Singapura oleh kebijakan baru Malaysia ini, terjadi sebuah kekosongan di pasar Singapura yang
dapat menjadi peluang bagus bagi para peternak dan eksportir lokal Indonesia untuk merambah
pasar luar negeri yang sangat menjanjikan dan berjarak dekat.

Hampir seluruh impor daging ayam yang diterima Singapura dari Malaysia berupa ayam hidup yang
dipotong, didinginkan dan diproses di Singapura dibandingkan dengan kiriman ekspor Indonesia
hingga saat ini yang berupa ayam sudah dipotong dan dibekukan.

Batam berpotensi menjadi lokasi dibangunnya peternakan-peternakan ayam baru untuk memotong
jarak ekspor bila permintaan dari Singapura masih tinggi selama tahun kedepan.

Suryopratomo selaku duta besar Indonesia untuk Singapura mengatakan bahwa ia telah berdiskusi
dengan beberapa produsen daging ayam di Indonesia yang berminat untuk membangun
peternakaan tersebut. Mereka berharap akan kepastian jumlah permintaan dari Singapura sehingga
keputusan untuk membangun peternakan ayam di Batam dapat dipertimbangkan. Ukuran dari
peternakan itu sendiri akan ditentukan nantinya.

“Kalau kita bisa mendirikan peternakan di Batam, tidak akan lama untuk mendatangkan ayam hidup
ke Singapura," tambah Suryo yang dilansir The Straits Times

Pengiriman ekspor perdana berupa 50 ton daging ayam beku oleh PT Charoen Pokphand Indonesia
(CPI) yang telah disebutkan diatas telah sampai di pelabuhan Singapura pada tanggal 21 Juli.
Kedatangan kiriman ini dihadiri oleh Menteri Senior Lingkungan hidup dan Sustainability Koh Poh
Koon.

"Kami berharap apa yang telah dilakukan oleh PT CPI dapat menjadi jalan pembuka bagi produk-
produk unggas serta produk olahan unggas Indonesia untuk menembus pasar dunia sehingga
Indonesia dapat menjadi bagian dari solusi dunia saat ini dengan menjadi lumbung pangan dunia,
seperti yang dicanangkan Presiden Jokowi," kata Presiden Komisaris PT CPI, T Hadi Gunawan pada
finance.detik.com.
Ibarat durian runtuh, yang bisa menjadi bencana dalam satu situasi, dan menjadi berkah di situasi
lain, Indonesia kali ini mendapatkan peluang karena bersikap siaga dan dapat memanfaatkan kondisi
luar negeri untuk kemajuan bangsa terutama industri unggas. Ekspor perdana ini, bila dilanjutkan
dengan pembangunan peternakan di Batam, bisa jadi mengawali era baru Indonesia sebagai
pemasok bahan pangan dunia.

“Bisnis kita harus terus mengeksplorasi sumber baru sebagai bagian dari rencana kelangsungan
bisnis. Sementara konsumen dapat memainkan peran mereka dengan memilih alternatif seperti
daging beku. Ini akan meningkatkan permintaan dan mendorong bisnis untuk terus melakukan
diversifikasi, tidak hanya selama masa gangguan tetapi juga selama masa normal.

Saya akan mencoba ayam beku dari Indonesia dan saya berharap orang Singapura akan mencobanya
juga!” Ujar Koh Poh Koon di akun media sosial facebook pribadinya.

Anda mungkin juga menyukai