Anda di halaman 1dari 64

pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari
ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri.
Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur
hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Kadang-kadang
hanya dirumuskan kewajiban-kewajiban seperti misalnya pada hukum pidana,
yang sebagian besar peraturan-peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban.
Sebaliknya hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan
syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum. Disetiap negara hukum,
pelaku penyimpangan negara hukum diharuskan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber hukum yang berlaku di
Negara Indonesia, dengan demikian aturan-aturan yang ada di dalamnya
mengikat setiap orang yang menjadi warga negara maupun orang yang ada di
dalam Negara Republik Indonesia.
Warga negara Indonesia berkedudukan yang sama di dalam hukum,
hal ini diatur dalam UUD tahun 1945 Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi :
“Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”. Pasal 1 Ayat (3) UUD tahun 1945, Negara yang
berdasarkan atas hukum berarti segala macam tindakan pemerintahan maupun
rakyat harus didasarkan atas hukum dan dipertanggungjawabkan secara
hukum.
Hukum sebagai produk kekuasaan tidak pernah lepas dari kehendak,
kepentingan, kepentingan atau dasar-dasar kekuasaan itu sendiri. Ditinjau dari
proses pembentukan hukum, dikaitkan dengan sifat, dan corak kekuasaan,

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hukum seperti pedang bermata dua. Hukum bukan semata-mata instrument


social, tetapi juga sebagai instrumen kekuasaan. Dikatakan bahwa sistem,
corak, dan sifat kekuasaan merupakan pra kondisi yang harus ada sebagai
dasar menciptakan dan menegakkan hukum yang adil atau berkeadilan (Bagir
Manan, 2005 : 5)
Maksud mempelajari Hukum di Indonesia, ingin mengetahui
perbuatan atau tidak manakah yang menurut Hukum, dan yang manakah
bertentangan dengan hukum, bagaimana kedudukan seseorang dalam
masyarakat, apakah kewajiban dan wewenang, yang kesemuanya itu menurut
hukum Indonesia. Ilmu pengetahuan yang obyeknya ialah hukum yang sedang
berlaku dalam suatu negara disebut ilmu pengetahuan hukum positif (ius
constitutum). Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi
masyarakat dan dan turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum disebut
masyarakat hukum.
Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah
merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya
non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-
faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum dinamis.
Penegakan hukum sebagai bentuk konkret penerapan hukum sangat
mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat
hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial.
Penegakan hukum juga tidak mungkin lepas dari aturan hukum, pelaku huku,
dan lingkungan tempat terjadinya proses penegakan hukum maka dalam hal
ini hukum berlaku sama bagi semua warga Negara baik sipil maupun militer.
Menurut Moch Faisal, (1994 : 14), jika dilihat dari segi hukum,
anggota Polri mempunyai kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat
biasa, artinya bahwa sebagai warga Negara yang baginya pun berlaku terhadap
semua ketentuan hukum yang ada. Baik hukum Pidana, Perdata, Acara

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pidana, dan Acara Perdata. Letak perbedaannya hanya adanya beban


kewajiban yang lebih banyak dari pada warga Negara biasa dalam hal yang
berhubungan dengan intitusi atau pejabat yang berwenang dalam keamanan
dan ketertiban.
Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat,
mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat di
segala bidang termasuk tugas dan fungsi Kerpolisian Republik Indonesia
terhadap masyarakat dalam bidan keamanan dan ketertiban, penegakan
hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dengan kemajuan masyarakat tersebut maka timbul perubahan
tuntutan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anggota masyarakat.
Tuntutan perlindungan ditujukan kepada pemerintah dalam hal ini adalah
Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia No. 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 1
(satu) undang-undang tersebut yang dimaksud dengan Kepolisian adalah
segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Yang menjadi sorotan tajam masyarakat
Indonesia sekarang ini adalah berkisar pada persoalan tindakan-tindakan
badan-badan pemerintah melampau batas-batas wewenang hukumnya. Sudah
barang tentu termasuk di dalam sorotan terhadap tindakan-tindakan dari pada
badan-badan penegak hukum terutama kepolisian.
Fungsi dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dari masa ke
masa menjadi bahan perbincangan berbagai kelangan, mulai dari praktisi
hukum maupun akandemisi bahkan masyarakat dan pada umumnya mereka
berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peran kepolisian
tersebut.
Polisi Republik Indonesia dalam tugas dan fungsinya terhadap
masyarakat dalam bidang keamanan dan ketertiban, penegakan hukum,
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, dalam

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

praktek dilapangan belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan diharapkan


masyarakat. Aparat Polri yang baik di masyarakat akan tercoreng oleh
perilaku oknum-oknum Polisi akibat dari perbuatan yang melawan hukum,
misalnya melakukan tindak pidana melawan perundang-undangan.
Dalam konteks perumusan peran kepolisian tampak bahwa orientasi
organisasi lebih mengarah pada official perspective (pandangan yang bersifat
formalistik) yang mengejar pada prestise dan efisiensi organisasi, bukan pada
social perspective yang lebih mengutamakan pada kepentingan umum sesuai
dengan harapan masyarakat. Memang, perubahan lembaga kepolisian tidak
bisa berjalan sendiri. Sebagai salah satu penegak hukum, perubahan
paradigma kepolisian bergerak dalam dinamika masyarakat yang diliputi oleh
gejolak politik, ekonomi, budaya, dan hukum sendiri.
Dalam konstruksi demikian sulit dibayangkan lahir lembaga kepolisian
yang bersih, berwibawa, dan adil di tengah-tengah situasi kenegaraan dan
kemasyarakatan yang masih jauh dari nilai-nilai demokrasi. Sebagai suatu
lembaga penegak hukum dan pembina kamtibmas, lembaga kepolisian tidak
berdiri sendiri. Sistem peradilan yang memiliki banyak masalah dalam upaya
penegakan hukum tentu berpengaruh terhadap upaya kepolisian dalam
memperbaiki kinerjanya. Apalagi jika produk hukum yang berlaku jauh dari
proses politik yang adil dan berorientasi pada hak-hak masyarakat.
Dengan demikian perubahan paradigma kepolisian sebagai institusi
penegak hukum, pelindung dan pembimbing masyarakat di samping
tergantung pada produk hukum yang mengatur dirinya (UU Nomor 2 Tahun
2002), juga bergantung kepada proses demokratisasi, penegakan keadilan dan
HAM di tingkat negara dan masyarakat serta terkait pula dengan kemauan
internal kepolisian sendiri. Eksistensi polisi dalam suatu negara perlu
legitimasi yang jelas. Ada dua alasan untuk hal itu. Pertama, setiap lembaga
negara perlu diberi derajat monopoli kekuasaan untuk menjalankan tugasnya.
Hal ini penting bagi polisi karena dalam menjalankan tugasnya mendapatkan
mandat untuk menggunakan kekuatan fisik yang terorganisir. Kedua, dalam
negara demokratis seluruh lembaga negara harus memiliki akuntabilitas dalam

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjalankan tugasnya. Ini berarti bahwa, mandat yang diperoleh polisi untuk
menggunakan kekuatan paksa fisik harus disertai pertanggungjawaban dan
bila terjadi kegagalan dalam mmberikan pertanggungjawaban harus disertai
pula hukuman.
Secara struktural, dalam lembaga kepolisian melekat dua kekuasaan.
Pertama, kekuasaan di bidang hukum, dan kedua kekuasaan di bidang
pemerintahan. Kedua kekuasaan itu melahirkan tiga fungsi utama kepolisian,
yaitu sebagai penegak hukum yang diperoleh dari kekuasaan bidang hukum;
sebagai pelayan masyarakat termasuk penegakan ketertiban umum, dan
sebagai pengayom keamanan. Kedua fungsi terakhir diperoleh dari kekuasaan
bidang pemerintahan.
Kekuasaan polisi tersebut diwujudkan dalam bentuk kekuatan paksa
fisik yang terorganisir untuk mengontrol perilaku masyarakat dalam mencapai
moral kolektif. Kekuasaan di sini tentu mengacu pada suatu dasar dari bentuk
kesepakatan bersama. Artinya, kekuasaan polisi itu tidaklah berdiri sendiri
untuk mencapai moral kolektif, banyak lembaga lain yang terlibat di
dalamnya, polisi bukanlah satu-satunya lembaga yang memiliki kekuasaan
absolut untuk membangun moral kolektif. Sampai di sini sesungguhnya polisi
tidak memiliki masalah yang serius, persoalannya muncul ketika masyarakat
menuntut polisi agar menjadi wasit yang adil dalam kinerjanya, sedangkan
strategi kekuasaan merangkak ke arah titik orientasi tujuan pihak penguasa.
Dalam kondisi demikian apabila polisi tidak diimbangi dengan kemampuan
yang memadai, maka sangat dimungkinkan mudah mengabaikan tujuan moral
kolektif
Didalam negara kita ini bermacam-macam perbuatan atau tingkah laku
manusia, yang kadang-kadang tingkah lakunya itu ada yang selalu berhati-
hati. Karena menyadari bahwa di negara ini mempunyai dasar-dasar atau
peraturan-peraturan yang mengatur hidup manusia. Tapi kadang-kadang ada
beberapa gelintir manusia yang tingkat kelakuannya masa bodoh asal senang,
asal untung tanpa berfikir efek sampingnya dan tanpa menyadari ada

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

peraturan-peraturan dalam hidup ini. Peraturan-peraturan yang ada di negara


kita ini adalah penyebaran dari asaa pancasila, kemanusiaan dan UUD 1945.
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan
tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian
yang saling berkaitan erat satu sama lain, setiap tindakan yang melanggar
hukum pidana akan dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku,
karena jelas di negara kita ini adalah negara hukum. Sehingga barang siapa
yang bertindak salah supaya dituntut dimuka pengadilan sesuai undang-
undang yang berlaku.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum
pidana yang telah di kodifisir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah
disusun dalam satu kitab Undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa
perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan
kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan seseorang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan
ancaman pidana ada hubungan yang erat. Jadi untuk menyimpulkan apa yang
menjadi unsur atau elemen perbuatan pidana adalah :
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d. unsur yang melawan hukum yang obyektif
e. unsur yang melawan hukum yang subyektif.
Perlu juga ditekankan bahwa sekalipun dalam rumusan delik tidak
terdapat unsur melawan hukum, namun jangan dikira bahwa perbuatan
tersebut lalu tidak bersifat melawan hukum. Meskipun perbuatan pidana pada
umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir, namun

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ada kalanya perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu sifat melawan
hukum yang subyektif.
Pada proses peradilan terhadap anggota sipil dan Polri, pelaksanaan
proses hukum pada peradilan umum akan memiliki persamaan. Uraian kasus
tindak kejahatan yang dilakuan oleh seseorang yang masih menjabat sebagai
Polisi yang aktif dan anggota sipil adalah sebagai berikut, bahwa Muhammad
Adi Syahputra als Adi selaku anggota Polri dan terdakwa Rizaldi Syahputra
als Rizaldi secara bersama-sama bersekutu pada hari Jum’at tanggal 21
September 2001, bertempat di Toko UD Subur Jalan Pukat Harimau/Jln.
Aksara No. 19 Medan disuatu tempat yang termasuk dalam Wilayah Hukum
Pengadilan Negeri Medan dengan maksud ingin memiliki secara melawan
hukum, telah mengambil sesuatu barang berupa uang kontan Rp.
35.000.000,00 kepunyaan korban Tjin Khiong als Akiong, yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang,
dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang
pemeriksaan perkara koneksitas bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan
oleh seorang sipil dan Polri dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan
judul : “ANALISIS PUTUSAN PERKARA KONEKSITAS TENTANG
PENCURIAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA POLRI BERSAMA
DENGAN WARGA SIPIL (Studi Terhadap Putusan Nomor:
2730/Pid.B/2001)”

B. Perumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan
penulisan skripsi mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun
perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang masalah dimana
perumusan tersebut yaitu :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

“Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan


memutuskan perkara koneksitas tentang pencurian yang dilakukan oleh
anggota Polri dan warga sipil (Putusan Nomor : 2730/Pid. B/2001) ?

C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dalam
memeriksa dan memutuskan perkara koneksitas tentang pencurian yang
dilakukan oleh anggota Polri dan warga sipil (Putusan Nomor : 2730/Pid.
B/2001).

2. Tujuan Subyektif
a. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan guna penulisan
penelitian, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana
dalam bidang ilmu hukum.
b. Menambah pengetahuan penulis dalam penulisan ilmu hukum acara
pidana.
c. Membandingkan materi di perkuliahan dengan kenyataan sehari-hari.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
hukum terutama hukum pidana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan proses acara
pemeriksaan perkara koneksitas terhadap pelaku tindak pidana.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan saran bagi
pihak terkait dengan masalah penangganan pelaku pidana dengan hukum
acara koneksitas.

E. Metode Penelitian
Tahap yang cukup penting dalam penelitian ilmiah adalah penentuan
metode penelitian yang akan dipakai dapat selaras dengan tujuan yang ingin
dicapai dengan efektif. Metode penelitian ini akan sangat berpengaruh dalam
penelitian data, teknik analisis data dan yang paling utama hasil penelitian
nantinya.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35).
Metode penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan
dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian,
sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan,
menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian tanpa
metode penelitian.
Dengan demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang
sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas
dari hasil penelitian ilmiah tersebut sangat ditentukan oleh pemilihan
metodenya.
Berdasarkan pengertian metode dan penelitian oleh para ahli tersebut
di atas, maka yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah suatu ilmu
yang mempelajari atau membicarakan cara-cara yang digunakan dalam usaha
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan
dalam rangka mencapai suatu tujuan penelitian.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum. Penelitian hukum
adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 35). Penelitian hukum ini merupakan
penelitian doktrinal karena keilmuan hukum bersifat preskriptif yang
melihat hukum sebagai norma sosial bukan gejala sosial (Peter Mahmud
Marzuki, 2006 : 33). Dalam hal ini kasus No: 2730/Pid. B/2001, lebih
lanjut dikaji dalam perspektif sebagai norma hukum.
2. Sifat Penelitian
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian hukum
doktrinal yang keilmuan hukumnya bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-
norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Sifat preskriptif ini
merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh
disiplin lain yang obyeknya juga hukum.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum
adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus
(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93).

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


menggunakan pendekatan kasus (case approach) berkaitan dengan
masalah yang dibahas yaitu perkara koneksitas dengan Putusan Pengadilan
Negeri Medan No. 2730/Pid. B/2001.
4. Bahan Sumber Hukum
Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yang berupa :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. bahan hukum atau
bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis.
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Adapun
yang penulis gunakan adalah :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1997
tentang Hukum Disiplin ABRI.
4) Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia
5) Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 Pelaksanaan Teknis
Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
6) Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2730/Pid. B/2001.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yang dimaksud bahan hukum sekunder yaitu yang berupa
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-
dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

atas putusan pengadilan dan hasil karya ilmiah para sarjana yang
relevan atau terkait dalam penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, diantaranya bahan dari media internet yang
relevan dengan penelitian ini dan kamus hukum.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum adalah
dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan
pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti
yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi.
Metode pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan
landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang
menjadi obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku
dan berkaitan dengan hal-hal yang diteliti.
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan
hukum sekunder yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Peneliti
menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan-
putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, yaitu Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2730/Pid. B/2001. Peneliti juga
mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Analisa
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah
hasil penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian
hukum, pengelolaan data hakekatnya merupakan kegiatan untuk

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika


berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut
untuk memudahkan pekerjaan analisis.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47).

F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan
sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya
pada sub bab ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang
terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana
dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari dari
sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini dikemukakan teori-teori yang mendasari masalah yang
akan dibahas yaitu tinjauan tentang Tinjauan Tentang
Pertimbangan Hakim, Tinjauan Tentang Koneksitas, Pengertian
Tindak Pidana, dan Tindak Pidana Pencurian.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berisi tentang analisis data yang terdiri dari jawaban dari
permasalahan yang diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, serta
pembahasan sesuai dengan kajian teori maupun dalam praktek
pelaksanaan.

BAB IV PENUTUP
Berisi tentang simpulan dan saran.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim
Pertimbangan Hakim adalah pertimbangan yang dilakukan oleh
Hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, berdasarkan alat bukti
yang ada didukung oleh keyakinan Hakim yang berdasar pada hati
nurani dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara pidana. Untuk
memperkuat keyakinan Hakim dalam persidangan, barang bukti secara
material sangat berguna, untuk hal ini dikarenakan Hakim tidak boleh
memutus perkara apabila tidak didasari pada sedikitnya dua alat bukti
yang sah dan meyakinkan. Seringkali Hakim dapat membebaskan
seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana berdasar barang bukti
yang ada dalam proses persidangan (Pasal 183 KUHAP).
Pertimbangan Hakim dapat diperoleh dari musyawarah Majelis
Hakim, dimana Hakim secara bergantian mengajukan pertanyaan
terhadap terdakwa yang berkaitan dengan perkara pidana yang sedang
diperiksa. Dimulai dari Hakim yang termuda sampai pada Hakim yang
tertua, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
tidak dijelaskan istilah itu berdasarkan umur atau jenjang kepangkatan.
Menurut HMA Kuffal, hal tersebut lebih tepat didasarkan pada jenjang
kepangkatan (HMA. Kuffal, 2005 : 354).
Wirjono Projodikoro sebagaimana dikutip oleh Leden Marpaung,
menyatakan sudah selayaknya bagian pertimbangan ini disusun serapi-
rapinya oleh karena putusan hakim selain daripada mengenai
pelaksanaan suatu peraturan hukum pidana, mengenai juga hak asasi
dari terdakwa sebagai warga negara atau penduduk dalam negara, hak-
hak mana pada umumnya harus dilindungi oleh badan-badan
pemerintahan.

15

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung


penghukuman terdakwa harus ditujukan terhadap hal-hal terbuktinya
peristiwa pidana yang dituduhkan kepada terdakwa. Oleh karena suatu
perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana, selalu terdiri dari
beberapa bagian, yang merupakan syarat bagi dapatnya perbuatan itu
dikenakan hukuman (elementen dari delick), maka tiap-tiap bagian itu
harus ditinjau, apakah sudah dapat dianggap nyata terjadi (Laden
Marpaung, 1992:423). Menurut Rusli Muhammad (2006:124), dalam
memberikan telaah kepada pertimbangan hakim dalam berbagai
putusannya terdapat dua kategori, yaitu :
a. Pertimbangan yang bersifat yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan
hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap
dalam persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagai hal
yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud antara
lain:
1) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dakwaan merupakan dasar dari hukum acara pidana
karena berdasar itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan.
Perumusan dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaan
pendahuluan yang disusun tunggal, komulatif, alternatif ataupun
subsidair.
2) Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa menurut Pasal 184 huruf e KUHAP,
digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa
yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Dalam
Hukum Acara Pidana keterangan terdakwa dapat dinyatakan
dalam bentuk pengakuan ataupun penolakan, baik sebagian
ataupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan
keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan


hakim, jaksa penuntut umum ataupun dari penasihat hukum.
3) Keterangan saksi
Salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam
menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi
dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu
mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam
sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan
saksi yang disampaikan di sidang pengadilan yang merupakan
hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari orang
lain atau kesaksian testimonium de auditu tidak dapat dinilai
sebagai alat bukti yang sah.
Menurut Pasal 185 KUHAP ayat (5) dalam menilai
keterangan saksi, hakim harus memperhatikan:
a) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
b) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan alat bukti
yang lain.
c) Alasan yang mungkin dipergunakan saksi untuk memberikan
keterangan yang tertentu.
d) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang
pada umumnya dapat mempengaruhi dan dapat tidaknya
keterangan itu dipercaya.
4) Barang-barang bukti
Pengertian barang bukti di sini adalah semua benda yang
dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di
depan sidang pengadilan, yang meliputi:
a) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai
hasil tindak pidana.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

b) benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan


tindak pidana atau untuk mempersiapkan.
c) benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana.
d) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan
tindak pidana yang dilakukan.
Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk
alat bukti. Adanya barang bukti yang terungkap pada
persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai
benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa,
dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang
bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa ataupun saksi.
5) Pasal-pasal dalam peraturan Hukum Pidana dan sebagainya
Dalam praktek persidangan, Pasal peraturan hukum pidana
itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal
ini, penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan
memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan
terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang
dirumuskan dalam Pasal peraturan hukum pidana. Apabila
ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap
Pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum
kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti
diatur dalam Pasal hukum pidana tersebut. Meskipun belum ada
ketentuan yang menyebutkan bahwa yang termuat dalam putusan
yang menyebutkan di antara yang termuat dalam putusan itu
merupakan pertimbangan yang bersifat yuridis di sidang
pengadilan, dapatlah digolongkan sebagai pertimbangan yang
bersifat yuridis.

b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis


Pertimbangan yang bersifat non yuridis, terdiri dari :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

1) Latar belakang terdakwa


Pengertian latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap
keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan
keras paksa diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana
kriminal. Latar belakang perbuatan terdakwa dalam melakukan
perbuatan kriminal meliputi :
a) Keadaan ekonomi terdakwa.
b) Ketidak harmonisan hubungan sosial terdakwa baik dalam
lingkungan keluarganya, maupun orang lain.
2) Akibat perbuatan terdakwa
Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti
membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Bahkan
akibat dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan
tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas,
paling tidak keamanan dan ketentraman mereka senantiasa
terancam.
3) Kondisi diri terdakwa
Pengertian kondisi terdakwa dalam pembahasan ini adalah
keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan
kejahatan, termasuk pula status sosial terdakwa. Keadaan fisik
dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara
keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan perasaan
yang dapat berupa : mendapat tekanan dari orang lain, pikiran
sedang kacau, keadaan marah dan lain-lain. Adapun yang
dimaksudkan dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki
dalam masyarakat.
4) Agama terdakwa
Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup
bila sekedar meletakkan kata “Ketuhanan” pada kepala putusan,
melainkan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

baik tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama


terhadap tindakan para pembuat kejahatan.
Menurut Tirtaamidjaja (1962:69-70), hal-hal yang perlu
dipertimbangkan oleh hakim pada mengambil keputusan yang terakhir
yaitu :
a) Perbuatan-perbuatan apakah yang telah terbukti karena pemeriksaan
di persidangan?
b) Telah terbuktikah bahwa si terdakwa itu telah bersalah tentang
perbuatan-perbuatan itu?
c) Kejahatan atau pelanggaran yang manakah telah diperbuat oleh
terdakwa itu?
d) Hukuman yang manakah patut diberikan pada si terdakwa?.
Dalam menentukan maxima dan minima hukuman, hakim harus
mempertimbangkan sifat dan seriusnya delik yang dilakukan, keadaan
yang meliputi keadaan perbuatan yang dihadapkan kepadanya. Hakim
harus melihat kepada kepribadian dari pelaku perbuatan, dengan
umurnya, tingkat pendidikan, apakah ia pria atau wanita, lingkungannya,
sikap sebagai warga negara (Oemar Seno Adji, 1984:8).
Dalam praktek sehari-hari baik oleh penuntut umum maupun
hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam tuntutan dan dalam
penjatuhan pidana ada dua pokok hal yang dapat meringankan dan
memberatkan. Faktor-faktor yang meringankan antara lain: terdakwa
masih muda, berlaku sopan, dan mengakui perbuatannya, belum pernah
dihukum, menyesali perbuatannya, keluarga dan lingkungan terdakwa
rusak, menanggung tanggungan anak, usia lanjut dan fisik lemah serta
masih belajar. Sedangkan faktor-faktor yang memberatkan misalnya :
memberi keterangan yang berbelit-belit, tidak menyesali perbuatannya,
tidak mengakui perbuatannya, perbuatannya keji dan tidak
berprikemanusian, perbuatan pidana dilakukan dengan sengaja, hasil
kejahatan telah dinikmati, perbuatan meresahkan masyarakat dan
merugikan negara.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

2. Tinjauan tentang Perkara Koneksitas


a. Perkara Koneksitas
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka
yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan
peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu
menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus
diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004 )
Koneksitas, percampuran orang-orang yang sebenarnya
termasuk jurisdiksi Pengadilan yang berbeda dalam suatu perkara,
misalnya seorang sipil dan seorang yang bersatus militer melakukan
suatu kejahatan bersama-sama. Tersangka/terdakwa terdiri dari dua
orang atau lebih yang tunduk kepada lingkungan peradilan umum
dan lingkungan peradilan militer. Untuk penyilidikan dilakukan
berdasar Pasal 2 SK Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan
dan Menteri Kehakiman No.KEP.10/M/XII/1985.
No.KEP.57.ir.09.05 Th.1985. Penyidik terdiri dari unsur-unsur
seperti :
1) Tim Pusat: Penyidik dari Mabes Polri, Penyidik dari PM ABRI
pada Pusat PM ABRI, Oditur Militer dari Oditur Jenderal ABRI,
dengan tugas melakukan penyidikan apabila perkara dan atau
tersangka mempunyai bobot nasional dan atau internasional, dan
apabila dilakukan atau akibat yang ditimbulkannya terdapat
dalam lebih dari satu daerah Hukum Pengadilan Tinggi.
2) Dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri: penyidik pada markas
komando wilayah kepolisian, markas komando kota besar,
markas komando resort dan markas komando sektor, penyidik
dari PM ABRI pada Detasemen POM ABRI, dan Oditur Militer
dari Oditur Militer dengan tugas diantarannya :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

a) Dalam daerah Hukum Pengadilan Tinggi, apabila dilakukan


atau akibat yang ditimbulkannya lebih dari satu Daerah
Hukum Pengadilan Negeri, tetapi masih dalam suatu Darah
Hukum Pengadilan Tinggi, apabila pelaksanaan
penyidikannya tidak dapat diselesaikan oleh Tim Tetap yang
ada dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri dan masih
dalam Daerah Hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
b) Dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri, apabila dilakukan
tindak pidana Koneksitas atau akibat yang ditimbulkannya
terjadi dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Susunan majelis hakim yang mengadili
perkara koneksitas adalah sebagai berikut:
(1) Apabila perkara koneksitas diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, hakim ketua dari lingkungan
peradilan umum, hakim anggota masing-masing
ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer
secara berimbang.
(2) Apabila perkara koneksitas diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer, hakim ketua dari
lingkungan peradilan militer, hakim anggota masing-
masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan
militer secara berimbang (hakim dari peradilan umum
diberi pangkat Tituler.

b. Koneksitas dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)


Pasal 89
(1)Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan
militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam Iingkungan
peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri
Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh


pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan oditur militer atau
oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-
masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara
pidana.
(3)Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat
keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan
Menteri Kehakiman.
Pasal 90
(1) Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer atau pengadilan dalam Iingkungan peradilan
umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan penelitian bersama
oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer
tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat
(2).
(2) Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam.
berita acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(3) Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat
tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut,
maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa
Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada
Oditur Jenideral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 91
(1) Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara


pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum, maka perwira penyerah perkara segera
membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan
melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut
umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut
kepada pengadilan negeri yang berwenang.
(2) Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada
kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat
sebagaimaña dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar
bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahan dan Keamanan,
agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan
keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan,
bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.
(3) Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi
perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk
menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau
mahkamah militer tinggi.
Pasal 92
(1) Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang
mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil
alih olehnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
bagi oditur militer atau oditur militer tinggi apabila perkara
tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam Iingkungan
peradilan militer.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

Pasal 93
(1) Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan
oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing
melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis,
dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa
tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna
mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan
Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
pendapat Jaksa Agung yang menentukan.
Pasal 94
(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara
tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-
kurangnya tiga orang hakim.
(2) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang
mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan
peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan
dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.
(3) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang
mengadili perkara pidana tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis
hakim terdiri dari hakim ketua dari Iingkungan peradilan militer
dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing
lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum yang
diberi pangkat militer tituler.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

(4) Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi
pengadilan tingkat banding.
(5) Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan
secara timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan
hakim perwira sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

3. Pengertian Tindak Pidana


a. Definisi Tindak Pidana
Undang-undang dalam merumuskan Undang-undang
mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana. Strafbaarfeit sendiri berarti suatu kelakuan manusia
yang diancam pidana oleh peraturan perundangan, jadi yang
diancam pidana adalah manusia, sehingga banyak ahli hukum yang
mengartikan Strafbaarfeit sebagai tindak pidana.
Pemberian definisi tentang pengertian hukum atau
pengertian dalam ilmu-ilmu sosialnya pastilah terdapat perbedaan-
perbedaan pendapat, maka dalam pemberian pengertian terhadap
definisi tindak pidana juga terdapat bermacam-macam pendapat
yang diberikan oleh para sarjana. Mengenai hal ini ada beberapa
pendapat yang antara lain :
“ Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak
pidana”. ( Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55).
Menurut pendapat Simons (dalam Wirjono
Prodjodikoro,1986:56) :
“Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang
bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

Menurut pendapat Moeljatno :


“Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukun, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi siapa yang melanggar”.(Moeljatno,1983: 54)
Sedangkan menurut Van Hammel (dalam Wirjono
Prodjodikoro,1983 : 54) :
“Strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet
yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan ”.
Menurut Pompe pengertian Strafbaarfeit dibedakan :
a. Definisi menurut teori memberikan pengertian “Strafbaarfeit”
adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena
kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan
umum.
b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian
“Strafbaarfeit”adalah suatu kejadian (fekt) yang oleh peraturan
Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan
sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat
melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang
dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab. Simons
(dalam Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 4).
Pengertian tindak pidana atau Strafbaarfeit yang diberikan
oleh beberapa ahli tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa
perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang
yaitu melanggar suatu aturan hukum pidana atau perbuatan yang
tidak boleh dilakukan oleh suatu aturan aturan hukum positif serta
perbuatan yang apabila melanggar diancam dengan pidana oleh
karena itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana
atau tindak pidana apabila ada suatu kenyataan bahwa ada aturan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman pidana bagi siapa


saja yang melanggar larangan tersebut, dalam larangan dan ancaman
tersebut terdapat hubungan yang erat. Oleh karena itu antara
peristiwa dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada suatu
kemungkinan hubungan yang erat dimana satu dengan yang lain
tidak dapat dipisahkan. Guna menyatakan hubungan yang erat itu
maka digunakan perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak
yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit yaitu:
a. Adanya kejadian yang tertentu, serta
b. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.
(Moeljatno,1982, 39).

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana


Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan
pidana atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi
unsur-unsur pidana yaitu :
1) Subyek Tindak pidana
Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku,
hal ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP,
sebagaimana dikemukakan oleh Moeljatno dalam bukunya yaitu:
“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku
hal ini terdapat di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya
pikir merupakan syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada
wujud hukumnya yang tercantum dalam pasal KUHP yaitu
hukuman penjara dan hukuman denda.” (Moeljatno,1982: 54).
KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang
siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana
adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam
pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

terlibat, seperti contohnya badan hukum, sehingga yang dapat


memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia
akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana
karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga
bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan
badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman
yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan
hukum yang bersangkutan.
2) Harus Ada Perbuatan Manusia
Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam
perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya
perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada
pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan
sebagai perbuatan pidana yaitu :
a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak
dilaporkan walaupun ada kesempatan untuk melapor pada
yang berwajib.
b) Tidak bersedia menjadi saksi
Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari
perbuatan atau tindak pidana.
3) Bersifat Melawan Hukum
Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal
yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang
bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi
persoalan hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri
ada dua, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum
materiil, seperti yang dikemukakan oleh Moeljatno :
a) Melawan hukum formil, yaitu :
Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan Undang-
Undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

hukumnya perbuatan sudah nyata, dan sifat melanggarnya


ketentuan Undang-Undang kecuali jika termasuk
perkecualian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.
b) Melawan hukum materiil, yaitu :
Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua
perbuatan yang sesuai dengan larangan Undang-Undang itu
bersifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan
hukum bukanlah Undang-Undang saja, tetapi di samping
Undang-Undang terdapat hukum tertulis, yaitu norma-norma
atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
(Moeljatno, 1982 : 130)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan melawan hukum formil adalah telah
memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan dari
dalam Undang-Undang dan sifat melawan hukumnya harus
berdasar Undang-Undang. Sedangkan yang dimaksud dengan
melawan hukum material adalah suatu perbuatan itu melawan
hukum atau tidak dilihat dari Undang-Undang dan juga aturan-
aturan yang hukum tertulis.
4) Kesalahan
Seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan
hukum atau melakukan perbuatan yang sesuai dengan rumusan
delik dalam Undang-Undang hukum pidana belum tentu dapat
dipidana. Untuk dapat dipidananya perbuatan melawan hukum
harus memenuhi dua syarat yang menjadi satu keadaan yaitu
bersifat melawan hukum sebagai tindak pidana dan suatu
perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu
kesalahan. Pengertian kesalahan menurut beberapa ahli hukum
antara lain :
Menurut Vos ada tiga ciri khusus kesalahan yaitu :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

a) Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan


perbuatan tersebut.
b) Hubungan batin tertentu dari orang yang berniat yang
perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
c) Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus
pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
5) Kesengajaan (Op Zet)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memberikan
pengertian definisi kesengajaan secara tegas, sehingga untuk
mendapatkan batasan/menentukan pengertian kesengajaan
diambilkan dari Memory Van Toelichting (M.V.T). Dari
Memory Van Toelichting ini diperoleh petunjuk bahwa pidana
pada umumnya hendaklah dikenakan pada barang siapa yang
melakukan perbuatan yang dilarang :
a) Dikehendaki (Willens) maksudnya orang yang berbuat
mempunyai niat atau kemauan menghendaki untuk
melakukan perbuatan yang dilarang.
b) Diketahui (Wittens) maksudnya orang yang melakukan
perbuatan sudah memperhitungkan akibat yang akan terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dilakukan
dengan sengaja apabila seseorang yang melakukan perbuatan di
samping menghendaki perbuatannya juga mengetahui akan
akibat yang tejadi atau timbul. Dalam hukum pidana ada dua
teori kesengajaan yaitu :
a) Teori kehendak adalah teori yang menitikberatkan pada apa
yang dikehendaki pada apa yang diperbuat. Maksudnya
orang yang melakukan perbuatan tertentu menghendaki
akibat tertentu pula. (berkehendak mewujudkan unsur-unsur
delik dalam rumusan Undang-Undang).
b) Teori pengetahuan adalah teori yang menitikberatkan pada
apa yang diketahui dan apa yang terjadi pada waktu

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

berbuat. Jadi kesengajaan yang terjadi disini jika akibat yang


terjadi tidak sesuai dengan tindakan yang dibayangkan.
Selain dua teori diatas, dalam teori biasanya diajarkan
bahwa dalam kesengajaan ada tiga corak yaitu :
a) Kesengajaan sebagai maksud (dolus directus)
Merupakan kesengajaan yang biasanya dan sederhana, disini
pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang terlarang.
Contoh memukul Toni, Tono menghendaki agar Toni sakit,
maksudnya Toni tidak curang..
b) Kesengajaan dengan sadar kepastian
Dalam hal ini perbuatan mempunyai dua akibat yang
ditimbulkan yaitu : satu, akibat yang memang ditimbulkan si
pembuat (dapat merupakan delik tersendiri atau tidak). Dua,
akibat yang tidak dikehendaki atau diinginkan tetapi
merupakan suatu keharusan untuk mencapai maksud atau
tujuan yang pertama tadi, akibat ini pasti terjadi atau timbul,
misalnya, Ahmad hendak membunuh seseorang dengan
menggunakan pistolnya, sedangkan yang menjadi sasarannya
adalah Sidik, yang kebetulan sedang berada dibalik kaca
jendela sebuah hotel tersebut. Jadi rusaknya kaca jendela
hotel tersebut ada kesengajaan dengan sadar kepastian
(keharusan) sesuai dengan pasal 406 KUHP.
c) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
Dalam hal ini ada kesengajaan tertentu yang semula mungkin
terjadi, kemudian benar-benar terjadi. Misalnya X hendak
membalas dendam kepada Z yang bertempat tinggal di Horn.
X mengirim roti atau kue tar yang dibubuhi racun dengan
masud membunuh Z. X tahu dan sadar bahwa kemungkinan
istri Z yang tidak berdosa juga akan memakan roti atau kue
tersebut oleh karena itu kesengajaan dianggap tertuju pula
pada matinya istri Z. dalam batin X, kematian tersebut tidak

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

menjadikan persoalan baginya. Jadi dalam kasus tersebut


diatas ada kesengajaan sebagai tujuan terhadap matinya Z
dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan terhadap
kematian istri Z.
Penggolongan kesengajaan lainnya adalah :
a) Kesengajaan berwarna
Bahwa kesengajaan disini berarti sengaja melakukan
perbuatan, jadi untuk adanya kesengajaan pembuat perlu
menyadari perbuatannya yang dilarang.
b) Kesengajaan tidak berwarna
Bahwa untuk adanya kesengajaan tidak berwarna cukup
bila pembuat menghendaki perbuatan yang dilarang
tetapi tidak perlu tahu bahwa perbuatan itu bersifat
melawan hukum.
Disamping teori-teori kesengajaan diatas ada beberapa teori
yang menjelaskan macam-macam sengaja yaitu :
a) Dolus Generalis
Kesengajaan di tujukan orang banyak.
b) Dolus Indirectus
Perbuatan yang dilakukan secara tidak langsung
c) Dolus Directus
Perbuatan yang dilakukan secara langsung
d) Dolus Determinatus
Sengaja yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu
e) Dolus Alternatives
Kesengajaan yang ditujukan dengan memiliki akibat
tertentu
f) Dolus Premeditatus.
Kesengajaan yang direncanakan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

c. Macam-Macam Tindak Pidana


Ada berbagai macam tindak pidana menurut para pakar
hukum, tetapi disini hanya akan dibahas beberapa saja yang ada
hubungannya dengan tindak pidana pencurian, yaitu :
1) Materiil dan formil
a) Materiil
Suatu tindak pidana yang dilarang oleh Undang-Undang
ialah akibatnya atau tindak pidana yang menitik beratkan
pada terjadinya akibat. Misalnya : pembunuhan (pasal 338
KUHP) yang dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang
mengakibatkan matinya orang lain.
b) Formil
Perbuatan pidana yang dilarang adalah perbuatannya,
perbuatannya disebut pidana apabila telah selesai. Contoh
pencurian (pasal 362 KUHP) yang dirumuskan sebagai suatu
perbuatan mengambil barang milik orang lain secara tidak
sah. (Samidjo, 1983:157.
2) Sederhana dan berkualifikasi
a) Sederhana
Tindak pidana tanpa pemberatan, misal pencurian biasa
(Pasal 362 KUHP)
b) Berkualifikasi
Tindak pidana yang diserta dengan pemberatan, misal
pencurian pada waktu malam hari (Pasal 363 KUHP).
3) Umum dan Khusus
a) Umum
Kejahatan yang dilakuan oleh setiap orang misalnya
pencurian biasa.
b) Khusus
Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu
dengan jabatan tertentu misal korupsi.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

4) Kejahatan dan Pelanggaran


Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan
pelanggaran terdapat dalam KUHP yaitu Buku II KUHP yang
mengatur kejahatan dan buku III KUHP mengatur mengenai
pelanggaran. Dalam KUHP tida dijelaskan secara rinci mengenai
pembedaan tersebut. Konsekuensi dari pembedaan tersebut
adalah “kejahatan diancam pidana lebih berat”. Dan di bedakan
antara kesengajaan dan kealpaan serta percobaan dan penyertaan
dalam kejahatan dapat dikenai pidana sedangkan pelanggaran
diancam pidana ringan, tidak ada pembedaan sengaja maupun
alpa serta dalam pelanggaran percobaan dan penyertaan tidak
dapat dipidana.
5) Delik commissionis, delik ommisionis, delik commissionis per
ommissionis commisa
a) Delik commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran
terhadap larangan dengan bentuk berbuat sesuatu yang
dilarang misal pencurian.
b) Delik ommissionis adalah delik yang berupa pelanggaran
terhadap perintah ialah melakukan sesuatu yang
diperintahkan misal tidak menghadap sebagai sasi dimuka
pengadilan.
c) Delik commisionis per ommissionen commissa adalah delik
yang berupa pelanggaran terhadap larangan akan tetapi dapat
dilakukan dengan cara tidak berbuat.

4. Tindak Pidana Pencurian


a. Pengertian Pencurian
Ketentuan umum tentang pengertian pencurian terdapat
dalam pasal 362 KUHP : “Barang siapa mengambil barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaaan orang lain dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

pencurian, dengan penjara paling lama lima tahun atau denda paling
banyak enam puluh rupiah”. (Moeljatno, 2001 : 128)
Dengan demikian unsur-unsur pencurian adalah :
1) Perbuatan mengambil
Mengambil dalam arti mengambil dari tempat dimana barang
tersebut berada, sehingga dari arti tersebut tersimpul kesengajaan
dari kata mengambil antara si pelaku dengan barangnya, bukan
hubungan hukumnya pada saat memiliki barang tersebut belum
dikuasai pelaku.
2) Barang yang diambil
Barang yang diambil harus merupakan barang yang berwujud,
dan dapat dipindahkan. Oleh karena pencurian termasuk
kejahatan terhadap harta kekayaan, maka sebagian orang
berpendapat atau menafsirkan bahwa barang yang menjadi
obyek pencurian harus mempunyai nilai ekonomis. Namun nilai
ekonomis bukan merupakan syarat mutlak pencurian.
3) Barang yang diambil harus seluruh atau sebagian milik orang.
Terdapat 2 kemunginan terhadap barang yang dicuri :
a) Barang itu seluruhnya milik orang lain, yaitu barang yang
dikuasai dan didapat oleh seseorang secara legal.
b) Barang itu sebagian milik orang lain, yaitu barang yang
dicuri kemungkinan sebagian adalah milik si pencuri sendiri
misalnya barang warisan yang belum dibagi-bagi, sedang si
pencuri adalah ahli waris yang berhak atas barang itu.
4) Pengambilan barang dengan tujuan memiliki secara melawan
hokum. Berarti pengambilan barang dilakukan dengan sengaja
oleh orang lain atas barang yang diambil sedangkan padanya
tidak ada hal untuk memiliki. Seperti apa yang dikemukakan
oleh Novon tentang pemilikan dengan melawan hukum adalah :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

“Berbuat sesuatu dengan barang seolah-olah pemilik barang


tersebut dan dengan perbuatan itu melanggar atau melawan
hukum” (Hermein Hadiati Koeswadi, 1983: 20)
b. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian
Pengaturan mengenai tindak pidana pencurian dalam KUHP
buku II Bab XXII, pasal 362 KUHP sampai pasal 367 KUHP yang
dapat digolongkan berdasarkan unsur-unsurnya yaitu :
1) Tindak Pidana Pencurian Biasa
Menurut pasal 362 KUHP.
“Barang mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah.”(Moeljatno, 2001:128).
Berdasarkan uraian di atas unsur-unsur tindak pidana pencurian
biasa adalah :
a) Perbuatan mengambil
b) Barang yang diambil
c) Barang milik yang dicuri harus seluruhnya atau sebagian
milik orang lain.
d) Tujuan memiliki barang secara melawan hukum.
2) Tindak Pidana pencurian dengan pemberatan
Diatur dalam pasal 363 dan 365 KUHP disebutkan
pencurian dengan pemberatan karena pencurian dilakukan
dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga
ancaman pidananya diperberat, dimana cara atau keadaan
tertentu antara lain adalah :
a) pencurian hewan ternak.
b) Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, bencana alam,
gempa bumi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kapi,

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

huru hara, pemberontakan, pemberontakan dalam kapal atau


bencana perang.
c) Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman
atau pekarangan yang tertutup diman terdapat rumah
kediaman oleh orang yang ada disitu tanpa setahu atau
bertentangan dengan kehendak yang berhak.
d) Pencurian dilakuan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
e) Pencurian yang untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau
untuk dapat mengambil barang yang dicuri itu dilaukan
dengan jalan membongkar, mematahkan atau memanjat atau
memakai atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian, jabatan palsu.
3) Tindak pidana pencurian dengan kekerasan
Diatur dalam pasal 365 ayat (1) KUHP yang diantaranya
menyebutkan :
Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun
pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri
atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang
dicurinya. (Moelyatno,1990, 129).
Pasal 365 ayat (1) diatas yang dimaksud dengan
pencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman terhadap
orang, yang dimaksudkan untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian atau apabila dalam hal tertangkap
tangan akan memungkinkan baginya untuk melarikan diri atau
tetap mengusai barang yang dicurinya. Sementara itu dari pasal
365 ayat (2) sampai ayat (4) ada hal-hal yang menyebabkan
ancaman pidana diperberat, antara lain :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

a) Bila perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah


rumah atau pekarangan tertutup yang ada dirumahnya, di
jalan umum atau dalam kereta api yang sedang berjalan.
b) Perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu.
c) Bila masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan
merusak, memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu
atau pakaian jabatan palsu.
d) Perbuatan tersebut mengakibatkan luka-luka atau matinya
seseorang.

4) Tindak Pidana Pencurian Ringan


Mengenai tindak pidana pencurian ringan diatur dalam
pasal 364 KUHP, pencurian ringan ini berbeda dari pencurian
biasa maupun dengan pencurian-pencurian lainnya, sebab dalam
pencurian ringan nilai barang-barang yang dicuri sangat rendah.
Adapun unsur-unsur pencurian ringan antara lain :
a) Pencurian biasa asal nilai barang yang dicuri tidak melebihi
Rp. 250,-
b) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih asal nilai
barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,-
c) Pencurian dengan cara masuk ke tempat barang yang
diambil dengan jalan membongkar, memecahkan,
memanjat, atau memakai anak kunci palsu asal nilai barang
tidak lebih dari Rp. 250,- dan tidak dilakukan dalam rumah
atau pekarangan tertutup yang ada di rumahnya.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

B. Kerangka Pemikiran

Tindak pidana dilakukan


oleh oknum Polisi dan
Warga Sipil

Peradilan Koneksitas

Pengadilan Negeri Medan


Putusan No. 2730/Pid. B/2001

Pelaku Polisi Pelaku Sipil

Bersalah Bersalah

Bagan 1. Kerangka Pemikiran


Keterangan :
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perkara tindak pidana biasa pada wilayah Pengadilan Negeri Medan
yang dilakukan oleh Polri aktif pada tahun 2001 dugaan tindakan melawan
hukum dengan maksud untuk memiliki secara melawan hokum dengan telah
mengambil sesuatu barang berupa uang, yang didahului, disertai, atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang lain. Perkara
pelanggaran pidana ini melibatkan seorang Polisi dan seorang sipil sehingga
perlu dilakukan pengadilan koneksitas untuk menanggani perkara pidana yang
melibatkan Polisi/TNI. Perkara ditangani ditangani oleh Pengadilan Negeri
Medan dengan jalur pengadilan umum. Putusan Pengadilan Medan tersangka
dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara masing-masing 3 tahun dan
dipecat dari kesatuannya pada terdakwa anggota Polri dan 2 tahun penjara
untuk pelaku anggota sipil.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Acara Pemeriksaaan Koneksitas


Penelitian tentang pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dalam
memeriksa dan memutuskan perkara koneksitas tentang pencurian yang
dilakukan oleh anggota Polri dan warga sipil. Uraian kasus tindak kejahatan
yang dilakukan oleh seseorang yang masih menjabat sebagai Polisi yang aktif
dan anggota sipil adalah sebagai berikut, bahwa Muhammad Adi Syahputra
als Adi selaku anggota Polri dan terdakwa Rizaldi Syahputra als Rizaldi secara
bersama-sama bersekutu pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001,
bertempat di Toko UD Subur Jalan Pukat Harimau/Jln. Aksara No. 19 Medan
disuatu tempat yang termasuk dalam Wilayah Hukum Pengadilan Negeri
Medan dengan maksud ingin memiliki secara melawan hukum, telah
mengambil sesuatu barang berupa uang kontan Rp. 35.000.000,00 kepunyaan
korban Tjin Khiong als Akiong, yang didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan
menyiapkan atau memudahkan pencurian itu. Dalam penelitian ini
berdasarkan pada kasus koneksitas dengan Putusan Perkara Pidana sesuai
dengan Surat Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid. B/2001
diperoleh :
1. Identitas Terdakwa
Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
sebagai berikut dalam perkara para terdakwa:
a. Nama : Muhammad Adi Stahputra als Adi
Lahir di : Medan
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Asrama Polisi Binjai No. 41
Jln Denai Gang Buntu No. 5 Medan
Agama : Islam
41

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

b. Nama : Rizaldi Syahputra als Rizaldi


Lahir di : Medan
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Jln. Bromo Gg. Akrab
Medan Tebung
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta

2. Surat Dakwaan
Bahwa mereka terdakwa 1: Muhammad Adi Syahputra als Adi
selaku anggota Polri dan terdakwa II : Rizaldi Syahputra als Rizaldi secara
bersama-sama bersekutu pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001
sekitar pukul 09.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam
2001, bertempat di Toko UD. Subur Jalan Pukat Harimau/Jln. Aksara No.
19 Medan, atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk
Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan maksud untuk
memiliki secara hukum, telah mengambil sesuatu barang berupa uang
kontan Rp. 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) atau setidak-
tidaknya lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
kepunyaan saksi konban Tjing Khiong als Akiong atau orang lain selain
daripada mereka terdakwa, yang mendahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan
menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan
(kepergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya atau bagi kawannya yang
turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang
dicuri itu tetap ada ditangannya dan dilakukan oleh terdakwa-terdakwa
antara lain dengan cara sebagai berikut :
Pada hari Kamis tanggal 20 September 2001 sekitar pukul 20.30 WIB
terlebih dahulu terdakwa I : Muhammad Ali Syahputra als Adi datang
menjumpai terdakwa II: Rizaldi Syahputra als Rizaldi di jalan Madong

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

Lubis Medan, dimana terdakwa I lalu mengajak terdakwa II berkeliling


dengan menaiki sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat untuk
mencari sasaran yang akan dirampok, setelah itu terdakwa I dan terdakwa
II pergi menuju ke Jalan Wahidin Medan dan berhenti disebuah toko yaitu
UD Subur milik saksi korban, selanjutnya terdakwa I lalu menyuruh
terdakwa II untuk membeli rokok dengan tujuan untuk melihat situasi
jumlah orang yang ada didalam toko milik saksi korban, tidak berapa lama
kemudian lalu terdakwa II kembali untuk menjumpai terdakwa I yang
ketika itu sedang menunggu didepan toko, selanjutnya terdakwa-terdakwa
berencana bahwa perampokkan terhadap toko milik saksi korban akan
dilakukan pada besok harinya, selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 21
September 2010 pada jam 09.00 WIB dengan menaiki sepeda motor RX
King tanpa plat warna hitam berikut senjata api jenis Revolver S & W
Kaliber 38 berikut pelurunya sebanyak lima butir dan dengan memakai
helm warna hitam dengan tertutup, lalu terdakwa I menjumpai terdakwa II
di Jalan Madong Lubis untuk selanjutnya bersama-sama berangkat menuju
toko milik saksi korban dengan menaiki sepeda motor RX King warna
hitam yang dikemudikan oleh terdakwa II dengan membonceng terdakwa I
menuju toko milik saksi korban, setibanya didepan toko milik saksi korban
lalu terdakwa I menyuruh terdakwa II untuk menghentikan sepeda motor
dan sekaligus menyuruh terdakwa II melihat situasi dalam toko, setelah
terdakwa-terdakwa melihat situasi dalam keadaan sunyi, lalu kemudian
terdakwa I menyuruh terdakwa II untuk stand by diatas sepeda motor
sedangkan terdakwa I dengan memakai helm yang tertutup masuk kedalam
toko milik saksi korban dan sekaligus terdakwa I menarik senjata api yang
sebelumnya terselip di pinggangnya selanjutnya ditodongkan kearah saksi
korban yang ketika itu sedang berdiri di depan steling dengan ucapan
“DIAM !! JANGAN BERGERAK”, namun ternyata saksi korban
bergerak mengitari meja mendekati terdakwa i dan berusaha merebut
senjata api dari tangan terdakwa I, namun terdakwa I tetap
mempertahankannya sambil melakukan penembakan kearah depan akan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

tetapi saksi korban tetap melakukan perlawanan sehingga akhirnya


terdakwa I memukulkan helmnya kearah saksi korban berulang kali yang
mengakibatkan saksi korban terjatuh waktu itu terdakwa I langsung
melakukan penembakan terhadap saksi korban yang mengenai perutnya
satu kali yang mengakibatkan saksi korban tidak sadarkan diri, setelah itu
lalu terdakwa pun mendekati steling tempat uang dan mengambil uangnya
selanjutnya keluar dari toko dengan posisi tangan kiri memegang uang
sedangkan tangan kanan memegang senjata api, setibanya terdakwa I
diluar toko ternyata berpapasan dengan saksi Parulian Sirait yang
kemudian menegor terdakwa I akan tetapi terdakwa I langsung
mengarahkan senjata api dan sekaligus menembakkannya ke udara,
melihat situasi semakin ramai akhirnya terdakwa I berarah kearah
terdakwa II yang menunggu diatas sepeda motor untuk selanjutnya
melarikan diri kearah Jalan Sei Kera Medan, dimana akibat dari perbuatan
dari terdakwa-terdakwa tersebut saksi korban juga mengalami luka-luka
sesuai dengan Visum et Repertum No. 35/Vs/RSM/X/2001 tanggal 05
Oktober 2001 yang ditandatangani oleh dr. Daja kemudian tanggal 21
September 2001 s/d 28 September dalam keadaan belum sembuh,
kemudian saksi korban berobat lagi ke Singapura selama 11 hari.

3. Pemeriksaan Saksi
a. Saksi Tjin Kiong als Akiong, setelah disumpah dipersidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1) bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira
jam 09.30 WIB bertempat di Toko saksi (UD. Subur) di Jalan
Pukat Harimau Medan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als
Adi mengambil uang saksi.
2) Bahwa benar ketika terdakwa I masuk ke toko korban, ketika itu
korban sedang menghitung uang lalu terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra menodongkan pistol kearah saksi sambil meminta uang
yang ada pada saksi.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

3) Bahwa benar ketika melakukan perlawanan dengan berusaha


mengambil pistol terdakwa I Muhammad Adi Syahputra memukul
kepala saksi dengan helm sehingga terjatuh.
4) Bahwa benar ketika saksi terjatuh berusaha untuk bangkit ketika
itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menembak kearah saksi
dan mengenai perut saksi sehingga luka.
5) Bahwa akibat penembakan tersebut korban/saksi harus menjalani
operasi di Rumah Sakit Methodist dan berobat di RS. Elisabeth di
Singapura selama lebih kurang 2 minggu.
6) Bahwa benar uang Rp. 1.680.000,00 yang diperlihatkan
dipersidangan adalah sebagian uang saksi yang diambil terdakwa
yang tel;ah disisihkan sebelumnya dan baju celana yang
diperlihatkan sebagai barang bukti adalah pakaian yang dipakai
terdakwa I Muhammad Adi Syahputra.
7) Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra yang telah
menembak saksi.
b. Saksi Agus Samosir, setalah disumpah pada pokoknya menerangkan :
1) Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira
jam 09.30 WIB bertempat tinggal di Toko UD Subur Jalan Aksara
Medan telah terjadi perampokan.
2) Bahwa benar ketika terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi
ke toko tersebut saksi berada di luar toko, tidak lama kemudian
mendengar suara ledakan dari dalam toko.
3) Bahwa benar selanjutnya saksi masuk ke toko dan melihat ketika
korban sedang menarik terdakwa I Muhammad Adi Syahputra
yang saat itu memegang pistol.
4) Bahwa benar melihat hal tersebut saksi berusaha membantu korban
tetapi dipukul dengan helm oleh terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra sehingga saksipun menjadi mundur.
5) Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra memukul
korban dengan menggunakan helm sehingga saksi korban menjadi

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

terjatuh dan saat itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra


menembak korban dan selanjutnya mengambil uang yang ada di
steling toko kemudian dengan menggunakan sepeda motor RX
King yang dikendarai temannya terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra melarikan diri.
6) Bahwa benar barang bukti berupa baju dan celana yang
diperlihatkan dipersidangan adalah yang dipakai oleh terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra.
7) Bahwa benar akibat penembakan tersebut korban mengalami luka
pada bagian perut.

c. Saksi Sadimen als Imen setelah disumpah pada pokoknya


menerangkan sebagai berikut :
1) Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira
jam 09.30 bertempat di toko UD Subur di Jalan Aksara terjadi
perampokan.
2) Bahwa benar ketika terjadi penodongan dilakukan terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra als Adi saat itu saksi sedang membantu
korban menghitung uang
3) Bahwa benar saat itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra
menodongkan pistolnya dan meminta uang yang ada pada korban
4) Bahwa benar ketika terdakwa I Muhammad Adi Syahputra
menodongkan pistolnya oleh korban melakukan perlawanan
dengan berusaha merebut pistol terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra
5) Bahwa benar ketika korban melakukan perlawanan oleh terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra memukul korban dengan menggunakan
helm sehingga korban terjatuh dan ketika korban bangkit ditembak
oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra dan mengenai perut
korban

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

6) Bahwa benar selanjutnya terdakwa mengambil uang yang ada


disteling toko dan selanjutnya melarikan diri saat itu saksi
mendengar suara sepeda motor yang dilarikan dengan kencang
7) Bahwa benar akibat penembakan tersebut korban dirawat di RS.
Methodist dan selanjutnya berobat ke Singapura.
8) Bahwa benar barang bukti berupa baju dan celana adalah pakaian
yang digunakan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra ketika
melakukan perampokan.

4. Pemeriksaan Terdakwa
a. Terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi, pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
1) Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001
terdakwa I Muhammad Adi Syahputra mengajak terdakwa II
Rizaldi Syahputra als Rizaldi untuk jalan-jalan.
2) Bahwa benar ketika sampai di toko korban,terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra mengajak terdakwa II Rizaldi
Syahputra untuk melakukan perampokan.
3) Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menyuruh
terdakwa II Rizaldi Syahputra untuk menunggu diluar dengan
sepeda motor.
4) Bahwaa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra masuk ke
dalam toko korban dan menodongkan pistol kearah korban sambil
meminta uang.
5) Bahwa benar ketika itu korban melakukan perlawanan sehingga
terdakwa I memukul korban dengan helm dan ketika korban jatuh
terdakwa I menembak korban.
6) Bahwa benar setelah menembak korban, terdakwa I mengambil
uang yang ada diatas toko korban, selanjutnya keluar dari toko
dan menaiki sepeda motor yang dikendarai terdakwa II Rizaldi
Syahputra untuk selanjutnya melarikan diri.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

7) Bahwa benar uang tersebut dibawa terdakwa kerumah.


8) Bahwa benar pistol yang digunakan bukan merupakan pistol
terdakwa tetapi di dapat di Diskotik Yuda.
9) Bahwa benar baju dan celana yang diperlihatkan dipersidangan
sebagai barang bukti adalah pakaian yang dipergunakan terdakwa
ketika melakukan perampokan.
10) Bahwa benar pada hari JUm’at tanggal 21 September 2001
terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi mengajak
terdakwa untuk jalan-jalan.
b. Terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi, dipersidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1) bahwa benar pada hari jum’at tanggal 21 September terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra als Adi mengajak terdakwa untuk
jalan-jalan.
2) Bahwa benar sesampainya di toko korban oleh terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra als Adi menyuruh terdakwa untuk
membeli rokok setelah itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra
als Adi kembali menyuruh membeli permen selanjutnya terdakwa
I Muhammad Adi Syahputra als Adi meminta terdakwa untuk
menunggu diluar dengan sepeda motor sementara terdakwa I
kedalam toko.
3) Bahwa benar terdakwa menunggu diluar dengan jarak sekira 4
(empat) meter dari toko korban.
4) Bahwa benar tidak berapa lama terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra als Adi masuk ke dalam toko terdengar suara letusan
dan setelah itu terdakwa I keluar dari toko dengan membawa uang.
5) Bahwa benar setelah keluar dari toko terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra als Adi berlari dan menaiki sepeda motor yang
dikendarai terdakwa untuk selanjutnya melarikan diri.
6) Bahwa benar saat itu terdakwa melarikan sepeda motor dengan
kecepatan tinggi.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

7) Bahwa benar terdakwa belum mendapat bagian yang karena


terdakwa Muhammad Adi Syahputra als Adi akan
membaginyananti malam.

5. Tuntutan Hukum
Tuntutan pidana jaksa Pengadilan Negeri tertanggal 23 April 2002
No. Perk. PDN-7041/Ep I/II/2001yang pada akhirnya menuntut supaya
pengadilan memutuskan :
a. Menyatakan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi dan
terdakwa II Rizaldi Syahputra bersalah melakukan tindakan pidana
pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama
melanggar pasal 365 (2) ke 2 dan ke 4 KUH Pidana.
b. Menjatuhkan pidana terdap terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als
Adi dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan terdakwa II
Rizaldi Syahputra als Rizaldi dengan pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dikurangi selama berada dalam tahanan.
c. Barang bukti berupa :
1) Uang Rp. 16.860.000,00 yang disisihkan sejumlah Rp. 1.680.000
dikembalikan kepada Tjun Khiong als Akiong.
2) 1 (satu) unit sepeda motor RX king warna hitam tanpa plat
dikembalikan kepada Edi Susanto.
3) 1 (satu) pucuk senjata api Revolver caliber 38 dengan nomor AJL
0144 berikut 3 (tiga) butir peluru dikembalikan kepada kesatuan
Brimobda Sumut.
4) Sepotong baju kemeja dan 1 (satu) celana panjang warna krem
dikembalikan kepada terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als
Adi
d. Membebankan para terdakwa membayar biaya perkara Rp. 500.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

6. Pertimbangan Hakim
Berdasarkan fakta-fakta yang ada maka unsur-unsur pidana yang
didakwakan yaitu melanggar padal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP
dengan unsur-unsur :
a. Barang siapa
Yang dimaksud barang siapa menunjukkan pada pelaku dari tindak
pidana dimaksud berdasarkan fakta yang terungkap setelah mendengar
keterangan saksi dan para terdakwa bahwa pelaku dari tindak pidana
menunjuk pada diri pada terdakwa.
Maka unsure barang bukti terbukti.
b. Mengambil suatu barang
Yang dimaksud dengan mengambil suatu barang yakni perbuatan
pelaku yang telah mengangkat atau memindahkan suatu barang dari
tempat semula ketempat lainnya, sedang barang yakni benda yang
bernilia ekonomis. Berdasarkan barang yang terungkap dipersidangan
bahwa terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi mengambil
sejumlah uang yakni sebesar Rp 16.680.000,00 yang semula berada
diatas steling untuk selanjutnya dibawa kerumah dengan mengendarai
sepeda motor RX King yang dikendarai terdakwa II Rizaldi Syahputra
als Rizaldi. Maka unsur mengambil sesuatu barang terbukti.
c. Yang sama sekali kepunyaan orang lain
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan hanya uang Rp.
16.680.000,00 yang diambil oleh terdakwa-terdakwa adalah milik
saksi korban Tjing Kiong als Akiong.
Maka unsur yang kepunyaan orang lain terbukti
d. Dengan maksud akan memiliki
Yang dimaksud dengan akan memiliki yakni bila seseorang telah
diperlakukan barang tersebut sebagaimana layaknya pemilik telah
menunjukkan maksud memiliki tersebut. Berdasarkan fakta yang
terungkap terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi telah
mengambil uang milik Tjin Kiong als Akiong dan bersama dengan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi membawa uang tersebut dan


menyimpannya dirumah terdakwa I Muhammad adi Syahputra als Adi,
perbuatan terdakwa yang menyimpan uang milik Tjin Kiong als
Akiong telah menunjukkan maksud memiliki dari para terdakwa.
Maka maksud unsure akan memiliki terbukti.
e. Dengan melawan hukum
Bahwa perbuatan para terdakwa yang mengambil uang milik Tjing
Kiong als Akiong tanpa seizing pemiliknya adalah dilarang oleh
Undang-undang.
Maka unsur dengan melawan hukum terbukti :
1) diikuti dengan kekerasan
2) dengan maksud akan memudahkan pencurian
3) perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama
4) menjadikan orang mendapatkan luka berat.
Yang dimaksud dengan kekerasan menurut 365 yakni dimana
perbuatan pelaku mengakibatkan korban menjadi tidak berdaya.
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangkan terdakwa I
Muhammad Adi Syahputra als Adi dengan menggunakan pistol
menembak korban sehingga mengami luka dan selanjutnya pingsan
sehingga terdakwa dapat dengan mudah mengambil uang korban.
Maka unsur dengan diikuti dengan kekerasan terbukti
f. Dengan maksud akan memudahkan pencurian
Berdasarkan fakta yang terungkap bahwa terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra als Adi menembak korban karena tembakan yang mengenai
perut korban menjadikan korban tidak berdaya dan setelah terdakwa I
mengambil uang korban dan dengan menaiki sepeda motor yang
dikendarai terdakwa II para terdakwa pun melarikan diri.
Maka unsure dengan maksud akan memudahkan pencurian terbukti.
g. Perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama
Berdasarkan fakta yang terungkap, terdakwa I Muhammad Adi
Syahputra als Adi masuk ke dalam toko mengambil uang milik korban

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

setelah terlebih dahulu melukai korban dengan pistol dan kemudia


dengan menggunakan sepeda motor yang dikendarai terdakwa II yang
sebelumnya menunggu diluar para terdakwa melarikan diri bahwa
perbuatan terdakwa I dan terdakwa II dilakukan secara bersama-sama
kendati yang masuk dan mengambil uang dari toko adalah terdakwa I
sedangkan terdakwa II menunggu diluar dengan sepeda motor untuk
melarikan diri dipandang sebagai suatu pembagian tugas dari para
terdakwa untuk memudahkan para terdakwa untuk melakukan
perbuatannya.

h. Menjadikan orang mendapatkan luka berat


Yang dimaksud luka berat yaitu luka yang dapat mendatangkan bahaya
maut. Berdasarkan fakta yang terungkap bahwa terdakwa I
Muhammad adi Syahputra als Adi dengan menggunakan pistol yang
ada padanya menembak korban Tjin Kiong als Kiong dan mengenai
perut korban dimana bagian perut terdapat organ penting bagi
kehidupan manusia sehingga luka pada perut yang diderita korban
akibat tembakan dari pistol terdakwa dapat menimbulkan bahaya maut
bagi korban dimana luka dapat menimbulkan bahaya maut tersebut
termasuk dalam kualitas luka berat sebagaimana diatur dalam pasal 90
KUHP.
Maka unsur menjadikan orang mendapatkan luka berat terbukti.
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut diatas para
terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam
pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP.
Pertimbangan hakim dalam perkara pencurian dengan pemberatan
ini yaitu:
a. Hal yang memberatkan
1) perbuatan terdakwa-terdakwa yang meresahkan masyarakat.
2) Terdakwa I Muhammad adi Syahputra als Adi merupakan anggota
kepolisian yang seharusnya melindunggi dan mengayomi

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

masyarakat tetapi berbuat sebaliknya terhadap masyarakat yakni


melakukan tindak pidana yang menjadikan orang mendapat luka.
3) Para terdakwa sangat keji terhadap saksi korban dimana terdakwa I
masih menembak saksi Akiong yang sudah jatuh ke lantai sehingga
saksi jatuh pingsan dan harus berobat ke luar negeri (Singapura)
4) Bahwa terdakwa menggunakan senjata atau pistol untuk
melakukan kejahatan.
b. Hal-hal yang meringankan adalah :
1) Para terdakwa mengakui perbuatannya dan bersikap sopan
dipersidangan sehingga memudahkan proses pemeriksaan.
2) Bahwa para terdakwa belum sempat menikmati hasil kejahatan
mereka.
3) Para terdakwa menyesal perbuatannya dan masing-masing berjanji
tidak akan mengulanginya lagi.
4) Para terdakwa belum pernah dihukum.

7. Amar Putusan
Para terdakwa didakwa melakukan tindak pidana kejahatan
pencurian dan kekerasan pasal 365 ayat (2) 2 dan ke 4 KUHP.
MENGADILI
a. Menyatakan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi telah
terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana
pencurian dengan kekerasan.
Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dan dipecat dari kesatuan Anggota Polri sejak Putusan ini
dibacakan.
b. Menyatakan terdakwa II Rizaldi Syahoutra als Rizaldi telah terbukti
secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pencurian dengan kekerasan.
Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua)
tahun.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

Menetapkan bahwa hukuman tersebut akan dikurangkan seluruh selama


terdakwa dalam tahanan sementara.
Memerintahkan barang bukti berupa uang kontan Rp. 1.680.000 yang
disisihkan dari uang sebanyak 16.860.000,00 tersebut dikembalikan
kepada saksi korban Tjin Khiong als Akiong, 1 (satu) unit sepeda motor
RX King warna hitam tanpa plat dikembalikan kepada Edi Susanto
sebagai pemiliknya dan 1 (satu) pucuk senjata api Revolver Kaliber 38
dengan No. AJL 0144 berikut dengan 3 butir pelurunya dirampas untuk
Negara.
Menghukum lagi terdakwa untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.
1000 (seribu rupiah).
B. Pembahasan
Analisa terhadap kasus dengan Register No. 2730/Pid B/2001 perkara
koneksitas dengan terdakwa sebagai berikut :
1. Muhammad Adi Syahputra, Anggota Polri, Pangkat Briptu, Kesatuan
Brimob.
2. Rizaldi Syahputra, Wiraswasta. (Warga sipil)
Berdasarkan analisa yang penulis lakukan baik dari segi waktu, dan tempat
kejadian, juga dari segi para pelaku, serta analisa terhadap penerapan undang-
undang.
Polri berada dalam lingkungan peradilan umum diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional
Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. dilihat
dari waktu kejadian kasus ini terjadi pada tahun 2001 dimana salah satu
pelaku/terdakwa merupakan Anggota Polri dengan warga sipil. Sementara
paraturan mengenai Polri masuk dalam Peradilan Umum keluar tahun 2003.
dalam peraturan hukum Indonesia tidak berlaku surut (KUHP Pasal 2).
Adapun beberapa pertimbangan yang menjadi tolok ukur sehingga kasus ini
diproses dalam peradilan umum adalah :

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

1. Perbandingan jumlah pelaku sipil dan Polri (status pelaku) berdasarkan


identitas pelaku sebagaimana terurai dalam berkas perkara koneksitas
perbandingan pelaku sipil dan Polri sama masing-masing satu orang.
2. Tempat kejadian perkara (TKP)
Berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara tempat kejadian
perkara adalah sebuah took UD. Subur di jalan pukat harimau/Jalan
Aksara No. 19 Kelurahan Bantan Timur Kecamatan medan Tebung
dengan kata laian di luar instansi Militer/Polri.
3. Korban atau Saksi Korban
Berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara yang menjadi
saksi korban dalam perkara ini adalah warga sipil yaitu Tjing Khiong als
Akiong pekerja wiraswasta.

4. Obyek Perbuatan atau Barang Bukti


Berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara obyek
perbuatan atau barang bukti adalah uang kontan milik saksi korban
sejumlah Rp. 35.000.000,00 dan korban mengalami luka tembak pada
bagian perut.
Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara koneksitas (anggota
Polri dan warga sipil), berdasarkan fakta-fakta yang ada maka unsur-unsur
pidana yang didakwakan yaitu melanggar padal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4
KUHP dengan unsur-unsur :
1. Barang siapa
2. Mengambil suatu barang
3. Yang sama sekali kepunyaan orang lain
4. Dengan maksud akan memiliki
5. Dengan melawan hukum
6. Dengan maksud akan memudahkan pencurian
7. Perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama
8. Menjadikan orang mendapatkan luka berat

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Berdasarkan dari unsur-unsur tersebut diatas para terdakwa terbukti


bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang
dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal 365 ayat (2)
ke-2 dan ke-4 KUH Pidana maka kedua terdakwa harus memerima amar
putusan keduanya bersalah dan harus menerima hukuman seperti amar
putusan pengadilan.
Pada kasus diatas termasuk kedalam peradilan koneksitas, salah satu
ciri yang membedakan dengan peradilan umum dengan koneksitas adalah
keberadaan Hakim dari Militer dan sipil hal ini dapat dilihat dari hakim pada
putusan No. 2730/Pid. B/2001, hakim yang bertugas adalah :
1. Hakim Ketua Majelis W. Pardimean, SH, dan
2. Mayor CHK TR. Samosir, SH.
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka karena
kedua pelaku merupakan warga sipil dan anggota Polri, keduanya diperiksa
dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, sesuai dengan
Pasal 24 Undang-undang No. 4/2004 ). Koneksitas, percampuran orang-orang
yang sebenarnya termasuk jurisdiksi Pengadilan yang berbeda dalam suatu
perkara, misalnya seorang sipil dan seorang yang bersatus Polri melakukan
suatu kejahatan bersama-sama. Tersangka/terdakwa terdiri dari dua orang atau
lebih yang tunduk kepada lingkungan peradilan umum.
Tindak pidana yang melibatkan unsur sipil dan Polri baik dalam hal
subyek maupun tindak pidana yang menyebabkan terjadinya konflik yurisdiksi
(tumpang tindih kewenangan mengadili) sehingga dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum. Konflik yurisdiksi dan ketidakpastian hukum ini juga
berasal dari ketentuan hukum yang menyerahkan otoritas menentukan
kewenangan peradilan itu kepada militer.
Pembentukan koneksitas tetap harus menjamin terlaksananya prinsip-
prinsip umum dalam penyelenggaraan peradilan: equality before the law,
independensi, imparsialitas, akuntabilitas, fair trial, murah, cepat dan
sederhana.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

Hal-hal yang dapat menjadikan landasan hukum dalam mengadili


seorang anggota Polri ke dalam peradilan umum atau bersifat koneksitas
sebagai berikut :
1. Menurut Pasal 3 ayat (4) Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000, telah
dirumuskan pula perubahan kompetensi peradilan militer dalam Undang-
Undang RI Nomor 34 tahun 2004 yaitu Pasal 65 ayat (2): "Prajurit tunduk
kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer
dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran
hukum pidana umum yang diatur dengan Undang-undang".
2. Rumusan dalam Pasal 65 ayat (2) tersebut pada dasarnya sama dengan
Pasal 3 ayat (4) Ketetapan MPR RI Nomor/VII/MPR/2000 yang
menentukan bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana militer diadili
dalam lingkungan peradilan militer dan apabila melakukan tindak pidana
pidana umum akan diadili di lingkungan peradilan umum. Sehingga secara
yuridis UU tersebut telah meletakan dasar kedudukan prajurit terhadap
sistem peradilan pidana baik peradilan umum maupun peradilan militer.
Ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 tahun 2004 telah memberikan
dampak berupa friksi dilingkungan Polri terhadap kemungkinan
pemberlakuan dari pasal tersebut. Kondisi ini pada hakekatnya tidak perlu
terjadi apabila sudah diundangkannya peraturan pelaksana dari pasal
tersebut.
3. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman pada Pasal 2 menyebutkan bahwa : "Penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi". Dengan demikian
ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tersebut
telah menetapkan bahwa salah satu dalam lingkungan peradilan militer,
termasuk pengkhususannya/spesialisasi yang susunan dan kekuasaannya
diatur dalam undang-undang tersendiri.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

4. Kewenangan bagi peradilan militer untuk mengadili prajurit yang


melakukan tindak pidana umum yang diatur dalam KUHPM dirumuskan
dalam Pasal 2 : "Terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam Kitab
Undang-Undang ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada
kekuasaan badan-badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana
umum, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan
Undang-Undang". Rumusan pasal tersebut di atas dengan jelas
menentukan bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum
sebagaimana diatur dalam KUHP akan diadili di lingkungan peradilan
militer. Hal ini berarti bahwa Pasal 2 KUHPM tersebut merupakan dasar
hukum untuk mengadili prajurit yang melakukan tindak pidana umum
(yang diatur dalam KUHP) di lingkungan peradilan militer.
Pada kasus putusan No. 2730/Pid. B/2001 diatas Polri masih dalam
satu wadah sesuai maka UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan Militer dan
KUHAP (UU No. 8 tahun 1981 tentang Koneksitas) namun setelah keluarnya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan
Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Yang menyataka bahwa:
1. Pasal 4, PP. No. 3 tahun 2003, menyatakan bahwa “Penyidikan terhadap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak
pidana dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur menurut hukum acara
pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum.”
2. Pasal 5, PP. No. 3 tahun 2003, menyatakan bahwa
“Pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam rangka penyidikan dilakukan dengan memperhatikan kepangkatan
sebagai berikut:
a. Tamtama diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia berpangkat serendah-rendahnya Bintara;
b. Bintara diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
berpangkat serendah-rendahnya Bintara;

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

c. Perwira Pertama diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara Republik


Indonesia berpangkat serendah-rendahnya Bintara;
d. Perwira Menengah diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia berpangkat serendah-rendahnya Perwira Pertama;
e. Perwira Tinggi diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia berpangkat serendah-rendahnya Perwira Menengah.”
3. Pasal 7 PP. No. 3 tahun 2003, menyatakan bahwa :
Penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang melakukan tindak pidana tertentu dilakukan oleh penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali dalam hal:
a. penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menganggap perlu
untuk melimpahkan kepada penyidik tindak pidana tertentu; atau
b. ditentukan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan.
Proses peradilan bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana
adalah menurut Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 :
1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
2. Mengadakan pembedaan perlakuan.
3. Penangkapan penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan
undang-undang.
4. Setiap orang yang disangka ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang, pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
5. Kepada seorang yang ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang dan karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti kerugian dan
rahabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum
tersebut dilanggar, dituntut,dipidana dan atau dikenakan hukuman
administrasi.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

6. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan
serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen
dalam seluruh tingkat peradilan.
7. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan dirinya.
8. Kepada seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang
didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak
untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.
9. Sidang pemeriksan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam
hal yang diatur dalam undang-undang.
10. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana
dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang berdasarkan.
Pengadilan koneksitas memberikan solusi bagi perkara yang tidak
dapat didapat diselesaikan dengan pengadilan militer pengadilan umum atau
pengadilan lainnya. Hal yang dapat membedakan penangganan kasus
koneksitas dengan pengadilan umum, pada kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Pengadilan Koneksitas dapat mengadili warga sipil atau Polri yang masih
aktif dengan pengadilan umum.
2. Seorang Polri aktif harus melalui lembaga kepaperaan dan keankuman
yang pada kasus ini adalah Kapolri
3. Penyidik yang berasal dari penyidik pada Penyidik dari Mabes Polri,
tergantung pada bobot perkara pada tingkatan nasional atau internasional.
4. Tim jaksa dari jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer
tinggi.
5. Mekanisme hukum acara untuk mengadili tindak pidana yang perkaranya
dicakup oleh kewenangan dua peradilan yakni Peradilan Militer dan
Peradilan Umum, khususnya tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana yang secara paralel diatur dalam hukum pidana umum.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik suatu simpulan bahwa :
Koneksitas adalah mekanisme hukum acara untuk mengadili tindak
pidana yang perkaranya dicakup oleh kewenangan dua peradilan yakni
Peradilan Militer dan Peradilan Umum, khususnya tindak pidana yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang secara paralel diatur dalam hukum
pidana militer dan umum. Tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota
Polri berlaku ketentuan penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan di
dalam KUHAP.
Polri berada dalam lingkungan peradilan umum diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional
Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. dilihat
dari waktu kejadian kasus ini terjadi pada tahun 2001 dimana salah satu
pelaku/terdakwa merupakan Anggota Polri. Sementara paraturan mengenai
Polri masuk dalam Peradilan Umum keluar tahun 2003. dalam peraturan
hukum Indonesia tidak berlaku surut (KUHP Pasal 2). Adapun beberapa
pertimbangan yang menjadi tolok ukur sehingga kasus ini diproses dalam
peradilan umum adalah :
b. Perbandingan jumlah pelaku sipil dan Polri (status pelaku) berdasarkan
identitas pelaku sebagaimana terurai dalam berkas perkara koneksitas
perbandingan pelaku sipil dan Polri sama masing-masing satu orang.
c. Tempat kejadian perkara (TKP)
d. Korban atau Saksi Korban, berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam
berkas perkara yang menjadi saksi korban dalam perkara ini adalah warga
sipil
e. Obyek Perbuatan atau Barang Bukti, berdasarkan fakta-fakta yang terurai
dalam berkas perkara obyek perbuatan atau barang bukti.

61

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara koneksitas (anggota


Polri dan warga sipil), berdasarkan fakta-fakta yang ada maka unsur-unsur
pidana yang didakwakan yaitu melanggar pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4
KUHP dengan unsur-unsur antara lain a) barang siapa, b) mengambil suatu
barang, c) yang sama sekali kepunyaan orang lain, d) dengan maksud akan
memiliki, e) Dengan melawan hukum, f) dengan maksud akan memudahkan
pencurian, g) Perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama, dan
menjadikan orang mendapatkan luka berat. Berdasarkan dari unsur-unsur
tersebut para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur
dalam pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUH Pidana maka kedua terdakwa
harus memerima amar putusan keduanya bersalah dan harus menerima
hukuman.
Pada kasus diatas termasuk kedalam peradilan koneksitas, salah satu
ciri yang membedakan dengan peradilan umum dengan koneksitas adalah
keberadaan Hakim dari Militer dan sipil hal ini dapat dilihat dari hakim pada
putusan No. 2730/Pid. B/2001

B. Saran
Saran yang dapat dikemukanan penulis setelah menyelesaikan penulis skripsi
adalah :
1. Hendaknya bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana dalam
menjalani proses peradilan diperlakukan seperti anggota masyarakat sipil
tanpa membedakan hak-haknya sehingga akan tercipta keadilan.
2. Bagi Instansi Polri hendaknya tidak menggunakan budaya solidaritas
secara negatif di kalangan polisi yang mendorong ke arah semangat asal
melindungi kawan meskipun salah akan menyebabkan kesulitan
masyarakat.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : CV. Sapta Artha
Jaya.

Bagir Manan. 2005. Sistem Peradilan Berwibawa. Jakarta : Mahkamah Agung.

H.M.A. Kuffal. 2008. Penerapan KUHAP dalam Praktek Hukum. Edisi Revisi.
Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

. 2005. KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang: UMM Press.

Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar


Grafika.

Moelyatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta.

Moch. Faisal Salam. 1994. Peradilan Militer Indonesia. Bandung : CV. Mandar
Maju.

Oemar Seno Adji. 1984. Hukum-Hakim Pidana. Jakarta: Erlangga

Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Predana


Media Group.

Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

R. Soesilo, 1998, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor :


Politenia

Tirtaamidjaja. 1962. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan


Kejahatan. Bandung : Citra Adya Bakti

Samidjo. 1993. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung : Armico.

______________1994. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta : Duta


Karya.

______________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas


Indonesia.

Sudikno Mertokusuma, (1999). Mengenal Hukum Suatu Pengantar.


Yogyakarta : Liberty.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

Undang-undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum


Disiplin ABRI.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional


Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Internet

http://www.tniad.mil.id/1artikel.php?pil=1&dn=20080711015801 [15 April 2010,


pukul 21.05]
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/05/03/index.html [15 April 2010,
pukul 21.05]
http://www.hukumonline.com [15 April 2010, pukul 21.10]

commit to users

Anda mungkin juga menyukai