Anda di halaman 1dari 12

F1

Penyuluhan Keliling Dalam Rangka Penyebaran Covid 19


LATAR BELAKANG
Dari seluruh wilayah di Jogja, kecamatan Banguntapan kini menjadi wilayah yang
paling banyak ditemukan kasus positif Covid-19. Untuk diketahui kasus positif
Covid-19 di Kabupaten Bantul melonjak menjadi 27 kasus pada Jumat (1/5/2020).
Merujuk laman resmi penanganan Covid-19 di DIY https://corona.jogjaprov.go.id/
yang diperbarui, Jumat (1/5/2020) tercatat jumlah kasus positif di Bantul ada
sebanyak 27 kasus. Sebanyak 11 kasus di antaranya dinyatakan sembuh dan dua
lainnya meninggal dunia, sedangkan sisanya sebanyak 14 pasien kini masih dirawat di
sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY. Jumlah kasus positif Covid-19 itu
melonjak drastis bila dibandingkan sehari sebelumnya Kamis (1/5/2020), di mana
kasus positif Covid-19 di Bantul hanya tercatat sebanyak 21 kasus.

PERMASALAHAN
banyak dari masyarakat yang masih menganggap remeh COVID 19
masyarakat tidak mengikuti anjuran pemerintah yang menyarankan untuk tidak mudik

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Dalam pandemi covid ini dimana masyarakat dianjurkan untuk dirumah saja dan tidak
keluar rumah. Masyarakat yang terpaksa keluar rumah diwajibkan untuk menjalankan
protokol kesehatan yang sduah dianjurkan pemerintah. Penyuluhan dalam bentuk
mengumpulkan massa dalam jumlah yang tidak sedikit masih belum disarankan oleh
pemerintah sehingga puskesmas melakukan inisiatif dengan melakukan penyuluhan
keliling menggunakan ambulans ke wilayah kerja puskesmas banguntapan 1

PELAKSANAAN
1. petugas menyiapkan materi penyuluhan
2. petugas melaksanakan penyuluhan keliling dengan menggunakan ambulans dan
pengeras suara

MONITORING DAN EVALUASI


1. ada beberapa masyarakat yang ketika keluar rumah tidak menggunakan masker
atau menggunakan masker namun dengan cara yang salah
2. masih terdapat beberapa tempat dimana masyarakat berkerumun seperti di pasar
F2
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DBD
LATAR BELAKANG
Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)pada tahun 2014 dilaporkan
sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian 907 orang (IR/Angkakesakitan =
39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angkakematian = 0,9%). Yogyakarta
menempati urutanketujuh angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia.Incidence Rate
DBD DI Yogyakarta yaitu 54,39 per100.000 penduduk, dimana hal tersebut belum
mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan yakni sebesar ≤ 51 per 100.000
penduduk. Sanitasi lingkungan merupakan salah faktor terkai tpeningkatan kasus
DBD, karena lingkungan pemukiman padat penduduk menunjang penularan
DBD,makin padat penduduk semakin mudah nyamuk Aedes sp menularkan virus.
Curah hujan juga memiliki peran penting karena genangan air karena hujan
menciptakan tempat perkembangbiakan nyamuk. Barang bekas seperti kaleng, gelas
plastik, dan banbekas jika diletakkan di tempat terbuka berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakan Aedes sp yang merupakan vektor penularan penyakit. Menurut
Soegijanto, jentik Aedes aegypti lebih besar ditemukan di dalam rumah. Dalam upaya
kewaspadaan dini dan respon kejadian penyakit DBD tentunya perlu dilakukan
Penyelidikan Epidemiologi DBD yang bertujuan untuk mengetahui potensi penularan
dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu
dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

PERMASALAHAN
ditemukan satu kasus dbd yang mondok di rs Rajawali Citra

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Perlu ditingkatkan lagi kewaspadaan dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi
media pertumbuhan jentik, dan pentingnya kegiatan 3m Plus untuk memutus rantai
penularan virus dengue melalui Vector nyamuk aedes aegepty. Pemilihan intervensi
dapat berupa edukasi dan penyebaran selebaran (pamflet) atau penekanan kembali
pada saat ada event-event khusus ditingkat desa, ataupun melalui refreshing kader.

PELAKSANAAN
1. Setelah menemukan atau menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
puskesmas segera berkoordinasi dengan Nakes Desa Perawat atau gasbinsun
setempat.
2. Menyiapkan peralatan survey, seperti senter dan formulir Pe
3. Memberitahu Kades atau ketua RT/RW setempat bahwa wilayahnya ada penderita
DBD dan akan di laksanakan PE
4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita dimohon untuk membantu
kelancaran pelaksanaan PE
5. Petugas puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya wawancara dengan
keluarga,untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD/panas yang lainnya
6 Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas pada saat itu di lakukan
pemeriksaan di kulit dan di lakukan uji tourniquet
melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air ( TPA ) dan tempat 7
tempat lain yang menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti baik di
dalam maupun di luar rumah /bangunan
7. Kegiatan dilaksanakan -+ 10 rumah di sekitar tempat tinggal penderita
8. Hasil pemeriksaan adanya penderita lain dan hasil pemeriksaan terhadap penderit
ademam ( tersangka DBD ) dan pemeriksaan jentik diCatat dalam Formulir PE
9. Hasil PE dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan Kabupaten/ Kota, untuk tindak
lanjut lapangan di koordinasikan dengan Kades setempat

MONITORING DAN EVALUASI


1. Dari total 13 rumah yang dilakukan sampling, tidak ditemukan rumah dengan
positif jentik.
2. masih dapat ditemukannya barang-barang bekas yang menampung genangan air
3. Sebagian masyarakat masih menganggap remeh pentingnya 3m Plus untuk
mencegah infeksi virus Dengue.
F3
PENYULUHAN ANEMIA PADA IBU HAMIL SEBAGAI FAKTOR RESIKO STUNTING PADA ANAK DI
BALAI DESA BATU RETNO
LATAR BELAKANG
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari
normal. Anemia mempengaruhi 1,62 miliar orang di
seluruh dunia. Prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia berkisar rata-rata sebesar 42
%. Prevalensi anemia di negara berkembang adalah 43% dan negara maju adalah 9%.
Anemia diperkirakan berkontribusi lebih dari 115.000 kematian ibu dan 591.000
kematian prenatal secara global per tahun. Ibu hamil yang mengalami anemia
memiliki risiko kematian hingga 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak mengalami anemia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2013, prevalensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia sebesar 37,1%.
Sementara itu, penelitian Pusponegoro dan Anemia World Map pada waktu yang
sama menyebutkan 51% wanita hamil menderita anemia sehingga menyebabkan
kematian hingga 300 jiwa perhari. Prevalensi anemia ibu hamil di DIY pada tahun
2016 mengalami kenaikan yaitu sebesar 16,09% dari tahun sebelumnya yang hanya
14,85%. Walaupun mengalami kenaikan, tetapi prevalensi anemia di DIY jauh lebih
rendah daripada prevalensi anemia di Indonesia yang sebesar 50-63%.

PERMASALAHAN
masyarakat masih belum mengerti bahwa anemia pada calon ibu maupun ibu hamil
merupakan faktor resiko penyebab dari stunting
masyarakat mengetahui tanda tanda anemia namun tidak segera memeriksakannya
masyarakat masih belum mengerti bahaya anemia akan berpengaruh pada kejadian
stunting anak

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Untuk mengurangi kejadian stunting di daerah baturetno diperlukan peningkatan
kewaspadaan dan kesadaran masyarakat dalam hal stunting. Pemilihan intervensi
dapat berupa edukasi dan penekanan kembali pada saat acara2 ditingkat desa ataupun
melalui kader kader kesehatan

PELAKSANAAN
1. desa menyampaiakan pada puskesmas bahwa akan diadakan rembug stunting di
wilayah desa batu retno
2. petugas menyiapkan materi penyuluhan tentang anemia pada ibu hamil dan data riil
ibu hamil dengan anemia di wilayah desa baturetno
3. petugas menyampaikan materi dan data data
4. para pejabat desa, petugas puskesmas dan para kader memberi usulan pendekatan
seperti apa yang diperlukan

MONITORING DAN EVALUASI


1. di wilayah batu retno terdapat 3 anak yang terdiagnosis gizi buruk dan 35 dengan
stunting
2. diwilayah desa batu retno terdapat 35 ibu hamil dengan anemia
F4
PENYULUHAN STUNTING DI BALAI DESA BATU RETNO
LATAR BELAKANG
Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah
berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk
berkembang serta pulih kembali. Stunting dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
antropometrik (Gibney, et al, 2008). Berdasarkan Kemenkes RI (2018), sebanyak
30.8% balita di Indonesia mengalami stunting. Prevalensi balita stunting di Indonesia
mengalami penurunan dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 yaitu 37.2%.
Bersamaan dengan itu prevalensi balita stunting di DIY tahun 2018 sebanyak 17.7%
juga mengalami penurunan dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 yaitu 27.5%.

PERMASALAHAN
masyarakat masih belum mengerti faktor resiko penyebab dari stunting
masyarakat tidak mengetahui tanda2 stunting
masyarakat masih belum mengerti bahaya stunting bagi masa depan anak
masyarakat malu ketika anaknya didiagnosis sebagai stunting

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Untuk mengurangi kejadian stunting di daerah baturetno diperlukan peningkatan
kewaspadaan dan kesadaran masyarakat dalam hal stunting. Pemilihan intervensi
dapat berupa edukasi dan penekanan kembali pada saat acara2 ditingkat desa ataupun
melalui kader kader kesehatan

PELAKSANAAN
1. desa menyampaiakan pada puskesmas bahwa akan diadakan rembug stunting di
wilayah desa batu retno
2. petugas menyiapkan materi penyuluhan tentang stunting dan data riil anak anak
wilayah desa baturetno yang terdiagnosis stunting
3. petugas menyampaikan materi dan data data
4. para pejabat desa, petugas puskesmas dan para kader memberi usulan pendekatan
seperti apa yang diperlukan

MONITORING DAN EVALUASI


1. di wilayah batu retno terdapat 3 anak yang terdiagnosis gizi buruk dan 35 dengan
stunting
2. tiga anak dengan gizi buruk mempunyai penyakit penyerta sehingga kesulitan
dalam penanganan gizi buruk
3. ada beberapa orang tua yang menyangkal bahwa anaknya terdiagnosis stunting
3. ada beberapa orang tua anak dengan gizi buruk dan stunting tidak mengambil PMT
yang sudah disediakan puskesmas karena merasa masih mampu untuk memberikan
makanan bergizi untuk anaknya
F5
SURVEILANS PELAKU PERJALANAN DALAM PANDEMI COVID 19
LATAR BELAKANG
Dari seluruh wilayah di Jogja, kecamatan Banguntapan kini menjadi wilayah yang
paling banyak ditemukan kasus positif Covid-19. Untuk diketahui kasus positif
Covid-19 di Kabupaten Bantul melonjak menjadi 27 kasus pada Jumat (1/5/2020).
Merujuk laman resmi penanganan Covid-19 di DIY https://corona.jogjaprov.go.id/
yang diperbarui, Jumat (1/5/2020) tercatat jumlah kasus positif di Bantul ada
sebanyak 27 kasus. Sebanyak 11 kasus di antaranya dinyatakan sembuh dan dua
lainnya meninggal dunia, sedangkan sisanya sebanyak 14 pasien kini masih dirawat di
sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY. Jumlah kasus positif Covid-19 itu
melonjak drastis bila dibandingkan sehari sebelumnya Kamis (1/5/2020), di mana
kasus positif Covid-19 di Bantul hanya tercatat sebanyak 21 kasus.

PERMASALAHAN
banyak dari masyarakat yang masih menganggap remeh COVID 19
masyarakat tidak mengikuti anjuran pemerintah yang menyarankan untuk tidak mudik

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Dalam pandemi covid ini dimana masyarakat dianjurkan untuk dirumah saja dan tidak
keluar rumah maka pihak puskesmas mebuat formulir pemantauan bagi pelaku
perjalanan. Pasien tidak perlu berkunjung setiap hari ke puskesmas untuk melaporkan
keluhan yang dialami. Formulir ini berupa google form yang dikirimkan melalui
aplikasi whatsapp. Metode ini dipakai mengingat bahwa sebagian besar masyarakat
sudah mengenal tehnologi dengan baik

PELAKSANAAN
1. pasien yang baru saja berpergian keluar kota diaharapkan menyerahkan data diri
berupa nama tanggal lahir nomor hp dan tanggal tempat pasien baru saja berpergian
2. selama 14 hari pasien diminta untuk mengisi formulir yang dikirim melalui aplikasi
whatsapp berupa keluhan (demam, batuk, pilek, sesak, nyeri tenggorokan) yang
dialami saat itu juga
3. selama 14 hari pasien dianjurkan untuk isolasi diri mandiri dirumah dan menjaga
jarak dengan anggota kelurga lain

MONITORING DAN EVALUASI


1. sebagian besar pasien tidak secara rutin mengisi formulir yang sudah disediakan
phika puskesmas, pasien merapel dalam mengisi formulir tersbut
2. ada beberapa pasien yang tidak mempunyai aplikasi Whatsapp sehingga pihak
puskesmas perlu menelpon untuk mngetahui perkembangan pasien
F5
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DBD
LATAR BELAKANG
Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)pada tahun 2014 dilaporkan
sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian 907 orang (IR/Angkakesakitan =
39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angkakematian = 0,9%). Yogyakarta
menempati urutanketujuh angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia.Incidence Rate
DBD DI Yogyakarta yaitu 54,39 per100.000 penduduk, dimana hal tersebut belum
mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan yakni sebesar ≤ 51 per 100.000
penduduk. Sanitasi lingkungan merupakan salah faktor terkai tpeningkatan kasus
DBD, karena lingkungan pemukiman padat penduduk menunjang penularan
DBD,makin padat penduduk semakin mudah nyamuk Aedes sp menularkan virus.
Curah hujan juga memiliki peran penting karena genangan air karena hujan
menciptakan tempat perkembangbiakan nyamuk. Barang bekas seperti kaleng, gelas
plastik, dan banbekas jika diletakkan di tempat terbuka berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakan Aedes sp yang merupakan vektor penularan penyakit. Menurut
Soegijanto, jentik Aedes aegypti lebih besar ditemukan di dalam rumah. Dalam upaya
kewaspadaan dini dan respon kejadian penyakit DBD tentunya perlu dilakukan
Penyelidikan Epidemiologi DBD yang bertujuan untuk mengetahui potensi penularan
dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu
dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

PERMASALAHAN
Masyarakat masih belum memahami bahaya dbd
masyarakat sudah mengetahui cara mencegah penularan dbd namun enggan
mempraktekkan di kehidupan sehari-hari

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Perlu ditingkatkan lagi kewaspadaan dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi
media pertumbuhan jentik, dan pentingnya kegiatan 3m Plus untuk memutus rantai
penularan virus dengue melalui Vector nyamuk aedes aegepty. Pemilihan intervensi
dapat berupa edukasi dan penyebaran selebaran (pamflet) atau penekanan kembali
pada saat ada event-event khusus ditingkat desa, ataupun melalui refreshing kader.

PELAKSANAAN
1. Setelah menemukan atau menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
puskesmas segera berkoordinasi dengan Nakes Desa Perawat atau Bidan setempat.
2. Menyiapkan peralatan survey, seperti senter dan formulir Pe
3. Memberitahu Kades atau ketua RT/RW setempat bahwa wilayahnya ada penderita
DBD dan akan di laksanakan PE
4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita dimohon untuk membantu
kelancaran pelaksanaan PE
5. Petugas puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya wawancara dengan
keluarga,untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD/panas yang lainnya
6 Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas pada saat itu di lakukan
pemeriksaan di kulit dan di lakukan uji tourniquet
melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air ( TPA ) dan tempat 7
tempat lain yang menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti baik di
dalam maupun di luar rumah /bangunan
7. Kegiatan dilaksanakan -+ 10 rumah di sekitar tempat tinggal penderita
8. Hasil pemeriksaan adanya penderita lain dan hasil pemeriksaan terhadap penderit
ademam ( tersangka DBD ) dan pemeriksaan jentik diCatat dalam Formulir PE
9. Hasil PE dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan Kabupaten/ Kota, untuk tindak
lanjut lapangan di koordinasikan dengan Kades setempat

MONITORING DAN EVALUASI


1. Dari total 15 rumah yang dilakukan sampling, tidak ditemukan rumah dengan
positif jentik.
2. masih dapat ditemukannya barang-barang bekas yang menampung genangan air
3. Sebagian masyarakat masih menganggap remeh pentingnya 3m Plus untuk
mencegah infeksi virus Dengue.
F6
 Pelaksanaan pengobatan dasar dipuskesmas bulan Juni
LATAR BELAKANG
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan
temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses
pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat
maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu
pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu
pemberian, tersedia setiap saat dan harga terjangkau. Dalam rangka pelaksanaan
pelayanan medik di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satu kegiatan yang
penting adalah intervensi farmakoterapi yaitu pemberian obat kepada pasien.
Pengobatan atau farmakoterapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilaksanakan
oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam proses farmakoterapi terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan tentang obat dan keterampilan terkini untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko minimal bagi
pasien, berarti dapat dipertanggungjawabkan dan cost effective yang adalah prinsip
penggunaan obat rasional.

PERMASALAHAN
-

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


melakukan pengobatan dasar sesuai dengan PPK

PELAKSANAAN
Mengobati pasien dengan rincian sebagai berikut:
Pemeriksaan umum: 160 pasien
KIA: 50 pasien
UGD: 2 pasien
MTBS: 2 pasien
Imunisasi: 21 pasien
KB: 1 pasien
Poli cepat: 0 pasien
Lansia: 1 pasien

MONITORING DAN EVALUASI


F6
Pelaksanaan pengobatan dasar dipuskesmas bulan Mei
LATAR BELAKANG
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan
temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses
pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat
maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu
pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu
pemberian, tersedia setiap saat dan harga terjangkau. Dalam rangka pelaksanaan
pelayanan medik di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satu kegiatan yang
penting adalah intervensi farmakoterapi yaitu pemberian obat kepada pasien.
Pengobatan atau farmakoterapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilaksanakan
oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam proses farmakoterapi terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan tentang obat dan keterampilan terkini untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko minimal bagi
pasien, berarti dapat dipertanggungjawabkan dan cost effective yang adalah prinsip
penggunaan obat rasional.

PERMASALAHAN
-

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


melakukan pengobatan dasar sesuai dengan PPK

PELAKSANAAN
Mengobati pasien dengan rincian sebagai berikut:
Pemeriksaan umum: 150 pasien
KIA: 30 pasien
UGD :1 pasien
MTBS: 1 pasien
Imunisasi: 15 pasien
KB: 3 pasien
Poli cepat :20 pasien
Lansia: 0 pasien

MONITORING DAN EVALUASI


-
F6
Pelaksanaan pengobatan dasar dipuskesmas bulan april
LATAR BELAKANG
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan
temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses
pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat
maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan
melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu
pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu
pemberian, tersedia setiap saat dan harga terjangkau. Dalam rangka pelaksanaan
pelayanan medik di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satu kegiatan yang
penting adalah intervensi farmakoterapi yaitu pemberian obat kepada pasien.
Pengobatan atau farmakoterapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilaksanakan
oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam proses farmakoterapi terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan tentang obat dan keterampilan terkini untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko minimal bagi
pasien, berarti dapat dipertanggungjawabkan dan cost effective yang adalah prinsip
penggunaan obat rasional.

PERMASALAHAN
-

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


melakukan pengobatan dasar sesuai dengan PPK

PELAKSANAAN
Mengobati pasien dengan rincian sebagai berikut:
Pemeriksaan umum: 789 pasien
KIA: 272 pasien
UGD: 3 pasien
MTBS: 10 pasien
Imunisasi :155 pasien
KB :20 pasien
Poli cepat: 1092 pasien
Lansia: 155 pasien

MONITORING DAN EVALUASI


-

Anda mungkin juga menyukai