Anda di halaman 1dari 23

SKENARIO 4

LEMAH

Seorang laki-laki berusia 37 tahun sedang dirawat di ruang interna dengan keluhan
lemah dan pusing.Hasil pengkajian ditemukan kulit menguning, sclera ikterik, mual, muntah-
muntah, anoreksia, bengkak (lengan dan tungkai), distensi abdomen (nyeri tekan kuadran
kanan atas). Nampak kurus (IMT 15,4), TD : 120/80 mmHg, nadi 90 kpm, RR 20 kpm, suhu
390C. keluarga menyatakan klien sering mengonsumsi alcohol. Bilirubin total 2,5 mg/dL.

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Bilirubin
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel.
b. Anoreksia
Anoreksia, atau secara medis dikenal dengan istilah anoreksia nervosa, merupakan gangguan
makan yang ditandai dengan penurunan berat badan.
c. Sklera Ikterik
Ikterus adalah perubahan warna kulit/sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
d. Kulit menguning
Penyakit kuning atau jaundice adalah kondisi ketika terjadi perubahan warna kekuningan pada
kulit, bagian putih mata, dan membran mukosa. Penyakit ini terjadi akibat peningkatan kadar
bilirubin dalam sirkulasi darah. Jaundice bukanlah penyakit, tetapi merupakan gejala yang
mendasari penyakit tertentu.
e. Distensi Abdomen
Distensi abdomen adalah istilah medis yang menggambarkan kejadian yang terjadi ketika ada zat
(gas atau cairan) menumpuk di dalam perut yang menyebabkan abdomen atau pinggang
mengembung melebihi ukuran normal.
2. KATA / PROBLEM KUNCI
a. Kulit menguning
b. Sklera ikterik
c. Mual dan muntah
d. Anoreksia
e. Bengkak pada tungkai
f. Distensi abdomen
g. Sering mengonsumsi alkohol
h. IMT 15,4
i. TD : 120/80 mmHg
j. Frekuensi nadi 90 x/m
k. Frekuensi napas : 20 x/m
l. Suhu : 390C
m. Bilirubin 2,5 mg/dL
3. MIND MAP

Hepatitis adalah radang sel-sel hati, biasanya disebabkan


infeksi ( virus, bakteri, parasite), obat-obatan, konsumsi
alcohol, lemak berlebih dan penyakit autoimun.

MUAL DAN MUNTAH

Tifoid merupakan suatu penyakit saluran cerna yang


diakibatkan oleh bakteri salmonella typhii.
Table Cheklist

Tanda dan Gejala Hepatitis Tipoid

Mual dan muntah √ √

Nyeri perut √ √

Lemah √ √

Demam √ √

Pusing √ √

Sklera ikterik √ -

Kulit menunging √ -

Bengkak bagian lengan dan tungkai √ -

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Mengapa pada kasus diatas terjadi perubahan warna kulit menjadi kuning?
b. Mengapa pada kasus diatas terjadi penurunan berat badan?
5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Ikterus merupakan suatu kondisi klinis dimana terjadi perubahan warna kulit serta
mukosa menjadi kekuningan yang diakibatkan adanya peningkatan kadar bilirubin
didalam plasma yang kadarnya mencapai > 2 mg/dL. Keadaan ini merupakan tanda
penting adanya penyakit hati atau fungsi hati.
b. Beberapa penyakit kronis yang terjadi seperti hepatitis dapat menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan karena memicu terjadinya hipermetabolisme
dalam tubuh.
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
a. Diharapkan dapat mengerti tentang masalah sistem digestive
b. Diharapkan mampu menganalisis suatu kasus dengan masalah sistem digestive
c. Diharapkan mampu menegakkan diagnose dan intervensi keperawatan pada pasien
dengan masalah sistem digestive
7. INFORMASI TAMBAHAN
Menurut Maria Putri Sari Utami dkk, (2023). Dalam jurnalnya “Penerapan Terapi Spritual
Emotional Freedom Technique (Seft) Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Sirosis Hepatis”
8. KLARIFIKASI INFORMASI
Terapi SEFT berpengaruh pada pengurangan tingkat kecemasan pada pasien sirosis
hepatis karena SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan
terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan ringan) dengan dua
ujung jari pada titik-titik tertentu dibagian tubuh. Titik-titik yang diketuk adalah titik-titik
kuncidari "The Major Energy Meridians" yang apabila diketuk beberapa kali akan
berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan. Hal ini
dikarenakan aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali
(Zainuddin, 2019).
Pada saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan sinyalsinyal neurotransmitter
yang menurunkan regulasi hipotalamicpitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga
mengurangi produksi hormon stres yaitu kortisol. Kortisol berperan sebagai penekan
sintesis protein, termasuk menekan imunoglobin, menurunkan populasi eosinofil, basofil,
limfosit dan makrofag dalam darah tepi. Kadar kortisol yang tinggi di dalam darah dapat
menimbulkan atropi jaringan limfosit dalam tymus, limfa dan kelenjar limfe akibatnya
daya tahan tubuh akan semakin turun (Dewi & Fauziah, 2017).
Penelitian Zainuddin (2019), mengatakan bahwa ketika seseorang dalam keadaan
cemas kemudian dilakukan tapping pada titik meridiannya maka terjadi penurunan
aktivitas gelombang otak (amygdala). Efek relaksasi pada Terapi SEFT dapat
menurunkan tingkat kecemasan karena membantu pasien dalam menetralisir dan
melepaskan beban emosional (pikiranpikiran negatif) yang bersumber baik dalam dirinya
sendiri maupun yang berasal dari lingkungannya dan dengan mengucapkan doa disertai
pikiran positif bahwa apapun yang dihadapi, rasa sakit yang dialami akan diikhlaskan
dan dipasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT. Sehingga dengan terapi SEFT ini
aliran energi tubuh yang terhambat (blocking) dapat berjalan dengan normal dan
seimbang serta bahwasanya spiritual power juga berperan penting terhadap kesehatan
(Dewi & Fauzia, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan terapi SEFT
mampu menurunkan tingkat kecemasan pada pasien sirosis hepatis. Terbukti dengan
hasil implementasi sebelum diberikan terapi SEFT tingkat kecemasan pasien adalah skor
25 (kecemasan sedang) sedangkan setelah diberikan terapi SEFT tingkat kecemasan
menurun menjadi skor 20 (kecemasan ringan). Penelitian selanjutnya dapat menerapkan
intervensi selama 5-10 menit dalam waktu lebih dari satu hari guna mendapatkan efek
yang lebih baik dengan jumlah responden yang lebih banyak.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Berdasarkan data pasien pada skenario 4 di atas dan data-data penunjang yang
tertuang dalam materi ini dapat disimpulkan bahwa diagnosa medis yang tepat untuk
pasien dalam skenario 4 adalah Sirosis Hepatitis.
10. LAPORAN DISKUSI

KONSEP MEDIS

HEPATITIS

A. Definisi

Sirosis hepatis merupakan suatu kondisi patologis yang menggambarkan


stadium terminal fibrosis hati yang terjadi secara progresif serta ditandai dengan
pembentukan nodulus regeneratif, distorsi dari arsitektur hepar. Sirosis hepatis
juga diartikan sebagai kondisi akhir dari proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regenerative
(Hartoyo,dkk, 2023).

B. Klasifikasi

Sirosis hepatis diklasifikasikan atas sirosis hepatis kompensata yang


artinya belum adanya tanda klinis yang nyata, dan sirosis hepatis dekompensata
yang artinya sudah terdapat tanda klinis dan gejala yang nyata.

Klasifikasi lain srosis hepatis secara konvensional diklasifikasikan sebagai


makronoduler (besar nodul > 3 mm), mikronoduler (besar nodul < 3 mm) dan atau
campuran antara makronoduler dengan mikronoduler.

Secara etiologis dan morfologis Sirosis hepatis dapat di klasifikasikan


menjadi biliaris, kardiak, alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis, metabolik
keturunan dan terkait obat (Hartoyo,dkk, 2023).

C. Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi oleh beberapa etiologi seperti virus, toksoplasma,


toksik yang mengakibatkan kerusakan atau peradangan pada sel hati. Kerusakan
sel hepatosis khususnya pada sel stellate. Sel-sel stellata merupakan sel yang
terletak diantara sinosoid dan sel hepatosit yang mempunyai fungsi menyimpan
vitamin A. Ketika sel hati atau hepatosit mengalami cedera maka sel tersebut akan
berkoloni membentuk nodul-nodul regeneratif hal ini salah satu tanda ketika
seseorang mengalami sirosis hepatis. Kerusakan sel stellata ini akan
mensekresikan faktor-faktor parenkrin yang nantinya akan mengaktifasi dan
merubah sel stellata. Saat diaktifasi, sel stellata melepaskan vitamin A yang
6
disimpan dan mulai menskresikan transforming growth faktor TGF B-1. Ketika
TGFB- 1 sudah di sekresikan maka akan menyebabkan pembentukan kolagen
pada proses penyembuhan luka di hati. Pembentukan kolagen yang semakin
menumpuk, menebal dan sudah menjadi fibrosis maka akan menekan vena porta
pada sinusoid. Ketika vena porta terjadi penyempitan maka akan terjadi hipertensi
intrasinusoidal atau disebut hipertensi porta. Selain terjadinya hipertensi porta
cairan yang terdapat pada vena porta dapat merembes atau keluar ke ruang
peritonial yang akhirnya dapat mengakibatkan asites (Hartoyo,dkk, 2023).

D. Etiologi

Penyebab sirosis hepatis dapat di sebabkan karena penyakit infeksi seperti


hepatitis virus, toksoplasmosis, selain penyakit infeksi sirosis hepatis juga dapat
disebkan oleh obat dan toksin (alkohol, arsenik), penyakit keturunan dan
metabolik juga dapat menyebabkan sirosis hepatis (penyakit wilson,
hemokromatosis, sindrom fankoni, defisiensi a₁- antitrypsin (Hartoyo,dkk, 2023).

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien dengan sirosis hepatis, pada stadium awal sering
tidak muncul gejala sehingga didapati ketika pasien berobat dan karena penyakit
lain. Gejala awal sirosis hepatis kompensata seperti fatique, selera makan
berkurang, perut kembung, nausea, penurunan berat badan, hilangnya dorongan
sexual. Sirosis hepatis dekompensata, gejala penyakit yang menonjol yaitu timbul
komplikasi kegagalan hati, hipertensi porta, hilangnya rambut badan, insomnia,
demam, gangguan pembekuan darah, ikterus, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan sikus haid, air kemih berwarna seperti teh, muntah darah, melena
hingga penurunan kesadaran dan koma (Hartoyo,dkk, 2023).

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium pasien dengan sirosis hepatis dapat dilihat pada


saat seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau untuk mengevaluasi
keluhan spesifik pasien. Seperti halnya Aspartat Aminotransferase (AST), atau
Serum Glutamiloksalo Asetat (SGOT) dan Alanin Amino Transferase (ALT) atau
Serum Glutamil Piruvat Transaminase (SGPT) meningkat namun tidak begitu
tinggi, AST lebih meningkat dibanding ALT.
7
Pemeriksaan bilirubin, pada sirosis hepatis kompensata konsentrasi dapat normal,
namun dapat juga terjadi peningkatan pada sirosis yang lanjut. Pemeriksaan
albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati konsentrasinya akan menurun sesuai
dengan perburukan sirosis hepatis. Pada pemeriksaan globulin, konsentrasinya
meningkat akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke
jaringan limfoid.

Pemeriksaan ultasonografi (USG) meliputi sudut hati, permukaan hati,


ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis hepatis lanjut, hati mengecil,
dan nodular permukaan irregular. Pemeriksaan USG dapat juga untuk melihat
adanya asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta serta
skrining adanya karsinoma (Hartoyo,dkk, 2023).

G. Diagnosis

Penegakkan diagnosis sirosis hepatis tahap kompensasi terkadang sukar


dikenali. Pada tahap lanjutan atau sudah terkompensasi penuh. diagnosis dapat
dibuat dengan bantuan tes laboratorium yang sesuai. Seperti pemeriksaan
laboratorium biokimia, serologis. Pada titik ini, diagnosis sirosis hepatis dimulai
dengan pemeriksaan fisik, laboratorium, ultrasonografi. Untuk membedakan
hepatitis kronik aktif dengan sirosis hepatis dilakukan pemeriksaan biopsi hati
(Hartoyo,dkk, 2023).

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan sirosis hepatis didasarkan pada manifestasi


yang muncul pada pasien, seperti pemberian antasid yang berfungsi
meminimalkan kemungkinan perdarahan saluran cerna dan mengurangi nyeri
perut. Pemberian suplemen dan nutrisi akan mempercepat proses penyembuhan
pada sel-sel hepar serta memperbaiki status gizi pasien. Pemberian terapi diuretik
perlu dipertimbangkan untuk mengurangi asites (Hartoyo,dkk, 2023).

I. Komplikasi

Komplikasi yang mununcul pada pasien dengan sirosis hepatis adalah


hipertensi porta, merupakan peningkatan hepatic venous pressure gradient
(HVPG) > 5 mmHg yang terjadi karena peningkatan resistensi intrahepatik

8
terhadap aliran darah porta akibat adanya nodul degeneratif, terjadi Asites, varises
esofagus, peritonitis bakterial, ensefalopati hepatikum, sindrom hepatorenal
(Hartoyo,dkk, 2023).

9
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Pengkajian primer dan sekunder:
Identitaspasien
Nama : Tn. A
JK : Laki-laki
Umur : 37 Tahun
Alamat :-
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Agama :-
2) Keluhanutama
Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh lemah dan pusing
3) Riwayat penyakitsekarang
Klien mengeluh lemah dan pusing, kulit klien tampak menguning,sclera ikterik,
mual, muntah-muntah, anoreksia, bengkak pada lengan dan tungkai, distensi
abdomen (nyeri tekan kuadran kanan atas), klien tampak kurus.
4) Riwayat penyakitsebelumnya
Tidak dikaji
5) Aktivitas/istirahat
Klien mengeluh lemah dan pusing
6) Integritasego
Tidak dikaji
7) Eliminasi
Tidak dikaji
8) Makanan/cairan
Tidak dikaji
9) Hygine
Tidak dikaji
10) Neurosensori
Tidak dikaji
11) Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri tekan kuadran kanan atas

10
12) Interaksisocial
Tidak dikaji
13) PemeriksaanFisik
Tanda tanda vital :
a) TD : 120/80 mmHg
b) N : 90 x/m
c) R : 20 x/m
d) SB : 39,5oC
14) Pemeriksaan Penunjang
Bilirubin total 2,5 mg/dL

11
PATHWAY

Sirosis Hepatis

Fungsi hati
terganggu

Demam sub
febris

Gangguan pembentukan
Hati membesar, Hipertermia empedu
mendesak dan
terjadi demam

Lemak tidak dapat


diemulsikan dan tidak
Perut kuadran kanan dapat diserap oleh usus
atas terasa sakit halus

Nyeri Akut
Anoreksia, mual
muntah

Retensi cairan

Defisit Nutrisi Disfungsi motilitas


Transudasi cairan gastrointestinal
dari intrasel ke
intersel
Sintesis vitamin
melalui hati
menurun
Edema

Kelemahan, rasa
Hipervolemia capek, malaise

Keletihan

12
Analisa Data

13
No Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif : - Sirosis hepatitis Defisit Nutrisi

Fungsi hati
Data Objektif : terganggu
1) Klien Nampak kurus (IMT
15,4) Gangguan
2) Anoreksia pembentukan
empedu

Lemak tidak dapat


diemulsikan dan
tidak diserap oleh
usus halus

Anoreksia, mual
muntah

Defisit Nutrisi

2. Data Subjektif :- Sirosis Hepatitis Hipertermia

Fungsi hati
terganggu
Data Objektif :
1) Suhu tubuh diatas normal
39˚C Demam sub febris
2) Bilirubin 2,5 mg/dL
3) Sklera ikterik
Hipertermia
3. Data Subjektif : Sirosis hepatitis Disfungsi
1) Nyeri tekan kuadran kanan Motilitas
atas Gastrointestinal
2) Klien mengeluh mual Fungsi hati
3) Klien mengeluh muntah terganggu
4) Keluarga mengatakan klien
sering mengonsumsi alkohol Gangguan
pembentukan
Data Objektif : empedu
1) Distensi abdomen

Lemak tidak dapat


diemulsikan dan
tidak diserap oleh
usus halus

14
Anoreksia, mual
muntah
B. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit nutrisi b.d faktor psikologis
2) Hipertermia b.d proses penyakit (hepatitis)
3) Disfungsi Motilitas Gastrointestinal b.d malnutrisi
4) Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis
5) Hipervolemia b.d Gangguan aliran balik vena
6) Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan Dan
Diagnosa Keperawatan Intervesi Keperawatan
Kriteria Hasil
NO. (PPNI, 2017) (PPNI, 2018)
(PPNI, 2018b)

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


1. Definisi : Asupan nutrisi
intervensi selama 3 x Observasi
tidak cukup untuk
24 jam maka Status 1. Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan
Nutrisi membaik 2. Monitor asupan makanan
metabolisme dengan criteria hasil : 3. Monitor berat badan
1. Nyeri abdomen
Terapeutik
Data Subjektif :- Menurun (5)
4. Sajikan makanan secara
2. Berat badan
menarik dan suhu yang
Membaik (5)
sesuai
Data Objektif :
5. Berikan makanan tinggi
1. Klien nampak kurus
kalori dan tinggi protein
(IMT 15,4)
6. Berikan suplemen
2. Anoreksia
makanan

Edukasi
7. Anjurkan posisi duduk

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri)
Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
2. intervensi selama
Definisi :Suhu tubuh 3x24 jam maka Observasi:
meningkat di atas rentang Termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
normal tubuh Membaik dengan hipertermia
kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
Data Subjektif :- 1. Suhu tubuh 3. Monitor komplikasi akibat

15
Data Objektif : Membaik (5) hipertermia
1. Suhu tubuh diatas
Terapeutik
normal 39˚C
2. Bilirubin 2,5 mg/dL 4. Longgarkan atau lepaskan
3. Sklera ikterik pakaian
4. Kulit menguning 5. Berikan cairan oral
6. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebihan)
Edukasi:

7. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

Pemberian Obat

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan
alergi, interaksi, dan
kontraindikasi obat
2. Verifikasi order obat sesuai
dengan indikasi
3. Periksa tanggal
kadaluwarsa obat
4. Monitor tanda vital dan
nilai laboratorium sebelum
pemberian obat
5. Monitor efek samping,
toksisitas, dan interaksi
obat
Terapeutik

6. Perhatikan prosedur
pemberian obat yang aman
dan akurat
7. Hindari interupsi saat
mempersiapkan,
memverifikasi, atau
mengelola obat

16
8. Lakukan prinsip 6 benar
9. Perhatikan jadwal
pemberian obat jenis
hipnotik, narkotika, dan
antibiotic
10. Fasilitasi minum obat
11. Dokumentasikan
pemberian obat dan
respons terhadap obat
Edukasi

12. Jelaskan jenis obat, alasan


pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian
13. Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas
obat
Disfungsi Motilitas Setelah dilakukan Manajemen Mual
3. Gastrointestinal intervensi selama
3x24 jam maka Observasi
Kontrol mual/muntah 1. Identifikasi pengalaman
Definisi : meningkat dengan muntah
Peningkatan, penurunan, kriteria hasil : 2. Identifikasi dampak mual
tidak efektif atau terhadap kualitas hidup
kurangnya aktivitas 1. Tindakan untuk 3. Identifikasi antiemetic
peristaltic gastrointestinal untuk mencegah mual
mengontrol mual
4. Monitor mual
Data Subyektif : dan muntah 5. Monitor asupan nutrisi dan
1. Nyeri tekan kuadran meningkat (5) kalori
kanan atas
2. Klien mengeluh mual Terapeutik
3. Klien mengeluh
muntah 6. Kendalikan faktor
4. Keluarga lingkungan penyebab mual
mengatakan klien 7. Kurangi atau hilangkan
sering mengonsumsi keadaan penyebab mual
alkohol
(mis, kecemasan dan
ketakutan
Data Objektif :
1. Distensi abdomen
Edukasi

8. Anjurkan istrahat dan tidur

17
yang cukup
9. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
10. Ajarkan penggunaan
tekhnik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual
(mis, relaksasi)
Kolaborasi

11. Kolaborasi pemberian


antiemetic

Manajemen Muntah

Observasi

1. Identifikasi karakteristik
muntah (mis, warna,
konsistensi ,adanya darah,
waktu, frekuensi dan
durasi)
2. Periksa volume muntah
3. Identifikasi faktor
penyebab muntah

Terapeutik

4. Kontrol faktor lingkungan


penyebab muntah (mis,
bau tak sedap)
5. Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
6. Berikan dukungan fisik
saat muntah (mis,
membantu membungkuk
atau menundukkan kepala)

Edukasi

7. Anjurkan membawa
kantong plastic untuk
menampung muntah
8. Anjurkan memperbanyak
istrihata

18
9. Ajarkan penggunaan
tekhnik nonfarmakologis
untuk mengelola muntah
(mis, relaksasi)
Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian


antiemetic
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajamenen Nyeri
4. intervensi selama
Definisi:Pengalaman 3x24 jam maka Observasi
sensorik atau emosional Tingkat Nyeri 1. Identifikasi
yang berkaitan dengan Menurun lokasi,
dengan karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan actual kriteria hasil:
atau fungsional, dengan frekuensi, kualitas,
onset mendadak atau 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
lambat dan berintensitas Menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang 3. Identifikasi faktor yang
berlangsung kurang dari 3 memperberat dan
bulan memperingan nyeri

Terapeutik
Data Subjektif :
4. Berikan tekhnik non
1. Klien mengeluh nyeri
tekan kuadran kanan farmakologis untuk
atas mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat/dingin)
Data Objektif :- 5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istrahat dan tidur
7. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

8. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
10. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat

19
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
5. intervensi selama
Definisi : Peningkatan 3x24 jam maka Observasi
volume cairan keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala
intravascular, interstisial Menurun dengan hypervolemia
dan/atau intraseluler kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab
hypervolemia
Data Subjektif : 1. Edema
3. Monitor intake dan output
1 bengkak (lengan Menurun (5)
cairan
dan tungkai) 4. Monitor efek samping
diuretik
Data Objektif :- Terapeutik

5. Batasi asupan cairan dan


garam
Edukasi

6. Ajarkan cara mengukur


dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
7. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
diuretic
Keletihan Setelah dilakukan Manajemen energi
6. intervensi selama
Definisi : 3x24 jam maka Observasi
Penurunan kapasitas kerja tingkat keletihan 1. Identifikasi gangguan
fisik dan mental yang mebaik dengan fungsi tubuh yang
tidak pulih dengan kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
istirahat 2. Monitor kelelahan fisik
1. Perasaan lemah dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
Data Subjektif : Menurun (5)
4. Monitor lokasi dan
1. Klien mengeluh ketidaknyaman selama
lemah melakukan aktivitas
2. Klien mengeluh
pusing
Terapeutik

5. Sediakan lingkungan
Data Objektif :- nyaman dan rendah

20
stimulus
6. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif
7. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi

8. Anjurkan tirah baring


9. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
10. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

11. Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan (Implementasi Keperawatan) adalah pelaksanaan
tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal.Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap
pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan
keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu
pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami & Mulyadi, 2020).
E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang
rencana keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek,
pengkajian kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami & Mulyadi,
2020).

21
DAFTAR PUSTAKA
Hartayono, dkk. 2023. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah S1 Keperawatan Jilid II.
Jakarta : Mahakarya Citra Utama.
Utami, dkk. 2022. Penerapan Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Sirosis Hepatis. Health Nursing Jurnal. Vol 5 No. 1 Hal
496-500.

22
23

Anda mungkin juga menyukai