Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan wadah yang berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia ynag beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan
dibutuhkan sosok yang mampu menjadi tumpuan proses pendidikan itu berlangsung.
Guru merupakan sosok yang dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan tersebut. Sebagai
tenaga profesional yang bertugas dalam mengajar, mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi para peserta didik sehingga sosok
guru dibutuhkan dalam dunia pendidikan.

Dewasa ini, banyak guru yang lalai akan peranannya dalam dunia pendidikan.
Seperti beberapa kasus guru yang melakukan tindakan kurang pantas, misalnya
merokok dihadapan peserta didiknya maupun dilingkungan beliau mengajar.
Tindakan seperti kasus tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang guru mengiingat
istilah Guru “Digugu dan Ditiru”. Sudah sepantasnya guru memberi contoh tindakan
yang baik bagi peserta didiknya agar tindakan beliau dapat ditiru dan diterapkan oleh
peserta didik yang diampunya.

Guru merupakan salah satu profesi yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebuah profesi menuntut orang untuk
memiliki profesi tersebut. Begitu juga guru, profesi tersebut dituntut memiliki kriteria
dan syarat-syarat menjadi seorang guru. Selain syarat, profesi guru juga dituntut
untuk memiliki peran sertanya dalam dunia pendidikan. Beberapa peran guru adalah:

1
1) seabgai pengajar; 2) sebagai pendidik; 3) sebagai pembimbing; 4) sebagai tenaga
profesional; dan 5) seabagai pemberharu.

Guru merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar


mengajar. Seorang guru harus benar-benar membawa siswanya kepada tujuan yang
ingin dicapai. Guru bukan sekedar bertindak sebagai pengajar atau pemberi
pengetahuan saja (transfer of knowledges), tetapi lebih dari itu. Guru sebagai agen
pembelajaran (learning agent) yang segenap ucapan, pemikiran, sikap, serta
perilakunya diteladani oleh anak didik (transfer of ethics and values). Untuk
mendukung tugasnya tersebut, guru dituntut untuk memiliki kewibawaan.
Kewibawaan ini penting artinya bagi guru yang bersangkutan maupun hubungannya
dengan proses pembelajaran.
Ketika seorang guru mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki wawasan
pendidikan yang luas, komitmen yang kuat, tanggung jawab, dan kompetensi maka
dengan sendirinya akan mampu mempengaruhi anak didik khususnya dalam kegiatan
pembelajaran sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa
terhadapnya. Ketaatan ini tentu saja akan tumbuh melalui kesadaran yang akhirnya
berdampak pada semakin efektifnya proses pembelajaran yang bukan hanya transfer
of knowledges, melainkan juga transfer of ethics and values.

Untuk melaksanakan peran guru tersebut, guru harus memerhatikan bagaimana


dia mengimplementasika perannya dan penampilannya dalam proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami penulis akan membahas mengenai
syarat sesorang disebut sebagai guru, peran guru dan kepribadian guru dalam dunia
pendidikan.

2
B. Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana syarat menjadi guru?

2. Apa saja peran guru dalam proses belajar mengajar?

3. Bagaimana kepribadian guru dalam proses belajar mengajar?

C. Tujuan Dan Manfaat


Tujuan

1. Untuk mengetahui syarat menjadi guru

2. Untuk mengetahui apa saja peran guru dalam proses belajar mengajar.
3. Untuk mengetahui Bagaimana seharusnya kepribadian guru dalam proses
belajar mengajar

Manfaat:

Manfaat bagi penulis dan pembaca adalah Memperluas wawasan dan

pengetahuan tentang syarat menjadi guru, peran guru dan kepribadian guru dalam

proses belajar mengajar agar bisa menjadi lebih baik.

 
 

3
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Syarat Menjadi Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan.
Hal ini dikarenakan guru merupakan titik sentral didalam tenaga kependidikan yang
berhubungan langsung dengan peserta didik sehingga dijadikan sebagai tauladan bagi
peserta didik. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh
kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didik melalui proses pembelajaran. Oleh
karena itu, untuk melaksanakan tugas sebagai guru, tidak sembarang orang dapat
menjalankannya. Sebagai seorang guru yang baik harus memenuhi berbagai
persyaratan. Menurut Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 terdapat lima syarat
menjadi seorang guru, yaitu:

1. Memiliki Kualifikasi Akademik, artinya ijazah jenjang pendidikan akademik


yang harus dimiliki oleh seorang guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan
satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Ijaah yang harus dimiliki
guru adalah ijazah jenjang Sarjana S1 atau Diploma IV sesuai dengan jenis,
jenjang, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
2. Memiliki Kompetensi, artinya memiliki seperangkat pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku yang harus dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru tersebut meliputi,
kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.

4
3. Memiliki Sertifikat Pendidik, artinya harus memiliki sertifikat pendidik
yang ditandatangani oleh perguruan tinggi sebagi bukti formal telah
memenuhi standar profesi guru melalui proses sertifikasi.
4. Sehat Jasmani dan Rohani, artinya harus memiliki kondisi kesehatan fisik
dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik.
5. Memiliki Kemampuan untuk Mewujudkan Tujuan Pendidikan
Nasional, artinya harus ikut serta dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yaitu mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta
bertanggungjawab.
Didalam Undang-Undang No 12 Tahun 1954 yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto (1995:139) tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah
untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut :

“Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai
kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi
pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5
undang-undang ini.”

Berdasarkan kutipan pasal yang terdapat dari undang-undang tersebut, dapat


dijelaskan secara rinci syarat-syarat menjadi seorang guru adalah sebagai berikut:

1. Memiliki Ijazah
Ijazah merupakan dokumen pengakuan atas hasil belajar peserta didik dan
merupakan bukti penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah

5
melaksanakan ujian, dimana Ijazah juga dijadikan untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan berikutnya maupun untuk melamar suatu pekerjaan.

Ijazah tidak hanya semata-mata selembar kertas. Menjadi seorang guru


harus mempunyai Ijazah jenjang pendidikan. Ijazah yang harus dimiliki
oleh guru adalah Ijazah pada jenjang Sarjana/S1 atau Diploma IV yang
sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran
yang diampunya berdasarkan standar nasional pendidikan. Dengan adanya
Ijazah maka dapat dipercayai oleh negara dan masyarakat untuk
menjalankan tugasnya sebagai seorang guru.

  2. Sehat Jasmani dan Rohani

Kesehatan jasmani dan rohani yang baik merupakan syarat mutlak bagi
seorang guru. Menjadi seorang guru harus sehat jasmani, sehat rohani, dan
tidak boleh mempunyai cacat tubuh yang nyata. Karena jika seorang guru
memiliki masalah mengenai jasmani dan rohaninya akan dapat menggangu
proses pembelajaran sehingga ilmu yang akan ditransferkan kepada peserta
didik tidak akan maksimal.

3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berkelakuan Baik


Tujuan dari pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila.
Sedangkan tugas dari guru adalah mengajar serta mendidik peserta
didiknya agar dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.

Oleh karena itu, guru sebagai tauladan atau contoh yang baik bagi peserta
didik harus memiliki ketakwaan kepada Tuhan YME agar perilaku tersebut
dapat dicontoh oleh peserta didik.

6
4. Bertanggungjawab
Guru merupakan pihak atau komponen yang dipercaya oleh orang tua/wali
murid untuk mencerdaskan anak-anaknya sebagai peserta didik. Menjadi
seorang guru harus bertanggungjawab atas amanah yang telah diberikan
orang tua peserta didik berikan, yaitu dengan melakukan pembelajaran atau
transfer ilmu, menanamkan kepribadian baik, membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar serta turut membina kurikulum sekolah.

5. Berjiwa Nasional
Indonesia memiliki keberagaman suku bangsa maupun adat istiadat.
Dengan adanya keberagaman tersebut maka harus memiliki rasa
nasionalisme tinggi, toleransi, dan saling gotong royong agar tidak terjadi
disintegrasi atau perpecahan didalam negara.

Dalam hal ini guru yang mempunyai jiwa nasional merupakan syarat yang
penting untuk mendidik peserta didik sesuai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya
adalah membentuk manusia yang berjiwa pancasila serta
bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Sebagai komponen utama dalam dunia kependidikan, guru sangat berpengaruh


dalam kegiatan proses belajar mengajar. Sikap-sikap yang dimiliki guru dapat
menjadi contoh atau tauladan bagi peserta didik sehingga sikap-sikap yang baik wajib
dimiliki oleh guru agar menjadi cerminan bagi peserta didik dengn harapan sikap dari
peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam Ngalim Purwanto
(1995:143) terdapat beberapa sikap dan sifat guru yang baik, diantaranya:

1. Adil
Menjadi seorang guru harus memiliki sifat adil kepada seluruh peserta
didik. Tidak membedakan peserta didik baik dari fisik maupun

7
kemampuannya. Semua peserta didik sama dimata guru karena sama-sama
orang yang memiliki kemauan untuk menambah pengetahuan dengan
memberikan kepercayaan guru dalam memberikan tambahan pengetahuan
sehingga guru juga harus memberikan porsi yang sama dalam memberikan
pelayanan tersebut.

Perlakuan adil oleh seorang guru misalnya dalam hal pemberian nilai.
Seorang guru harus memberikan nilai sesuai dengan kemampuan peserta
didik, tidak dibuat-buat agar nilai tersebut menjadi baik padahal tidak
sesuai dengan kemampuannya (memasukkan unsur subjektif).

2. Percaya dan Suka Kepada Peserta Didik


Guru harus percaya kepada peserta didiknya, artinya guru harus mengakui
dan menginsyafi bahwa peserta didik adalah makhluk yang mempunyai
kemauan dan kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya
yang buruk dan menimbulkan kemauan untuk mencegah perbuatan buruk.

Guru yang menaruh prasangka buruk kepada peserta didik akan selalu
mengintai-intai perbuatan dan tingkah laku peserta didik dan tidak mau tau
bahwa mereka juga mempunyai kemauan sendiri.Seorang guru juga harus
memiliki rasa suka kepada peserta didik, tidak ada dendam maupun benci
karena hal itu dapat memunculkan subjektifitas guru kepada peserta didik,
misalnya dalam hal penilaian.

3. Sabar dan Rela Berkorban


Sebagai seorang pendidik, guru harus mempunyai kesabaran dalam
menjalankan tugasnya. Sifat sabar dan rela berkorban harus senantiasa
dipupuk setiap saat dan setiap waktu agar mendapatkan hasil yang
menggembirakan dalam melahirkan generasi mandiri dan berakhlak terpuji.

8
4. Memiliki Kewibawaan
Wibawa artinya mampu mengendalikan, mengatur, serta mengontrol
perilaku peserta didik. Kewibawaan sejati seorang guru adalah berdasarkan
kepribadiannya. Kepribadian tersebut diperoleh dari rasa tanggungjawab,
disiplin waktu, kerajinan memeriksa pekerjaan peserta didik, kesediaan
membimbing dan membantu kesulitan belajar peserta didik, kesabaran, dan
ketekunan. Guru dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga
adanya jarak sosial antara dirinya dengan peserta didik karena kewibawaan
akan mudah luntur apabila guru terlalu akrab dengan peserta didik.

5. Penggembira
Seorang guru hendaknya memiliki sifat suka tertawa dan memberikan
kesempatan untuk tertawa pada peserta didik agar peserta didik tidak
merasa tegang saat pelajaran dan tidak mudah bosan sehingga dapat
membangkitkan gairah peserta didik untuk lebih serius dan giat dalam
menerima pembelajaran.

6. Bersikap Baik Terhadap Guru Lainnya


Tingkah laku serta budi pekerti peserta didik dipengaruhi oleh suasana
dikalangan guru. Apabila guru-guru saling bertentangan maka peserta didik
tidak tahu apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang karena perbedaan
pengambilan sikap dan tindakan guru. Terhadap peserta didik, guru harus
menjaga nama baik dan kehormatan teman sejawatnya.

7. Bersikap Baik Terhadap Masyarakat


Guru tidak hanya memiliki tugas dan kewajiban disekolah saja akan tetapi
juga dalam masyarakat. Sekolah seharusnya menjadi cermin bagi
masyarakat, dirasai oleh masyarakat bahwa sekolah adalah kepunyaanya

9
dan memenuhi kebutuhannya. Sekolah akan menjadi asing apabila seorang
guru tidak dapat berinteraksi dengan masyarakat.

8. Menguasai Mata Pelajarannya


Sebagai seorang guru harus selalu menambah pengetahuannya, terutama
dalam mata pelajaran yang diampunya. Guru yang pekerjaannya
memberikan pengetahuan-pengetahuan serta kecakapan kepada peserta
didiknya, tidak akan berhasil baik apabila guru tidak menguasai mata
pelajaran yang diampunya karena tidak berusaha untuk menambah
pengetahuannya.

9. Suka Terhadap Mata Pelajaran yang Diberikannya


Apabila guru mengajar mata pelajaran yang disukainya maka akan
memberikan hasil yang lebih baik karena ilmu pengetahuan atau wawasan
yang dimiliki guru mengenai mata pelajaran tersebut lebih luas. Selain itu,
guru juga akan lebih mudah menyampaikan materi mata pelajaran kepada
peserta didik. Hal ini disebabkan rasa keingin tahuan yang tinggi mengenai
mata pelajaran tersebut, hal ini juga akan berdampak baik bagi peserta
didik.

10. Berpengetahuan Luas


Selain memiliki pengetahuan mengenai mata pelajaran yang sudah menjadi
tugasnya, akan lebih baik guru mengetahui pula tentang segala sesuatu
yang penting, yang berhubungan dengan tugasnya dalam masyarakat.

B. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar


1. Peran Guru Sebagai Pengajar
Mengajar merupakan salah satu tugas seorang guru yang harus dilaksanakan
dengan baik karena dalam tugas mengajar guru menyampaikan dan
mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik.

10
Dengan pengajaran yang baik maka ilmu pengetahuan yang diberikan akan terserap
dengan optimal oleh peserta didik. Menurut Wina Sanjaya (2006:95) terdapat dua
konsep dasar mengajar, yaitu:
a) Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran

Sebagai proses menyampaikan atau menambah ilmu pengetahuan maka


mengajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

 Proses pengajaran berorientasi pada guru, artinya guru berperan sebagai


penyampai materi belajar atau informasi kepada peserta didik sehingga
guru harus menyiapkan berbagai hal, misalnya bagaimana cara
menyampaikannya, media apa yang diperlukan, atau metode apa yang tepat
sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

 Siswa sebagai objek belajar, artinya siswa dianggap sebagai organisme pasif
yang belum memahami apa yang harus dipahami sehingga melalui proses
pengajaran mereka dituntut memahami segala sesuatu yang diberikan oleh
guru. Sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan
kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai
dengan gayanya, sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran
segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.

 Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu, artinya proses
pengajaran berlangsung ditempat tertentu misalnya di kelas dengan
penjadwalan ketat sehingga siswa hanya belajar jika ada kelas yang telah
dipersiapkan sebagai tempat belajar. Waktu dalam pembelajaran juga
sangat ketat karena jika waktu belajar suatu materi pelajaran tertentu habis
maka siswa akan belajar materi lain sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.

 Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi, artinya keberhasilan


suatu proses pengajaran diukur dari sejau mana siswa dapat menguasai

11
materi pelajaran yang disampaikan guru dengan menggunakan alat evaluasi
seperti tes hasil belajar tertulis yang dilakukan secara periodik.

b) Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan

lain mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan dengan harapan


agar siswa belajar maka dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa karakteristik,
yaitu :

 Mengajar berpusat pada siswa, artinya mengajar tidak ditentukan oleh guru
tetapi ditentukan oleh siswa itu sendiri. Hendak belajar apa siswa dari topik
yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, bukan hanya guru
yang menentukan tetapi juga siswa. Sehingga guru dalam hal ini bertindak
sebagai fasilitator atau pihak yang membantu siswa untuk belajar. Oleh
karena itu, kritetia keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh
mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh
mana siswa telah melakukan proses belajar.

 Siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa tidak dianggap sebagai organisme
pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi siswa dipandang
sebagai organisme aktif yang memiliki potensi untuk berkembang.

 Proses pembelajaran berlangsung dimana saja, artinya proses pembelajaran


tidak hanya dilakukan didalam kelas saja. Siswa dapat memanfaatkan
berbagai macam tempat untuk belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat
materi pelajaran.

12
 Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan, artinya pembelajaran tidak
hanya bertujuan untuk penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses
untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Oleh karena itu, penguasaan materi pelajaran bukan akhir dari
proses pengajaran tapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan
tingkah laku yang lebih luas.

Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran, yang juga memberikan arti bahwa guru pada umumnya
akan memberikan kriteria keberhasilan anak didiknya melalui nilai-nilai pelajaran
yang diajarkan setiap harinya. Dalam tugas ini guru dituntut untuk memiliki
seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar, disamping menguasai
ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. Dalam kegiatan pembelajaran guru
dijadikan sebagai fasilitator, artinya guru memfasilitasi peserta didik dalam
berlangsungnya proses pembelajaran guna memperoleh pengalaman belajar yang
nyata dan autentik. Selain itu guru juga sebagai motivator yang artinya guru harus
mampu menumbuhkan potensi yang terdapat pada peserta didik serta mengarahkan
agar mereka dapat memanfaatkan potensinya secara tepat sehingga peserta didik
dapat belajar dengan tekun untuk mencapai cita-citanya. Hal tersebut dilaksanakan
dengan memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali serta mengolah
informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan. Menurut
Suryosubroto (2002:9) tugas guru dalam proses belajar mengajar dapat
dikelompokkan kedalam tiga kegiatan, yaitu:

 Menyusun program pengajaran :

 Program tahunan pelaksanaan kurikulum

 Program semester/catur wulan

 Program satuan pelajaran

13
 Perencanaan program mengajar

 Menyajikan/melaksanakan pengajaran :

 Menyampaikan materi

 Menggunakan materi mengajar

 Menggunakan media/sumber belajar

 Mengelola kelas/mengelola interaksi belajar mengajar

 Melaksanakan evaluasi :

 Menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik

 Melaporkan hasil evaluasi peserta didik

 Melaksanakan program perbaikan dan pengayaan

Dapat disimpulkan bahwa peran guru sebagai pengajar adalah proses guru
mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan merencanakan
pengajaran, melaksanakan pengajaran, dan melakukan evaluasi pengajaran.

2. Peran Guru Sebagai Pendidik


Amanat dalam Undang-Undang Sisdiknas Bab II pasal 3, bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

Pendidikan membutuhkan sosok pendidik yang harus mewujudkan tujuan


pendidikan tersebut. UU No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidik
didefinisikan dengan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

14
konselor, tutor, instruktor, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. UU Nomor
20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat (2) menyebutkan bahwa guru sebagai pendidik
adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelejaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Menurut Slameto
(2010: 97) bahwa dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tuugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan.

Guru dalam dunia pendidikan mempunyai peranan yang kompleks dalam


kehidupan peserta didiknya. Peran guru sebagai pendidik adalah menanamkan sikap,
nilai, dan perilaku melalui keteladanan sikap dan perilaku diri sendiri atau yang
dipetik dari orang lain untuk ditanamkan kepada anak didik. Guru sebagai pendidik
adalah sebagai pribadi yang memberikan bantuan, dorongan, pengawasan, dan
pembinaan dalam mendisiplinkan peserta didik agar menjadi patuh terhadap aturan
sekolah dan norma dalam masyarakat. Guru dalam rangka mendidik harus mampu
menjadikan peserta didik yang di ampunya menjadi pribadi yang berbudi pekerti
baik. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, guru harus mampu mengontrol
aktivitas peserta didik yang diampunya agar tidak menyimpang pada norma yang
berlaku. Sebagai seorang pendidik, guru juga harus membentuk karakter peserta didik
yang baik.

Menurut An Nahlawi (1995) agar seorang guru dapat menjalankan fungsinya


sebagai pendidik maka ia harus memiliki sifat-sifat berikut ini:

1. Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani, yaitu memiliki ketaatan


kepada Tuhan Yang Maha Esa

15
2. Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan
keikhlasan

3. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar

4. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang


dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya

5. Seorang guru harus senantiasa meningkarkan wawasan dan pengetahuannya

6. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode


pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi pelajaran

7. Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai
proporsinya

8. Seorang guru dituntut untuk memhami psikologi anak didiknya

9. Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga


dia mampu memhami berbagai kecenderungan dunia beserta dunia beserta
dampak dan akibatnya terhadap anak didik

10. Seorang guru dituntut untuk memiliki sikap adil terhadap seluruh anak
didiknya

Peran guru sebagai pendidik berkaitan dengan tugas guru yang memberikan
bantuan, dorongan, pengawasan, dan pembinaan dalam rangka mendisiplinkan agar
peserta didik patuh dan taat pada aturan, nilai, dan norma yang berlaku pada
lingkungan sekitarnya. Untuk membentuk peserta didik berkepribadian yang baik.
Seorang guru juga dituntut memiliki kepribadian yang baik pula. Seorang guru
dituntut untuk menjunjung kulaitas kepribadain yang baik meliputi jujur, disiplin,
tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, wibawa, dan lain-lain.
Guru dituntut untuk memahami nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat dan
mengimplementasikannya dalam kehidupannya untuk dapat di contoh dan di ajarkan
pada peserta didiknya.

16
Peran guru sebagai pendidik erat kaitannya dengan pendidikan moral pada
peserta didik yang diampunya. Pendidikan moral juga erat kaitannya dengan
pembangunan karakter peserta didik tersebut. Menurut Gough (1998: 23) tujuan akhir
dari pembangunan karakter terjadi apabila setiap orang mencapai titik di mana
berbuat “baik” menjadi otomatis atau terbiasa. Seperti belajar keterampilan olahraga
melalui praktek berkelanjutan, secara moral tindakan tepat menjadi alami dan
konsisten.

Penalaran moral adalah proses sistematis untuk mengevaluasi kebajikan dan


mengembangkan pribadi yang konsisten dan tidak memihak serangkaian prinsip-
prinsip moral yang digunakan untuk hidup. Titik awal untuk belajar secara moral
adalah mempelajari prinsip-prinsip moral. Prinsip merupakan aturan perilaku yang
bersifat universal yang mengidentifikasi jenis tindakan, niat, dan motif-motif yang
dihargai. Dalam memutuskan apakah hal-hal seperti berbohong, mencuri, menipu,
dan inkar janji merupakan tindakan yang prinsip, maka pada setiap individu bergerak
melalui tiga tahapan penalaran proses moral. Tiga tahapan penalaran moral itu, yaitu:

1. Fase Pengetahuan Moral

Yang merupakan fase kognitif belajar tentang isu-isu moral dan bagaimana
mengatasinya

2. Fase Perasaan Moral

Yang merupakan dasar dari apa yang diyakini tentang dirimya sendiri dan
orang lain

3. Fase Bertindak Secara Moral

Yaitu bagaimana orangorang bertindak secara nyata berdasarkan nilai dan


apa yang diketahui (Lumpkin, dkk., 2003)

17
Stoll dan Beller (1998: 21) menekankan, penalaran moral tidak menjanjikan
perubahan perilaku, tetapi merupakan komitmen pencarian jiwa individu dan refleksi
pribadi atas kepercayaan, nilai, dan prinsip-prinsip.

Dunia pendidikan Indonesia yang saat ini sedang menggunakan Kurikulum


2013 (Kurtilas) memang gencar dalam melakukan peranan guru dalam pemberian
karakter baik pada peserta didiknya. Seperti halnya, instrumen penilian pada Kurtilas
tidak hanya menekankan pada penilain kognitif saja, melainkan penilaian
keterampilan dan penilaian sikap. Aspek penilaian sikap juga terbagi menjadi dua
yaitu aspek sikap spiritual dan aspek sikap sosial. Aspek sikap spiritual berisi
bagaimana peranan peserta didik dalam melakukan segala hal di lingkungan
belajarnya yang berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Contohnya: saat di dalam
kelas apakah peserta didik selalu berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran atau
apakah peserta didik selalu melakukan syukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan
pada dirinya. Sedangkan aspek sikap sosial berisi sikap apa yang diharapkan oleh
guru pada peserta didiknya seperti: Jujur, Disiplin, Tanggung Jawab, Toleransi,
Percaya Diri, Santun, dan Gotong Royong, dan lain-lain. Instrumen penilaian untuk
mengukur aspek sikap bisa melalui lembar observasi, penilaian diri, penilaian antar
peserta didik, dan jurnal. Guru diharapkan dapat melalukan penilaian aspek sikap ini
dengan instrumen penilaian tersebut.

Jadi, peran guru sebagai pendidik antara lain:

1. Menanamkan sikap, nilai, dan perilaku melalui keteladanan sikap dan


perilaku diri sendiri atau yang dipetik dari orang lain untuk ditanamkan
kepada anak didik

2. Memberikan bantuan, dorongan, pengawasan, dan pembinaan dalam


mendisiplinkan peserta didik agar menjadi patuh terhadap aturan sekolah
dan norma dalam masyarakat

18
3. Mendorong peserta didik untuk mempunyai karakter baik dengan
penamanan moral yang baik

3. Peran Guru Sebagai Pembimbing


Bimbingan dianggap sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman, penerimaan, pengembangan, dan perwujudan diri
dalam mencapai tingkatperkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungannya (H.M Surya, dkk. 2007). Menurut Sanjaya (2006: 28) menjelaskan
bahwa proses membimbing adalah proses memberikan bantuan kepada siswa, dengan
demikian yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah siswa itu sendiri.

Samisih (2014: 64) Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat
di bedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Peran Guru Kelas/Mata Pelajaran

Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan


kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti guru lepas dengan
kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata
pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun
dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya.

Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan
konseling, Kejelasan gambaran tugas dapat memotivasi guru untuk berperan secara
aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas
terlaksananya kegiatan itu. Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar,

19
misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan
guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-
kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas. Oleh karena itu, guru
harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar – mengajar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:

 Mengarahkan siswa agar lebih mandiri

 Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa

 Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati,


menyenangkan

 Pemahaman siswa secara empatik

 Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu

 Penampilan diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan siswa

 Kekonkretan dalam menyatakan diri

 Penerimaan siswa secara apa adanya

 Perlakuan terhadap siswa secara permissive

 Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu


siswa untuk menyadari perasaannya itu

 Pengembangan terhadap siswa menjadi individu yang lebih dewasa

 Penyesuaian Diri Terhadap Keadaan Yang Khusus

Dapat dikatakan bimbingan di sekolah akan lebih efektif bila guru dapat bekerja
sama dengan stakeholder sekolah dalam proses pembelajaran. Namun guru kelas
yang juga berperan sebagai konselor mempunyai keterbatasan dalam hal yang
berkaitan dengan kurangnya waktu untuk bertatap muka dengan siswa, hal ini karena

20
tenaga guru kelas masih sangat terbatas, mengingat tugas selain mengajar juga
memberikan layanan dan bantuan kepada siswa sehingga pelayanan siswa dalam
jumlah yang cukup banyak tidak bisa dilakukan secara intensif, dan tidak mungkin
untuk dapat memberikan semua bentuk layanan seperti memberikan pengajaran
perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan sebagainya. Di samping itu guru juga
mempunyai keterbatasan – keterbatasan dalam memberi bimbingan terhadap murid,
diantaraya:
 Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang
bermacam-macam, karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua
tugas itu.

 Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi
ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam
masalah siswa.

Menurut Samisih (2014: 65) Peran guru sebagai pembimbing dalam


melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:

1. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa


aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya
mendapat penghargaan dan perhatian.

2. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-


kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.

3. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik.

4. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh


hasil yang lebih baik.

5. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan


dan minatnya.

21
Menurut Sanjaya (2006: 27) Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu
bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama.
Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada
hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan
sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah mahluk yang sedang
berkembang. Irama perekembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan
itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa
agar menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka,
membimbing siswa agar dapat mencapai dann melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan
masyarakat. Seorang guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan
tanamannya.

Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan
menarik batang dan daunnya. Tanaman itu akan berbuag manakala ia memiliki
potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas
seorang petani adalah menjaga agar tanamn itu tumbuh dengan sempurna, tidak
terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan
tidak tumbuh dengan sehat yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk,
dan memberi ibat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru
tidak dapat memaksa agar siswanya jadi “itu” atau jadi “ini”. Siswa akan tumbuh dan
berkembang menjadi seorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas
guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai
pembimbing.

Menurut Sanjaya (2006: 27) beberapa hal yang harus diperhatikan guru sebagai
pembimbing yang baik:

22
1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya.
Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman
tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak. Pemahaman ini sangat
penting artinya, sebab akan menentukkan teknik dan jenis bimbingan yang
harus diberikan kepada mereka

2. Guru harus memahami dan terampil dalam merancanakan, baik


merancanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun
merencanakan tujuan pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat
dilakukan dengan baik manakala sebelumnya guru merencanakan hendak
dibawa kemana siswa, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
Untuk merumuskan tujuan yang sesuai sistem nilai masyarakat maupun
dengan kondisi psikologis dan fisiologgis siswa, yang kesemuanya itu
terkandung dalam kurikulum sebagai pedoman dalam merumuskan tujuan
dan kompetensi yang harus dimiliki

3. Guru perlu mampu merencanakan dan mengimplementasikan proses


pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh.

Menurut Sutikno (2007) Strategi guru dalam memotivasi belajar siswa yaitu:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik

Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru


menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan dicapainya
kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi belajar
siswa.

2. Hadiah

Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu
semanagat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Disamping itu, siswa

23
yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang
berprestasi,

3. Saingan/kompetisi

Guru berusaha mengadakan persaingan diantara siswanya untuk


meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.

4. Pujian

Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan


atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5. Hukuman

Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses


belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa
tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar

Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta


didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok

9. Menggunakan metode bervariasi

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

24
4. Peran Guru Sebagai Tenaga Profesional
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU RI No. 14 tahun 2005).

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang


dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran (2013:46).
Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik
yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Guru yang profesional adalah orang
yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas
dibidangnya.

Surya (2005) dalam Prof.Udin Syaefudin Sa’ud mengungkapkan, guru yang


profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdiaan tugas-tugas yang ditandai
dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan
melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru
sebagai tenaga profesional memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang


pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU
RI No. 14 tahun 2005). Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
ditunjukkan dengan bukti sertifikat pendidik. Guru sebagai tenaga profesional

25
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
yang berperan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Guru yang berkedudukan sebagai tenaga profesioanal bertujuan untuk


melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab (UU RI No. 14 tahun 2005).

Profesi guru dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas, yaitu (a)


Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c)
Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (d)
Memiliki kompetensi yang diperlukan. sesuai dengan bidang tugas; (e) Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (f) Memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (g) Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat; (h) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan (i) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan


melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi (UU RI No. 14
tahun 2005).

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan menurut UU RI No. 14 Tahun


2005, guru berhak: (a) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum

26
dan jaminan kesejahteraan sosial; (b) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai
dengan tugas dan prestasi kerja; (c) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan
tugas dan hak atas kekayaan intelektual; (d) Memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan kompetensi; (e) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; (f) Memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; (g) Memperoleh rasa aman dan
jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; (h) Memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi; (i) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam
penentuan kebijakan pendidikan; (j) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan / atau (k) Memperoleh
pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan menurut UU RI No. 14 Tahun


2005, guru berkewajiban : (a) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (b)
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akadernik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(c) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; (d) Menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan (e) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan


tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa,
negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial,
intektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi mandiri yang mampu

27
memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta
mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi
guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan
sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual
diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan
moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang
perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral.

Soetjipto (2004) peran guru yang profesional atau tenaga kependidikan adalah:
(1) Tenaga kependidikan sebagai pendidik dan pengajar yakni tenaga kependidikan
yang harus memiliki kesetabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersifat
realistas, bersikap jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan, terutama inovasi
pendidikan; (2) Tenaga kependidikan sebagai anggota masyarakat, untuk itu harus
menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia
dan sebagai anggota masyarakat harus memiliki keterampilan membina kelompok,
keterampilan bekerja sama; (3) Tenaga kependidikan perlu memiliki kepribadian
menguasai ilmu kepemimpinan menguasai prinsif hubungan manusia, teknik
berkomunikasi serta menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi yang ada di
sekolah; dan (4) Tenaga kependidikan sebagai pengelola proses pembelajaran yakni
tenaga kependidikan yang harus mampu dan menguasai berbagai metode mengajar
dan harus mampu menguasai situasi pembelajaran di dalam kelas maupun di luar
kelas.

Jadi, guru sebagai tenaga profesional adalah guru harus memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran secara efektif,
efisien agar mampu meningkatkan martabat dan perannya.

5. Peran Guru Sebagai Pembaharu

28
Pendidikan akan terus berkembang dan mengikuti perubahan zaman.
Diperlukan seseorang yang mampu untuk mengembangkan pembaharuan atau inovasi
dalam dunia pendidikan tersebut. Guru merupakan seseorang yang memiliki
pengalaman langsung dengan peserta didik karena itu guru akan lebih mengetahui apa
yang dibutuhkan oleh peserta didik. Bagaimanapun juga guru memiliki peran yang
sangat strategis untuk melakukan pembaharuan dalam pendidikan.

Guru sebagai penerus inovasi dari kepala sekolah memiliki tugas utama untuk
melancarkan jalannya arus inovasi dari pengusaha pembaharu ke klien. Fungsi utama
agen pembaharu adalah sebagai penghubung antara pengusaha pembaharu (change
agency), dengan klien (client), dengan tujuan agar inovasi dapat diterima (diterapkan
oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha pembaharu (Ibrahim, 1988: 102).
Keberhasilan dari invoasi itu tergantung dari komunikasi dari agen pembaharu
dengan klien.

Zaltman dalam Ibrahim (1988: 102), ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh
agen pembaharu dalam usaha memantapkan hubungan dengan klien yaitu: (1) Di
mata klien seorang agen pembaharu harus mampu dan secara resmi mendapat tugas
untuk membantu klien dalam usaha meningkatkan kehidupannya atau memecahkan
masalah yang dihadapinya, (2) Harus diusahakan terjadinya pertukaran informasi
tentang hal-hal yang diharapkan akan dicapainya dalam proses perubahan (inovasi)
antara agen pembaharu dengan klien dan (3) Perlu diusahakan adanya sanksi yang
tepat terhadap target perubahan yang akan dicapai.

Peranan guru sebagai agen pembaharu dimulai dari dalam dirinya sendiri,
proses pembaharuan dilakukan dengan merubah cara pandangnya dalam proses
pendidikan atau pembelajaran. Perubahan ini terwujud dengan adanya kesadaran
berubah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru. Seperti mengetahu
inovasi-inovasi pembelajaran terbaru dan menerapkannya dalam proses

29
pembelajaran. Ketika perubahan dalam dirinya sudah berhasil kemudian dapat
melakukan proses perubahan dengan teman sejawat, kelompok guru, dan sekolah.
Peran guru sebagai agen pembaharu diantaranya adalah bagaimana menerjemahkan
idealisme pendidikan ke dalam praktek di kelas sehingga peserta didik dapat
memahami. Selain itu seringkali dalam proses pembelajaran timbul masalah baru
sehingga guru dituntut untuk mampu melakukan action research untuk menjawab
masalah tersebut.

Peranan guru sebagai agen perubahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: (a)
menumbuhkan kebutuhan dalam diri peserta didik, (b) membangun hubungan
pertukaran informasi, (c) mendiagnosa masalah peserta didik, (d) menumbuhkan niat
berubah pada peserta didik, (e) menerjemahkan niat peserta didik ke dalam tindakan,
(f) menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinu adopsi dan (g) mencapai hubungan
terminal dengan peserta didik(yaitu ketika peserta didik berubah menjadi agen
perubahan). Dengan demikian, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memiliki peran yang sangat
besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan guru, maka
sangat mungkin inovasi yang dilakukan tidak akan berjalan bahkan akan
memunculkan resistensi karena guru menganggap inovasi tersebut bukan miliknya
yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya dianggap mengganggu ketenangan dan
kelancaran tugas mereka.

Strategi umum dalam pembaharuan pendidikan meliputi : a) penyiapan


desentralisasi pendidikan, b) pemberdayaan masyarakat dalam pendidkan, c)
pemberdayaan sistem pendidikan nasional, d) peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan, e) mengefektifkan sistem jaminan mutu pendidikan (Fasli Jalal & Dedi
Supriadi;2011: 11-12). Menyiapkan desentralisasi pendidikan dalam hal ini sebagai
usaha yang mengarahkan pada otonomi pendidikan yang berdampak pada otoritas
guru dalam melakasanakan pembelajaran. Peran guru untuk memberdayakan

30
masyarakat dalam pendidikan adalah guru diharapkan mampu berkerjasama dengan
semua unsur masyarakat demi kelancaran pembelajaran dan untuk melaksanakan
prinsip belajar. Dalam pemberdayaan sistem pendidikan nasional, guru harus
berperan aktif, karena guru termasuk dalam komponen utama sistem pendidikan
nasional. Peran guru dalam meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan diharapkan
guru mampu memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
serta kemampuan peserta didik. Untuk mengefektifkan jaminan mutu pendidikan,
guru dalam melakasanakan pembelajaran senantiasa terus berkiblat pada standar mutu
yang harus dicapai oleh peserta didik.

Keberhasilan pembaharuan pendidikan sesungguhnya sangat tergantung apa


yang dipikirkan dan diperbuat oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Fullan
dalam Zakso (2010:15) yang menyatakan bahwa improvements in schools will not
occur without changes in the qualities of learning experiences on the part of those
who run the schools. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) antara lain:

1. Membangun kualitas mentalitas positif guru

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan ’motivasi berprestasi’


dan sejenisnya secara periodik. Dalam hal ini fokus pelatihan lebih
ditekankan pada upaya membangun konsistensi diri sebagai pendidik
sepanjang karir profesinya untuk mengembangkan tentang: (a) prinsip
selalu belajar (learning principle); (b) prinsip kebutuhan untuk berprestasi
(need achievement principle); (c) prinsip kepemimpinan prinsip orientasi
hidup ke depan (vision principle); dan prinsip menjadi pencerah dalam
kehidupan kelompok (well organized principle) (Seligman, 2005).

2. Mendorong akselerasi pemahaman inovasi pembelajaran dan pemanfaatan


TIK.

31
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas guru
adalah: (a) melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan
konsep-konsep keilmuan dan perkembangan teknologi terkini; (b)
melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan pelatihan
penggunaan multi media berbasis IT; (c) melakukan kegiatan penelitian
tindakan kelas; (d) melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah
(school self evaluation); dan (e) memberikan masukan tentang penerapan
metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu:
learning to know, learning to do, learning together, dan learning to be. .

3. Membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh.

Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan


harus menyatu bagaikan satu bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses
interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian layanan pendidikan
harus diminimalisir.

4. Pemantauan dan pembinaan terhadap kinerja guru.

Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus


melakukan pemantauan atau pembinaan terhadap kinerja guru dalam
mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru profesional..

5. Ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara baik akan mampu


meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah. Ketika sarana
dan prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru
terjamin dan diikuti dengan tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap
guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka diasumsikan guru
akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya sehingga guru akan
mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran
siswa di sekolah.

32
Jadi, guru sebagai pembaharu adalah guru memiliki tugas memberikan
informasi, mempercepat terjadinya penyebaran inovasi, sebagai komunikator, dan
membantu peserta didik untuk menerima pengetahuan dengan bahasa yang mudah
dimengerti.

C. Kepribadian Guru Dalam Proses Belajar Mengajar


Seperti yang kita tahu anak didik sedikit banyak akan mengikuti kepribadian
gurunya yang mereka anggap sebagai anutannya. Secara tidak sadar kita sebagai guru
dijadikan idola oleh anak didik kita. Penting sekali bagi guru atau calon guru untuk
mengetahui hal sebagai berikut:

1. Berwibawa
Wibawa adalah sifat yang memperlihatkan kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan daya
tarik. Guru yang berwibawa berarti guru yang dapat membuat siswanya terpengaruhi
oleh tutur katanya, pengajarannya, patuh kepada nasihatnya, dan mampu menjadi
magnet bagi siswanya sehingga siswanya akan terkesima dan tekun menyimak
pengajarannya.

Kewibawaan merupakan “alat pendidikan” yang diaplikasikan oleh guru untuk


menjangkau (to touch) kedirian anak didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan
ini mengarah kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan guru menyentuh secara
positif, konstruktif, dan komprehensif aspek-aspek kedirian/kemanusiaan anak didik.
Dalam hal ini guru menjadi fasilitator bagi pengembangan anak didik yang diwarnai
secara kental oleh suasana kehangatan dan penerimaan, keterbukaan dan ketulusan,
penghargaan, kepercayaan, pemahaman empati, kecintaan dan penuh
perhatian (Rogers, 1969; Gordon, 1974; Smith, 1978; Barry & King, 1993;
Hendricks, 1994).
Sejauh mana sosok guru diangggap berwibawa?

33
“Barang siapa melihatnya sepintas, ia akan tampak berwibawa. Dan barang siapa
mengenal dan bergaul dengannya, niscaya ia akan menyukainya. [HR.at-Turmudzi]
             Apabila jam istirahat sudah habis, bel tanda masuk sudah berbunyi. Anak-
anak memasuki kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Namun
sebagian anak-anak masih tetap berada diluar kelas, ternyata anak-anak yang diluar
guru yang mengajar pada kelas tersebut berhalangan hadir, sehingga mereka bebas
bermain diluar. Aktivitas anak-anak yang sedang bermain dihalaman segera terhenti
dan mereka semua berlarian masuk ke kelas ketika mereka melihat seorang guru
yang berjalan melewatinya.
Apa yang terjadi? Bukankah guru itu belum mengucapkan sepatah kata pun
untuk melarang mereka bermain? dia juga tidak menghardik dan menyuruh mereka
untuk masuk kelas. Lalu mengapa anak-anak segera sadar dan langsung berlarian
masuk ke kelas mereka?
        Ya, tidak lain disebabkan kehadiran fisik guru sudah mampu menjadi bahasa
tersendiri, yakni bahasa peraturan. Fisik guru itu telah mampu berbicara kepada anak-
anak dan mengingatkan mereka tentang apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Guru itu tidak perlu memperlihatkan wajah marah untuk
mengingatkan mereka. Ia juga tidak membutuhkan kata-kata untuk menyuruh anak-
anak masuk kelas. Ia hanya butuh satu senyuman untuk membuat anak-anak
menyadari kesalahan-kesalahannya. Dengan melihat senyuman itu, anak-anak seolah-
olah mendengar guru berkata, “Bel tanda masuk sudah dibunyikan, ayo, segeralah
masuk kelasmu, isi waktumu untuk membaca”. Dan anak-anak pun segera
berhamburan masuk ke kelas mereka.
         Itulah gambaran sederhana tentang wibawa seorang guru. Guru yang berwibawa
tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk menegur dan menyuruh anak. Ia juga
tidak perlu mengeluarkan suara keras untuk menyuruh anak masuk kelas. Ia hanya
butuh senyuman dan satu kalimat yang diucapkan dengan pelan saja. Bahkan,
kadang-kadang guru yang berwibawa tidak perlu satu senyuman atau satu kalimat

34
pun. Kehadiran fisik mereka saja sudah mampu mengembalikan suasana penuh
pelanggaran menjadi kondisi yang penuh ketaatan pada peraturan.
        Jadi, semakin tinggi wibawa seorang guru di mata para siswa, semakin ringanlah
pekerjaannya. Dia tak perlu berteriak-teriak ketika siswanya membuat gaduh. Cukup
dengan menghadirkan dirinya di hadapan siswa-siswanya yang melakukan
pelanggaran, siswa-siswanya akan berhenti dengan sendirinya.

2. Berkepribadian yang baik


Guru harus memiliki kompetensi kepribadian dalam proses belajar mengajar,
yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia, dengan indikator:
(1)Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
(2)Memiliki kepribadian yang dewasa.
(3)Memiliki kepribadian yang arif.
(4)Memiliki kepribadian yang berwibawa.
(5)Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat
dibedakan ia dengan guru yang lain. Kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut
sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat
penampilan, tindakan, atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan. Kepribadian
mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian
seseorang. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan
dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula
wibawa orang tersebut.
Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:
a. Kepribadian yang mantap dan stabil:

35
 Bertindak sesuai dengan norma hukum
 Bertindak sesuai dengan norma sosial 
 Memiliki konsisten dalam bertindak
b. Kepribadian berakhlak mulia:
 Berakhlak mulia dan menjadi teladan
 Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik.

c. Kepribadian yang dewasa:


 Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
 Memiliki etos kerja sebagai guru
d.  Kepribadian yang arif
 Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta
didik, sekolah dan masyarakat
 Menunjukkan dalam berfikir dan bertindak
e. Kepribadian yang berwibawa
 Memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik
 Memiliki perilaku yang disegani

3. Memiliki kompetensi pedagogik

Yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan


pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis, dengan indikator sebagai
berikut:

 Memahami peserta didik.


 Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan
untuk kepentingan pembelajaran.
 Melaksanakan pembelajaran.
 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

36
 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.

4. Memiliki kompetensi profesional


Merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan
sebagai guru. Indikatornya adalah:
 Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
 Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah
wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

5. Memiliki kompetensi sosial


yaitu berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar,
dengan indikator : 
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik
dan tenaga kependidikan.
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.

37
Dengan demikian dapat diambil suatu pandangan bahwa: Secara konseptual
guru yang diharapkan adalah sosok guru yang ideal diidamkan oleh setiap pihak yang
terkait. Berikut akan dijabarkan profil guru yang ideal dilihat dari berbagai sudut
pandang:

       Menurut peserta didik, guru ideal adalah guru yang dapat dijadikan sebagai
sumber motivasi belajar, sumber keteladanan, ramah dan penuh kasih sayang. Guru
adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Kalau kita mencermati kata keteladanan,
kita pasti ingat dengan istilah guru yaitu digugu dan ditiru. Maksudnya, seorang guru
seyogyanya harus dapat menjadi teladan, memberi contoh yang baik bagi murid-
muridnya dan lingkungan masyarakat pada umumnya. Sebagai teladan guru harus
memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya
adalah figur bagi anak didik dan masyarakat. Guru ideal adalah guru yang tidak
materialistis. Artinya guru dalam perlakuannya terhadap anak didik tidak
membedakan murid yang kaya dan miskin. Selain itu guru juga tidak pilih kasih dan
obyektif dalam segala hal, dapat menjawab pertanyaan secara gamblang, jelas dan
mudah diterima. Guru dalam penampilannya rapi, tidak lusuh, tapi juga tidak terlalu
berlebihan sehingga murid merasa nyaman saat melihatnya. Sedikit saja guru berbuat
yang tidak baik atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma
pun secara perlahan lebur dari jati diri.

       Menurut orang tua, guru yang diharapkan adalah sosok yang dapat menjadi
mitra pendidik bagi siswa. Di sini orang tua memiliki harapan pada guru agar mereka
dapat menjadi orang tua kedua di sekolah. Selain itu, guru ideal bagi orang tua yaitu
guru yang dapat berkomunikasi baik dengan orang tua mengenai perkembangan
prestasi belajar anak didik dan juga dapat memberikan solusi atau jalan keluar bagi
anak didik yang mengalami masalah atau problem dalam belajar, sosialisasi dengan
teman, adaptasi dengan lingkungan dan juga masalah perkembangan anak. Orang tua

38
merupakan bagian dari masyarakat. Masyarakat akan melihat dan menilai perbuatan
guru, bagaimana guru meningkatkan kualitas layanan pendidikannya dan bagaimana
guru memberi arahan serta dorongan kepada peserta didiknya.

        Menurut pemerintah, guru yang ideal yaitu guru yang dapat dituntut untuk
profesional dan proposional sebagai unsur penunjang kebijakan pemerintah terutama
di bidang pendidikan. Guru yang profesional adalah guru yang dapat menempatkan
dirinya pada profesinya. Guru adalah orang yang profesional, artinya secara formal
mereka disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka
dididik secara khusus memperoleh kompetensi sebagai guru, yaitu meliputi
pengetahuan, keterampilan, kepribadian, serta pengalaman dalam bidang pendidikan.
Kompetensi mengacu pada kemampuan menjalankan tugas-tugas pelayanan
pendidikan secara mendiri. Kemampuan yang dimaksud berbentuk perbuatan
nampak, yang dapat diamati, dan dapat diukur. Perbuatan yang nampak tersebut
didasari antara lain oleh pengetahuan, asas, konsep, prosedur, teknik, keputusan,
pertimbangan, wawasan, sikap serta sifat-sifat pribadi. Selain itu dilihat dari tingkat
pengetahuan, guru hendaknya memiliki wawasan yang luas, mampu menguasai
semua metode pembelajaran yang secara psikologis dapat diterima muridnya.
Seorang guru mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Guru
tidak hanya dituntut mampu melakukan transformasi seperangkat ilmu pengetahuan
kepada peserta didik (cognitive domain) dan aspek keterampilan (pysicomotoric
domain), akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan dan
mendidik hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).

    Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu


tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu
sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya,
cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta
kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan
anak-anak di tangan guru dan di tangan gurulah terbentuknya umat.

39
40
BAB III
PENUTUP
 
A. KESIMPULAN
1. Syarat menjadi seorang guru adalah harus memiliki ijazah, sehat jasmani dan
rohani, takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik, bertanggungjawab,
berjiwa nasional.

2. Peran guru sebagai pengajar adalah proses guru mentransformasikan ilmu


pengetahuan kepada peserta didik dengan merencanakan serta melaksanakan
pengajaran.

3. Peran guru sebagai pendidik adalah upaya yang dilakukan guru dalam
menamanamkan pendidikan karakterdan penalaran moral yang sesuai dengan
nilai dan norma dalam masyarakat dalam proses pembelajaran.

4. Guru sebagai pembimbing merupakan peran yang diberikan guru dalam


memantau dan mengarahkan peserta didik agar dapat mengembangkan
pribadinya sesuai dengan potensi yang ada.

5. Guru sebagai tenaga profesional adalah guru harus memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran secara
efektif, efisien agar mampu meningkatkan martabat dan perannya.

6. Guru sebagai pembaharu adalah guru memiliki tugas memberikan informasi,


mempercepat terjadinya penyebaran inovasi, sebagai komunikator, dan
membantu peserta didik untuk menerima pengetahuan dengan bahasa yang
mudah dimengerti.

7. Kepribadian guru dalam proses belajar mengajar yaitu: berwibawa, memiliki


pribadi yang baik, professional, paham dengan kompetensi paedogogik, jiwa
social yang tinggi, dan ideal.

41
B. SARAN
Dengan adanya tugas dan peranan guru dalam dunia pendidikan khususnya
dalam proses belajar mengajar diharapkan guru dapat mengetahui serta menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan diharapkan terjalin hubungan antara
peserta didik sebagai subjek dan objek pembelajaran sehingga tujuan pendidikan
mudah tercapai.

42
DAFTAR REFERENSI
      
  An Nahlawi, Abdurarahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Pers.

Budi Elyas. 2012. Wibawa guru di era kesemrawutan global.


http://budielyas.blogspot.com. Diakses 21 Oktober 2019.

Fasli Jalal & Dedi Supardi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks


Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Gough, R. W. 1998. A Practical Strategy for Emphasizing Character


Development in Sport and Physical Educatio. Journal of Physical Education,
Recreation & Danc. 69(2), 18-20, 23.

H.M. Surya, dkk. 2007. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


Rineka Cipta: Jakarta.

Havelock, Ronald G. 1995. The Change Agent’s Guide 2ed., NJ: Educational


Technology Publ

http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/07/kepribadian-guru/

http://garduguru.blogspot.com/2010/02/ciri-guru-dengan-kepribadian-matang.html

http://tanbihun.com/pendidikan/kompetensi-kepribadian-guru/

Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Proyek Pengembangan  LPTK


Depdikbud. Dikti. Jakarta.

Lumpkin, A., Stoll, S. K., & Beller, |. M. 2003. Sport Ethics: Applications for
Fair Play (3rd ed.). Boston: Mc-Graw-Hill.

Purwanto, Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya

Sa’ud, Prof. Udin Syaefudin. 2013. Pengembangan Profesi Guru. Bandung:


Alfabeta.

43
Samsih. 2014. Peran Guru Kelas Dalam Menangani Kesulitan Belajar Siswa
Sekolah Dasar Melalui Layanan Bimbingan Konseling. Jurnal Ilmiah Mitra
Ganesha, ISSN: 2356-3443 Vol. No. 1 Juli 2014. Surakarta: FKIP UTP Surakarta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Seligman, Marttin.E.P. 2005. Authentic Happiness: Using the New Positive


Psychology to Realize Your Potential For Lasting Fulfillment. Penerjemah. Eva
Yulis. Authentic Happiness, Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. PT.
Mizan Pustaka. Bandung

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Soetjipto. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Stoll, S. K., & Beller, J. M. 1998. Can Character be Measured? Journal of


Physical Education, Recreation & Dance. 69(1), 19-24.

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT Rineka


Cipta

    Sutarno.Profesi Keguruan.1995.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret: Surakarta

Sutikno, M. Sobry. 2007. Peran Guru Dala Membangkitkan Motivasi Belajar


Siswa. Diakses dari http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-
motivasi-belajar-siswa.html pada 17 Oktober 2019.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Zakso, Ahmad. 2010. Inovasi Pendidikan di Indonesia Antara Harapan dan


Kenyataan. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora Vol. 1 No. 1 April 2010.

44

Anda mungkin juga menyukai