Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah sering kita mendengar dari berbagai sumber baik dari media
elektronik atau cetak, bahwa mutu pendidikan di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari menurunnya peringkat Indonesia
dalam HDI (Human Development Index) pada tahun 2011 dari peringkat
ke 111 dari 182 Negara ke peringkat 124 dari 187 Negara1. Tentu hal ini
bukanlah hal baik untuk mutu pendidikan di negara kita. Kurangnya mutu
pendidikan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi adalah kualitas pendidik atau kualitas guru. Seorang
pendidik atau guru sangat berpengaruh pada mutu pendidikan, karena
peranan seorang guru adalah mengajarkan berbagai pengetahuan kepada
siswanya. Selain itu, seorang guru juga harus mampu mengembangkan
segala potensi dan kepribadian siswanya.
Dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan salah satu
komponen yang sangat penting karena dianggap mampu memahami,
mendalami, melaksanakan, dan akhirnya mencapai tujuan pendidikan.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.2
Hal perlu untuk dikaji secara mendalam untuk memberikan
jaminan bahwa sertifikasi guru akan meningkatkan mutu pendidikan.
Pertama dan sekaligus yang utama, sertifikasi merupakan sarana atau
instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi
adalah sarana untuk menuju mutu. Sertikasi bukan tujuan itu sendiri.
Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar,
bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai mutu. Usaha guru
1
Harian Kompas, 4 Desember 2004
2
Nurdin, Muhamad, Kiat Menjadi Guru Profesional. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media)
yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar
melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan
tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru
mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan
tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan
dalam standard kemampuan guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sertifikasi guru?
2. Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
3. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi guru?
4. Bagaimana dampak positif dan negatif sertifikasi guru?
5. Bagaimana problematika sertifikasi guru di indonesia?
6. Bagaimana perbaikan sertifikasi guru?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian sertifikasi guru?
2. Mengetahui Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru
3. menjelaskan pelaksanaan sertifikasi guru?
4. Bagaimana dampak positif dan negatif sertifikasi guru?
5. Bagaimana problematika sertifikasi guru di indonesia?
6. Bagaimana perbaikan sertifikasi guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sertifikasi Guru
Menurut Surahmad dalam Marselus. R. Payong mengatakan bahwa
sertifikasi merupakan gagasan yang baik ditinjau dari sudut birokrasi, karena
sertifikat terkait dengan sistem menegemen kerja, jadi sertifikasi guru merupakan
cara untuk memonitor kinerja guru dengan pendekatan- pendekatan birokrasi, dan
melalui sertifikasi diakui kewenanganya dalam menjalankan sebuah tugas
tertentu. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada sesuatu obyek
tertentu baik orang barang atau organisasi tertentu yang menandakan bahwa
obyek tersebut layak menurut kriteria atau standar tertentu.3

Sedangkan menurut Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun


2005 dijelaskan bahwa Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Sertifikasi adalah


proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan
kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Dalam undang-undang no
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada desember 2005 adalah persoalan
sertifikasi guru. Hal itu dapat dimaklumi karena selain merupakan fenomena baru,
istilah tersebut juga menyangkut nasib masa depan guru.

Berbagai interpretasi terkait dengan pemahaman sertifikasi guru


bermunculan. Ada yang memahami bahwa guru yang sudah mempunyai jenjang
S1 kependidikan secara otomatis sudah bersertifikasi. Ada juga yang memahami
bahwa sertifikasi hanya dapat diperoleh lewat pendidikan khusus yang dilakukan
oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang ditunjuk oleh
pemerintah.

3
Marselius R. Payong, (2011) sertifikasi profesi guru Ruteng Plores.
Agar pemahaman tentang sertifikasi lebih jelas dan mantap, berikut ini
kutipan beberapa pasal yang tertuang dalam undang-undang repoblik Indonesia no
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen sebagai berikut:
1. Pasar 1 butir 11: sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru dan dosen.
2. Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.
3. Pasal 11 butir 1: sertifikat pendidik sebagai mana dalam pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4. Pasal 16: guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun suasta dibayar pemerintah.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah peroses
pemberian sertifikat pendidik kepada guruyang telah memenuhi persyaratan
tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik,kompetensi, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.
Berdasarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 dijelaskan bahwa
standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari
empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja
guru. Dari empat kompetensi tersebut komponen – komponennya dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogi
Kompetensi Pedagogi merupakan kompetensi yang melekat pada
seorang pendidik karena pedagogi berarti membimbing anak, ketika peran
pendidik dari orang tua digantikan dengan seorang guru di sekolah maka
tuntutan kemampuan pedagogi beralih kepada guru karena guru tidak hanya
mengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta
didik tetapi juga pendidik dan pembimbing, sedangkan komponen
kompetensi inti pedagogi ini berdasarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007
hal, 5 antara lain ;
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
sosial, kultural, emosional, dan intelektual
b. Menguasai teori belajar dan prinsip- prinsip pembelajaran yang
mendidik.
c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan
yang diampu.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan dan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk
kepentingan pembelajaran
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi Kepribadian
Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 kemampuan dalam standar
kompetensi ini mencakup 5 kompetensi utama yaitu;
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Sosial
Guru profesional harus memiliki kompetensi sosial kompetensi ini dapat
dilihat dalam kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang
lain secara efektif. Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 kemampuan dalam
standar kompetensi ini mencakup 4 kompetensi utama yaitu:
a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional sebagaimana yang diamanatkan dalam
Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidikan terkait
penguasaan terhadap struktur keilmuan dari mata pelajaran yang diasuh secara
luas dan mendalam sehingga dapat membantu guru membimbing siswauntuk
menguasai pengetahuan dan kemampuan secara optimal. Secara lebih luas
dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidikan
standar kompetensi dijabarkan sebagai berikut:
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
4. Mengembangkan keprofesionalan secaran berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
Oleh karena itu, rujukan dasar yang di gunakan dalam
penyelenggaraan sertifikasi guru adalah sosok utuh kompetensi professional
guru tersebut.4
B. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru
Undang - Undang Guru dan Dosen no.14 tahun 2005
pasal menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian dari peningkatan dari
mutu guru danpeningkatan kesejahteraan, oleh karena itu lewat sertifikasi
diharapkan guru menjadi pendidik profesional. Menurut Masnur Muslich
berpendapat bahwa peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini
sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan, rasionalnya adalah apabila
kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus, diharapkan
kinerjanya juga bagus,apabila kinerjanya bagus maka KBMnya juga bagus,
KBM yang bagus diharapkan menghasilkan pendidikan yang bermutu.5
Menurut Marselus. R. Payong, berpendapat bahwa ada beberapa tujuan
sertifikasi guru antara lain:
1. Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan.
2. Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pendidikan.
3. Sertifikasi dilakukan untuk meningkatkan martabat guru.
4. Sertifikasi dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Sedangkan manfaat sertifikasi guru antara lain:
1. Melindungi profesi guru dari praktek- praktek yang tidak kompeten
yang dapat merusak citra guru.
2. Melindungi masyarakat dari praktek- praktek pendidikan yang tidak
berkualitas dan tidak profesional.
3. Meningkatkan kesejahteraan guru.6

4
Muhammad Nasrul Waton, Tafaqquh: Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman Volume 4,
Nomor 1, Juni 2016
5
Masnur Muslich. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. (PT Bumi Aksara Jakarta,
2007)
6
Marselius R. Payong, ( 2011) Sertifikasi profesi guru Ruteng Plores.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa tujuan sertifikasi
guru adalah menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai
pemegang peranan penting dalam pembelajaran dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. dengan guru yang bersetifikat pendidik melalui program
sertifikasi guru merupakan salah satu langkah pemerintah dalam membangun
pendidikan yang berkulitas dan berkompeten baik di saat sekarang atau di masa
yang akan datang.
C. Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru
yang telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dengan
mengacu pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Sertifikasi guru akan dilaksanakan secara
bertahap sesuai dengan ketersediaan dana, baik dana untuk pelaksanaan
sertifikasi maupun dana untuk tunjangan profesi pendidik bagi guru yang
nantinya lulus sertifikasi atau mendapat sertifkat profesi guru. Sesuai ketentuan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen pasal 11 ayat (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah dan ayat (3) Sertifikasi pendidik
dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel.
Sertifikasi guru dalam jabatan, bagi guru yang telah memenuhi standar
kualifikasi akademik, yaitu pendidikan formal minimal Sarjana (S1) atau
Diploma 4 (D-4)7, akan dilakukan melalui:
1. penilaian portofolio
penilaian portofolio sebagai suatu bentuk uji kompetensi untuk
menilai seberapa jauh guru yang bersangkutan telah menguasai
kompetensi minimal yang disyaratkan sesuai yang tercantum dalam

7
Mucklas Samani. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia. (Surabaya: SIC 2006)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Penilaian portofolio dilakukan sesuai ketentuan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi Guru dalam Jabatan, yang merupakan pengakuan atas
pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan
dokumen yang mendeskripsikan: (a) kualifikasi akademik, (b) pendidikan
dan pelatihan, (c) pengalaman mengajar, (d) perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, (e) penilaian dari atasan dan pengawas, (f) prestasi
akademik, (g) karya pengembangan profesi, (h) keikutsertaan dalam forum
ilmiah, (i) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan
(j) penghargaan yang relevan dengan pendidikan. Guru dalam jabatan
yang lulus penilaian portofolio akan mendapat sertifikat pendidik,
sedangkan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat: (a) melakukan
kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen agar mencapai nilai lulus
dan (b) mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri
dengan ujian, sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi.
2. melalui jalur pendidikan
Penetapan peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio berdasarkan
pada urutan prioritas masa kerja sebagai guru, usia,
pangkat/golongan,beban menngajar , tugas tambahan dan prestasi kerja.
Dengan persyaratan tersebut diperlukan waktu yang cukup lama bagi guru
muda yang berprestasi untuk mengikuti sertifikasi. Oleh karena itu, perlu
di laksanakan sertifikasi guru dalam jabatan yang mampu mengakomodasi
guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan. Pelaksana
sertifikasi melalui jalur pendidikan ini adalah LPTK yang ditunjuk sesuai
keputusan Mendiknas No. 122/P/2007. Sertifikasi melalui jalur pendidikan
diorientasikan bagi guru junior yang berprestasi dan mengajar pada
pendidikan dasar ( SD dan SMP). Progam sertifikasi guru melalui jalur
pendidikan di selenggarakan selama-lamanya 2 semester dan di akhiri
dengan asesmen. Hasil asesmen digunakan untuk menentukan kelayakan
peserta mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan oleh LPTK
penyelenggara. Uji kompetesi terdiri atas uji tulis dan uji kinerja.
D. Dampak Positif dan Negatif Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru pada hakaekatnya untuk meningkatkan kualitas guru,
sehingga membawa perbaikian mutu pendidikan nasional. Hingga saat ini
masih sulit dilihat keterkaitan sertifikasi dengan peningkatan mutu guru.
Bahkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Baedhow menunjukkan
bahwa guru yang telah mengikuti sertifikasi melalui penilaian fortofolio tidak
mengalami peningkatan kompetensi. Lebih lanjut, hasil penelitian yang dimuat
koran JogloSemar pada tanggal 13 November 2009, halaman 14 tersebut
menyebutkan bahwa 50 % dari 3670 responden menyatakan bahwa guru yang
telah sertifikasi melalui penilaian fortofolio tidak mengalami peningkatan
kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional,
maupun kompetensi sosialnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa hampir semua
guru menyatakan bahwa motivasi utama mengikuti sertifikasi adalah terkait
masalah finansial. Sangatlah sulit untuk melihat dampak sertifikasi guru
dengan peningkatan mutu pendidikan. Asumsinya, sertifikasi guru akan
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan, apabila para guru
menggunakan tunjangan profesi untuk pengembangan profesi. Namun, apabila
para guru menggunakan tunjangan profesi untuk kebutuhan konsumtif tentu
tidak akan membawa dampak pada perbaikan mutu pendidikan.
1. Dampak positif sertifikasi guru.
a. Perbaikan kualitas guru. Meskipun hasil penelitian menunjukkan
bahwa sertifikasi guru melalui penilaian fortofolio tidak meningkatkan
kompetensi guru bukan berarti sertifikasi guru tidak membawa
perbaikan mutu guru. Kalau dicermati, sertifikasi guru melalui
penilaian fortofolio memang tidak ada perlakuan terhadap guru
tersebut, sehingga wajar apabila setelah disertifikasi kompetensi guru
tersebut tidak berubah. Oleh sebab itu, tidaklah tepat jika seseorang
tidak diberi perlakuan apa-apa dituntut untuk meningkat
kompetensinya. Untuk melihat dampak peningkatan sertifikasi
terhadap peningkatan kompetensi guru lebih baik jika melihat
sertifikasi guru melalui jalur pendidikan dan latihan atau jalur
pendidikan profesi. Dalam jalur sertifikasi ini, guru memperoleh
perlakukan pendidikan dan latihan. Dengan pendidikan dan latihan ini
mestinya kompetensi guru akan lebih baik.
b. Adanya perlindungan profesi guru. Dalam Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa, “Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”. Undang-undang ini secara jelas dan tegas
menyebutkan guru adalah pendidik profesional. Kata profesional
menunjukkan bahwa untuk menjadi guru perlu memiliki kriteria
tertentu.
c. Perbaikan kesejahteraan guru. Selain untuk meningkatkan mutu
pendidikan, program sertifikasi guru juga bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan guru. Selama ini, perhatian pemerintah
terhadap pemberian gaji guru masih rendah. Dengan sertifikasi guru,
pemerintah telah berusaha memperbaiki kesejahteraan guru. Bagi guru
yang telah disertifikasi maka guru tersebut selain memperoleh
tunjangan fungsional juga memperoleh tunjangan profesi guru yang
besarnya satu kali gaji. Perbaikan kesejahteraan guru melalui program
sertifikasi tentunya akan berdampak positif bagi peningkatan kinerja
guru. Untuk mencukupi kebutuhannya, selama ini guru seringkali
disibukkan dengan pekerjaan lain yang tidak terkait dengan profesi
keguruan. Bahkan rendahnya gaji guru, terutama guru swasta terpaksa
melakukan pekerjaan lain seperti ngojek untuk menambah penghasilan
mereka. Dengan sertifikasi guru ini diharapkan para guru benar-benar
bekerja secara baik dalam pekerjaaanya.
d. Meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi guru. Rendah nya gaji
guru selama ini telah mengakibatkan rendahnya minat masyarakat
untukmenjadi guru. Profesi guru merupakan profesi yang tidak
menarik bagi para lulusan SLTA karena profesi guru tidak dapat
dibanggakan. Akibatnya lulusan SLTA yangmemiliki prestasi tinggi
enggan untuk memasuki profesi guru. Pada umumnya lulusan SLTA
yang memiliki prestasi tinggi lebih tertarik memilih jurusan di
perguruan tinggi yang menjadikan dirinya dapat bekerja pada bidang
yang memperoleh gaji tinggi. Peningkatan gaji guru melalui program
sertifikasi guru akan berdampak pada peningkatan minat masyarakat
untuk memasuki profesi guru. Dengan gaji guru yang tinggi akan
menjadikan profesi guru sebagai profesi yang dapat dibanggakan. Para
lulusan SLTA yang memiliki prestasi tinggi tentu akan tidak akan malu
untuk memasuki profesi guru, karena profesi guru secara finansial
dapat dibanggakan.
e. Meningkatkan administrasi pendidikan. Sertifikasi guru melalui
penilaian fortofolio dapat meningkatkan kinerja guru dalam
melaksanakan administrasi pendidikan. Dalam menyusun fortofolio,
guru diwajibkan menyertakan dokumen-dokumen administrasi
pendidikan seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
administrasi pendidikan lainnya. Sebelum ada sertifikasi guru,
sebagian besar guru enggan melaksanakan administrasi pendidikan.
Alasannya, mereka tidak merasakan memperoleh manfaat dari
pelaksanaan administrasi pendidikan tersebut.
f. Meningkatkan motivasi guru dalam melaksanakan kerja ilmiah. Untuk
lulus sertifikasi, para guru dituntut aktif mengikuti kegiatan ilmiah dan
menulis karya ilmiah. Kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, dan
pelatihan memiliki bobot yang diperhitungkan dalam penilaian
sertifikasi guru. Selain kegiatan ilmiah, para guru juga dituntut aktif
untuk memiliki karya ilmiah seperti melaksanakan penelitian tindakan
kelas dan menulis karya ilmiah untuk dimuat dalam surat kabar,
majalah, dan jurnal ilmiah. Dengan adanya sertifikasi guru ini secara
otomatis akan meningkatkan motivasi guru dalam kegiatan kerja
ilmiah. Keaktifan guru dalam kerja ilmiah seperti ini diharapkan dapat
meningkatkan pengembangan diri guru.
2. Dampak negatif sertifikasi guru.
a. Adanya kecurangan yang dilakukan guru dalam menyusun fortofolio.
Dalam menyusun dokumen fortofolio sebagai persyaratan untuk lulus
sertifikasi, maka beberapa guru masih melakukan kecurangan. Bentuk
kecurangan yang dilakukan guru di antaranya dengan memalsukan
sertifikat guru dalam mengikuti forum ilmiah seperti seminar dan
workshop. Selain pemalsuan dokumen sertifikat dalam forum ilmiah,
seringkali guru juga memalsukan pembuatan dokumen administrasi
pendidikan seperti penyusunan RPP. Sebelum ada sertifikasi guru,
para guru enggan menyusun RPP, tetapi setelah ada sertifikasi para
guru terpaksa menyusun RPP. Padahal RPP yang disusun tersebut
seharusnya sudah disusun pada saat akan mengajar sebelum
dilaksanakan sertifikasi.
b. Kadangkala sertifikasi guru dapat mengganggu proses pembelajaran.
Salah satu dampak negatif pelaksanaan sertifikasi guru adalah para
guru lebih mementingkan pemenuhan persyaratan sertifikasi dari pada
kepentingan pembelajaran. Misalnya, guru seringkali mengosongkan
kegiatan pembelajaran di kelas karena mengikuti kegiatan seminar
atau workshop. Kondisi ini tentu akan mengganggu kegiatan
pembelajaran di kelas. Selain mengikuti kegiatan ilmiah, pelaksanaan
sertifikasi guru melalui jalur pendidikan dan latihan atau jalur
pendidikan profesi telah mengakibatkan para guru meninggalkan
tugas mengajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam kondisi yang
demikian ini sudah barang tentu akan mengganggu kegiatan
pembelajaran di kelas.
c. Menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan bagi guru lain.
Pemberian tunjangan profesi dapat mengakibatkan kesenjangan
penghasilan di antaraguru lainnya. Kesenjangan ini semakin lebar
pada guru tidak tetap yang belum disertifikasi. Jarak penghasilan di
antara guru tersebut terlalu lebar, sedangkan beban kerja mereka
relatif sama.
E. Problematika Sertifikasi Guru di Indonesia
Prasyarat lulus sertifikasi sebagai tolak ukur profesionalisme guru
mengundang segenap elemen masyarakat ramai membicarakannya. Beragam
permasalahan timbul, baik masalah yang terkait dengan proses
pelaksanaannya maupun permasalahn yang terkait dengan kualitas guru yang
bersangkutan.
Gagasan awal sertifikasi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan
secara keseluruhan. Sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang menetapkan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagai suatu
kesatuan upaya pemberdayaan guru. Maka program ini hendaknya janganlah
dipandang sebagai peningkat kesejahteraan guru semata, akan tetapi untuk
meningkatkan kompetensi profesi guru. Karena itu proses ini harus betul-betul
dilakukan secara teliti dan cermat agar tak menurunkan mutu guru.
Akan tetapi pada kenyataannya, banyak guru yang sudah sertifikasi tetapi
kinerjanya tidak berubah (kompetensi profesi guru tidak meningkat). Terdapat
3 koreksi bagi guru-guru di Indonesia.Koreksi yang pertama yakni masih
banyaknya keluhan dan masukan dari berbagai pihak tentang kinerja guru
yang masih banyak belum berubah padahal sudah lulus sertifikasi, mendapat
tunjangan dan hidupnya lebih sejahtera. Kedua, guru diharapkan mempunyai
kesadaran untuk mengelola sekolah agar lebih tertib, lebih baik, serta teratur
guna pembangunan karakter anak didik, tetapi masih belum bisa memenuhi
kualifikasi tersebut. Terakhir guru yang belum bisa menjadi panutan (role
model) anak didiknya.
Tiga koreksi tersebut memang sesuai dengan kenyataan di lapangan. Guru
yang sudah sertifikasi, seharusnya melaksanakan tugas guru sebagai jabatan
profesional, tugas guru tidak lagi hanya memberikan pelajaran di dalam kelas
pada jam pelajaran yang telah dijadwal, tetapi juga meliputi: merencanakan
program pembelajaran, mengelola proses pembelajaran, menilai proses hasil
belajar, mendiagnosis berbagai masalah yang ditemukan dalam proses
pembelajaran, memperbaiki program pembelajaran dan memberikan bantuan
dan bimbingan kepada peserta didik di luar jam pelajaran.
F. Perbaikan Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Berdasarkan adanya berbagai permasalahan dan dampak negatif
pelaksanaan sertifikasi sebagaimana diuraikan di atas. Beberapa pemikiran
untuk perbaikan tersebut adalah:
1. Meniadakan penilaian fortofolio. Sebagaimana uraian sebelumnya,
pelaksanaan sertifikasi guru melalui penilaian fortofolio telah
mengakibatkan munculnya permasalahan dan kecurangan yang
dilakukan guru. Permasalahan yang muncul dari penilaian fortofolio
adalah tidak dapat meningkatkan kompetensi guru dan pemborosan
anggaran. Sedangkan kecurangan yang dilakukan guru meliputi
pemalsuan sertifikat dalam kegiatan ilmiah dan pemalsuan dokumen
administrasi pendidikan. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah
tersebut satu-satunya cara hanyalah meniadakan sertifikasi jalur
penilaian fortofolio.
2. Guru yang disertifikasi hanyalah lulusan S-1/D4 kependidikan. Calon
guru yang berasal dari lulusan non kependidikan dikhawatirkan akan
menurunkan kualitas guru, meskipun mereka diwajibkan menempuh
pembentukan kompetensi mengajar. Alasannya, untuk menjadi guru
tidak cukup hanya menguasai materi dan kompetensi mengajar, akan
tetapi juga diperlukan kepribadian dan kecintaan terhadap profesi guru.
Oleh sebab itu, sebaiknya sertifikasi guru hanya diperuntukkan bagi
lulusan S-1/D4 kependidikan.
3. Adanya kriteria objektif dalam penentuan peserta sertifikasi.Penentuan
peserta sertifikasi masih dipandang diskriminatif dan terkesan pilih
kasih. Salah satu penyebabnya karena tidak adanya kriteria objektif
dalam penentuannya. Untuk mengatasi masalah ini diusulkan agar ada
kriteria yang objektif sehingga dapat diterima oleh semua pihak.
Kriteria objektif yang dimaksudkan penulis adalah usia, daftar urutan
kepangkatan, dan masa kerja guru yang akan disertifikasi.
Kriteriatersebut dinilai sangat jelas dan objektif dalam menentukan
peserta sertifikasi, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan
diskriminatif dalam menentukan peserta sertifikasi guru.
4. Guru yang disertifikasi perlu menyusun laporan kinerja. Hingga saat ini
pelaksanaan sertifikasi belum kelihatan membawa dampak dalam
peningkatan kinerja guru. Padahal pelaksanaan sertifikasi guru ini
diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru. Dalam rangka
peningkatan kinerja guru melalui sertifikasi guru perlu dilakukan
dengan mewajibkan guru yang telah disertifikasi menyusun laporan
kinerjaguru. Laporan kinerja guru dapat disusun secara periodik,
misalnya per semester atau per tahun. Isi laporan kinerja guru yang
penulis tawarkan memuat laporan administrasi pendidikan, pelaksanaan
tugas guru, dan penggunaan tunjangan profesi. Dengan laporan kinerja
guru tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja guru,
meningkatkan pelaksanaan administrasi pendidikan, dan terpenuhinya
akuntabilitas dalam penggunaan tunjangan profesi guru.
BAB III

KESIMPULAN

Dengan adanya program sertifikasi guru diharapkan kinerja guru akan


meningkat sehingga mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat ke arah
yang lebih baik. Setelah disertifikasi, diharapkan guru dapat memenuhi empat
komponen seperti yang tertuang dalam UndangUndang Guru dan Dosen Pasal 10
dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28.
Kompetensi guru meliputi empat komponen, yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, professional, dan sosial. Namun, dalam praktiknya, banyak guru
yang tidak dapat memenuhi keempat komponen tersebut.

Oleh karena itu, “rujukan dasar” yang digunakan dalam penyelenggaraan


sertifikasi guru adalah sosok utuh kompetensi professional guru tersebut.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan
mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti
dengan penghasilan bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya
bagus, maka kegiatan belajar-mengajar pun menjadi bagus. Kegiatan belajar-
mengajar yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu.
Pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi.

Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) telah ditetapkan dan sudah


menjadi suatu kebijakan untuk mewujudkan guru yang profesional dan
menetapkan kualifikasi dan sertifikasi sebagai bagian penting dalam menentukan
kualitas dan kepentingan guru. Upaya sungguh- sungguh perlu dilaksanakan untuk
mewujudkan guru yang profesional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini
merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang
berkualitas sebagai prasyarat untuk mewujudkan kemakmuruan dan kemajuan
bangsa Indonesia.

Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki


oleh seorang guru, yaitu meliputi; a) Kompetensi paedagogi b) Kompetensi
pribadi c) Kompetensi Sosial Kemasyarakatan d) kompetensi profesional
DAFTAR PUSTAKA

Harian Kompas, 4 Desember 2004


Payong, Marselius R. ( 2011) sertifikasi profesi guru Ruteng Plores.
Samani, Mucklas. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia. (Surabaya: SIC 2006)
Nasrul, Waton Muhammad. Tafaqquh: Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman
Volume 4, Nomor 1, Juni 2016.
Muslich, Masnur. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. (PT Bumi
Aksara Jakarta, 2007)
Nurdin, Muhamad. Kiat Menjadi Guru Profesional. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2009 Tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai