Anda di halaman 1dari 14

Nama : Alya Rohali

NIM : 12010120120054
Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia

Emotional intelligence, organizational justice and work outcomes


Penulis Micheal James Mustafa, Claudia Vinsent and Siti Khadijah
Zainal Badri
Tahun 2021
Jurnal Publikasi Organization Management Journal

Tujuan Penelitian Untuk mengeksplorasi hubungan antara kecerdasan


emosional (EI), persepsi keadilan organisasi (OJ) dan hasil
kerja.
Latar Belakang Untuk memahami apakah karyawan yang cerdas secara
Masalah emosional lebih baik dalam memahami dan mengatur
reaksi mereka terhadap keadilan di tempat kerja dapat
membantu menjelaskan mengapa beberapa lebih mampu
berkembang dalam pengaturan organisasi dibandingkan
dengan yang lain (Walumbwaet al.,2018). Sebagai inti
teori emosi di tempat kerja, Affective Events Theory
(AET) (Weiss dan Cropanzano, 1996) menetapkan bahwa
pengalaman efektif kumulatif di tempat kerja bersama
dengan faktor-faktor lain termasuk kepribadian
membentuk kepuasan dan niat
karyawan untuk tetap tinggal.
Kerangka
Teoritis/pengembangan
Hipotesis

Hipotesis  H1a. EI is positively related to job satisfaction.


 H1b. EI is negatively related to turnover intention.
 H2a. EI is positively related to Distributive Justice.
 H2b. EI is positively related to Procedural Justice.
 H2c. EI is positively related to Interactional Justice.
 H3a. DJ is positively related to Job Satisfaction.
 H3b. PJ is positively related to Job Satisfaction.
 H3c. IJ is positively related to Job Satisfaction.
 H4a. DJ is negatively related to Turnover Intentions.
 H4b. PJ is negatively related to Turnover Intentions.
 H4c. IJ is negatively related to Turnover Intentions.
 H5a. DJ mediates the relationship between EI and
job satisfaction and turnover intentions.
 H5b. PJ mediates the relationship between EI and
job satisfaction and turnover intentions.
 H5c. IJ mediates the relationship between EI and
job
satisfaction and turnover intentions.
Sampel Penelitian Menggunakan data dari 556 karyawan tetap dari delapan
organisasi sektor jasa di Malaysia. Data dikumpulkan
secara online melalui Qualtrics di delapan organisasi
dalam
dua gelombang.
Pengukuran  EI menggunakan 16 item skala WLEIS (Wong and
Law, 2002)
 OJ menggunakan skala 20-item Niehoff dan
Moorman
 JS menggunakan tiga item dari Lee dan Bruvold
(2003)
Alat Analisis SPSS and SEM AMOS
Hasil Hasil menunjukkan bahwa EI memiliki pengaruh langsung
yang signifikan terhadap semua subdimensi keadilan
organisasional (keadilan distributif, prosedural dan
interaksional) serta pada kepuasan kerja dan niat
berpindah. Namun, hanya keadilan distributif yang
ditemukan memediasi sebagian hubungan antara EI, job
satisfaction
and turnover intentions.
Diskusi Pada studi ini menguji apakah dimensi OJ memediasi
hubungan antara EI, job satisfaction and turnover
intentions. Memberikan wawasan baru tentang bagaimana
EI memengaruhi job satisfaction and turnover intentions
(Petrideet al.,2016), dan OJ (Tornroos et al.,2019). Secara
umum menegaskan kembali hubungan positif antara sifat
EI dan job satisfaction. Namun, bertentangan dengan
ekspektasi teoritis dan bukti sebelumnya, penelitian kami
menemukan hubungan positif antara sifat EI dan turnover
intentions. Artinya, karyawan yang cerdas secara
emosional lebih cenderung memiliki turnover intentions
diri daripada
yang lain.
Implikasi  Menilai EI selama proses seleksi memberi
organisasi peluang untuk mempromosikan persepsi
keadilan dan kepuasan kerja dalam organisasi
(Petrideet al.,2016).
 Organisasi dapat melakukannya dengan baik
dengan memastikan bahwa penghargaan
didistribusikan secara adil dan alasan di balik
keputusan manajer dijelaskan dan dibenarkan
dengan jelas.
 Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pelatihan
bagi dan pengembangan EI karyawan (Mattingly
dan Kraiger, 2019).

Keterbatasan  Tidak dapat disimpulkan oleh temuan kami karena


desain cross-sectional.
 Emosi dapat bervariasi dari waktu ke waktu
dan dapat dipengaruhi oleh peristiwa diskrit
 Hanya berfokus pada sejumlah faktor tingkat
organisasi
Saran Penelitian Yang  Penelitian di masa depan harus mengadopsi desain
Akan Datang longitudinal untuk memperoleh kesimpulan kausal
 Penelitian di masa mendatang dapat
mengeksplorasi EI karyawan dari waktu ke waktu
untuk membedakan kemungkinan perbedaan
"secara langsung" yang mungkin muncul
 Penelitian selanjutnya mungkin ingin
mengeksplorasi peran dukungan organisasi dan
karakteristik kepemimpinan dalam model yang
diusulkan dalam penelitian ini.
 Penelitian di masa depan mungkin ingin
mereplikasi penelitian ini di antara karyawan di
sektor lain dan
pengaturan budaya sebagai konteks ini

Toxic leadership: Effects on job satisfaction, commitment, turnover intention and


organisational culture within the South African manufacturing industry
Penulis Amelda Paltu and Marissa Brouwers
Tahun 2020
Jurnal Publikasi SA Journal of Human Resource Management

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara toxic leadership, job


satisfaction, turnover intention dan commitment. Tujuan
lebih lanjut adalah untuk menguji apakah budaya
organisasi memediasi hubungan antara toxic leadership
dan job outcomes tertentu seperti job satisfaction,
turnover
intention and commitment.
Latar Belakang Melalui penelitian awal tentang toxic leadership, mumncul
Masalah beeberapa bahasan seperti toxic leaders berbahaya atau
kasar (Lipman-Blumen, 2005), cenderung mengatur mikro
(Mehta & Maheshwari, 2013), tidak dapat diprediksi
(Schmidt, 2008), menampilkan kecenderungan narsistik
(Schmidt, 2008), menunjukkan kurangnya integritas dan
menyebabkan perpecahan (Lipman-Blumen, 2005).
Namun, sedikit literatur yang tersedia tentang pengaruh
toxic leadership pada organisasi serta individu yang
bekerja
di organisasi tersebut (Leet, 2011).
Kerangka
Teoritis/pengembangan
Hipotesis
Sampel Penelitian Terdiri dari 600 responden perwakilan dari populasi di
industri manufaktur baja dan kertas untuk mengisi
kuesioner. Kriteria inklusi yang digunakan adalah: (1)
fasih berbahasa Inggris; (2) antara usia 18 dan 65 tahun;
dan (3) didefinisikan sebagai orang dewasa yang
bekerja penuh
waktu. 112
Pengukuran  Karakteristik demografis (seperti jenis kelamin,
usia, bahasa, kualifikasi tertinggi yang dicapai dan
tingkat pekerjaan) para peserta dikumpulkan
menggunakan kuesioner biografi.
 Toxic Leadership Scale: Toxic leadership diukur
dengan skala yang dikembangkan oleh Schmidt
pada tahun 2008. Skala 30 item
 Kuesioner Kepuasan Minnesota:Instrumen yang
dimaksudkan untuk mengukur kepuasan kerja ini
diadaptasi oleh Buitendach dan Rothmann (2009)
untuk digunakan dalam konteks Afrika Selatan.
 Turnover Intention Scale: Skala enam item ini
(TIS-6), yang diadaptasi dari skala 15 item yang
awalnya dikembangkan oleh Roodt (2004),
digunakan untuk mengukur intensi turnover.
 Organisational Commitment Scale: Skala 24
item dari Meyer dan Allen (1991) ini digunakan
untuk mengukur komitmen organisasional. Skala
ini mengukur tiga dimensi komitmen organisasi:
keberlanjutan, komitmen afektif dan normatif.
 Organisational culture questionnaire: Instrumen
yang dikembangkan oleh Van der Post et al.
(1997), digunakan untuk mengukur budaya
organisasi.
Kuesioner memiliki total 97 item, yang mencakup
15 faktor yang dipertimbangkan dalam penelitian
ini untuk mengukur budaya organisasi
Alat Analisis SSPS versi 25 (IBM SPSS Inc., 2017) dan AMOS 20
(Arbuckle, 2011)
Hasil Analisis pertama tentang kepemimpinan beracun dalam
lingkungan kerja di Afrika Selatan, temuan menunjukkan
dampak dari gaya kepemimpinan pada hasil pekerjaan
tertentu seperti job satisfaction, turnover intention and
commitment.
Studi ini juga menyelidiki peran mediasi budaya
organisasi. Penting bagi peneliti lain untuk membangun
rekomendasi di atas untuk penelitian selanjutnya, karena
beberapa pertanyaan masih belum terjawab, misalnya,
perbedaan
hasil kepuasan kerja yang tidak terduga.
Diskusi Kepuasan kerja dibagi menjadi bentuk ekstrinsik dan
intrinsik. Studi ini berteori bahwa akan ada hubungan
negatif yang signifikan secara statistik antara toxic
leadership dan job satisfaction. Postulat ini sejalan dengan
penelitian lain oleh Mehta dan Maheshwari (2013), Kusy
dan Holloway (2009), serta Schmidt (2014). Hasilnya
memang menunjukkan hubungan yang signifikan secara
statistik. Namun, dalam penelitian ini, hubungan tersebut
ditemukan positif untuk job satisfaction ekstrinsik, yang
menyiratkan bahwa semakin pemimpin toxic semakin
puas karyawannya. Untuk kepemimpinan otoriter, faktor
pengawasan yang kasar dan faktor pekerjaan ekstrinsik.
Faktor-faktor pekerjaan ini berhubungan dengan aspek-
aspek seperti kebijakan perusahaan, kondisi kerja,
remunerasi dan cara karyawan bergaul.
Implikasi Hasilnya memberikan wawasan organisasi tentang
kemungkinan konsekuensi dari toxic leadership pada
karyawan dan budaya organisasi. Akan mendorong
organisasi untuk lebih fokus pada contoh toxic leadership
dan membantu melakukan pemeriksaan dan keseimbangan
untuk memastikan deteksi dini toxic leadership (Mehta &
Maheshwari, 2014). Dalam hal ini, penelitian ini akan
membantu memulai intervensi, di mana manajemen dalam
organisasi dapat berfokus untuk menangani para toxic
leadership yang teridentifikasi sehingga mengurangi
dampak destruktifnya di tempat kerja.
Keterbatasan  Terbatas pada sektor manufaktur di Afrika Selatan.
 Sementara promosi diri memiliki dampak terkuat
pada hasil kerja, dimensi lain tertentu juga
menunjukkan sejumlah dampak.
 Penelitian ini mengkonfirmasi hubungan serta
prediktor di sebagian kecil industri manufaktur.
Saran Penelitian Yang  Penelitian di masa depan harus mereplikasi
Akan Datang penelitian di berbagai sektor yang mewakili
populasi yang berbeda
 Menyelidiki varians yang unik untuk kelima
dimensi toxic leadership.
 Harus mereplikasi penelitian untuk menilai apakah
hasil ini khusus untuk populasi penelitian ini saja.

Effects of leadership and reward systems on employees’ motivation and job satisfaction:
an application to the Portuguese textile industry
Penulis Mariana Leitao, Ricardo Jorge Correia, Mario Sergio
Teixeira, and Susana Campos
Tahun 2021
Jurnal Publikasi Journal of Strategy and Management

Tujuan Penelitian Mengeksplorasi persepsi karyawan di perusahaan industri


tekstil di Portugal Utara mengenai pengaruh kepemimpinan
dan reward system (RS) terhadap motivasi (intrinsik dan
ekstrinsik) dan job satisfaction (JS).
Latar Belakang Menciptakan JS karyawan tidaklah mudah karena hanya
Masalah dapat tercipta jika ada kesinambungan antara motivasi kerja
dan kepemimpinan perusahaan yang dapat diakomodasi dan
diterima oleh seluruh karyawan (Paais dan Pattiruhu, 2020).
Apabila karyawan merasa termotivasi, maka ia akan
mendapatkan kepuasan dalam bekerja, dan ia akan bekerja
lebih semangat (Pancasilaet al.,2020). Untuk meningkatkan
tingkat motivasi dan JS karyawan, perlu memperhatikan
beberapa variabel yang dapat berdampak pada hasil
tersebut, seperti RS yang diterapkan dalam organisasi,
dan
kepemimpinannya.
Kerangka
Teoritis/pengembangan
Hipotesis
Hipotesis  H1. Leadership positively influences the RS in
Portuguese textile industry.
 H2. Leadership positively influences IM in
Portuguese textile industry.
 H3. Leadership positively influences EM in
Portuguese textile industry.
 H4. Leadership positively influences JS in
Portuguese textile industry.
 H5. RS positively influences IM in Portuguese
textile industry.
 H6. RS positively influences EM in Portuguese
textile industry.
 H7. RS positively influences JS in Portuguese
textile industry.
 H8. IM positively influences JS in Portuguese
textile industry.
 H9. EM positively influences JS in Portuguese textile
industry.

Sampel Penelitian Kuesioner diterapkan pada sekelompok karyawan dari


sampel 12 perusahaan yang beroperasi di industri tekstil,
yang berlokasi di Portugal utara. Seluruh perusahaan di
sektor dan wilayah ini diidentifikasi dan dilakukan uji
pendahuluan. Kuesioner ditujukan kepada karyawan dari 12
perusahaan, memperoleh sampel dari 256 tanggapan yang
valid, dimana model persamaan struktural diperkirakan.
Pengukuran  Kepemimpinan diukur dengan menggunakan skala
19 item yang diambil dari Silvaet al. (2019), yang
dihasilkan dari adaptasi “Skala Penilaian Gaya
Manajemen” oleh Melo (2004).
 RS diukur menggunakan skala 10 item yang
diadaptasi dari Herpenet al. (2003).
 Motivasi diukur dengan menggunakan skala 30 item
dengan Amabileet al. (1994), dimana 15 item
mengacu pada IM, dan 15 item lainnya mengacu
pada EM.
 JS diukur menggunakan skala 6 item dengan
Vandenabeele (2009).
 Untuk pengukuran masing-masing, skala Likert 7
poin digunakan dalam semua kasus (dari 15 “sangat
tidak setuju” sampai 75 “sangat setuju").
Alat Analisis SPSS and IBM AMOS
Hasil H1menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif
terhadap RS. Kepemimpinan juga berdampak positif pada
IM dan dengan demikian H2 dikonfirmasi. H3 menetapkan
bahwa kepemimpinan memiliki dampak positif pada EM
sehingga hipotesis ini terkonfirmasi. Hubungan langsung
antara kepemimpinan dan JS secara statistik tidak
signifikan, yang menyiratkan bahwa H4 tidak dikonfirmasi.
RS secara positif mempengaruhi IM dan RS berpengaruh
positif terhadap EM. Dengan demikian, H5 dan H6
keduanya dikonfirmasi. Hubungan langsung antara RS dan
JS secara statistik tidak signifikan, yang menyiratkan
hipotesis ituH7tidak dikonfirmasi. IM memiliki dampak
positif pada JS yang menegaskan H8. Akhirnya, hubungan
langsung antara EM dan JS dikonfirmasi dan dengan
demikian H9 dikonfirmasi.
Selain efek langsung, yang tidak memungkinkan untuk
mengonfirmasi hubungan antara kepemimpinan dan JS, dan
antara RS dan JS, kami dapat mengonfirmasi bahwa
hubungan ini dapat terjadi secara tidak langsung. Dalam hal
ini hubungan antara kepemimpinan dan JS secara
tidak langsung diverifikasi melalui efek mediasi dari RS,
IM dan/atau EM. Di sisi lain, RS membutuhkan efek
mediasi IM atau EM untuk menghasilkan efek tidak
langsung pada JS.
Sebagai
pelengkap efek langsung yang dilaporkan di table 2
hubungan tidak langsung antara konstruksi juga
diperkirakan. Table 6 melaporkan estimasi koefisien dari
efek tidak langsung. Kepemimpinan berpengaruh positif
secara tidak langsung terhadap IM, EM dan JS. RS
memiliki dampak positif tidak langsung pada JS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan dan
RS mempengaruhi JS hanya melalui efek mediasi motivasi
intrinsik dan ekstrinsik.

Diskusi Perubahan pasar tenaga kerja global telah menyebabkan


meningkatnya persaingan di perusahaan, menyoroti
pentingnya beberapa dimensi pekerjaan. Selain itu, krisis
ekonomi baru-baru ini di Portugal, dan kebutuhan untuk
meminta bantuan keuangan eksternal antara tahun 2011 dan
2014, telah menyebabkan memburuknya kondisi kerja
karyawan. Banyak pekerja Portugis kehilangan beberapa
tunjangan kerja sejak saat itu. Dengan demikian,
perusahaan menghadapi tantangan, yaitu melalui
pemahaman faktor-
faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas
karyawan, dan akibatnya, perusahaan. Untuk mengatasi
tantangan ini, pendekatan kepemimpinan yang efektif
sangat penting untuk memiliki karyawan yang
bermotivasi tinggi
dan puas.
Implikasi Secara langsung bermanfaat bagi industri tekstil di negara-
negara yang memiliki model ekonomi yang mirip dengan
Portugis. Secara khusus, industri ini memiliki beberapa
karakteristik karyawan tertentu, seperti sebagian besar
karyawan wanita, dengan tingkat pendidikan rendah dan
pendapatan rendah, yang dapat menjelaskan beberapa
temuan ini
Keterbatasan  Pengumpulan data pada satu saat menghalangi
analisis evolusi pendapat responden.
 Proses pengumpulan berlangsung dalam konteks
pandemi, COVID-19, bersamaan dengan
ketersediaan dan kendala logistik yang terkait
dengan partisipasi responden dalam penelitian
 Pengumpulan data dilakukan selama periode krisis
dengan perubahan strategis yang melekat pada
perusahaan mungkin telah mengkondisikan persepsi
responden, dan yang memengaruhi jawaban mereka.
 Di sisi lain, sampel penelitian ini memiliki
karakteristik sosiodemografi tertentu yang terkait
dengan karyawan industri tekstil Portugis.

Saran Penelitian Yang  Menerapkan model konseptual ini ke sektor bisnis


Akan Datang dan organisasi lain
 Penerapannya dalam konteks geografis yang
berbeda, dan dalam periode pascapandemi juga akan
relevan. Dengan demikian, penelitian longitudinal
akan menawarkan hasil yang lebih dapat
digeneralisasikan setelah pandemi.
 Model konseptual ini didasarkan pada keputusan
teoretis berdasarkan literatur. Namun, pandangan
teoretis lainnya dapat diuji, diterapkan pada industri
tekstil, menggunakan faktor internal lain yang dapat
didefinisikan sebagai anteseden JS, seperti
pemasaran internal, komunikasi internal, dan/atau
proses internal (Alegreet al.,2016;Al Samman dan
Muhammad, 2021).
 Menyarankan untuk memeriksa variabel tersebut
sebagai mediator atau moderator antara
kepemimpinan dan JS, dan antara RS dan JS.
Akhirnya, penelitian lebih lanjut dapat menambah
model kami pengaruh seperangkat variabel kontrol,
seperti beberapa karakteristik demografi karyawan
(misalnya jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan
dan pendapatan), yang akan memungkinkan
pemahaman
yang lebih baik tentang dampak konteks pada hasil.

Anda mungkin juga menyukai