Anda di halaman 1dari 10

Evaluasi Secara Umum

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salahsatu Tugas Matakuliah Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Mukhidin, S.T., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Aditia Ramdhani (2003378)
Naufal Nur Rafi (2002946)
Nabiel Nabiha N (2004875)
Riza Fauhan (2002840)

Pendidikan Teknik Elekro

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
Pengertian Evaluasi
Evaluasi atau biasanya juga dikenal dengan istilah penilaian, merupakan salah satu faktor
penting dalam pembelajaran, posisinya dapat disetarakan dengan penetapan tujuan dalam
proses pembelajaran.1 Evaluasi sendiri berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Kata
tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan
mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi ”evaluasi”.
( Redasuryani, W. 20)
Menurut Suchman, evaluasi sebagai proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.3 Definisi lain
dikemukakan oleh Kourilski. Menurutnya evaluasi adalah tindakan tentang penetapan derajat
penguasaan atribut tertentu oleh individu atau kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang
sengaja direncanakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai yang berkaitan
dengan sesuatu yang dikerjakan, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Kelsey dan Hearne (1963:259) mengatakan bahwa tuivan dari pelaksanaan evaluasi adalah :
"(1) menentukan titik awal suatu program,
(2) menunjukkan seberapa jauh kemajuan yang diperoleh akibat pelaksanaan program,
(3) menunjukkan apakah program sesuai atau tidak,
(4) menunjukkan efektivitas program,
(5) membantu mehemukan titik lemah pelaksanaan program,
(6) sebagai arah keterampilan dan kerja sama dengan potensi sekitar, dan
(7) membuktikan sistematika perencanaan, serta
(8) mem.berikan kepuasan perencana, pelaksana dan penilai.
Susanto dan Samantri (1987:88) membedakan antara tujuan monitoring dan evaluasi sebagai
berikut, monitoring maksudnya terbatas pada merekam hasil kegiatan proyek dan alat bantu
bagi pengendalian proyek, sedang kan evaluasi bertujuan untuk
(1) menentukan berhasil tidaknya sebuah proyek,
(2) menentukan kelanjutan pelaksanaan proyek, dan
(3) menentukan jenis kegiatan tambahan yang layak dilaksanakan bagi tercapainya tujuan
Program

Prinsip – prinsip Evaluasi


Margono Slamet, (1978:409-414) mengatakan bahwa terdapat empat prinsip evaluasi yaitu
(1) evaluasi harus dikaitkan dengan tujuan,
(2) evaluasi harus syah dan valid,
(3) Pengambilan contoh guna kepentingan eva luasi harus representatif, dan
(4) Hasil evaluasi harus berdaya-guna (usable)

Raudabought (1962:6) mengatakan pekerjaan evaluasi harus dilakukan dengan batasan-


batasan sebagai berikut :
(1) Evaluasi harus berkaitan dengan sasaran,
(2) Juga dilaksanakan berkaitan dengan metode yang digunakan,
(3) evaluasi bermanfaat bagi "change agent",
(4) Evaluasi harus berpedoman pada waktu dan ruang gerak program,
(5) Evaluasi harus terkait dengan tujuan, sasaran klaik perorangan, kelompok maupun
masyarakat, dan
(6) Evaluasi harus menggunkan teknik yang benar dan memadai

Tujuan Evaluasi
Nurkancana (1983: 3) secara rinci
mengungkapkan tujuan evaluasi sebagai-berikut :
(1) Mengetahui kesiagaan sasaran,
(2) Mengetahui seberapa jauh proses pelaksanaan,
(3) Mengetahui apakah bahan pelajaran yang diberi kan dapat dilanjutkan
atau diulangi,
(4) Untuk mengetahui kemajuan anak didik,
(5) Membandingkan apakah prestasi yang telah dicapai sesuai dengan
kapasitas atau belum,
(6) Dapat informasi kecocokan bahan dan metode,
(7) Menafsirkan kesiagaan anak didik sebagai bagian output program di
masyarakat, dan
(8) Mengetahui efisiensi dan efektifitas program yang dilaksanakan

Dasar- dasar Evaluasi


Landasan agama
merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan landasan evaluasi, sebab landasan
agama merupakan landasan yang diciptakan oleh Allah SWT, yakni Tuhan yang Maha
Kuasa. Landasan agama itu berupa firman Allah SWT dalam kitab suci Al Qur’an dan Al
Hadits berupa risalah (tuntunan) yang dibawakan oleh Rasulullah (utusan Allah) yakni Nabi
Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam (SAW) untuk umat manusia, berisi tentang
tuntunantuntunan atau pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akherat nanti, serta merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Dasar Filosofis
Filsafat telah ada sejak manusia itu ada (Pidarta, 2001). Manusia sebagai mahluk sosial dalam
kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita- cita yang mereka kejar dalam
hidupnya, baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan cita-cita itu makin
lama makin berkembang sesuai dengan perkembangan budaya mereka. Gambaran dan cita-
cita itu yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta norma dan hukum yang
berlaku dalam masyarakat. Demikan pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau
bangsa tidak terlepas dari gambaran dan cita-cita. Hal ini yang memotivasi masyarakat untuk
menekankan aspek-aspek tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-
cita mereka. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam
sampai akar-akarnya memengenai pendidikan (Pidarta, 2001)
Dasar Sosiologis
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan sesama manusia, dan manusia itu sendiri adalah
makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu saling berintergrasi dalam masyarakat. Setiap
masyarakat di suatu tempat mempunyai nilai dan norma-norma yang berbeda dengan
masyaakat di tempat lain.
Kaitannya dengan itu, maka evaluasi pendidikan harus berdasarkan pada nilai-nilai dan
norma yang ada di lingkungan masyarakat setempat. Ada sejumlah definisi tentang sosiologi,
meskipun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip.
Pidarta (2001) menyatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana
manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan
unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Dasar Psikologis
Psikologi merupakan ilmu jiwa, yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa
atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manausia, yang selalu berada dan
melekat pada manusia itu sendiri. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan
jasmani, jiwa balita baru berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih
berkemampuan sederhana sekali.
Makin besar anak itu makin berkembang pula jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu
akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan (psikis) maupun dari segi
jasmani. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa landasan psikologis pendidikan
harus mempertimbangkan aspek psikologis peserta didik, peserta didik harus dipandang
sebagai subjek pendidikan yang akan berkembang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan mereka. Pendidikan harus akomodatif terhadap tingkat perkembangan dan
pertumbuhan mereka.
Dasar Didaktis
Pendidikan pada intinya adalah kegiatan mengajar dan mengajar secara didaktik. Tujuan
evaluasi adalah memotivasi belajar kepada peserta didik, memberikan pertimbangan dalam
menentukan bahan pengajaran. Bagi peserta didik secara didaktik evaluasi pendidikan
(khususnya evaluasi hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan kepada mereka untuk
dapat memperbaiki dan meningkatkan, serta mempertahan-kan prestasinya.
Dasar Administratif
Dilihat dari segi administratif, evaluasi setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi:
1) Memberikan laporan
2) Memberikan bahan-bahan keterangan (data)
3) Memberikan gambaran.

Pengukuran, penilaian, dan Evaluasi


Dalam evaluasi adakomponen yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan yaitu, evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes dan non tes. Artinya, kegiatan
evaluasi harus melibatkan ketiga kegiatan lainnya.
a.Pengukuran
Pengukuran (Measurement), menurut Cangelosi (1995), yang adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran
tertentu. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pengukuran
adalah proses pemberian angka atau deskripsi numerik kepada individu. Hasil dari
pengukuran adalah angka. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pengukuran bersifat
kuantitatif.
Menurut Zainul dan Nasution (2001), pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu:
1) Penggunaan angka atau skala tertentu;
2) Menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu proses pengumpulan
data melalui pengamatan empiris untuk membandingkan antara alat ukur dan objek yang ukur
serta hasilnya bersifat kuantitatif (bentuk skor).
b. Penilaian
Sidin Ali dan Khaeruddin (2012), mendefinisikan penilaian adalah proses penentuan kualitas
suatu objek dengan membandingkan antara hasil-hasil ukur dengan standar penilaian tertentu.
Dari definisi di atas, dapat difakami menjadi tiga makna, antara lain:
1) Penilaian dalam pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) peserta didik.
2) Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik.
3) Hasil penilaian bersifat kualitatif artinya diperoleh dari pengkategorian. c. Evaluasi
Kumano (2001), mengartikan evaluasi merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan
melalui kegiatan asesmen

C.Evaluasi
Kumano (2001), mengartikan evaluasi merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan
melalui kegiatan asesmen.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi
dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan
instrumen tes maupun non tes.
Apabila dilihat dari segi maknanya ketiga kalimat dimaksud, (Pengukuran, Penilaian dan
Evaluasi), memiliki perbedaan arti dan fungsi seperti yang sudah dikemukakan di atas.
Namun semuanya tak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan sebab semuanya memiliki
keterkaitan yang erat antara satu sama lainnya. Adapun hubungan atau keterkaitan terseut
antara lain:
a. Pengukuran dan penilaian juga merupakan dua proses yang bekesinambungan.
b. Pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu yang menhasilkan skor dan dari hasil
pengukuran kita dapat melaksanakan penilaian.
c. Antara penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki persamaan yaitu keduanya mempunyai
pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, disamping itu juga keduanya merupakan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama.
d. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Hakikat keduanya merupakan suatu proses
membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Perbedaannya keduanya terletak pada ruang
lingkup dan pelaksanaannya.
1) Ruang lingkup penilaian, lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu
komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan
dalam konteks internal.
2) Ruang lingkup evaluasi lebih luas, dalam pelaksanaannya mencangkup pada semua
komponen dalam suatu sistem dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal tetapi juga
pihak eksternal.

Syarat dan Petunjuk dalam Menyusun Tes dan Teknik Evaluasi


Syarat dan Petunjuk dalam Menyusun Tes Adapun syarat-syarat dalam menyusun tes atau
alat evaluasi
a. Validitas
Validitas sering diartikan dengan kesahihan. Suatu tes dikatakan valid apabila mengukur apa
yang seharunya diukur. Meter valid apabilah dipergunakan untuk mengukur jarak, sedangkan
timbangan valid apabila dipergunakan untuk mengukur berat.
Menurut Suharsimi Arikunto terdapat 4 (empat) macam validitas yang berasal dari dasar
pembagian jenisnya yaitu;
Pertama, validitas isi, suatu tes dikatakan memiliki validitas isi (content validity) apabila
mengukur kesejajaran antara tujuan khusus pembelajaran atau indikator pembelajaran dengan
materi pokok atau isi pelajaran yang diberikan. Misalnya bila ingin mengukur kemamuan
pemahaman mata pelajaran fiqih umpamanya, maka item-item tes yang dibuat diambilkan
dari materi pelajaran fiqih pada kurikulum kelas yang kita ajar. Karena aitem-aitem tes yang
dibuat mengacu pada kurikulum validitas isi sering disebut juga dengan validitas kurikuler.
Kedua, validitas konstruksi, yaitu suatu tes dikatakan memiliki validitas konstruk apabila
aitem-aitem tes yang membangung tes tersebut mengukur semua aspek berfikir dari tujuan
pembelajaran khusus atau indikator pembelajaran. Misalnya indikator pembelajaran dalam
mata pelajaran fiqhi maka perintah soal harus menunjukkan pada materi pelajaran fiqhi.
Ketiga, validitas ada sekarang atau validitas pengalaman atau empiris. Suatu tes memiliki
validitas empiris apabila hasil tes dipasangkan dengan pengalaman akan menghasilkan hasil
yang sama. Misalkan untuk mengetahui valid atau tidaknya tes yang dibuat sekarang
dibandingkan dengan hasil ujian semester atau hasil ujian tahun yang lalu dengan cara
membandingkan aitem-aitem tes yang dibuat sekarang dengan aitem-aitem tes yang telah
dibuat pada masa lalu.
Keempat, validitas Prediksi, Suatu tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila tes
tersebut memiliki kemampuan untuk memprediksikan prestasi yang akan dicapai seseorang di
masa yang akan datang. Misalkan hasil seleksi masuk keperguruan tinggi.
Dari hasil tes tersebut dapat diperkirakan tingkat kesuksesan seseorang diperguruang tinggi
sebagai mahasiswa pada masa yang akan datang.

b. Reliabilitas
Reliabilitas sering disebut juga tarap kepercayaan dan sering disebut juga
dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas apabila tes tersebut
dipergunakan untuk mengukur secara berulang-ulang memberikan hasil yang tetap atau
sama.
Penilaian yang reliable (terpercaya) memungkinkan perbandingan yang reliable
dan menjamin konsistensi. Misalnya, guru menilai kompetensi siswa dalam melakukan
eksperimen kimia dalam laboratorium. Tiga puluh siswa melakukan eksperimen dan
masing-masing menulis laporannya. Penilaian ini reliable jika guru dapat membandingkan
taraf penguasaan 30 siswa itu dengan kompetensi eksperimen yang dituntut dalam
kurikulum. Penilaian ini reliable jika 30 siswa yang sama mengulangi eksperimen yang
sama dalam kondisi yang sama dan hasilnya ternyata sama.

c. Daya Beda Butir


Beda butir terdiri dalam dua kategori, yaitu beda atau ananisis butir soal secara
kuantitatif dan secara kualitatif. Analisis butir soal secara kuantitatif menekankan pada
analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empirik.
Karakteristik internal yang dimaksud meliputi para meter butir soal tingkat kesukaran ,
daya pembeda dan reliabilitas.
Daya beda butir dimaksudkan mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes
tersebut dalam membedakan siswa yang memiliki kemampuan rendah dengan siswa yang
memiliki kemampuan tinggi. Surapranata menyatakan bahwa salah satu tujuan
dilakukannya analisis adalah untuk meningkatkan kualitas soal, yaitu apakah suatu soal
(1) dapat diterima karena telah didukung oleh data statistik yang memadai
(2)diperbaiki, karena terbukti terdapat beberapa kelemahan, atau bahkan
(3) tidak digunakan
sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi sama sekali.

d. Efektifitas
Yang dimaksud dengan Efektifitas suatu tes adalah bahwa pelaksanaan
tes/penilaian tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak
dan waktu yang lama. Dalam melaksanakan tes ada target yang ingin dicapai serta
melihat berbagai kondisi yang dihadapi, seperti kondidi keuangan suatu institusi, lokasi
waktu yang diatur oleh pihak pengelola, dan lain-lain, seorang guru yang baik dan arif
selalu mempertimbangkan semua hal-hal yang inging direncanakan. (Idrus, L. 2019)

e. Obyektifitas
Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Untuk itu, penilaian harus adil,
terencana, berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa, dan
menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka (skor).
Seoramg guru dalam memberikan tes pada siswanya betul-betul ada target yang ingin
dicapai dalam proses pembelajaran. Begitu pula dalam membuat dan memberi penilaian
dalam tes ia bersikap netral. (Idrus, L. 2019)
Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada
pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi
(pengetahuan). Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat

Teknik Evaluasi
Ada dua hal teknik evaluasi untuk menilai kualitas siswa yaitu
a. Tes
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar atau salah.
Tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau
sejumlah pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat
kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tetentu dari orang yang dikenai tes. Hasil
tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang. Tese
merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara
tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap sjumlah stimulusatau pertanyaan.
Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal. (Idrus, L.
2019)

b. Non tes
Dalam proses belajar mengajar (pembelajaran), penilaian merupakan bagian yang
tidak terpisahkan, satu kesatuan yang utuh dengan pembelajaran. Dalam konsep kurikulum
berbasis kompentensi seperti K13, menuntut terpenuhinya tiga ranah sebagai indikator
keberhasilan. Tiga ranah ini adalah kemampuan berpikir, keterampilan melakukan
pekerjaan, dan perilaku. Setiap siswa memiliki potensi pada dua ranah, yaitu kemampuan
berpikir dan ketarampilan, namun tingkatannya dari satu siswa ke siswa yang lain bisa
berbeda. (Idrus, L. 2019)

Anda mungkin juga menyukai