Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI ISLAM

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
 LASMI HSB 1920100020

DOSEN PENGAMPU:
Lis Yulianti Syafrida Siregar S. Psi. M.A
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDEMPUAN
2021
A.Pengertian Psikologi Islam
Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut
ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai
ungkapan interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian,
dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.
B.Sejarah Lahirnya Psikologi Islam
Psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu terbilang berusia muda. Ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental itu diklaim Barat
baru muncul pada tahun 1879 M ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium
pertamanya di Leipzig. Padahal, jauh sebelum itu peradaban manusia dari zaman ke
zaman telah menaruh perhatian pada masalah-masalah psikologi.
Peradaban manusia kuno di Mesir, Yunani, Cina, dan India telah
memikirkan tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu
bersamaan. Kebudayaan kuno itu juga telah memikirkan tentang sifat pikiran, jiwa,
ruh, dan sebagainya. Masyarakat Mesir Kuno dalam catatan yang tertulis pada
papirus bertarik 1550 SM telah mencoba mendeskripsikan tentang otak dan
beberapa spekulasi mengenai fungsinya.
Selain itu, filsuf Yunani Kuno, Thales, juga telah mengelaborasi apa yang
disebut sebagai psuch atau jiwa. Pemikir lainnya dari peradaban Yunani Kuno
seperti Plato, Pythagoras, dan Aristoteles juga turut mendedikasikan diri mereka
untuk mempelajari dan mengembangkan dasar-dasar psikologi. Sejak abad ke-6 M,
peradaban Cina telah mengembangkan tes kemampuan sebagai bagian dari sistem
pendidikan.
9 tafakkur bukanlah sebagai tujuan, melainkan batu loncatan kepada optimalisasi
tauhid dalam diri mereka. Begitu besar manfaat konsep tafakkur yang dituntun oleh
Allah swt. dalam Al-Qur’an. Sejarah membuktikan bahwa para scientist
berbagai disiplin ilmu selalu mendapatkan konsep-konsep pemikiran dari proses
berpikir yang elaboratif dan selalu mengeksplorasi data, baik secara fenomenologis
maupun ekperimental. Dimulai dari Isaac Newton yang berpikir di teras rumahnya
dalam proses merumuskan formula gravitasi hingga perkembangan ilmu kloning
saat ini. Oleh sebab itu, konsep eksploratif ilmu yang ditawarkan oleh Islam
melalui tafakkur adalah suatu kesempatan besar untuk kaum muslimin. Manfaat
yang dapat diraih adalah peran serta umat Islam dalam menyusun konsep ilmu
sebagai pelengkap literatur berbagai disiplin ilmu dan pengembangan sumber
daya manusia sebagai makhluk religius. Tujuannya tidak lain adalah mengharap
rahmat dan pahala dari Allah swt. yang tidak terputus hingga kita meninggalkan
dunia disebabkan aplikasi ilmu yang pernah kita rumuskan. Paradigma Ilmu
Psikologi Sebagai Pedoman Psikolog Muslim Bertolak dari pertimbangan perlunya
peranan religi dalam suatu disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu psikologi maka
sebaiknya diiringi—diawali—dengan kajian epistemologi struktur-filosofis .
Kelahiran disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan beberapa disiplin ilmu
lain, terutama filsafat sebagai mater scientiarum seharusnya dibentengi dan
bersumber kepada kerangka spiritual. Literatur psikologi yang bersandar dan
bersumber secara mutualisme dengan disiplin ilmu lain, akan menjadi tidak
terkendali dan semu dalam pengembangannya apabila terjadi diskontinuitas—
dari atau seiring—dengan perspektif spiritual. Hal itu menjadi suatu preferensi
karena keterkaitan yang erat antara ilmu pengetahuan dan manusia sebagai
penggunanya. Tujuan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia tidak akan terwujud jika terjadi diskontinuitas antara paradigma ilmu
dan spiritual. Berkaitan dengan hal tersebut, pertanyaan pertama yang muncul
adalah apakah mungkin suatu kajian ilmiah yang bersifat universal dan
rasionalisme dapat dijelaskan oleh perspektif spiritual, khususnya Al-Qur’an?
10 Jack Pirk, seorang orientalis Perancis dan pakar di bidang sosiologi—
yang pernah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Perancis selama 20
tahun lebih—merupakan salah seorang yang mengakui unsur rasionalisme
(keilmuan) Al-Qur’an. Ia mengatakan sebagai berikut Saya menemukan
rasionalisme Al-Qur’an yang amat jelas, dalam setiap surat dan setiap ayat-
ayatnya. Kesimpulan itu saya temukan setelah cukup lama menggeluti Al-
Qur’an10. Kemudian, Maxim Rodinson, seorang penulis Yahudi-Marxis yang juga
berasal dari Perancis mengatakan sebagai berikut11. Al-Qur’an adalah sebuah kitab
suci yang mengandung rasionalisme yang demikian besar. Dalam Al-Qur’an
Allah selalu menerapkan rasionalisme dalam berdialog dan menunjukkan bukti-
bukti. Bahkan wahyu-wahyu—yang biasanya tidak rasional dalam agama mana
pun—yang diturunkan Allah kepada rasul-rasul sepanjang sejarah dan terutama
kepada penutup sekalian rasul, Muhammad, dimasukkan oleh Al-Qur’an sebagai
bukti dan alat untuk berdalil… Pendapat dua tokoh orientalis di atas merupakan
wujud pengakuan yang jujur—di antara yang enggan untuk berkata sebenarnya—
tentang keabsahan Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis dalam
dunia keilmuan. Rasionalisme dalam Al-Qur’an yang terealisasi pada setiap ayat-
ayatnya merupakan suatu aksioma yang lugas untuk dikembangkan menjadi
proposisi keilmuan, khususnya psikologi. Lebih dari itu, Islam yang mengatur
kehidupan—dalam tata cara perilaku yang baik dan benar—penganutnya melalui
dua sumber utama, yaitu Al-Qur’an dan Hadits, memiliki referensi kajian yang
sama dengan psikologi yang juga mengkaji tentang perilaku dan proses mental
manusia. Jadi, tidaklah bijaksana jika seorang psikolog muslim melalaikan
kesempatan dan amanat ini. Oleh karena itu, penulis berpandangan bahwa
integrasi paradigma keilmuan dan spiritual tersebut, harus tersimulasi pada
struktur-filosofis psikologi dalam suatu paradigma ilmiah yang lengkap. Landasan
utama seluruh cabang ilmu saat ini.
Psikologi Islam merupakan psikologi yang mengembangkan ilmu berbasis
Al-Quran dan Hadist sebagai sumber hipotesis, bahkan Psikologi Islam bisa
dikatakan lebih baik dari psikologi barat modern karena dapat dibuktikan secara
Ilmiah. Ilmu mengenai psikologi Islam ini sudah ada sebelum psikologi barat
modern ini muncul karena secara keseluruhannya tertuang dalam Al-Quran.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D saat mengisi
Stadium General Pasca Sajana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
dengan tema “Membangun Psikologi Islam Dalam Dinamika Keilmuan Islam
Kontemporer di Indonesia : antara idealita dan realita” yang dilaksanakan di Ruang
Sidang AR. Fakhrudin A Kampus Terpadu UMY, Sabtu (6/10). Stadium General ini
diselenggarakan atas kerjasama Program Doktor dan Magister Studi Islam UMY.
Ancok menjelaskan tentang kelebihan Psikologi Islam dengan Psikologi
Barat, dalam Psikologi Barat dikenal dengan adanya kebutuhan berprestasi, setiap
manusia harus terus-menerus berjuang hanya demi mendapatkan prestasi tersebut.
“Al-Quran pun mengajarkan hal yang sama untuk mengajarkan tentang bekerja
keras, berusaha agar hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, selain itu Psikologi
Barat juga mengenal adanya kecerdasan emosi, kemampuan mengelola emosi,
memahami diri sendiri dan orang lain. Dalam Al-quran surat Ali Imran ayat 134
juga menerangkan bahwa kita juga harus bisa menahan amarah dan memaafkan
kesalahan orang lain,” jelasnya.1

Disisi lain dalam Psikologi Islam juga mengajarkan untuk berpikir tentang
perubahan masa depan atau visioner. “Tidak hanya Psikologi Barat saja yang kenal
dengan visioner, Islam pun mengajarkan hal tersebut, seperti ketika nabi Nuh AS
membuat kapal besar karena dia tahu akan terjadi banjir besar, dan benar saja
seketika itu terjadilah banjir bandang yang meluluh lantahkan wilayahnya pada saat
itu,” ungkapnya.
1
Disadur dari buku Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al-Qur‟an Berbicara Tentang Akal dan
Ilmu Pengetahuan, 1998:77. 11 Ibid
Menurut Ancok Psikologi Barat ini tidak cocok diterapkan di Indonesia
bahkan hampir diseluruh negara di Asia dan ini telah dibuktikan dengan survey
yang dilakukan. “Pola pikir antara orang barat dengan orang timur itu jauh berbeda
dan membuat ketidakcocokan itu terjadi, dalam Psikologi Barat pada umumnya
mengesampingkan aspek agama, namun bagi orang di kawasan Asia termasuk
Indonesia aspek agama merupakan dasar hidup manusia.

C. Perbedaan Psikologi Islam Dengan Psikologi Barat

Psikologi islam ini merupakan filterisasi dari psikologi kontemporer/


modern yang di dalamnya terdapat wawasan islam, dan membuang konsep-
konsep yang tidak sesuai dengan islam. Keberadaan psikologi islam ini salah
satunya karena ketidakpuasan terhadap mazhab-mazhad psikologi kontemporer
sebelumnya (aliran psikoanalisa dan behaviourisme yang merendahkan derajat
manusia & aliran humanistik yang memandang manusia terlalu sempurna, seolah
bisa bermain-main dengan Tuhan).
Pemikiran Pendekatan psikologi barat beraliran positivisme yang berpusat
pada manusia sebagai dasar dan tujuan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, aliran
psikoanalisa yang dilahirkan oleh Sigmund Freud menyatakan bahwa perilaku
manusia didorong oleh alam bawah sadar yang berisikan impuls-impuls seksual
dan kematian atau insting eros dan thanatos.2

D.Integrasi Psikologi Islam


adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang disasar
bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya difahami hanya
dari perspektif ruang tanpa subtansi. Integrasi yang dimaksud adalah model
penyatuan yang antara satu dengan lainnya memiliki keterkaitan yang kuat sehingga
tampil dalam satu kesatuan yang utuh. Hal ini perlu karena perkembangan ilmu
pengetahuan yang dipelopori Barat sejak lima ratus tahun terakhir, dengan
semangat modernisme dan sekulerisme telah menimbulkan pengkotak-kotakan
(comparmentalization) ilmu dan mereduksi ilmu pada bagian tertentu saja. Dampak
lebih lanjut adalah terjadinya proses dehumanisasi dan pendangkalan iman

2
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi
Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 228-320
manusia.Untuk menyatukan ilmu pengetahuan, harus berangkat dari pemahaman
yang benar tentang sebab terjadinya dikotomi ilmu dibarat dan bagaimana
paradigma yang diberikan Islam tentang ilmu pengetahuan.
Pendidikan yang berlangsung dizaman modern ini lebih menekankan pada
pengembangan disiplin ilmu dengan spesialisasi secara ketat, sehingga integrasi dan
interkoneksi antar disiplin keilmuan menjadi hilang dan melahirkan dikotomi ilmu-
ilmu agama di satu pihak dan kelompok ilmu-ilmu umum dipihak lain.Dikotomi ini
menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap di kalangan masyarakat.Dikotomi ini
menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap dikalangan masyarakat. Ilmu agama
disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib untuk
dipelajari namun kurang integratif dengan ilmu ilmu kealaman atau bisa dibilang
adanya jarak pemisah antara ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah. Padahal
keduanya saling berhubungan erat. Hal ini berakibat pada pendangkalan ilmu-ilmu
umum, karena ilmu umum dipelajari secara terpisah dengan ilmu agama. Ilmu
agama menjadi tidak menarik karena terlepas dari kehidupan nyata, sementara ilmu
umum berkembang tanpa sentuhan etika dan spiritualitas agama, sehingga
disamping kehilangan makna juga bersifat Allah menciptakan manusi di dunia ini
sebagai hamba, disamping itu, manusia memiliki tugas pokok yaitu menyembah
kepada-Nya. Selain itu manusia juga sebagai khalifah, oleh karena itu, manusia
diberi kemampuan jasmani (pisiologis) dan ruhani (psikologis) yang dapat
ditumbuh kembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya
untuk melaksanakan tugas pokok dalam kehidupannya di dunia.Untuk
mengembangkan kemampuan dasar jasmaniyah dan ruhaniyah tersebut, maka
pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk menentukan sampai dimana titik
optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai. Akan tetapi proses
pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya watak dan bakat. Hidup tidak bisa lepas dari pendidikan, karena
manusia diciptakan tidak hanya untuk hidup. Ada tujuan yang lebih mulia dari
sekedar hidup yang mesti diwujudkan, dan itu memerlukan pendidikan untuk
memperolehnya. Inilah salah satu perbedaan antara manusia dengan makhluk lain,
yang membuat lebih unggul dan mulia. Pendidikan dipandang sebagai salah satu
aspek yang memiliki peranan penting dalam membentuk generasi mendatang adalah
aspek pendidikan. Dengan demikian melalui pendidikan nilai-nilai ketauhidan
diharapkan menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab.3

3
Team, Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Pokja
Akademik
E.Tokoh Psikologi Islam
Tokoh-tokoh Psikologi Islam Dalam bidang Psikologi, ilmuwan-ilmuwan
Islam klasik menekankan keharusan bagi individu untuk memahami kesehatan
mental mereka. Rumah sakit yang menangani pasien-pasien dengan keluhan
psikiatri pertama kali dibangun oleh kalangan muslim di Baghdad pada tahun 705
M, di Fes pada awal abad ke-8, di Kairo pada tahun 800 M, dan di Damaskus pada
tahun 1270 M (Khaidzir, 2007). Para ilmuwan Psikologi pada masa klasik dan
pertengahan Islam mendasarkan teori mereka pada psikiatri klinis dan obsevasi
Tokoh-tokoh Psikologi Islam Dalam bidang Psikologi, ilmuwan-ilmuwan
Islam klasik menekankan keharusan bagi individu untuk memahami kesehatan
mental mereka. Rumah sakit yang menangani pasien-pasien dengan keluhan
psikiatri pertama kali dibangun oleh kalangan muslim di Baghdad pada tahun 705
M, di Fes pada awal abad ke-8, di Kairo pada tahun 800 M, dan di Damaskus pada
tahun 1270 M (Khaidzir, 2007). Para ilmuwan Psikologi pada masa klasik dan
pertengahan Islam mendasarkan teori mereka pada psikiatri klinis dan obsevasi
klinis. Mereka telah membuat kemajuan yang berarti dalam psikiatri dan merupakan
kalangan pertama yang mengaplikasikan psikoterapi dan penyembuhan moral bagi
pasien yang menderita penyakit mental, disamping bentuk terapi lainnya seperti
penggunaan obat-obatan, dan terapi musik (B. Syed, 2002). Adapun secara spesifik
tokoh-tokoh psikologi Islam adalah sebagai berikut: Ahmad Ibn Sahl al-Baihak
iAhmad ibn Sahl al-Baihaki, adalah seorang dokter yang lahir pada 850 M dan
wafat pada 934 M, didalam kitabnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus (keseimbangan
Raga dan Jiwa) yang manuskripnya disimpan di Ayasofya Library, Istanbul dengan
nomor 3741, dengan sukses menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubung
dengan jiwa raga, yang ia istilahkan dengan Tibb al-Qalb dan al-Tibb al-Ruhani
untuk menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan penyakit kejiwaan
dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan spiritual. Ibn Sina Ibnu Sina, yang
bernama lengkap Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina lahir pada 980 M di
Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia).
Dia berasal dari keluarga bermahzab Ismailiyah yang sudah akrab dengan
pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Orang tuanya adalah
seorang pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman, ia dibesarkan di
Bukharaj serta belajar falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam. Ibnu Sina
mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal, yang dengannya spesies menjadi
sempurna sehingga manusia yang nyata. Ia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu
jiwa nabati, jiwa hewani, dan jiwa rasional (Najati, 2013).
1.Al-Ghazali
Al-Ghazali, lahir pada tahun 450 H/1058 M, di desa Thus, wilayah
Khurasan, Iran. Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “pembela
Islam”. Secara filosofis, ia memandang manusia adalah mahluk yang befikir secara
totalitas tentang diri manusia itu sendiri: struktur eksistensi, hakikat, atau esensinya,
pengetahuan dan perbuatannya (Rusn, 2009). Al-Ghazali sangat menekankan ilmu
jiwa dan memandangnya sebagai jalan untuk mengenal Allah.Najb al-Din
Muhammad & Zakaria
2.Razi
Najb al-Din Muhammad (abad ke-10) memaparkan berbagai penyakit
mental secara rinci berdasarkan pengamatan yang teliti terhadap pasien-pasien yang
mengidap penyakit mental. Hasil observasinya ini kemudian dikompilasikan dengan
mengklasifikasi berbagai penyakit mental sehingga kompilasinya tersebut
merupakan pengklasifikasian terlengkap hingga saat itu dan digunakan hingga saat
ini. Tokoh lainnya adalah Muhammad ibn Zakaria Razi (Rhazes), seorang dari
bangsa Persia dengan karyanya Al-Mansuri dan Al-Hawi yang dterbitkan pada abad
ke-10, memuat antara lain definisi penyakit jiwa, simpomnya, dan
penyembuhannya. Ibn al-Haytam & Tokoh KontemporerIbn al-Haytam, dikenal
sebagai penemu Psikologi Eksperimental dan Psikofisik dalam kitabnya kitab al-
Ain. Demikian juga Al-Kindi yang dikenal sebagai perintis Psikologi eksperimental
yang secara empiris memperkenalkan waktu raksi antar organ-organ sensoris,
stimulasi organ dan kesadaran persepsi dalam pengobatan. Dizaman modern seperti
kita ketahui psikologi ini adalah psikologi Behavioristik, dimana para tokohnya
adalah B.F Skinner dan Watson.
F.Paradigma Psikologi Islam
Pada masa keemasan Islam psikologi ditekuni dan dikembangkan oleh dua
kalangan, filusuf dan sufi, yang melahirkan psikologi-falsafiu dan psikologi-
sufistik. Mereka telah melahirkan konsep tentang jiwa secara menyeluruh dengan
melakukan kajian terhadap nas-nas naqliyah dan melakukannya dengan metode
empiris (perenungan, observasi, dan praktik) secara sistematis, spekulatif, universal,
dan radikal. Terkait dengan hal tersebut, hubungan antara kajian psikologi dalam
Islam dan Psikologi dalam pandangan Barat memiliki daya tarik tersendiri. Dalam
studi psikologi, paradigma psikologi dalam perspektif Islam, dan sikap ilmuwan
terhadap kajian psikologi Islam dapat di telusuri melalui beberapa pandangan.
pertama adalah dengan menelusuri ayat-ayat Al-qur’an dan Al-hadis yang
memotivasi manusia untuk mengkaji dirinya sendiri. Kedua, dilatarbelakangi oleh
kajian tentang akhlak dan tasawuf dan berbagai kajian yang berkaitan dengan upaya
membangun kesehatan mental manusia, hal tersebut membuat para ilmuwan Islam
klasik melakukan kajian mendalam tentang jiwa. Kajian ini juga menyertakan para
filsuf Muslim yang membahas ruh dan nafs dengan mengadopsi kajian roh dari
filsafat Yunani, selama lebih kurang tujuh abad psikologi dibahas dalam kajian
filsafat dan tasawuf.

G.Perbedaan Psikologi Islam dengan Psikologi Agama


Pengertian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari gejala – gejala
kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran , perasaan dan kehendak yang
bersifat abstrak yang menyangkut dengan masalah yang berhubungan dengan
kehidupan bathin ,manusia yang mempengaruhi perbuatan – perbuatan manusia dan
menimbulkan cara hidup manusia atau ajaran – ajaran yang diwahyukan tuhan
kepada Mnusia melalui seorang rasul.
Menurut Prof Dr. Zakiah Daradjat. Psikologi agama adalah cabang dari
psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah
laku serta keadaan hidup pada umumnya.
Jadi dapat di simpulkan psikologi agama adalah sebuah ilmu yang
mempelajari tinggkah laku manusia terhadap sebuah keyakinan beragama
berhubungan dengan kebathinan, dan bersangkut paut dengan ketuhanan. Sehingga
psikologi agama juga dapat menjadi sebuah ilmu yang memperhatikan tinggakah
laku manusia dengan tuhannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Psikologi Islam bukanlah cabang psikologi karena psikologi
Islam tidak membicarakan tingkah laku yang merupakan satu aspek kehidupan.
Namun, psikologi Islam adalah aliran dalam psikologi yang menawarkan cara
pandang tentang manusia dan tingkah lakunya. Sebagaimana aliran psikologi
lainnya, seperti Psikoanalisa, behaviorisme, humanistik, dan transpersonal, maka
psikologi Islam juga memiliki cara pandang tentang manusia dan tingkah laku
manusia secara tersendiri. Banyak para ahli yang telah menawarkan rumusan
psikologi Islam. Salah satunya adalah Baharuddin yang menyatakan, Psikologi
Islam adalah ilmu yang membicarakan tingkah laku manusia berdasarkan cara
pandang Islam tentang manusia dalam bertingkah laku ketika berhubungan dengan
diri, lingkungan, dan Tuhannya. Dapat di simpulkan bahhwa psikolgi islam adalah
sebuah ilmu yang mempelajari gejala dan tinggkah laku orang-orang muslim yang
memiliki keyakinan terhadpa tuhan yang satu. Sehingga psikologi dapat
memandang kehidupan dan tingkah laku orang muslim dan dapat membedakannya
dengan orang yang memiliki agama tetapi buakan orang islam.

H.Metodologi Psikologi Islam


Dalam psikologi Islam ada beberapa macam metode yang dipergunakan
baik dalam perumusan, penyusunan dan penerapan psikologi Islam, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Metode Perumusan Psikologi Islam
Psikologi Islam dalam perkembangannyasecara umum dirumuskan dengan
menggunakan metode-metode di bawah ini:
a. Metode Keyakinan
Dalam metode keyakinan ini Allah SWT ditempatkan sebagai pencipta dan
pengatur kehidupan di alam semesta ini agar selaras, serasi dan seimbang. Untuk itu
Allah SWT mengatur kehidupan alam semesta dengan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, agar manusia berada pada koridor hukumnya, maka diturunkanlah
kitab Suci al-Qur‟an yang harus diyakini kebenarannya sebagai petunjuk kehidupan
agar manusia mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akherat
nanti.

4
konsepsi 3 Thomas Kuhn. 1970. The Structure of Scientific Revolution. Chicago:
University of Chicago Press, hlm. 19.4 Fuat Nashori. Pergeseran Ilmu Pengetahuan dalam Swara
Pembaharuan,21 september 1996
Dalam metode keyakinan ini, seseorangtanpa ragu harus menempatkan
wahyu illahi (al-Qur‟an dan Sunnah Nabi) sebagai sumber kebenaran dan sumber
pengetahuan berangkat dari keyakinan bahwa Allah SWT adalah Sang pencipta
kehidupan. Sebagai pencipta, Allah SWT maha mengetahui akan seluk beluk diri
makhluk ciptaanNya.
Adapun salah satu ciri utama ilmu pengetahuan Islam adalah
ditempatkannya wahyu illahi di atas rasio (akal). Untuk itu diperlukan kesadaran
dan semangat konsensus bersama oleh para psikolog muslim untuk mau menjadikan
wahyu illahi sebagai rujukan utama untuk mendapatkan kebenaran ilmiah psikologi
di atas akal pikiran manusia.(Jumhana dan Nashori,2002)
b. Metode Rasionalisasi
Menurut penulis, Kedudukan rasio (akal) dalam Islam adalah nomor kedua
setelah wahyu illahi. Karenanya rasio (akal) berperan dan berfungsi untuk
menangkap dan menerjemahkan pesan serta merespon wahyu illahi sesuai asbabun
nuzul dan asbabul wurudil hadits.Disinilah letak perbedaan sains barat dengan
Islam. Dimana mereka menempatkan dan meninggikan peran rasionalitas di atas
segala-galanya, sedangkan Islam menggunakan rasio dengan menyadari
keterbatasannya.
c. Metode Otoritas
Dalam metode otoritas ini, seseorang menyandarkan kepercayaan kepada
para ahli, pakar dan profesional dalam suatu bidang tertentu. Semakin ahli dan
professional maka semakin memiliki otoritas.Sebagai gambaran metode otoritas ini,
adalah para mufassirin atau ahli hadits yang mengetahui seluk beluk, hal ihwal
tentang turunnya ayat dan hadits selain Nabi SAW dan para Sahabat Nabi SAW itu
sendiri.Dalam upaya merumuskan psikologi Islam, sumber otoritas yang dapat
dijadikan rujukan adalah Nabi dan para orang-orang alim (ulama). Orang-orang
yang memiliki ilmu pengetahuan dan sekaligus mengalami peristiwa-peristiwa
penting dalam hidupnya dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk mengetahui
realitas yang tidak tampak oleh mata.
Metode otoritas juga bisa dilakukan dengan cara menjadikan pengetahuan dan
pengalaman dari orang-orang yang ahli atau apakar dalam masalah tertentu, serta
dilakukan dengan meminta seseorang kepada yang ahli atau pakar dalam hal
tertentu untuk menceritakan salah satu aspek kepribadiannya yang menonjol.
Keterangan yang diberikannya dapat dipercaya karena ia telah dikenali oleh
kebanyakan orang sebagai pribadi yang memiliki karakteristik tertentu yang sedang
diungkap.
2. Metode Pembangun Psikologi Islam
Dalam rangka membangun psikologi Islam, maka ada beberapa alternatif
metode yang menurut Mujib dan Mudzakir (2002) bisa digunakan, yaitu:
a. Metode Pragmatis.
Metode pragmatis adalah metode pengkajian dan pengembangan psikologi
Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Artinya bangunan
psikologi Islam dapat diadaptasi dan ditransformasi dari kerangka teori-teori
psikologi konvensional yang telah mapan. Seperti teori Psikoanalisanya Sigmund
Freud (id, ego dan Super Ego) bisa dikonvergensikan dengan teorinya Agus
Hermawan tentang fluktuasi iman. Dimana fungsi akal (ego) mengalahkan nafsu
(id) sehingg manusiatetap pada koridor hukum, pranata yang baik dan benar sesuai
hati nurani. Disinilah posisi hati (iman) dalam keadaan bertambah kuat, dikarenakan
dirinya dalam keadaan sadar (conscious), ingat akan siapa dirinya, dari mana ia
berasal(min aina), untuk apa di dunia (limaa dza) dan mau kemana ia nantinya (ilaa
aina). Fluktuasi iman (hati) yang kadang baik dan kadang buruk ini sebagai
konskwensi peperangan akal dan hawa nafsu sebagai representasi kekuatan fujur
dan taqwa yang diilhamkan pada diri manusia sebagai manifestasi penciptaan
manusia yang berasal dari tanah (fujur) dan ruh ilahiah (taqwa). Contoh lainnya
adalah jika dalam psikologi konvensional kita kenal metode introspeksi maka di
Islampun kita mengenal metode Muhasabah (Hermawan, 2016)
b. Metode idealistik
Metode idealistik yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian
psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Agus hermawan (2016) menyebutkan
bahwa perilaku manusia itu tergantung kondisi hatinya. Agar kondisi hati manusia
tetap sehat dan suci maka ibarat tanaman perlu dipupuk, dirawat, dikasih suplemen
vitamin dan dijauhkan dari hama penyakit (maksiat dan dosa). Adapun beberapa
caranya antara lain:
1) Mempelajari ilmu akhlak yang baik dan buruk
2) Mempraktekkannya dengan berdzikir, mujahadah, muhasabah,
tazkiyatun nafs
3) dan melakukan riaydhah dana atau ikut thareqah, majelis dzikir,
majelis shalawat
4) dan lainnya.
5) Mempraktekkan langkah-langkah takhalli, tahalli dan tajalli
6) Berlaku istiqamah dalam beribadah
7) Membaca al-Qur‟an beserta terjemahannya
8) Shalat malam dan membiasakan puasa senin dan kamis
9) Berteman dengan orang baik, dan tinggal di lingkungan yang
kondusif.
3. Metode Penelitian Psikologi Islam
a. Metode Psikologi Islam
Dalam Islam sendiri ada beberapa metode yang sudah dan sering digunakan
untuk mengatasi permasalahan kejiwaan seseorang, diantaranya:
1) Metode Muhasabah
Metode muhasabah ini merupakan metode dalam Islam dengan cara
bertafakkur (merenung) dan menganalisa secara mendalam untuk mencari hikmah,
dan pelajaran serta esensi dari sesuatu. Diawali dengan berdzikir, mensucikan diri
dari hadats dan najis serta menghitung tentang amal perilaku diri sendiri. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikatakan sahabat Umar RA. Yang berbunyi “Hisablah
dirimu sebelum dihisab”.Metode muhasabah ini hamper mirip dengan metode
introspeksi dalam psikologi konvensional.
2) Metode Tazkiyatun Nafs
Metode tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) ini adalah dengan melakukan
tahapan takhalli (pengosongan jiwa dari akhlak jelek), tahalli (pengisian dan
menghiasi diri dengan akhlak terpuji) kemudian tajalli (terbiasanya suci dalam
pikiran, perkataan dan perbuatan). Dengan kata lain bagaimana seseorang itu bisa
mengontrol diri dan mengarahkan nafsu amarahnyamenjadi nafsu lawwamah untuk
mencapai nafsu muthmainnah. Caranya dengan banyak berdzikir, menjaga wudhu,
memahami dan mengamalkan isinya kandungan al-Qur‟an, berteman dan beramal
shalih serta bermujahadah selalu untuk menjadi orang yang lebih baik dengan
mengistiqomahkan dalam beribadah.
3) Metode Ruqyah
Metode ruqyah ini sudah banyak dikenal dan dipraktekkan sebagian besar
masyarakat Islam. Ruqyah secara terminologi merupakan sebuah perlindunga yang
digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti kesurupan dan
penyakit lainnya. Sedangkan makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan
bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada
Allah Swt untuk mencegah atau mengobati bala dan penyakit.Manfaat ruqyah
adalah untuk memberikan kebaikan untuk orang lain, sebagai bentuk keimanan, jika
dilakukan tanpa kesyirikan, mengusir gangguan setan, membentengi diri, obat
ampuh untuk berlindung dari kejahatan, menjaga diri dari segala sesuatu,
menyembuhkan penyakit, meningkatkan kesehatan tubuh, mengurangi stress,
mengendalikan emosi, membuat tenang, mengamalkan Sunnah, bentuk dzikir
kepada Allah Swt, mendekatkan diri dan mendapatkan kekuatan dari Allah Swt.
4) Metode Psikoterapi Islam
Psikoterapi adalah pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui
metode psikologis dan islami dengan tujuan membantu individu dalam mengatasi
gangguan emosionalnya. Caranya adalah dengan memodifikasi perilaku, pikiran
dan emosi seseorang sehingga individu tersebut mampu mengembangkan diri
mengatasi masalah psikisnya.Psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan
penyakit mental, juga dapat digunakan untuk membantu mempertahankan dan
mengembangkan integritas jiwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki
kemampuan penyesuaian diri lebih efektif terhadap lingkungannya (Hermawan,
2011)

I.Tugas dan Fungsi Psikologi Islam


Psikologi Islam adalah merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia
dan di akhirat.
Adapun kegunaan psikologi Islam yaitu untuk mengembangkan kesehatan
mental manusia dan menata perilaku keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Oleh karena itu, psikologi Islam
berguna untuk menyehatkan kedua aspek tersebut.
J.Problematika Psikologi Islam
Perkembangan ilmu psikologi modernpun ditopang oleh tiga pilar
utama.Pertama, ilmu psiko-logi harus bersifat universal. Artinya, ada beberapa
prinsip umum dan juga hukum-hukum kemungkinan, yang bisa dijadikan tolok ukur
pengembangan keilmuan. Misalnya studi mengenai persepsi, memori, dan
pembelajaran harus mampu mengatasi telikungan faktor sosio-historis tertentu.
Kedua, berbasis pada metode empiris. Karena mengikuti pertimbangan rasional dari
filsafat empiris logis, psikologi modern telah pula merasa terikat dengan suatu
keyakinan mengenai kebenaran melalui metode. Khususnya, keyakinan bahwa
dengan menggunakan metode empirik, dan terutama eksperimen terkontrol, peneliti
bisa memperoleh kebenaran mutlak tentang hakikat masalah pokok dan jaringan-
jaringan kausal di mana ma-salah pokok dibawa serta. Ketiga, riset sebagai
lokomotif kemajuan. Derivasi dari asumsi-asumsi teoritis terdahulu adalah
keyakinan final kaum modernis, sebuah keyakinan terhadap sifat progresif riset.
Karena metode empiris diterapkan dalam masalah pokok psikologi, psikolog belajar
semakin banyak mengenai karakter dasar. Keyakinan yang salah dapat dihindari,
dan psikolog beralih ke arah penegakan kebenaran nilai-nilai netral dan reliabel
tentang berbagai segmen dunia yang obyektif.Pengaruh tiga pilar utama
pengembangan ilmu psikologi di atas begitu kuat dalam tradisi keilmuan. Lan-taran
dampak penggunaan metode ilmiah yang dipaksakan dalam psikologi pada
gilirannya telah memperparah proses dehumanisasi (manusia semata-mata sebagai
obyek eksperimen yang dapat diken-dalikan). Kerangka keilmiahan telah
membatasi, bahkan mereduksi, proses analisis dan sintesis para psikolog
mainstream akan Kepribadian manusia seutuhnya.

K.Mengapa Perlu Belajar Psikologi Pendidikan Khususnya Bagi PAI


Pertama, keterbukaan psikologis merupakan pra kondisi yang harus dimiliki
oleh seorang guru agar dapat memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Kedua, keterbukaan psikologis sangat diperlukan untuk menciptakan sebuah
suasana hubungan antar pribadi guru dan sisiwa yang harmonis, sehingga dapat
memotivasi siswa untuk dapat mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa
ganjalan (Muhibbin Syah, 1995).
Jadi, ketika proses komunikasi psikologis ini terjadi, disinilah seorang guru
telah membangun adanya rasa saling percaya kepada siswanya sehingga siswa
secara psikologis akan lebih membuka diri terhadap komunikasi maupun informasi
yang baru serta dapat mengubah pola fikir dan pola prilakunya. Dengan demikian
proses pendidikan akan semakin menemukan bentuknya serta dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara lebih efektif.
Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwasanya peran
psikologis dalam pendidikan Islam sebagai menjembatani proses penyampaian ilmu
pengetahuan agar lebih efektif serta sesuai dengan kematangan psikologi masing-
masing peserta didik untuk lebih terbuka dalam hal informasi dan pengetahuan baru
serta kesediaan menggunakannya dalam kehidupan sehai-hari.
Oleh karena itu dengan memperhatikan psikologi siswa dari para guru
kepada sisiwa akan sangat menentukan keberhasilan dari proses transfer nilai-nilai
serta karakter pada peserta didik.

-000-
L.Daftar Pustaka :
Agus Hermawan. Dkk (2020). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit
TrussMedia Grafika.
Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Caplin, J, P. (1999).
Kamus Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Capra, F. (2000).
Titik Balik Peradaban. Yogyakarta: Bentang Corey, Gerald. (1997).
Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Chisyti, Syaikh Hakim Mu’inuddin. (1999).
Penyembuhan Cara Sufi. Jakarta: PT. Lentera Basritama Danner, V.
(1999).
Mistisisme Ibnu „Ata‟illah. Surabaya: Risalah Gusti Davidoff, L., L.
(1988).
Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga Djamaludin, A., &
Suroso, F. N. (1994).
Bernadjib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Pendidikan FIP.
Syah, Muhibbin. 1995 . Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Vembriarto. 1990. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai