Anda di halaman 1dari 3

30 November 2020 II.

Dipanggil menjadi kudus

Sesudah pengalaman Allah itu banyak orang yang merasa didorong untuk
------------------------------------------------------------------------------------------------------------- mengenal dan mencintai Tuhan secara lebih mendalam serta bersatu dengan Dia. Ia
Dipanggil Menjadi Kudus ingin menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dengan kata lain ia ingin menjadi kudus.
Romo Yohanes Indrakusuma, CSE Sesungguhnya panggilan untuk menjadi kudus adalah panggilan bagi setiap orang
kristen, seperti nyata dari Kitab Suci sendiri serta ajaran Gereja Katolik. Seluruh Kitab
Suci menggema dengan panggilan kepada kekudusan atau kesempurnaan ini, sejak
Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, karena memang itulah rencana Tuhan bagi
kita. Ketika Tuhan menampakkan diri di gunung Sinai kepada Musa, Ia menyatakan
rencanaNya terhadap bangsa Israel, yaitu supaya mereka menjadi kudus bagi Dia:
"Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus" (Kel 19:6; lihat 1
Ptr 2:9). Kemudian dalam Kitab Imamat berkali-kali Tuhan menegaskan tuntutan-Nya
supaya bangsa Israel menjadi umat yang kudus: "... haruslah kamu kudus, sebab Aku
ini kudus..." (Im. 11:44). Dalam Perjanjian Baru seluruh pengajaran Tuhan Yesus
mengarah kepada kekudusan hidup ini dan kesempurnaan dalam cintakasih. "Karena
itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna"
(Mat 5:48). St. Petrus pun mengajak umat supaya menjadi kudus, karena Allah adalah
kudus: "Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama
seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu" (1 Ptr 1:15). Bila Israel lama
"Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang dituntut untuk menjadi kudus, lebih-lebih lagi Israel baru yang telah ditebus dengan
kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku ini darah Kristus sendiri, sebab mereka itu adalah " bangsa yang terpilih, imamat yang
kudus” (1 Petrus 1:16) rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri..." (1 Ptr 2:9). Himbauan
yang sama dapat kita jumpai dalam surat-surat Santo Paulus yang berkali-kali
I. Pengalaman Allah, sumber pembaharuan dan kekudusan menekankan bahwa kita harus menjadi kudus, supaya kita mempersembahkan tubuh
kita sebagai persembahan yang kudus kepada Allah (lih. Rm 12:1), supaya kita menjadi
Satu faktor yang sangat penting dan bahkan menentukan dalam kerinduan orang kudus dan tak bercacat dihadapan Allah (Ef 1:4) dan kita menjadi bait-Nya yang kudus
untuk mengejar kekudusan ialah pengalaman Allah yang diterima orang pada suatu saat (Ef 2:21). Kemudian dalam Lumen Gentium nomor 40 dikatakan sebagai berikut:
dalam hidupnya, biasanya pada suatu saat yang tidak disangka-sangka. Dewasa ini,
karena situasi zaman, banyak orang dapat menerima pengalaman itu lewat apa yang Para pengikut Kristus yang dipanggil oleh Allah bukan karena jasa mereka, ...
disebut pencurahan Roh Kudus atau Pembaptisan dalam Roh Kudus yang diberikan Tuhan mengambil bagian dalam kodrat ilahi dan karenanya sungguh- sungguh
secara melimpah dalam Gereja di seluruh dunia. Lewat pencurahan Roh Kudus ini orang dikuduskan. Karena itu mereka harus mengejar kesempurnaan dan
dibawa ke suatu kesadaran baru, bahwa Allah itu sungguh hidup, mengasihi kita dan menyempurnakan dalam hidup mereka pengudusan yang telah mereka terima
dapat kita alami kasihnya, walaupun tetap dalam iman, namun suatu pengalaman yang dari Allah ....”
nyata dan transformatif, yang mengubah hidup seseorang secara mendalam. Pengalaman
itu dapat diterima dan dialami baik oleh kaum awam pada umumnya, maupun para Paus Yohanes Paulus II bahkan menghimbau, agar panggilan kepada
biarawan-biarawati dan imam, bahkan juga uskup, yang terbuka untuknya. Pengalaman kekudusan itu dimasukkan sebagai dasar perencanaan pastoral. “Kenyataannya
Allah lewat Pencurahan Roh Kudus itu bukan satu-satunya cara, karena Allah tidak terikat menaruh perencanaan pastoral di bawah kategori kekudusan ialah pilihan penuh
oleh suatu sarana, tetapi memang merupakan suatu rahmat istimewa yang diberikan Roh dengan konsekuensi-konsekuensi .... Kiranya bertentanganlah dengan panggilan ini
Kudus untuk zaman ini.

KTM Menginjil, Berbagi Sukacita


Saran/Sharing, email ke: vd@holytrinitycarmel.com
untuk puas dengan hidup yang setengah-setengah saja, yang ditandai oleh etika mempersatukan kita dengan Allah, karena merupakan kebajikan teologal, namun tidak
minimalisme dan religiositas yang dangkal semata-mata” (Novo Millenio Inuente 31). mempersatukan kita dengan Dia sebagai tujuan akhir atau sebagai kebaikan tertinggi
yang patut dicintai, yang justru menjadi tujuan kasih.
III. Hakekat Kekudusan Kristiani Kesempurnaan dan kekudusan kristiani bertambah sejauh orang berkembang
dalam kasih. Karena itu tingkat kekudusan seseorang diukur justru menurut tingginya
Kesempurnaan kristiani secara hakiki terdapat dalam rahmat pengudus, karena tingkat cinta kasih itu. Semakin besar cinta kasih kepada Allah dan sesama yang dimiliki
rahmat pengudus merupakan inti hidup supernatural kita serta dinyatakan dalam kasih, seseorang, semakin besar pula tingkat kekudusannya.
baik sebagai faal tersendiri, maupun sebagai penjiwa tindakan-tindakan lainnya.
Kesempurnaan tertinggi terdapat dalam persatuan cintakasih dengan Allah, persatuan 3.2. Cintakasih kepada Allah dan sesama.
yang menjadikan jiwa sungguh-sungguh satu dengan Allah, sehingga ia hanya mencintai
yang dicintai Allah, hanya menghendaki apa yang dikehendaki Allah. Persatuan ini Kesempurnaan kristiani terdapat dalam tindakan cintakasih ganda: pertama-
biasanya disebut dengan istilah persatuan transforman, persatuan yang mengubah tama kepada Allah dan kemudian kepada manusia. Hanya ada satu kebajikan cintakasih
manusia menjadi ilahi seluruhnya. saja. Dengan itu kita mengasihi Allah demi diri-Nya sendiri, dan mengasihi diri kita
sendiri serta orang lain demi Allah. Semua tindakan yang keluar dari cintakasih, ditandai
3.1. Cintakasih, unsur utama dalam kekudusan oleh obyek yang sama, yaitu kebaikan Allah yang tidak terbatas. Baik saat kita mencintai
Allah secara langsung dalam diri-Nya sendiri, ataupun secara tidak langsung bila kita
Cintakasih merupakan unsur utama dan hakiki serta yang khas dalam kekudusan mencintai sesama kita, motivasi kasih ini selalu sama, yaitu kebaikan Allah. Tak mungkin
kristiani. Karena itu semakin orang berkembang dalam kasih kepada Allah dan sesama, ada tindakan cintakasih sejati terhadap sesama, yang tidak keluar dari cintakasih
semakin kuduslah ia. Ketika Tuhan Yesus ditanyai orang, manakah hukum yang terbesar, kepada Allah. Karena itu bila cinta kepada Allah berkembang, cinta kepada sesama juga
Ia menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap ikut berkembang pula. Itulah sebabnya Santo Yohanes menulis, bahwa bila kita
jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang pertama dan terutama. mengasihi Allah, kita juga harus mengasihi sesama. Dan bahwa bila ada orang yang
Dan yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti berkata, bahwa dia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, dia itu seorang
dirimu sendiri" (Mat 22:37-39; bdk Mrk 12:30; Luk 10:27). Kemudian Tuhan pendusta (1 Yoh 4:11.20). Namun biarpun demikian, dalam pelaksanaan kasih ada
menambahkan: "Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab prioritas yang memang dituntut karena sifat kasih itu sendiri. Kesempurnaan cintakasih
para nabi". Maka bila orang memiliki kasih, orang menjadi sempurna dan kudus. Kasih ini pertama-tama terdapat dalam kasih kepada Allah, yang memang patut dicintai demi
pertama-tama adalah kasih kepada Allah, tetapi setiap kasih yang otentik harus juga diri-Nya sendiri. Baru kemudian terdapat dalam kasih kepada sesama demi Allah.
mengarah kepada sesama. Sebenarnya hanya ada satu kasih saja yang berarah dua. Maka
kalau ada kasih kepada Allah, ada pula kasih kepada sesama, karena kasih tidak boleh 3.3. Cintakasih afektif dan efektif.
hanya merupakan perasaan atau kata-kata belaka. St. Paulus banyak sekali menyinggung
hal ini: "Di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan Menurut St. Fransiskus dari Sales, ada 2 cara kita melaksanakan cintakasih kita
dan menyempurnakan" (Kol 3:14). Dan dalam suratnya kepada umat di Roma dia kepada Allah: yang satu afektif dan yang lain efektif. Dengan kasih yang afektif kita
mengatakan, bahwa "kasih adalah kegenapan hukum Taurat" (Rm 13:10). St. Paulus juga berpaut pada Allah dan pada segala sesuatu yang berkenan kepada-Nya. Dengan kasih
mengungkapkan nilai lebih dari kasih di atas iman dan harapan: "Sekarang tinggal yang yang efektif kita melayani Tuhan dan melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Yang
tiga ini, .... tetapi yang terbesar ialah kasih" (1 Kor 13:13). Iman menerima nilainya dari pertama mempersatukan kita dengan kebaikan Allah, sedangkan yang kedua membuat
kasih (Gal 5:6). Bahkan karisma-karisma dan mujijatpun tidak ada artinya tanpa kasih ini. kita menjalankan kehendak Allah. Yang satu memenuhi kita dengan kesenangan,
kebaikan, aspirasi, keinginan, kerinduan dan semangat rohani, sehingga roh kita
Kesempurnaan suatu mahluk terdapat dalam pencapaian tujuan akhirnya, yaitu tenggelam dalam Allah dan menjadi satu dengan-Nya. Yang lain melahirkan dalam diri
Allah. Kasihlah yang mempersatukan kita dengan Allah. Hanya kasih yang menyatukan kita kita niat yang teguh, tekad yang bulat dan ketaatan yang kokoh untuk melaksanakan
secara sempurna dengan Allah, sedangkan segala kebajikan yang lain mempersiapkannya. perintah-perintah-Nya dan dengan mana kita menderita, menerima, menyetujui dan
Kebajikan moral membawa kita kepada Allah hanya secara tidak langsung, yaitu dengan memeluk segala sesuatu yang datang dari kehendak ilahi-Nya. Yang satu membuat kita
menimbulkan harmoni dalam sarana yang menuju kepada Allah. Iman dan pengharapan senang kepada Allah; yang lain menjadikan Allah senang pada kita. Kiranya jelas pula,

KTM Menginjil, Berbagi Sukacita


Saran/Sharing, email ke: vd@holytrinitycarmel.com
bahwa kesempurnaan pertama-tama terdapat dalam cintakasih afektif, dan hanya secara St. Teresa dari Avila dan St. Yohanes dari Salib. Sekarang pun masih banyak orang yang
sekunder dalam cintakasih efektif. Dari semuanya ini dapat disimpulkan yang berikut: bercita-cita tinggi sedemikian itu. Cita-cita kekudusan yang luhur ini biasanya disebut
1. Kalau orang tidak dijiwai cintakasih, maka tindakan lahir atau batin suatu kebajikan “persatuan transforman atau persatuan yang mengubah”, suatu istilah yang dipakai
natural, ataupun karisma-karisma, betapapun sempurnanya dalam dirinya sendiri, oleh St. Yohanes dari Salib dan kemudian menjadi umum di antara para teolog dalam
tidak memiliki nilai supernatural dan tidak berguna untuk hidup kekal (bdk 1 Kor hidup rohani. Yang dimaksud dengan persatuan transforman adalah persatuan manusia
13:1-3). rohani dengan Allah sedemikian, sehingga segalanya di dalam manusia, melalui kuasa
2. Tindakan suatu kebajikan ilahi yang dijiwai oleh cintakasih yang lemah dan tidak transformasi dari rahmat Allah, diubah ke dalam Allah sendiri dan menjadi sepenuhnya
sempurna, nilai supernaturalnyapun lemah dan tidak sempurna. Sukarnya suatu ilahi. Dengan transformasi ini segalanya dalam manusia menjadi serasi dengan
perbuatan tidak dengan sendirinya menambah jasanya. Jasa itu ditentukan oleh kehendak ilahi, dan orang sudah mencapai ketaatan pada Roh Kudus, sehingga Ia dapat
tingkat cinta kasih yang menjiwainya. Bila sukarnya perkara itu menambah jasa, itu menggerakkannya dengan bebas sebagaimana dikehendaki-Nya tanpa halangan
hanya karena dalam hal itu dibutuhkan dorongan cintakasih yang lebih besar untuk apapun. Ada ungkapan di antara para Bapak Gereja bahwa Allah telah menjadi
melakukannya. manusia, agar manusia menjadi Allah, tentu saja bukan melalui kodrat, tetapi melalui
3. Sebaliknya tindakan suatu kebajikan supernatural, betapapun kecil dan mudahnya, partisipasi. Begitu luhurnya panggilan manusia itu dan kita semua, khususnya Putri
memiliki jasa lebih besar, bila dilakukan dengan gerakan cintakasih yang lebih besar. Karmel dan CSE, dipanggil untuk memeliharanya, agar kesadaran ini tetap hidup dalam
Seperti yang dikatakan Santa Teresa dari Avila: "Yang diperhatikan Tuhan bukanlah tubuhnya.
besarnya perkara itu, melainkan cintakasih yang menjiwainya" Tetapi dari pihak
lain cintakasih afektif harus dinyatakan dalam pelaksanaan cintakasih efektif, yaitu Sharing:
pelaksanaan kebajikan kristiani demi cinta kepada Tuhan. Cintakasih afektif, biarpun 1. Apakah kita punya cita-cita menjadi kudus? Apakah bisa kita menjadi kudus?
dari dirinya lebih luhur, bisa jatuh dalam khayalan. Mudah sekali berkata kepada 2. Hal apa yang kita lakukan dalam usaha untuk mencapai kekudusan?
Tuhan, bahwa kita mencintai Dia dengan segenap hati kita, bahwa kita ingin menjadi 3. Apa yang sering menghalangi usaha kita mencapai kekudusan?
kudus, tetapi tidak melaksanakan perintah-perintah-Nya. Maka cinta kita kepada 4. Saling mendoakan dalam sel supaya setiap anggota punya semangat
Allah harus selalu diuji dengan pelaksanaan perintah-perintah-Nya. Karena itu Tuhan berkobar untuk menjadi kudus.
Yesuspun bersabda: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala
perintah-Ku" (Yoh 14:15).

IV. Panggilan kepada Persatuan Transforman (yang mengubah segalanya) Sumber


Buku Romo Yohanes Indrakusuma, CSE: Dipanggil Untuk Yang Luhur dan Mulia
Bagi Putri Karmel, CSE dan KTM, panggilan kepada kekudusan tidak berhenti di
tengah jalan, tetapi diarahkan pada puncak tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini. Ditulis oleh : Dewi
Semua suster, frater dan anggota KTM, karena panggilan mereka, harus berjuang mendaki Direview oleh : Albert
gunung sampai mencapai puncak ini, walaupun dalam kenyataannya tidak semua akan
mencapai puncak itu. Tetapi bila kita semua menyadari keagungan dan keindahan Pedoman hidup KTM 162 :
panggilan ini, dan bahwa ini adalah rahmat dari panggilan kita yang indah itu, masih Bila kehidupan dan semangat dalam sel baik, kualitas kehidupan komunitas sebagai
banyak lagi yang akan berusaha sebisanya untuk mendaki puncak dan akan mencapainya. keseluruhan juga akan menjadi baik. Bila sel-selnya kurang bersemangat, itu juga akan
Apa yang tidak dikenal, juga tidak akan dicintai. Karena itu, tujuan saya di sini adalah berdampak bagi kehidupan seluruh komunitas dan tentu saja bagi hidupmu sendiri.
untuk mendorong para suster, frater dan anggota KTM, agar mempunyai pandangan
sekilas tetapi jelas ke dalam dunia yang punya kekayaan rohani yang sangat besar yang
disediakan Tuhan bagi mereka yang ingin dengan sepenuh hati mau memulai perjalanan.

Di masa lampau cita-cita ini sangat hidup di antara para Karmelit, karena ada
tokoh-tokoh terkenal dalam Ordo yang memperkembangkan cita-cita ini, antara lain

KTM Menginjil, Berbagi Sukacita


Saran/Sharing, email ke: vd@holytrinitycarmel.com

Anda mungkin juga menyukai