Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AWAL MULIA REJEKI TUMANGGOR

JURUSAN : PENDIDIKAN FISIKA


PPG PRAJABATAN UNIMED TAHUN 2022

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara


Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin,karakter), pikiran (intellek) dan tubuh anak. Pendidikan Nasional menurut
paham Taman Siswa adalah Pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan
ditujukan untuk keperluan peri kehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan
rakyatnya. Dalam pengertian taman siswa tidakboleh dipisah-pisahkan bagian itu, agar
supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-
anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Perlu kita ketahui bahwa pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Maka dari itu,
pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga
memberikan keterampilan kecakapan kepada anak-anak yang keduanya dapat memberikan
manfaat bagi anak-anak baik secara lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, sebagai manusia, dan sebagai
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut
pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan yakni upaya yang konkret untuk
memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Menurut beliau, Pendidikan merupakan salah
satu pintu masuk untuk mewujudkan manusia yang merdeka. Baik bemerdekaan lahiriah
maupun batiniah manusia, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai anggota
masyarakat dan warga dunia.
Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang
ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu,
pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya
kekuatan kodrat anak”. Manusia yang terdidik mampu menyikapi tuntutan -tuntutan dan
tantangan kehidupan dengan sikap yang bijakasan, dan bersahaja. Smanusia tersebut, tidak
terperangkap lagi dalam kepentingan- kepentngan diri dan golongan yang temporal dan
duniawi sifatnya. Manusia yang merdeka batiniahnya adalah manusia yang bukan hanya
pintar secara akal maupun kognitifya tetapi juga benar dalam tindakannya. Maju penalaran
akalnya dan sekaligus maju moralnya. Sehingga Tindakan yang dilakukan berdasarkan
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (dihayati dan sebagai prioritas dalam tuntunan
hidupnya) serta hormat kepada martabat.
Ki Hajar Dewantara memang menempuh Pendidikan di belahan dunia bagian Barat.
Namun, ia tidak mau menerapkan sistem Pendidikan yang bercorak barat. Karena, seperti
yang telah disampaikan bahwa sistem Pendidikan barat tidak sesuai dan tidak cocok untuk
keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Karena, dalam sistem Pendidikan barat terdapat
paksaan, hukuman, perintah. Sebab, Pendidikan model seperti ini, menurut Ki Hajar
Dewantara akan memperkosa kehidupan batin anak-anak. Sehingga hal ini, dapat berbahaya
bagi perkembangan budi pekerti anak-anak. Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode
pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat
paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam
khasanah nilai nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih saying, cinta akan
kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Nilai- nilai itu
disemai dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini anak. Dalam praksis penyemaian nilai-
nilai itu, pendidik menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan.
Artinya, peserta didik diberi ruang yang seluasnya untuk bereksplorasi, berekspresi,
berkreatifitas, secara mandiri dan bertanggung jawab.
Ki Hajar Dewantara mengingatkan para pendidik harus tetap terbuka dan mengikuti
perkembangan zaman yang ada. Namun tidak semua yang baru itu baik. Jadi perlu
diselaraskan Indonesia memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai
sumber belajar. Dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman.
Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan
kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya setiap anak sudah membawa sifat atau
karakter masing-masing. Jadi guru tidak bisa menghapus sifat dasar tersebut. Yang bisa
dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya.
Kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada
siswa sesuai zamannya. Agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam
konteks pembelajaran sekarang, kita harus bekali siswa dengan kecakapan abad 21. Budi
pekerti harus menjadi bagian tak terpisahkan. Guru harus senantiasa memberikan teladan baik
bagi siswanya.
Ketika menentukan pilihan sebagai pendidik, ada beberapa nilai yang saya yakini dan
tanamkan dalam diri. Prinsip yang pertama bahwa sekolah atau institusi pendidikan saya
ibaratkan sebagai bengkel. Sebuah bengkel tentu akan menerima kendaraan dalam kondisi
yang tidak prima. Ada kekurangan yang harus dibereskan atau kerusakan yang harus
diperbaiki. Jenis kekurangan atau kerusakan pun beragam rupa ada yang ringan, ada yang
sedang, dan bahkan ada yang berat. Sebagai gambaran, misalnya, ada kendaraan yang
sekedar baret tipis di bodinya sehingga cukup dipoles maka permasalahan pun terselesaikan.
Disisi lain ada yang masuk bengkel dengan bodi yang penyok di beberapa titik, sehingga tak
cukup dipoles, harus ada tambahan perlakuan khusus seperti diketok kemudian didempul dan
baru dicat ulang untuk mengembalikan kemulusan bodinya. Jika kerusakan ada pada bagian
mesin, maka perlu dikenali gejala kerusakannya sehingga akan dapat ditentukan langkah
perbaikan yang tepat. Begitupun seorang pendidik, ia harus siap dengan kondisi peserta didik
yang akan mengikuti proses pengajaran dan pendidikan yang dilakukan. Adakalanya terdapat
individu peserta didik yang membutuhkan perlakuan khusus yang tidak sama dengan
perlakuan kepada peserta didik pada umumnya. Latar belakang keluarga, latar belakang
ekonomi, atau permasalahan khusus lainya adalah hal yang bisa menghambat pertumbuhan
kodrat baik yang ada pada dirinya. Prinsip yang kedua yang saya yakini adalah bahwa
mustahil mengubah batu menjadi emas, tetapi sangat mungkin menjadikan nilainya seperti
batu mulia. Seorang pendidik harus berfokus kepada kelebihan atau kekuatan positif yang
dimiliki oleh peserta didiknya. Kekuatan inilah yang harus ditumbuhkembangkan, diarahkan
melalui proses pengajaran dan pendidikan yang memerdekakan. Asahlah pisau pada sisi
tajamnya, begitulah para cerdik cendekia memberikan ibarat.
Dalam tataran praktik, sebagai pendidik, saya terkadang terkendala oleh beberapa hal.
Pertama, saya masih memahami perangkat kurikulum pendidikan secara sudut pandang
administratif yang kaku atau tidak luwes. Hal ini justru mengungkung kemerdekaan sebagai
pendidik untuk berkreasi. Kurukukum sering dipahami sebagai perangkat administratif saja
bukan sebagai sebuah penuntun kearah pencapaian tujuan pendidikan. Kedua, sebagai
pendidik, saya belum memiliki pemahaman terhadap konsep pemikiran pendidikan Ki Hadjar
Dewantara secara komprehensif. Salah satu dampaknya adalah kegiatan pembelajaran yang
saya lakukan masih berfokus pada kompetensi dasar yang bersifat akademik semata, sehingga
indikator keberhasilannya hanya diukur dari pencapaian kriteria ketuntasan minimal yang
betupa angka atau nilai. Ketiga, munculnya stereotip negatif yang dipengaruhi oleh
kekurangpahaman dan kekurangsabaran dalam menghadapi keunikan karakter peserta didik.
Ditambah dengan opini dari luar diri (rekan sejawat, peserta didik lain) yang membenarkan
label negatif kepada peserta didik tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya penghakiman
sepihak yang negatif kepada peserta didik. Misalnya peserta didik tertentu nakal, sulit untuk
berkembang, atau bersifat malas sehingga masa depan suram. Akibat dari stereotip negatif
kepada peserta didik, justru akan berpengaruh kepada semangat mencapai tujuan pendidikan,
sehingga peserta didik yang seharusnya mendapat perlakuan khusus terabaikan.
Sebagai pendidik saya ingin bisa mengajak rekan guru dan sekolah untuk kreatif.
Mengembangkan ide-ide inovatif, menghasilkan karya bermakna, bermanfaat, dan
berdampak untuk masa depan anak. Ayo sebagai pendidik dapat mewujudkan tujuan
pendidikan nasional Yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Seperti yang telah
disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus memiliki
sistem Pendidikan yang sesuai dengan keadaan kita. Tidak perlu meniru milik orang lain.
Nyatalah kita tidak usah mengadakan barang tiruan kalau memang kita sudah mempunyainya
sendiri.
Dalam pembelajaran di kelas, guru harus memperhatikan kodrati anak yang masih suka
bermain. Lihatlah ketika anak-anak bermain pasti yang mereka rasakan kegembiraan. Semua
itu membuat kesan membekas di hati dan pikirannya. Guru harus memasukan unsur
permainan dalam pembelajaran. Agar siswa senang dan tidak mudah bosan. Apalagi
permainan tradisional. Selain mendidik sekaligus bisa mengajak anak melestarikan
kebudayaan. Hal terpenting yang harus dilakukan guru adalah menghormati dan
memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya. Sesuai kodratnya, melayani dengan tulus,
memberikan teladan (ing ngarso sung tulodo), membangun semangat (ing madyo mangun
karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani). Menuntun mereka menjadi pribadi
terampil, berakhlak mulia dan bijaksana.
Hal-hal yang menjadi penghambat tersebut, dapat berubah secara berangsur-angsur
setelah saya menyelami dan memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pertama bahwa
pendidikan itu adalah proses menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebgai manusia
maupun sebagai anggota masyarakat. Kedua tentang trilogi pendidikan KHD (ing ngarsa
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani) yang menjadi dasar bagi
pendidik untuk menuntun peserta didik menumbukembangkan inti kekuatan positif yang
dimilikinya. Ketiga bahwa setiap anak terlahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-
samar, bukan tabula rasa. Sehingga tugas pendidik adalah menebalkan laku anak dengan
kekuatan konteks diri anak (dengan mengetahui tahap tumbuh kembang anak) dan sosio-
kultural (bahwa pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan). Keempat
bahwa maksud atau tujuan pengajaran dan pendidikan adalah memerdekakan manusia.
Merdeka bukan hanya tidak terperintah, akan tetapi juga dapat menegakkan dirinya dan
mengatur perikehidupannya dengan tertib. Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya
tidak bergantung kepada orang lain dari sisi lahir dan batinya akan tetapi berfokus kepada
kekuatan diri yang dimiliki. Kelima bahwa pendidikan semestinya berpihak atau berpusat
pada anak. Sebagaimana istilah KHD, “bebas dari segala ikatan dengan suci hati mendekati
sang anak bukan untuk meminta sesuatu hak melainkan untuk berhamba kepada sang anak.”
Keenam bahwa pokok pendidikan harus terletak pada orang tua (ibu dan bapak). Karena
hanya kedua orang inilah yang dapat “berhamba pada anak” dengan tulus ikhlas, dengan cinta
kasih yang tulus tak terbatas. Maka kesuksesan pengajaran dan pendidikan terletak pada
sinergi dan kolaborasi antara pendidik di sekolah dengan orang tua di rumah.

Refleksi
Pemahaman tidaklah bermanfaat ketika hanya berhenti pada wacana semata, sehingga
diperlukan aksi nyata didalam proses pendidikan. Oleh karenanya sebagai pendidik saya
harus dapat menerapkan dalam praktik nyata kegiatan pembelajaran. Diantara implementasi
yang dapat segera saya terapkan adalah, pertama merancang program pengajaran dan
pendidikan yang memerdekakan, menyenangkan, dan menumbuhkan semangat peserta didik
untuk berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jamannya.
Setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, pemikiran yang
berubah dari saya adalah bahwa saya harus memberikan tuntunan kepada anak didik dengan
lebih sabar dan ikhlas, karena mereka masing-masing unik dan berbeda. Tidak perlu
memberikan hukuman yang sifatnya tidak mendidik, memberikan teladan agar mereka bisa
melihat dan menirunya. Memberikan pembelajaran yang menyenangkan bagi mereka dengan
mencoba berbagai macam model pembelajaran. ang segera bisa saya terapkan dari pemikiran-
pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah tidak memberikan hukuman-hukuman kepada siswa,
lebih sabar dalam membimbing, mengenali lebih dalam karakter dan latar belakang siswa
(keluarga/lingkungan) dengan menjalin komunikasi dengan orang tuanya, hal ini bisa
dilakukan dengan kunjungan rumah atau home visit. Memberikan pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa melalui pemilihan media pembelajaran yang bervariasi baik
berupa gambar, video maupun audio, atau pembelajaran yang berbasis permainan (game
based learning).
Demikian kesimpulan dan refleksi saya tentang Pemikiran- pemikiran Ki Hajar
Dewantara.

Anda mungkin juga menyukai