Anda di halaman 1dari 4

CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 7

REFLEKSI DIRI
FILOSOFI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

Nama : Suryo Saputro


Asal/ Unit Kerja : SD Negeri Gedangals 2

CALON GURU PENGGERAK (CGP)


ANGKATAN 7 KABUPATEN DEMAK
TAHUN 2022
REFLEKSI DIRI TENTANG PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTORO
CALON GURU PENGGERAK

Nama Peserta : Suryo Saputro


Asal/Unit Kerja : SD Negeri Gedangalas 2
Kepesertaan : Calon Guru Penggerak Angkatan 7

Kadang terlintas dalam benak saya apakah ada perbedaan antara pendidikan dan
pengajaran? Jika merujuk pada filosofi dan pemikiran Ki Hajar Dewantara, pengajaran adalah
bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau
berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan memberi
tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun
sebagai amggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk
menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci
utama untuk mencapainya. Jadi, pendidikan dan pengajaran adalah satu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan.
Ki Hajar Dewantara memberikan pemikirannya tentang Dasar-dasar Pendidikan.
Menurut KHD, Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik
itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau tukang kebun yang tugasnya adalah
merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik,
tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus
bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi
pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide,
berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu
bukan berarti kebebasan mutlak, perlu tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti
perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi
perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan
sebagai sumber belajar. KHD menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan
dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk
lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama.
Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi sebagai
guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukan dan
membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/ mengaburkan sifat-
sifat jeleknya.
Kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan
kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam
konteks pembelajaran sekarang, ya kita harus bekali siswa dengan kecakapan Abad 21. Budi
pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita
lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-
siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan
pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak.
Dalam pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak
yang masih suka bermain. Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka
rasakan adalah “kegembiraan” dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan
pikirannya. Hendaknya guru juga memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar siswa
senang dan tidak mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang
ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan , kita juga mendidik dan mengajak
anak untuk melestarikan kebudayaan.
Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan
memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan
setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo
mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya
anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana.
Hingga saat ini pemikiran Ki Hajar Dewantara relevan, terus menerus digali dan
dikembangkan dalam memajukan dunia pendidikan, bahkan dalam Program Guru Penggerak
yang sedang berlangsung, Refleksi filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara dituangkan dalam
modul 1.1.
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan untuk menghadapi
tantangan persaingan global, gagasan pemikiran pendidikan Ki Hadjar harus dimunculkan
dalam menghadapi persaingan dalam dunia pendidikan. Berbagai ide, gagasan, dan pemikiran
Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan dapat dijadikan pedoman dan upaya untuk mengatasi
permasalahan dalam dunia pendidikan.
Memasuki abad ke 21 kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat
sehingga membawa perubahan pada kurikulum dengan perbaikan sistem pendidikan.
Pendidikan dengan sistem among yang telah digagas oleh Ki Hadjar Dewantara sebelumnya
membawa pembaruan pada pendidikan abad ke 21. Pembelajaran abad ke 21 peserta didik
dituntut mampu merancang dan mengembangkan pengalaman belajar baik secara manual
maupun digital untuk mendorong peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir kreatif.
Relevansi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara pada abad ke 21 tercermin dalam
kurikulum merdeka belajar. Hal ini berkaitan dengan sistem among yang memberikan suatu
kemerdekaan atau kebebasan berpikir kepada peserta didik untuk mengembangkan pola pikir,
kreatifitas, kemampuan, dan bakat yang ada dalam dirinya.
Pada abad ke 21 penanaman pendidikan karakter dalam diri peserta didik menjadi
tantangan tersendiri. Seiring dengan kemajuan zaman menuntut peserta didik untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, akan tetapi ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut tidak dapat menumbuhkan watak dan karaktek dalam diri
peserta didik. Oleh karena itu pendidikan karakter harus diintegrasikan dalam mata pelajaran
disekolah. Pendidikan karakter yang diajarkan pada peserta didik saat ini antara lain: religius
atau keagamaan, kejujuran, sikap toleransi, kedisiplinan, kerja keras, mandiri, kreatif,
demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, semangat kebangsaan, komunikatif, menghargai
prestasi, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, dan bertanggungjawab.
Sampai saat ini, saya belum sepenuhnya melakukan pemikiran Ki Hadjar Dewantara
dalam pendidikan dan pengajaran di kelas. Dalam pembelajaran yang saya lakukan masih
seringkali melakukan pembelajaran yang kontekstual, yaitu dengan fokus untuk menuntaskan
materi. Dengan demikian, dalam pengajaran saya lebih memfokuskan kepada kognitif siswa
dan kurang memperhatikan aspek afektif dan psikomorik. Padahal sesuai dengan pemikiran Ki
Hadjar Dewantara terdapat aspek budi pekerti yang terdiri dari cipta (kognitif), rasa (afektif)
dan karsa (psikomotorik). Selain itu, saya masih sering melaksanakan pembelajaran yang tidak
sepenuhnya berpusat pada siswa, dan masih menganggap siswa sebagai objek dalam
pembelajaran, jadi saya sebagai guru terlalu menuntut dan memaksa siswa sesuai dengan
keinginan saya.
Selain itu, saya beranggapan bahwa pembelajaran dikatakan berhasil apabila anak bisa
memperoleh nilai di atas KKM. Murid yang tidak tenang, tidak patuh dan sering berulah dan
bermain di dalam kelas dikatakan murid yang nakal. Guru menuntut dan memaksakan kepada
anak untuk menguasai materi agar materi selesai sesuai target. Guru mendominasi dalam
pembelajaran. Siswa yang pintar adalah siswa yang memperoleh nilai tinggi.
Setelah mempelajari modul ini saya menyadari bahwa yang saya pikirkan dan saya
lakukkan selama ini kurang tepat dan perlu adanya perubahan mindset saya. Guru bukan satu-
satunya sumber belajar namun guru memfasilitasi pembelajran berdasarkan kodrat anak dan
kodrat zaman. Guru bukan penguasa kelas pembelajaran, namun guru memberikan
kemerdekaan kepada siswanya untuk menentukan cara belajar terbaiknya. Pembelajaran
dikatakan berhasil apabila anak bisa menerapkan hasil belajarnya di lingkungannya dengan
dasar budi pekerti yang baik. Apa yang dapat segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda
mencerminkan pemikiran KHD?
Tindakan yang dapat saya terapkan agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD
adalah menerapkan sistem among atau menuntun. Saya sebagai pendidik menempatkan diri
saya sebagai fasilitator yang menuntun anak agar ia mampu mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan melalui desain-desain
pembelajran yang sesuai dengan kodrat anak dan kodrat zaman. Mengupayakan pembelajaran
yang berpusat pada siswa, Memberikan kesempatan, dan fasilitas seluas-luasnya agar anak
mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menerapkan pembiasaan-
pembiasaan sesuai kearifan lokal yang mencerminkan budi pekerti dan perilaku yang baik
Selalu memberikan motivasi dengan semboyan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani agar siswa semangat untuk berinovasi, berkarya dan bereksplorasi.

Anda mungkin juga menyukai