Anda di halaman 1dari 3

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN REFLEKSI PEMIKIRAN KHD

Friday, 1 September 2023, 5:36 PM


by MEVIA WINDA HAPSARI

Seperti yang kita ketahui, Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia yang
lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan, seperti
misalnya semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani sedikit banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran pendidikan di
Indonesia sejak dulu hingga kini.

Sebelum mempelajari modul 1.1 mengenai Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki


Hajar Dewantara, sebagai guru saya meyakini beberapa hal sebagai berikut:

 Pengajaran sama dengan pendidikan


 Guru adalah subjek utama kegiatan pembelajaran.

Sebagai guru saya harus mampu mentransfer ilmu kepada peserta didik saya secara
klasikal (ceramah, diskusi, dan tanya jawab). Saya menganggap siswa tidak akan paham
kalau materi pelajaran tidak saya jelaskan.

 Peserta didik dikatakan telah belajar jika mereka bisa mengerjakan soal asesmen
sesuai dengan kompetensi dasar yang tertera di kurikulum serta nilainya mampu
melampaui KKM.
 Kegiatan belajar selalu dilaksanakan di dalam kelas
 Memberikan tugas yang seragam tanpa mempertimbangkan keragaman potensi
peserta didik
 Pemberian sanksi/hukuman kepada peserta didik dapat mengubah perilaku
mereka ke arah yang lebih baik

Banyak hal yang saya pelajari tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara melalui
modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hajar Dewantara. Konsep-konsep
pendidikan Ki Hajar Dewantara memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap
pemikiran saya tentang pendidikan. Pengajaran ternyata tidak sama dengan pendidikan.
Pengajaran (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Maksudnya,
pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah
untuk hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Pendidikan diartikan sebagai tuntunan
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Hidup tumbuhnya anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kita sebagai kaum
pendidik. Anak-anak adalah makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka
hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kita kaum pendidik hanya dapat
menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan kodrat itu, agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Dalam menuntun kita
dapat mengibaratkan diri kita sebagai petani, dan anak-anak yang kita didik sebagai
benih (misalnya benih padi). Kita sebagai pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya
padi tersebut, kita dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi,
memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup
tanaman padi dan lain sebagainya, tetapi kita tidak dapat mengganti kodrat-nya padi.
Kita tidak bisa memaksa padi itu tumbuh seperti jagung, misalnya.

Sebagai pendidik kita harus terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi. Pada dasarnya anak bukanlah kertas kosong yang bisa digambar
sesuai dengan keinginan orang dewasa tetapi anak sudah membawa kekuatan atau
kodratnya yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam anak berbeda-beda. Kodrat
alam anak yang tinggal di pegunungan akan beda kodratnya dengan anak yang tinggal
di pesisir pantai. Mereka akan memiliki potensi, bakat dan minat yang berbeda. Maka
kita harus menyadari bahwa setiap anak itu beragam dan mempunyai keunikan sendiri-
sendiri. Sedangkan kodrat zaman berhubungan dengan zaman yang dialami oleh
peserta didik pada saat pengajaran atau pendidikan berlangsung. Untuk pendidikan saat
ini, para pendidik harus menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki
keterampilan abad ke 21 (creative, critical thinking, collaboration, communication)

Menurut KHD ada 3 prinsip untuk melakukan perubahan atau sering disebut 3 asas
Trikon, diantaranya yaitu: Kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Kontinuitas
maksudnya adalah ketika belajar kita harus berkelanjutan. Kita tidak boleh melupakan
budaya dan sejarah dalam melakukan perubahan. Konvergensi maksudnya adalah
pendidikan harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan kita. Dan
yang terakhir adalah konsentris maksudnya adalah pendidikan harus menghargai
keberagaman dan memerdekakan pembelajar. Jadi jelas sekali terlihat bahwa pendidikan
itu memerdekakan.

Tujuan pendidikan utama yang digagas Ki Hajar Dewantara adalah bagaimana


pendidikan mampu membuat anak memiliki budi pekerti yang baik. ‘Budi pekerti’ atau
‘watak’ diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Orang yang mempunyai kecerdasan
budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran,
timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap
dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang
yang satu dengan yang lainnya. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari
bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan
tenaga. Melalui pendidikan, saya dan kita semua berharap bahwa anak-anak murid kita
nantinya bisa bertumbuh menjadi sebaik-baiknya manusia yang memiliki adab dan
berbudi pekerti yang baik.

Hal-hal yang coba saya terapkan agar kelas saya mencerminkan Ki Hajar Dewantara
adalah sebagai berikut.

Pertama, saya harus mengubah mindset saya yang tadinya berfikir bahwa anak itu
adalah selembar kertas kosong yang tidak/belum tahu apa-apa, saya harus meyakinkan
diri saya bahwa setiap anak lahir sudah lengkap dengan potensinya masing-masing,
meskipun masih terlihat samar. Saya harus peka membaca dan mengenali setiap potensi
anak yang saya didik agar pengajaran dan pendidikan yang saya berikan nantinya, baik
metode maupun bahan ajar bisa betul-betul menggali potensi anak seoptimal mungkin.

Kedua, saya mencoba menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Hal ini sejalan
dengan kodrat anak yang senang bermain. Kita bisa mengkolaborasikan asiknya
permainan ke dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya dengan melakukan permainan
tebak kata ketika pembelajaran berlangsung.

Ketiga, saya harus mengupayakan pembelajaran yang berpusat pada anak. Memberikan
ruang, kesempatan, dan fasilitas seluas-luasnya agar anak mampu berpartisipasi aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Saya sebagai pendidik, menempatkan diri saya sebagai
fasilitator yang menuntun anak agar ia mampu mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Di akhir pembelajaran penting bagi saya untuk memberikan penguatan
terhadap materi-materi konseptual agar anak tidak mengalami miskonsepsi. Selain itu,
melalui pembelajaran yang berpusat pada anak saya berharap bisa mengasah
keterampilan abad 21 mereka.

Keempat, sebagai wujud dari tujuan pendidikan yang utama yaitu lahirnya anak yang
tidak hanya kompeten dari segi akademis, tapi juga berbudi pekerti yang baik. Saya
sebagai guru selain memberikan wejangan, harus bisa juga memberikan teladan yang
baik. Jadi anak tidak hanya melakukan apa yang saya katakan, tapi harapannya anak
mampu meneladani perilaku-perilaku baik yang saya contohkan. Selain sebagai upaya
memotivasi anak agar berbudi pekerti baik, ini juga bisa jadi tantangan untuk saya
bagaimana caranya agar saya bisa konsisten memberikan keteladanan yang baik. Guru
sebagai sosok yang digugu dan ditiru.

Yang terakhir, saya berharap saya bisa memaknai semboyan Ki Hajar Dewantara,
yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, dari atas saya bisa memberikan teladan bagi setiap anak
didik saya, Ing Madyo Mangun Karso di tengah saya bisa jadi teman yang memberikan
semangat, serta Tut Wuri Handayani dari belakang saya bisa memberikan dorongan
moral serta semangat belajar.

Anda mungkin juga menyukai