Anda di halaman 1dari 6

RESUME MATERI MATA KULIAH FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

Resume Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia

Disusun Oleh:
Riski Septiyanto
223161918139

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS


PASCASARJANA PPG PRAJABATAN
PRODI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
2023
Koneksi antar materi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Setelah mengenal lebih dalam mengenai konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara,


Pendidikan merdeka belajar merupakan pendidikan yang tidak boleh dimaknai sebagai
paksaan. Kita sebagai pendidik harus menggunakan dasar tertib dan damai, tentram dan
tata kelangsungan hidup bathin. Menjadikan peserta didik sebagai subyek pe mbelajaran
bukan sebagai obyek pembelajaran den dengan menerapkan cara-cara pendidikan yang
membangun karakter. Proses pembelajaran yang mencerminkan pendidikan KHD adalah
Seorang pendidik yang baik harus tahu bagaimana cara mengajar dan membangun
karakter peserta didik serta mengerti tujuan pembelajaran. Hal tersebut dilakukan agar
dapat menghasilkan didikan yang mempunyai kecerdasan dan pengetahuan yang
mumpuni dan berbudi pekerti luhur serta semangat membangun bangsa.

Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara


Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan
hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan
terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia
maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “Pendidikan dan
pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang
seluas-luasnya”.

Dasar-Dasar Pendidikan

Dasar-dasar pendidikan menurut KHD, Pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh
atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”, Dalam menuntun laku dan
pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau
tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak
tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Dalam proses
‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi
tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang
‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya
dalam belajar. KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun
tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai
berikut : “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa
segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan
dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman.
Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan
asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat -sifat
kemanusiaan”. Kita sebagai pendidik harus memperhatikan dan selalu ingat bahwa
pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan
kodrat zaman. Mendidik anak yang benar adalah dengan cara yang sesuai dengan tuntutan
alam dan zamannya sendiri bukan dengan paksaan.

Budi Pekerti
Budi pekerti, watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan,
kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan
sebagai perpaduan antara cipta (kognitif), karsa (efektif) sehingga menciptakan karya
(psikomotor). Kearifan budaya lokal juga menjadi filter dari pengaruh luar.
Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat
dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk
mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua.
Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi
sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Dari beberapa hal mengenai konsep pemikiran KHD tentang asas dan dasar-dasar
pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang
berbeda.
Maksud pendidikan yang sesungguhnya adalah menuntun segala kodrat yang ada pada
anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Anak-anak hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. "Kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup
lahir anak-anak itu karena kekuasaan kodrat”. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun
tumbuh dan hidupnya kekuatan-kekuatan itu agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.
Pendidikan itu, walaupun hanya dapat “menuntun” akan tetapi faedahnya bagi hidup
tumbuhnya anak sangatlah berfaedah.

Intisari dari filosofi pendidikan nasional KHD : Pendidikan adalah pondasi atau
tempat bersemayamnya beni-benih kebudayaan. Dalam hal ini Pendidikan dan
kebudayaan tak dapat terpisahkan yakni satu kesatuan. Kebudayaan dalam pendidikan
diibaratkan seperti Tata Surya. Perubahan-perubahan didalamnya harus kekal dan selalu
berputar pada orbitnya (sumbu-sumbunya) tidak boleh statis (tetap/berhenti).

Intisarinya adalah kita harus dapat menjemput kebudayaan yang kita cita-citakan, jadi
dalam hal ini kebudayaan harus tetap bergerak. Sumbu-sumbunya tersebut adalah nilai-
nilai kemanusiaan sebagai esensinya.
KHD menyampaikan bahwa ada 3 kerangka perubahan kebudayaan yakni :

1. Kodrat keadaan (alam dan zaman).


2. Prinsip melakukan perubahan (Kontinuitas yang bermakna dialog kritis,
Konvergensi maknanya memanusiakan manusia, Konsentris berarti menghargai
keberagaman/keunikan). Pendidikan itu memerdekakan anak, "Biarlah anak-anak
berputar pada sumbunya sesuai dengan orbitnya".
3. Apa yang berubah? yang berubah adalah Budi (Cipta, Rasa, Karsa), Pekerti
(tenaga/raga). Diharapkan kepada pendidik terhadap anak adalah dapat memandang
anak dengan rasa hormat, mendekati dengan dengan kasih sayang, dan menghamba
dengan tidak meminta sesuatu pada sang anak.

Berikut ini merupakan Refleksi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan


tujuan memahami pemikiran Pendidikan KHD serta penerapannya dalam perguruan Taman
Siswa dan 5 sekolah lainnya serta memberi kesempatan untuk memaknai tentang praktik
baik Pendidikan yang menuntun anak untuk mencapai kekuatan kodratnya dalam
ekosistem sekolah oleh Ki Priyo Dwiarso.
Bermain dengan gembira adalah bagian dari Merdeka Belajar istilahnya Kinder spellen
(kodrat Allah). Pada saat anak bermain tidak boleh dilarang dan dimarahi. Sekolah sebagai
taman, dalam sekolah harus ada sistem Among yang berarti ikhlas mengabdi kepada sang
anak tanpa menuntut apapun, Pamong dalam hal ini guru harus dapat menuntun anak
dengan melihat minat dan bakat si anak dengan cara di depan menjadi teladan (Ing Ngarsa
Sung Tuladha), ditengah menjadi penguat dan penyemangat (Ing Madya Mangun Karsa),
di belakang memberi dorongan (Tut Wuri Handayani), Ngemong yakni mendidik harus
dengan penuh kasih sayang dan kekeluargaan.
Kemerdekaan anak lahir dan batin, kemerdekaan dibentuk sejak dini. Dengan bermain
maka pembelajaran akan mudah masuk di dalam hati sehingga mudah memahami dan
selalu diingat oleh anak, kodrat alam tidak pernah berhenti atau melambat, terus berjalan.
Anak ditumbuhkan dan dikembangkan dengan bermain (kodrat Alam).
Ki Hajar Dewantara bersifat multikultur dan Nasionalis,
Dahulu pendidikan bersifat Top down yaitu Guru mutlak ditaati (Tabularasa, yang
sangat ditentang oleh Ki Hajar Dewantara) karena termasuk kemunduran. Kemudian
muncullah Reformasi Pendidikan menjadi Buttom Up berarti melihat bakat dan minat
anak, talenta, yang jadi kemauan anak dan kita sebagai guru harus Handayani (memberi
dorongan atau motivasi dari belakang), sedangkan anak harus aktif mencari tahu sebelum
guru menjelaskan bukan pasif menanti diberi tahu sehingga dapat menimbulkan manfaat
bagi semua untuk kedepannya.
Sutapi Asti Parindansa (Putri pertama Ki Hajar Dewantara) mengalami abnormal,
penyesalan mendalam yang pernah dirasakan Ki Hajar Dewantara yang pernah
dilakukannya kepada putri pertamanya, dari sinilah awal mula Ki Hajar Dewantara
memunculkan janji dari dalam diri akan mendidik dan membesarkan dengan sepenuh hati,
menjunjung sang anak bahwasannya dengan tekad anda (putrinya yang bernama Ni Asti)
mau saya muliakan seumur hidup dan saya akan ikhlas mengabdi padamu. Tekad tersebut
yang menginspirasi Ki Hajar Dewantara yang kemudian beliau menciptakan sistem
Among yaitu dengan ikhlas tanpa pamrih mengabdi kepada sang anak, yang juga
dicantumkan dalam Asas Taman Siswa yang ke 7 yakni Pamong, guru menuntun siswa
sesuai dengan kodrat alam dan zaman.
Mengajar di dalam kelas harus berdasarkan asas kekeluargaan, yaitu menganggap
siswa seperti anak kandung sehingga tercurah kekeluargaan (Asah, Asih, Asuh) yang kuat
dan nyata kepada sang anak/siswa. TRIPUSAT yang meliputi keluarga pertama dan
utama (Basic dari pembinaan karakter Pendidikan), sekolah, masyarakat. Maka akan
dapat mewujudkan Siswa yang Humanis, selamat, dan Bahagia.
Sistem Taman Siswa adalah kekeluargaan, sistem tersebut sangat relevan berlaku untuk
Pendidikan saat ini,
Prediksi Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922, “Pendidikan pada masa yang akan
datang bangsa kita akan mengalami kebingungan yang mengira kemanfaatan yang dirasa
untuk bangsa kita sebetulnya kemanfaatan untuk bangsa lain, sekarang bukan penjajahan
fisik kolonialisme tapi sekarang adalah berupa penjajahan budaya, ekonomi, sosial, jadi
Pendidikan Taman Siswa sangat relevan sekarang berlaku sampai yang akan datang. Inilah
pertama kali Ki Hajar Dewantara menyiapkan Jiwa Merdeka.
TRIKON (Konvergen adalah terbuka mengambil ilmu, memilah dan memilih dari
budaya dunia luar, Konsentris adalah konsentris pada akar budaya luhur kita Bhinneka
Tunggal Ika (musyawarah mufakat, gotong royong). Kontinyu generasi ke generasi adalah
diolah secara kontinyu, hasil-hasil budaya kita harus kita pertahankan secara kontinyu)
akan berlaku selamanya, contohnya seperti mengucapkan Pancasila tidak boleh kebolak-
balik dan harus benar sehingga kita bisa menghayati dan memahami makna yang
sebenarnya, selama kita (manusia) masih sejajar dengan apa yang sesuai dengan kemajuan
kodrat alam (kehendak Allah) dan zaman (dibentuk oleh kodrat manusia) harus menuju :
Memayu Hayuning Sariro (Kemerdekaan secara pribadi).
Memayu Hayuning Bangsa (Kemerdekaan bangsa 17 agustus), ini yang harus
dilestarikan kemudian barulah menuju ke
Memayu Hayuning Bawono (Bersatu dg kemanusiaan universal, bangsa di
alam global menuju satu titik konvergensi internasional yaitu kemanusiaan
yang adil dan beradab).
Kesimpulan : Sekarang banyak sekali mengambil sistem pendidikan (silabus,
kurikulum) tidak asli dari tanah air (yaitu pengaruh luar), jadi kita sebagai guru tentunya
harus pandai-pandai mengambil, memilah dan memilih sistem Pendidikan tersebut.
Padahal sebelumnya sudah banyak yang mengakui metode-metode yang dikeluarkan Ki
Hajar Dewantara yang menjadi rujukan baik dari dalam negri maupun luar negeri. Oleh
karena itu kita harus senantiasa melestarikan budaya (yang sudah diterapkan oleh Ki Hajar
Dewantara) tersebut dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa yang hakiki.
Kegiatan yang akan dilakukan agar proses pembelajaran yang mencerminkan
pemikiran KHD dapat terwujud adalah menerapkan Merdeka Belajar yang berorientasi
pada siswa atau peserta didik melalui pendekatan Pendidikan yang holistik. Pendidikan
holistik adalah Pendidikan untuk membangun tumbuh kembang peserta didik dengan
mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri peserta didik secara seimbang,
meliputi intelektual, emosi, fisik, social, seni dan potensi spiritualnya seiring sejalam dalam
sebuah harmoni.
Dari konsep pemikiran KHD tersebut, sebagai implementasi pembelajaran Budaya local
sesuai dengan pemikiran KHD yang sudah perlu diterapkan antara lain : penanaman nilai
karakter seperti sebelum pembelajaran dimulai, kelas harus dibuat nyaman dengan
penataan kelas yang menyenangkan dan bebas dari sampah serta merespon keinginan siswa
belajar di kelas terbuka (di sekitar sekolah).

Anda mungkin juga menyukai