Anda di halaman 1dari 16

Menilik Efektivitas Mekanisme Sistem Rekruitmen Pendamping

PKH :
Rekruitmen Pendamping Tepat = Pendampingan Akurat
(Analisis terhadap Implementasi Program Keluarga Harapan di
Kelurahan Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten
Sumedang)

Oleh : Dini Fajar Yanti


Abstrak

Hingga detik ini, pemerintahan negara manapun belum mampu menemukan


vaksin untuk “virus” kemiskinan. Berbagai regulasi kebijakan sosial yang kemudian
disebut-sebut sebagai penawar “penyakit” kemiskinan gencar digulirkan, terutama
di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia, salah satunya adalah Program
Keluarga Harapan (PKH). Tujuan utama PKH menekankan pada pengubahan
perilaku KSM yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Posisi
pendamping yang cukup sentral sebagai ujung tombak pergerakan PKH tentu harus
diimbangi dengan kualitas kapasitas diri sebagai pekerja sosial masyarakat dan
bekal keilmuan tentang kemasyarakatan yang mumpuni. Sistem rekruitmen
pendamping PKH saat ini ditengarai belum optimal dalam hal konsistensi proses
seleksi terhadap tujuan utama rekruitmen yaitu menjaring pendamping-pendamping
PKH yang memiliki komitmen, kapasitas keilmuan dan pengalaman di bidang sosial
kemasyarakatan, khususnya dalam hal pengubahan perilaku individu. Sistem
rekruitmen pendamping PKH yang belum efektif berimplikasi pada terekrutnya
pendamping yang kurang memiliki bekal ilmu dan kapasitas dalam pengubahan
perilaku masyarakat maupun melakukan advokasi sosial dan tidak tertanganinya
secara signifikan berbagai permasalahan KSM yang tidak mau melaksanakan
komitmen. Belum optimalnya sistem rekruitmen terlihat dari sistem sosialisasi yang
kurang efektif dan efisien, soal test tertulis dan wawancara yang belum
menggambarkan kemampuan peserta dalam mengubah perilaku masyarakat dan
sistem penilaian seleksi yang belum proporsional.
Alternatif kebijakan kemudian ditujuan kepada Dirjen Banjamsos, antara lain
(1) revisi terhadap sistem rekruitmen pendamping PKH, (2) merekruit pendamping
PKH dari masyarakat lokal yang memiliki pengalaman dalam bidang pengelolaan
masyarakat dan telah memperoleh kepercayaan (trust) dari masyarakat, (3) menambah 1
tahap seleksi yang mampu menggambarkan kompetensi dan komitmen peserta untuk
menjadi pendamping PKH, dan (4) menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di
Indonesia yang telah memiliki program pendidikan keilmuan sosial. Alternatif
kebijakan yang menjadi prioritas adalah Dirjen Banjamsos melakukan “revisi
terhadap sistem rekruitmen pendamping PKH.
Upaya advokasi sosial untuk mempengaruhi kebijakan PKH adalah melalui
dengar pendapat (public hearing) dilingkup kabupaten, kemudian dilanjutkan

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 1


advokasi sosial di tingkat pusat kepada Dirjen Banjamsos. Dirjen Banjamsos
kemudian dapat berkoordinasi dengan pihak terkait seperti UP PKH Kabupaten /
Kota untuk pengkajian ulang terhadap mekanisme sosialisasi, melakukan koordinasi
dengan tim rekruitmen PKH, tim penyusun naskah test tertulis dari UGM, dan tim
seleksi wawancara untuk melakukan pengkajian ulang terhadap penyusunan
mekanisme konten test tertulis, wawancara dan sistem penilaian agar lebih
proporsional.

A. Konteks dan Deskripsi Masalah


Problema utama di negara berkembang seperti Indonesia adalah kemiskinan.
Bank Dunia mencatat bahwa setengah dari populasi dunia hidup dengan pendapatan
dibawah US$ 2 per hari. (Suharto : 2008). Pada prinsipnya dimensi kemiskinan terkait
dengan kapasitas sumber daya manusia, aksesibilitas terhadap kebutuhan utama, dan
keterlibatan pada kesempatan kerja dan usaha (Suharto, 2008). Masyarakat miskin pada
akhirnya akan terjebak dalam siklus permasalahan sosial, seperti yang tergambar dalam
skema berikut :

Siklus Permasalahan Sosial Keluarga Sangat Miskin


kemampuan mengakses layanan pendidikan rendah
tingginya angka pekerja anak
kualitas SDM rendah
DO tinggi

kemampuan mengakses layanan kesehatan rendah


KEMISKINAN kondisi kesehatan keluarga sangat miskin
tumbuh
rendah
kembang anak tidak optimal
KELUARGA

kualitas SDM rendah


produktivitas dan daya tahan tubuh anak rendah
kesehatan anak buruk
tidak mampu berprestasi absen karena sakit tinggi

Untuk merespon berbagai permasalahan dan implikasi dari kemiskinan,


berbagai regulasi kebijakan telah digulirkan dengan membangun berbagai program
jaminan kesejahteraan sosial, salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH)
atau bantuan sosial bersyarat (conditional cash transfer) kepada Keluarga Sangat
Miskin (KSM) dengan memotong siklus permasalahan sosial melalui kemudahan akses
KSM kepada pemberi layanan kesehatan dan pendidikan. PKH berlandaskan pada
INPRES NO. 3 Tahun 2010 Tentang “Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 2


Program Pro-Rakyat dan PERPRES NO. 15 Tahun 2010 Tentang “Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.

Program ini menitikberatkan pada upaya pengubahan perilaku KSM yang


relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Pelaksanaan program PKH perlu
adanya pendamping, keberadaan pendamping menjadi penting karena merupakan
pejuang hak KSM, dan diibaratkan pula sebagai “mata dan telinga” bagi program PKH.
Hingga tahun 2010 sejumlah 4469 orang pendamping telah mengabdikan diri di
Indonesia. Kelurahan Regolwetan Kabupaten Sumedang merupakan salah satu dari 11
kelurahan di Kabupaten Sumedang yang menerima PKH, dari sejumlah 8.232 jiwa
penduduk (2.415 KK) kelurahan ini (data kependudukan 2009), 47 KK masuk dalam
keluarga sangat miskin (KSM) penerima PKH sejak tahun 2008.
Perluncuran PKH di beberapa kabupaten di Indonesia tidak tanpa masalah.
Beberapa masalah muncul berkenaan dengan pelaksanaan teknis PKH, salah satu yang
tengah menjadi sorotan adalah belum efektifnya sistem rekruitmen pendamping PKH
dalam menjaring calon-calon pendamping yang benar-benar memiliki komitmen,
kapasitas dan pengalaman dalam melaksanakan tugas utama pendampingan PKH yaitu
“pengubahan sikap dan perilaku masyarakat untuk memberikan perhatian yang besar
kepada pendidikan dan kesehatan anaknya”, dalam hal ini Keluarga Sangat Miskin
(KSM).
Belum efektifnya sistem perekrutan pendamping terlihat pada proses sosialisasi.
Dirjen Banjamsos mengirimkan surat keputusan pada UP PKH Kabupaten / Kota untuk
melakukan sosialisasi, menampung dan menyeleksi persyaratan administratif calon
pendamping PKH. Pihak UP PKH Kabupaten Sumedang mengakui adanya kekurangan
dalam cara sosialisasi yang dilakukan oleh pihaknya, sosialisasi dilakukan hanya dalam
waktu 10 hari melalui media cetak-informasi (radio dan koran lokal), pamflet di setiap
kantor kecamatan, kantor kelurahan dan kantor UP PKH Kabupaten. Sosialisasi belum
optimal dalam mempertimbangkan tepat sasaran atau tidaknya informasi yang
disebarkan kepada pihak yang akan menerimanya, dan sosialisasi belum difokuskan
pada wilayah-wilayah yang memungkinkan pihak yang berkapasitas menjadi calon
pendamping PKH mengetahui pengumuman tersebut. Fakta menunjukkan di Kelurahan
Regolwetan saja, cukup banyak masyarakat yang tidak mengetahui pengumuman
perihal rekruitmen pendamping PKH. Semua pendamping PKH angkatan 2009

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 3


memperoleh informasi rekruitmen dari pendamping angkatan 2008, bukan dari pamflet,
media cetak maupun informasi yang disebarkan UP PKH Kab Sumedang. Kasi kesos
Kecamatan Sumedang Selatan pun menyatakan bahwa sosialisasi rekruitmen yang salah
satunya disebarkan melalui pamflet di kantor-kantor kecamatan belum cukup efektif,
karena dengan cara tersebut belum memungkinkan pihak kecamatan akan mau
mensosialisasikan ke masyarakat luas.
Materi yang diujikan dalam seleksi rekruitmen pendamping oleh UP PKH Pusat
juga belum mewakili tujuan utama dari PKH, sebagai contoh dalam test tertulis, dari 60
soal yang terdiri dari pilihan ganda, soal menjodohkan kata dan esay, hanya sekitar 10
persen saja soal yang mampu menggambarkan bahwa peserta mampu berperan di
masyarakat dan berkaitan dengan ilmu pekerjaan sosial masyarakat. Mayoritas soal
berhubungan dengan pengetahuan peserta di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan,
isu kebijakan publik dan beberapa hal menyangkut PKH.
Dalam test wawancara, yang banyak ditanyakan adalah tentang teknis
pelaksanaan PKH, motivasi menjadi pendamping PKH, kesesuaian latarbelakang
pendidikan dengan pendampingan PKH. Jarang sekali ditanyakan tentang penyelesaian
suatu isu masalah di masyarakat, bagaimana pendamping mengupayakan penyelesaian
masalah tersebut dan komitmen serta kesungguhan peserta untuk menjadi pendamping
PKH. Kemudian dalam simulasi yang umumnya diujikan oleh penguji adalah sebatas
pidato dan sosialisasi tentang PKH. Jarang sekali penguji meminta peserta untuk
mensimulasikan tentang bagaimana peserta melakukan penyelesaian suatu masalah atau
kasus yang rumit pada KSM. Test wawancara seharusnya merupakan momen bagi
penguji untuk mengetahui sejauh mana komitmen, kapasitas dalam penyelesaian
masalah, pengalaman peserta berkenaan dengan bidang pengubahan perilaku
masyarakat dan sejauh mana keterlibatannya dalam kehidupan bermasyarakat di
lingkungannya. Sehingga nanti diharapkan peserta yang lolos merupakan peserta dari
wilayah setempat yang memiliki bekal keilmuan dan pengalaman dalam bermasyarakat
khususnya pengubahan perilaku masyarakat, atau paling tidak masyarakat setempat
yang telah memiliki pengalaman dalam pengelolaan masyarakat dan telah memperoleh
kepercayaan (trust) dari lingkungan sosialnya.
Penilaian hasil seleksi dilakukan secara bertahap sesuai tahapan seleksi, peserta
yang lolos yang boleh mengikuti seleksi tahap selanjutnya adalah peserta yang

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 4


memperoleh skor tertinggi (lingkup kabupaten), kemudian pada seleksi tahap akhir
(wawancara), peserta yang lolos adalah peserta yang memperoleh nilai tertinggi dari
rata-rata skor test tertulis dan wawancara (lingkup kabupaten). Penilaian belum
memperhatikan dari keterwakilan wilayah (kecamatan) atas pendamping yang terekrut.
Hal ini yang menyebabkan banyaknya pendamping yang berasal dari wilayah yang
berbeda dengan wilayah dampingannya, seperti yang terjadi di Kabupaten Sumedang,
sejumlah 26 (56,5 persen) pendamping berasal dari kecamatan yang berbeda dengan
wilayah dampingannya. Pendamping yang berasal dari wilayah yang sama dengan
wilayah dampingannya tentu akan lebih optimal dalam pelaksanaan pendampingannya,
selain karena sudah memperoleh kepercayaan dari masyarakat sekitarnya, pendamping
tersebut juga telah mengenal masyarakatnya sebelumnya.
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu pelaksana PKH percontohan yang
memperoleh penilaian yang baik, relatif jarang ditemukan kasus yang cukup signifikan.
Pasca proses rekruitmen pendamping, muncul beberapa fakta, praktikan menemukan 3
kasus di wilayah Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang yang
menunjukkan belum maksimalnya kapasitas pendamping dalam merespon berbagai
permasalahan pada proses upaya perubahan perilaku KSM. Terdapat 2 kasus, adanya
anak usia SMP peserta PKH yang tidak mau melanjutkan sekolah karena telah bekerja
dan orang tuanya mendukung anak tersebut untuk bekerja. Terdapat 1 kasus, adanya
anak dengan kecacatan / tuna grahita (usia SD) tidak disekolahkan oleh orang tuanya di
SLB, karena orang tuanya menganggap menyekolahkan anak tersebut hanya akan
menghabiskan biaya yang besar, padahal di sisi lain anak tersebut memiliki keinginan
untuk terus sekolah. Pada ketiga gambaran kasus tersebut, pendamping terlihat belum
melakukan upaya yang signifikan dan efektif yang mengarah pada perubahan sikap
KSM. Pendamping umumnya cepat mengambil langkah me-non eligible aktifkan
kemudian membiarkan KSM. Hal ini dilakukan pendamping ketika di lapangan
ditemukan kasus dimana sasaran tidak mau melaksanakan komitmen padahal sudah
dilakukan pendekatan persuasif dan motivatif, tetapi tetap tidak ada respon. Dalam
kasus ini, Upaya penyelesaian masalah yang dilakukan pendamping belum efektif juga
tidak lepas dari honor pendamping yang relatif kecil, sedangkan masing-masing
pendamping harus bertanggung jawab kepada 132 hingga 327 KSM. Ironisnya pelatihan
yang diberikan kepada pendamping baru diberikan setelah pendamping bekerja di

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 5


lapangan selama 1 bulan, konten dari pelatihan tersebut 90 persen adalah ceramah
(pembahasan tugas pendampingan) dan ada beberapa simulasi, tetapi belum mengarah
pada simulasi bagaimana mengatasi berbagai masalah yang kemungkinan muncul
dimasyarakat dan bagaimana teknik mengatasi suatu kasus. Materi tentang dasar-dasar
pendampingan hanya diberikan 3 SKS, padahal ini merupakan materi yang tidak kalah
penting bagi seorang pendamping selain materi teknis pelaksanaan PKH.

Berbagai faktor ikut andil berpengaruh sebagai penyebab kurang efektifnya


sistem rekruitmen pendamping PKH oleh Dirjen Banjamsos, antara lain :

1. Dirjen Banjamsos dalam menginstruksikan dilakukannya sosialisasi rekruitmen


pendamping PKH oleh UP PKH Kabupaten / Kota belum mewajibkan untuk
memfokuskan pada cara-cara sosialisasi yang memungkinkan masyarakat yang
memiliki bekal keilmuan pengubahan perilaku masyarakat dan pengalaman dalam
bekerja dalam masyarakat mengetahui informasi tersebut.
2. Dirjen Banjamsos menetapkan kebijakan waktu untuk sosialisasi oleh UP PKH
Kabupaten / Kota hanya 10 hari, waktu yang relatif singkat ini membuat proses
sosialisasi menjadi belum efektif.
3. Dirjen Banjamsos belum memberikan kewajiban kepada UP PKH Kabupaten /
Kota sebagai pihak penyelenggara sosialisasi rekruitmen calon pendamping PKH
untuk menjelaskan apa tugas yang akan diemban oleh seorang pendamping
program PKH pada pengumuman yang disampaikan ke masyarakat.
4. Dirjen Banjamsos belum menyusun secara khusus petunjuk teknis sistem
rekruitmen pendamping PKH, pedoman yang selama ini dipegang oleh tim
rekruitmen hanya berupa panduan tertulis yang belum disusun secara lengkap.
5. Tim penyusun soal seleksi (dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) berasal dari
berbagai disiplin ilmu, bukan tim khusus yang berlatarbelakang disiplin ilmu yang
bersinggungan dengan perilaku individu dan masyarakat saja, sehingga konten soal
tertulis tidak banyak yang menggambarkan kemampuan peserta dalam pengubahan
perilaku dalam masyarakat.

Sistem perekrutan pendamping yang belum efektif akan mungkin memunculkan


permasalahan baru pada pelaksanaan program PKH. Masalah yang kemungkinan dapat

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 6


muncul sebagai akibat dari sistem rekruitmen pendamping yang belum efektif antara
lain :

1. Terekrutnya pendamping yang kurang memiliki komitmen, bekal ilmu, pengalaman


dan kapasitas dalam pengubahan perilaku dan sikap masyarakat.
2. Belum optimalnya penanganan berbagai permasalahan KSM yang tidak mau
melaksanakan komitmen secara signifikan dan efektif.
3. Tujuan utama dari Program Keluarga Harapan yaitu memotong mata rantai
kemiskinan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia akan sulit tercapai
dengan maksimal.

B. Evaluasi Kebijakan Sosial

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) berlandaskan pada Peraturan


Presiden No. 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulanan Kemiskinan dan Inpres
No. 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Kesuksesan PKH
tidak lepas dari kemampuan pendamping PKH dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya terutama dalam hal memotivasi peserta untuk memenuhi komitmennya,
mengupayakan pendekatan perubahan perilaku atas sikap peserta yang kurang
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan melakukan advokasi sosial atas hak-
hak peserta. (Buku Kerja Pendamping PKH 2010).

Salah satu masalah yang tengah menjadi sorotan publik adalah tentang
mekanisme sistem rekruitmen pendamping PKH. Sebenarnya kebijakan Dirjen
Banjamsos dalam membentuk tim khusus penyusun soal test tertulis dari Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta telah relevan karena tim tersebut adalah dosen-dosen ahli
kebijakan sosial, hanya saja tim penyusun soal berasal dari berbagai disiplin ilmu,
bukan dari tim khusus yang berlatarbelakang disiplin ilmu yang bersinggungan dengan
perilaku individu dan masyarakat saja, inilah yang memungkinkan tersusunnya konten
soal test tertulis yang tidak banyak menggambarkan kemampuan peserta dalam
pengubahan perilaku dalam masyarakat.

Tim penguji saat test wawancara / interview juga telah mumpuni yaitu dari pihak
kementerian sosial dan dosen-dosen perguruan tinggi pengajar ilmu sosial, namun

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 7


belum optimal dikarenakan tidak adanya kesamaan persepsi antar penguji tentang hal-
hal apa yang wajib digali dari peserta, sehingga yang ditonjolkan dalam test interview
bukan hanya kemampuan public speaking tetapi juga bagaimana peserta mampu
menganalisa dan menyelesaikan suatu kasus.

Sosialisasi yang dilakukan UP PKH Kabupaten / Kota merata di berbagai media


masa dan elektronik, penyebaran pamflet dilakukan di setiap kantor kecamatan, hanya
saja beberapa sisi masih belum efektif dan efisien, antara lain dalam pamflet tidak
dijelaskan secara rinci inti dari tujuan PKH dan bagaimana gambaran tugas yang akan
diemban pendamping, sosialisasi dilakukan relatif singkat yaitu 10 hari, sosialisasi
belum difokuskan pada wilayah yang memungkinkan pihak yang berkualifikasi
mengetahui pengumuman tersebut, dan sosialisasi belum dilakukan secara intensif di
kelurahan-kelurahan yang terdapat quota KSM.

Dari aspek mekanisme penilaian sebenarnya telah relevan untuk menentukan


peserta mana yang layak lolos, hanya saja belum adanya kebijakan bahwa peserta yang
lulus adalah peserta dengan nilai tertinggi dari masing-masing wilayah (kecamatan),
bukan nilai tertinggi dari total peserta dalam lingkup kabupaten / kota, menjadikan
kebanyakan peserta yang lolos seleksi tidak berasal dari wilayah dampingannya.

 Alternatif Kebijakan

Untuk mengatasi masalah belum efektifnya sistem rekruitmen pendamping PKH


oleh Dirjen Banjamsos, berikut ini adalah alternatif-alternatif kebijakan yang dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi Dirjen Banjamsos sebagai pihak penyelenggara
rekruitmen pendamping PKH nasional :

1. Dirjen Banjamsos melakukan revisi terhadap mekanisme sistem rekruitmen


pendamping PKH.
Revisi terhadap mekanisme sistem rekruitmen pendamping PKH yang kurang
menggambarkan fokus utama dari PKH . Revisi dilakukan pada beberapa aspek,
antara lain :
1) Mekanisme Sosialisasi

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 8


Memberikan arahan kepada Dinas Sosial / UP PKH Kabupaten (penyelenggara
sosialisasi rekruitmen tingkat kabupaten) untuk melakukan penyempurnaan
sosialisasi, antara lain :
a. Mewajibkan untuk mencantumkan tujuan pokok PKH secara jelas
b. Memfokuskan sosialisasi pada wilayah yang memungkinkan pihak yang
memiliki bekal keilmuan dan pengalaman dalam pengubahan perilaku
masyarakat mengetahui pengumuman tersebut.
c. Memberikan waktu sosialisasi yang lebih panjang.
d. Memfokuskan dan mengintensifkan sosialisasi pada kelurahan-kelurahan
yang memperoleh quota KSM.
2) Mekanisme Test Tertulis dan Test Wawancara (Interview)
a. Konten dari test tertulis disempurnakan sehingga porsi soal-soal yang
disajikan proporsional dan mampu menggambarkan kapasitas, kualitas serta
pengalaman peserta dalam melakukan pengubahan perilaku individu. Misal
sebanyak 60% dari total soal adalah pertanyaan yang mampu
menggambarkan kemampuan peserta dalam mengubah perilaku manusia,
kemampuan menerapkan program PKH di masyarakat, pengalaman dalam
bekerja di masyarakat / organisasi, dan kemampuan menyikapi suatu masalah
sosial yang kemungkinan muncul di masyarakat pasca digulirkannya PKH.
10% soal pengetahuan bidang pendidikan, 10% soal pengetahuan bidang
kesehatan, dan 20% soal pengetahuan tentang PKH.
b. Tahap Test Wawancara (interview)
Konten dari test wawancara lebih difokuskan pada pertanyaan yang mampu
menggambarkan sejauh mana komitmen (loyalitas), kapasitas dalam
penyelesaian masalah, pengalaman yang berkenaan dengan bidang
pengubahan perilaku masyarakat dan sejauh mana keterlibatan peserta dalam
kehidupan bermasyarakat di lingkungannya.
3) Mekanisme Penilaian
Mekanisme penilaian dibuat lebih proporsional, tidak hanya ditentukan secara
langsung dari peserta dengan nilai tertinggi dari peserta secara keseluruhan,
tetapi dengan pula mempertimbangkan keterwakilan peserta dari masing-masing

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 9


wilayah, sehingga dimungkinkan pendamping PKH berasal dari wilayah
dampingannya.
2. Dirjen Banjamsos merekruit pendamping PKH dari masyarakat lokal yang
memiliki pengalaman dalam bidang pengelolaan masyarakat dan telah memperoleh
kepercayaan (trust) dari masyarakat.
Dirjen Banjamsos dapat memanfaatkan sumber daya manusia lokal (local human
capital) yang telah lama berperan dalam institusi lokal masyarakat menjadi
pendamping PKH (tokoh agama, tokoh organisasi lokal, tokoh pemuda). Individu-
individu ini tentu telah memperoleh kepercayaan (trust) dari masyarakatnya, selain
itu pengalaman dalam berhubungan dan melakukan pengelolaan masyarakat pasti
telah dimilikinya sehingga masyarakat akan mudah menerima keberadaan individu
tersebut sebagai pendamping PKH. Bekal keilmuan tentang sosial kemasyarakatan
nantinya dapat diberikan pasca rekruitmen melalui pelatihan-pelatihan.
3. Dirjen Banjamsos menambah 1 tahap seleksi yang mampu menggambarkan
kompetensi penyelesaian kasus dan komitmen peserta untuk menjadi pendamping
PKH.
Penambahan tahapan seleksi ini dimaksudkan agar dapat terlihat sejauh mana
kemampuan dan keterampilan (skill) peserta dalam melakukan penyelesaian kasus
di masyarakat, dari tahap seleksi ini akan terlihat dengan lebih jelas kapasitas dan
kelayakan peserta untuk menerima tugas sebagai pendamping PKH serta sejauh
mana komitmen dari peserta untuk menjadi pendamping PKH.
4. Dirjen Banjamsos menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia yang
telah memiliki program pendidikan keilmuan sosial-psikologi.
Kesepakatan kerja sama ini memungkinkan dapat dilakukan, sehingga lulusan-
lulusan jurusan keilmuan sosial (kesejahteraan sosial, sosiologi, pekerjaan sosial,
psikologi dan sebagainya) di perguruan tinggi yang memenuhi kualifikasi dapat
secara langsung terekrut setelah memenuhi kualifikasi sebagai pendamping PKH.
 Analisis SWOPA

Analisis Alternatif Kebijakan Penanganan Permasalahan Kurang Efektifnya


Sistem Rekruitmen Pendamping oleh Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial R.I
dengan SWOPA

Alternatif Kekuatan Kelemahan Peluang Masalah Tindakan

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 10


Kebijakan (Strengths) (Weakness) (Opportunity) (Problem) (Action)
1. Dirjen  Calon peserta  Akan menambah  Adanyadukun  Memerlukan  Melakukan
Banjamsos rekruitmen akan jumlah anggaran gan dari pihak anggaran pengkajian
melakukan memperoleh dana kelurahan, penyelengga ulang
revisi kejelasan informasi penyelenggara tokoh raan,waktu terhadap
terhadap tentang gambaran An, waktu dan masyarakat dan tenaga mekanisme
sistem tugas pendamping tenaga yang dan yang lebih sistem
rekruitmen PKH. lebih banyak. masyarakat. banyak. rekruitmen
pendampin  Sosialisasi akan  Adanya pendamping
g PKH lebih efektif dan dukungan dari sehingga
efisien pihak UP lebih efektif
 Konten dari PKH dan efisien,
pertanyaan dalam Kecamatan baik dari
test tertulis maupun maupun aspek
wawancara mampu Kabupaten. sosialisasi
menggambarkan rekruitmen,
kapasitas peserta aspek
sebagai penyusunan
pendamping. test tertulis
 Peserta yang lolos maupun
seleksi adalah wawancara,
orang-orang yang dan
berkapasitas sebagai mekanisme
pendamping PKH. penilaian.
2. Dirjen  Orang yang direkruit  Individu tersebut  Memanfaatka  .Akan  Dirjen
Banjamsos tersebut pasti telah belum tentu n sumber daya memunculka banjamsos
merekruit memperoleh memiliki manusia lokal n polemik di dapat
pendampin kepercayaan dari kapasitas dalam berarti masyarakat merekruit
g PKH dari masyarakat pengubahan memanfaatkan karena pendamping
masyarakat setempat. perilaku aset rekruitmen PKH dari
lokal yang  Orang tersebut paling masyarakat. masyarakat pendamping masyarakat
memiliki tidak memiliki setempat, ini PKH lokal yang
pengalama pengalaman dalam merupakan sebelumnya memiliki
n dalam bidang sosial salah satu memberikan pengalaman
bidang kemasyarakatan bentuk ruang bagi dalam
pengelolaan khususnya pemberdayaan semua bidang
masyarakat bagaimana masyarakat. lulusan pengelolaan
dan telah menghadapi  Kemungkinan perguruan masyarakat
memperole permasalahan dalam besar akan tinggi untuk (aktif dalam
h masyarakat. didukung oleh mendaftar organisasi
kepercayaa  Orang tersebut akan masyarakat sebagai lokal atau
n (trust) lebih mudah setempat. peserta. perkumpula
dari diterima oleh n lokal).
masyarakat masyarakat.
 Orang tersebut paham
akan kondisi
masyarakatnya.
3. Dirjen  Penambahan tahapan Akan menambah  Tambahan  Akan  Menambahk
Banjamsos seleksi tersebut akan anggaran tahap seleksi menambah an 1 tahapan
menambah mampu pelaksanaan ini merupakan dana, waktu seleksi,yaitu

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 11


1 tahap menggambarkan rekruitmen pelengkap dan tenaga berupa
seleksi yang bagaimana tingkat pendamping , dari tahapan yang lebih seleksi yang
mampu kemampuan dan waktu dan tenaga seleksi banyak. mampu
menggamb sikap peserta dalam yang harus sebelumnya, memberikan
arkan mengatasi masalah disediakan oleh sehingga lebih gambaran
kompetensi dilapangan. Dirjen Bantuan mampu kompetensi
penyelesaia  Peserta yang lolos dan Jaminan menggambark dan
n kasus dan seleksi akan lebih Sosial an bagaimana komitmen
komitmen pada peserta yang Departemen kompetensi peserta.
peserta memiliki Sosial R.I peserta dalam
untuk kemampuan menyelesaika
menjadi melakukan n suatu kasus
pendampin pengubahan perilaku yang rumit
g PKH dalam masyarakat dan tingkat
dan memiliki komitmennya.
komitmen tinggi.

4. Dirjen  Lulusan perguruan  Akan terjadi  Akan  Akan  .Dirjen


Banjamsos tinggi tersebut pasti masalah krisis memperoleh memunculka Banjamsos
menjalin telah memiliki bekal kepercayaan dari dukungan n polemik di melakukan
kerja sama ilmu maupun pihak Dirjen dari masyarakat kerja sama
dengan pengalaman di Bantuan dan perguruan karena dengan PT
perguruan bidang Jaminan Sosial tinggi rekruitmen yang
tinggi di kemasyarakatan, Departemen tersebut. pendamping memiliki
Indonesia sehingga sesuai Sosial R.I jika PKH prog
yang telah dengan kriteria kemudian lulusan sebelumnya pendidikan
memiliki seorang pendamping perguruan tinggi memberikan keilmuan
program PKH. tersebut kurang ruang bagi sosial,
pendidikan  Tidak perlu memiliki semua pendamping
keilmuan mengeluarkan kemampuan lulusan PKH dapat
sosial. anggaran dana untuk sesuai dengan perguruan langsung
pengadaan kriteria seorang tinggi untuk direkruit dari
rekruitmen pendamping mendaftar lulusan PT
pendamping. PKH. sebagai tersebut
 Akan peserta. dengan
dimungkinkan melalui
terjadi seleksi
permasalahan kelayakan
baru jika lulusan dan
perguruan tinggi pengalaman
yang telah peserta.
direkrut sebagai
pendamping PKH
memperoleh
wilayah kerja
yang jauh dari
tempat
tinggalnya.

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 12


Berdasar pada analisis SWOPA dari beberapa alternatif kebijakan diatas, maka
opsi kebijakan yang menjadi prioritas adalah opsi kebijakan pertama yaitu “Dirjen
Banjamsos melakukan revisi terhadap sistem rekruitmen pendamping PKH”.
C. Strategi Advokasi
Upaya advokasi untuk mempengaruhi kebijakan PKH adalah melalui dengar
pendapat (public hearing) dengan tokoh masyarakat, lurah, pendamping PKH, KSM
(baik yang menerima dana PKH maupun yang belum) di Kelurahan Regolwetan,
perwakilan masing-masing service provider (pendidikan dan kesehatan), perwakilan
Kantor Kecamatan (Kasi Sosial) dan perwakilan operator UP PKH Kabupaten. Pada
pertemuan tersebut, berbagai stakeholder peserta pertemuan mendukung penuh opsi
kebijakan yang praktikan usulkan, bahkan Kasi Sosial Kecamatan dan perwakilan
operator UP PKH Kabupaten mengiyakan berbagai fakta tentang belum efektifnya
sistem rekruitmen pendamping PKH yang selama ini telah dilaksanakan, terutama
dalam hal kurang koordinasi lintas sektoral dalam hal sosialisasi pengadaan rekruitmen.
Perwakilan operator UP PKH Kabupaten pun juga menyampaikan tambahan fakta
bahwa pada rekruitmen pendamping tahun 2008, sosialisasi tidak dilakukan secara
signifikan bahkan terkesan ditutup-tutupi dan hanya untuk “kalangan dalam” saja.

Langkah selanjutnya yang dapat ditempuh adalah melakukan advokasi di tingkat


pusat, yaitu pada Dirjen Banjamsos selaku pihak penyelengara rekruitmen pendamping.
Tindak lanjut dari advokasi ini selanjutnya Dirjen Banjamsos melakukan koordinasi
dengan pihak terkait seperti tim rekruitmen PKH, tim penyusun naskah test tertulis dari
UGM, dan tim seleksi wawancara untuk melakukan pengkajian ulang terhadap
penyusunan mekanisme konten test tertulis, wawancara dan sistem penilaian agar lebih
proporsional sehingga seleksi yang diberikan benar-benar mampu menggambarkan
komitmen, kapasitas dan pengalaman peserta dalam hal sosial kemasyarakatan terutama
dalam hal pengubahan perilaku masyarakat yang kurang mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan. Dirjen Banjamsos selanjutnya dapat melakukan koordinasi dengan UP
PKH Kabupaten / Kota dan UP PKH Kecamatan untuk pengkajian ulang mekanisme
sistem sosialisasi sehingga lebih efektif dan efisien.

Advokasi Tingkat Pusat


(tahap akhir)

Dirjen Banjamsos + UP PKH Kab / Kota Pengkajian ulang / revisi thd :


Tim rekruitmen pendamping • Mekanisme sosialisasi
Tim penyusun test tertulis (UGM)
Dini Fajar Yanti |• Policy
KontenBrief 13 dan
test tertulis
Tim seleksi wawancara wawancara
• Mekanisme penilaian
GOAL

Advokasi Tingkat Kabupaten / Kota


(tahap awal)
GOAL
Analis Kbjkn + Stakeholder Lingkup kab/ Dukungan thd kebijakan yg

Pengguliran kebijakan baru tidak akan lepas dari pihak-pihak yang bersikap
menentang, netral maupun mendukung. Pihak yang mungkin akan bersikap menentang
adalah UP PKH Kabupaten / Kota (penyelengara sosialisasi). Revisi sistem rekruitmen
berarti perubahan beberapa aspek yang dianggap kurang efektif, dengan cara
memperluas lingkup sasaran sosialisasi, sosialisasi lebih terfokus dan memperpanjang
waktu sosialisasi. Hal ini berarti semakin menambah tugas dan anggaran yang harus
dikeluarkan oleh UP PKH Kabupaten / Kota. Pihak yang diidentifikasi akan bersikap
netral adalah masyarakat peserta rekruitmen pendamping PKH. Pihak yang
memungkinkan akan bersikap mendukung adalah Dirjen Banjamsos selaku pembentuk
tim penyelenggara rekruitmen pendamping. Berdasarkan hasil analisis atas pihak-pihak
pemangku kepentingan dalam kebijakan yang akan digulirkan maka untuk
meminimalisir penolakan dari stakeholder yang akan merasa dirugikan adalah dengan
dialokasikannya secara khusus dana untuk sosialisasi rekruitmen pendamping PKH oleh
Dirjen Banjamsos hal ini akan memperkecil munculnya pergesekan dampak dari
digulirkannya kebijakan tersebut.

D. Kesimpulan

Program Keluarga Harapan merupakan salah satu dari berbagai program


pemercepat pencapaian MDGs yang memerlukan tenaga pendamping dalam
pelaksanaanya. Pelaksanaan rekruitmen pendamping PKH di berbagai daerah penerima
PKH tengah menjadi sorotan publik disetiap tahunnya. Sebagai salah satu upaya solutif
dalam penanganan permasalahan belum efektifnya mekanisme sistem rekruitmen
pendamping maka perlu digulirkan kebijakan “Dirjen Banjamsos melakukan revisi

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 14


terhadap mekanisme sistem rekruitmen pendamping PKH”. Revisi difokuskan pada
berbagai aspek, baik dari aspek mekanisme sosialisasi, aspek mekanisme test tertulis
dan wawancara serta mekanisme penilaian seleksi. Kebijakan ini diarahkan untuk lebih
menyempurnakan mekanisme rekruitmen yang telah ada sehingga nantinya peserta yang
lolos seleksi adalah orang dari wilayah setempat yang benar-benar memiliki komitmen
tinggi, bekal keilmuan sosial kemasyarakatan, kapasitas dan pengalaman di bidang
sosial kemasyarakatan khususnya dalam hal pengubahan sikap atau perilaku masyarakat
yang kurang mendukung upaya peningkatan kesejahteraan sosial. Sehingga nantinya
tujuan utama PKH diharapkan mampu tercapai secara maksimal.

Daftar Pustaka

Suharto, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung ; Alfabeta.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung ; Alfabeta.

Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas


Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung ; Alfabeta.

Sumber lain :

Data Dampingan Pendamping dan Operator PKH Kabupaten Sumedang, 2010.

Data Monografi Kelurahan Regolwetan Kecamatan Sumedang Selatan, 2009.

Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan


Sosial Kementerian Sosial RI. 2010. Buku Kerja Pendamping PKH. Kementerian
Sosial RI ; Jakarta.

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 15


Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan
Sosial Kementerian Sosial RI. 2010. Buku Saku Pendamping PKH. Kementerian
Sosial RI ; Jakarta.

Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan


Sosial Kementerian Sosial RI. 2010. Pedoman Umum Program Keluarga
Harapan (PKH). Kementerian Sosial RI ; Jakarta.

Surat Perjanjian Kontrak Kerja Tenaga Pendamping Program Keluarga Harapan.

Dini Fajar Yanti | Policy Brief 16

Anda mungkin juga menyukai