Anda di halaman 1dari 122

KAPITA SELEKTA BAHASA INDONESIA

(Kajian Umum Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi)

Dr. Ketut Yarsama, M.Hum.


Gede Sidi Artajaya, S.Pd.,M.Pd.
Ni Putu Desy Damayanthi, S.Pd.,M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MAHADEWA INDONESIA


LEMBAR PERSEMBAHAN
Karya saya yang pertama dan utama ini adalah hasil buah pikiran selama bergelut di
bidang pendidikan, khususunya Bahasa Indonesia. Karya ini saya persembahkan untuk
peserta didik yang masih mengalami kebimbangan dan kebingungan ketika belajar
Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Karya ini juga saya sembahkan kepada kedua
orang tua dan istri tercinta. Semoga dapat memberi pengetahuan yang informatif,
edukatif, dan inovatif bagi kalangan pelajar.
PRAKARTA
Puji syukur penulis penjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
atas asung kerta waranugraha-Nya, buku ajar yang berjudul ”Bahasa Indonesia
Megajarakan Apa? (Implementasi Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi)” dapat
diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.
Buku ini ditulis untuk menambah referensi terkait pembelajaran mata kuliah
umum Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Kerja keras bukan satu-satunya jaminan
menyelesaikan buku ini, namun uluran tangan dari berbagai pihak, baik secara material
maupun non-material, telah menjadi energi tersendiri sehingga buku ini dapat berwujud,
walaupun belum sempurna. Oleh sebab itu, pada lembar-lembar awal buku ini, izinkan
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1) Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, yang telah memberikan bantuan
secara moril dan memfasilitasi berbagai kepentingan penulis, selama penulis
menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Seni Rupa FKIP UPMI;
2) Ni Putu Desy Damayanthi, S.Pd.,M.Pd. rekan sejawat yang menjadi tim penulis
sebagai penyumabang gagasan dalam penyusunan buku ini;
3) Rekan-rekan seangkatan Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang telah
banyak memberikan kontribusi membentuk kemandirian penulis dalam
penyelesaian buku ini;
4) Bapak Dr. Ketut Yarsama, M.Hum. dan Ibu Ni Made Werdi selaku orang tua
penulis, yang telah banyak membantu secara material dan moral;
5) Ns. Ni Putu Kinta Aristia, S.Kep dan Putu Bagus Aditya Aris Sidi sebagai
motivasi penulis dalam menyusun buku ini; dan
6) Widya Dharma Sidi selaku saudara kandung, yang telah memberikan motivasi
dan dukungan secara moril selama perjalanan studi yang telah dilakoni di
program studi ini;
Semoga semua karma yang telah mereka taburkan dalam perjalanan penyususna
buku ini terhargakan dengan sepantasnya oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga
mereka diberi jalan, rezeki, dan keharmonisan dalam menjalani setiap langkah
kehidupan.
Penulis menyadari, bahwa buku ini belum dapat dikategorikan sempurna, namun
terlepas dari semua predikat tersebut, yang jelas kehadirannya dalam konstelasi
masyarakat akademis, akan ikut serta memberikan warna bagi membangun dunia
pendidikan, walau hanya setitik. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi masyarakat
akademis, terutama mereka yang menyatakan diri bernaung di bawah kebesaran panji-
panji pendidikan.

Denpasar, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

TEMA 1

SEJARAH BAHASA INDONESIA…………………………………………….12

TEMA 2

SIKAP PEMAKAI BAHASA INDONESIA……………………………………20

TEMA 3
TEMA I
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan


menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta semakin berkembang dan
bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa dan antarkerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di
wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda Indonesia yang bergabung
dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928).
Ada tujuh faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa
Indonesia, yaitu :
1. Bahasa melayu sudah merupakan "lingua franca" di Indonesia, bahasa
perhubungan dan bahasa perdangangan zaman Sriwijaya (ekstralinguistik).
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu
tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus) (intralinguistik).
3. Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dengan
penyebaran yang merata (ekstralinguisitik).
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas zaman Sriwijaya (ekstralinguistik).
5. Bahasa Melayu mudah dipelajari dan sederhana karena hanya memiliki 26
huruf, yaitu vokal 5 dan konsonan 21 (intralingustik).
6. Bahasa Melayu mengikuti hukum DM (Diterangkan-Menerangkan)
intralingustik.
7. Bahasa Melayu memiliki tipe aglutinasi (proses afiksasi yang sederhana)
intralingustik.
Jadi jika diklasifikasikan bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa Indonesia
karena dipengaruhi dua faktor, yaitu intralinguistik dan ekstralinguistik. Sejarah
perkembangannya secara lebih spesifik dimulai dari abad ke-15 berkembang bentuk
yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan
Malaka yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Pada
akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu
(Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi.
Pada periode ini mulai terbentuk “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari
bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian
digunakan sebagai "lingua franca" (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum
banyak yang menggunakannya sebagai bahasa Ibu. Bahasa Ibu masih menggunakan
bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya
Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri
yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain sehingga
bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia
Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.” Pada
awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah
Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen, sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di
bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Prakemerdekaan
Pada dasarnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman
Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antarsuku di Nusantara
dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam
Nusantara dan dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari
berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
1. Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380.
2. Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
3. Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
5. Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.
Sejak zaman Sriwijaya bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan
sastra.
2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antarsuku di Indonesia.
3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang
yang berasal dari luar Indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan
Berhubung dengan menyebarnya bahasa Melayu ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara serta makin
berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah
diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa dan antarkerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di
wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda Indonesia yang tergabung
dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para
pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air
Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa
Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang
ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di
kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa Negara pada tanggal
18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan
bahwa “Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia, (pasal 36).
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional
sebagai bahasa Negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat
Indonesia.
Peristiwa-Peristiwa yang Memengaruhi Perkembangan Bahasa Indonesia
Budi Utomo
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat
kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat hidupnya kaum terpelajar bangsa
Indonesia dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda
diperingan. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk
tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda
merupakan syarat utama untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan
barat.
Sarikat Islam
Sarekat Islam berdiri pada tahun 1912. Pada mulanya partai ini hanya bergerak
di bidang perdagangan, namun bergerak di bidang sosial dan politik juga. Sejak
berdirinya Sarekat Islam yang bersifat non-kooperatif dengan pemerintah Belanda di
bidang politik tidak pernah mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka
pergunakan ialah bahasa Indonesia.
Balai Pustaka
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 Balai Pustaka ini didirikan.
Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917
namanya berubah menjadi Balai Pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, Balai Pustaka
juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya Balai Pustaka terhadap perkembangan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk
menulis cerita ciptanya dalam bahasa melayu.
2. Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan
bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
3. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui
karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan
hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
4. Balai Pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa Melayu sebab diantara
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di Balai
Pustaka ialah tulisan dalam bahasa Melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
Sumpah Pemuda
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang
diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926,
telah pula diadakan kongres pemuda yang tempat penyelenggaraannya juga di Jakarta.
Berlangsungnya kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik,
melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa
dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang
dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan
utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi
kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam
wadah yang lebih besar Indonesia Muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi
pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah
pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa
yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang
sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai simbol kemerdekaan bangsa.
Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang telah mengalami peradaban
modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi
kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan dan politik, melainkan
juga menjadi bahasa Sastra Indonesia baru.
Sejarah Perkembangan EYD
Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut
disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yang ada. Sehingga
terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam
komunikasi sehari-hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan
ejaan bahasa Indonesia terdiri dari:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama Ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada
tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda dikritik, seperti koma dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku
sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama ejaan Soewandi,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya,
yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
1. Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis
dengan ‘k’, seperti pada kata tak, pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4. Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak
dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan
penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan
Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl.
Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas
yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan
Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu
Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama
ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjuci → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem → umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’
pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

PUEBI (PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA)

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak


kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas
dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis. Oleh karena itu, kita
memerlukan buku rujukan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan berbagai kalangan
pengguna bahasa Indonesia, terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan
benar. Sehubungan dengan itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Pedoman ini disusun untuk menyempurnakan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD). Pedoman ini diharapkan
dapat mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat. Pedoman ini
merupakan edisi keempat berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tanggal 26 November 2016. Semoga
penerbitan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia secara langsung atau tidak
langsung akan mempercepat proses tertib berbahasa Indonesia sehingga memantapkan
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi


Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
1. Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
2. Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam surat kabar.
Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan
baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif,
rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa
Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis
yang menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara
berbahasa Indonesia maupun mencampuradukan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia, yaitu:
1. Sebagai bahasa persatuan (alat perhubungan antar daerah dan antar budaya).
2. Bahasa nasional.
3. Bahasa resmi.
4. Bahasa budaya dan bahasa ilmu.
5. Sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.

TEMA II
SIKAP PEMAKAI BAHASA INDONESIA
Sosiolinguistik menempatkan bahasa sebagai bagian dari sistem komunikasi
serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Pemakaian bahasa
adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam berbagai situasi. Interaksi sosial
tersebut akan hidup berkat adanya aktivitas bicara pada anggota pemakai bahasa.
Aktivitas bicara itu akan lebih berhasil apabila didukung oleh alat-alat dan faktor lain
yang turut menentukannya, antara lain faktor situasi. Sikap berbahasa dan perilaku
berbahasa merupakan dua hal yang erat hubungannya yang dapat menentukan pilihan
bahasa.
Pada dasarnya seseorang bebas memilih bahasa dan bebas pula menggunakan
bahasa itu. Kebebasan ini merupakan bagian tertentu dari hak asasi manusia. Namun
harus tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang sudah disahkan oleh NKRI, sehari setelah proklamasi
kemerdekaan sebagai alat pemersatu bangsa. Dimana disebutkan pada isi Sumpah
Pemuda yaitu “ Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa
Indonesia.”
Namun di era globalisasi seperti saat ini banyak pengaruh kebudayaan luar
yang masuk ke Indonesia dan banyaknya konsep kosa kata asing yang menjadi bahasa
rutin dikalangan anak muda. Semua hal itu sebaiknya dijadikan sebagai proses menuju
pengungkapan jati diri sistem bahasa Indonesia. Di indonesia sekarang banyak muncul
bahasa yang hanya digunakan oleh kelompok atau kalangan tertentu tidak dapat
dihindarkan, yaitu bahasa gaul. Semua fenomena sikap dan perilaku serta variasi
berbahasa seperti bahasa gaul tersebut memberikan banyak sekali ruang dan peluang
bagi para pemerhati bahasa lebih-lebih peneliti bahasa untuk dapat mengkaji lebih jauh
mengenai aspek bahasa dalam tinjauan sosiolinguistik.
Sikap bahasa merupakan anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu
bahasa, baik itu senang maupun tidak senang terhadap bahasa. Selain itu, sikap
merupakan suatu peristiwa kejiwaan dalam bentuk tindakan atau perilaku yang tidak
dapat diamati secara langsung. Jadi sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan
terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa dapat diamati melalui
perlaku berbahasa atau perilaku tutur seseorang.
Sikap pemakai bahasa ada 2 jenis yaitu, sikap positif dan sikap negatif. Sikap
positif bahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan sesuai
dengan situasi kebahasaan, seperti halnya bangga menggunakan bahasa Indonesia,
menghargai bahasa Indonesia, dan peduli terhadap bahasa Indonesia. Sedangkan sikap
negatif bahasa adalah sikap tak acuh, tidak menghargai dan tidak perduli terhadap
bahasa Indonesia.
Pada dasarnya dalam berbicara kita harus bersikap yang baik dan positif, apalagi
jika lawan bicara kita itu lebih tua dari kita sehingga kita harus berbicara dan bersikap
yang baik karena dari bersikap yang positif dalam berinteraksi terhadap masyarakat kita
akan mendapat manfaat yang baik pula. Manfaat yang kita dapat bisa berupa pengakuan
yang baik dari masyarakat, seperti dianggap sopan dan berbudi pekerti yang baik dimata
masyarakat dan lingkungan sekitar. Sedangkan jika seseorang memiliki sikap negatif
dalam bersikap saat berbicara dan berinteraksi kepada masyarakat maka orang itu
dianggap orang yang tidak memiliki budi pekerti yang baik dan luhur.
Di era globalisasi seperti saat ini, bahasa dikalangan anak muda pada saat
memulai pergaulan tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia yang biasa, namun ada
trend dan bahasa sendiri yang menjadi bahasa pergaulan mereka yang disebut “Bahasa
Gaul’. Bahasa gaul ini bahkan menjadi bahasa wajib saat berbicara dan berinteraksi di
dalam pergaulan mereka. Bahasa gaul sebenernya sudah ada sejak tahun 1970-an.
Awalnya istilah –istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan dalam
komunitas tertentu, tetapi karena sering juga digunakan di luar komunitasnya, lama-
lama istilah-istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari. Komunitas yang menciptakan
bahasa ini adalah para preman yang bertujuan untuk menyamarkan apa yang mereka
bicarakan agar tidak terlacak oleh orang lain, terutama polisi. Bahasa mereka disebut
dengan bahasa prokem. Kata prokem sendiri merupakan bentukan dari kata preman
kemudian menjadi koprem dan terakhir menjadi prokem. Bentukan-bentukan kata
dalam bahasa prokem pun tidak jauh berbeda dengan istilah aslinya,seperti:
1. Bokap => yang merupakan pengganti dari kata bapak atau ayah.
Biasanya pembentukannya adalah dengan cara dibalik pembacaannya atau ditambahi
huruf di akhir kata. Kata bokap adalah contoh kata yang pembentukannya dengan cara
terbalik, sedangkan pembentukan kata dalam bahasa prokem yang dengan cara
menambahkan ko di awal kata, contohnya adalah kata mokat yang berarti mati
pembentukannya adalah mati-(ko+mat)-mokat. Selain para preman yang menggunakan
bahasa-bahasa rahasia ini, para waria juga menggunakannya untuk berkomunikasi
bersama sesama waria. Bentukan katanya pun berbeda dengan bahasa yang diciptakan
preman. Bahasa waria ini disebut bahasa bencong.
Dalam perkembangannya justru remaja-remaja inilah yang lebih bayak
menggunakan bahasa gaul untuk digunakan dalam percakapan sehari-hari bersama
teman-temannya. Remaja memiliki peran yang besar dalam perkembangan bahasa gaul
ini karena saat remaja adalah saat dimana aspek kognitif berkembang pesat. Mereka
menyukai penggunaan metafora, ironi dan bermain dengan kata-kata untuk
mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-
ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak
dikenal dengan istilah bahasa gaul. Bahasa gaul ini merupakan ciri dari perkembangan
psikososial remaja. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah pencarian dan
pembentukan identitas. Bahasa gaul itu seperti:
1. Elo yang artinya kamu
2. Gue yang artinya aku
3. OMG
4. Plis dehh
Dampak negatif dari bahasa gaul yaitu dapat mengancam bahasa persatuan yaitu
bahasa Indonesia sendiri. Kaum muda menghianati sumpah pemuda yang didalamnya
tetulis tentang bahasa pemersatu bangsa yaitu bahasa Indonesia. Dampak positif dari
bahasa gaul yaitu kita dapat menikmati tiap perubahan atau inovasi bahasa yang
muncul. Asalkan digunakan pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan
yang tepat juga.
Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau
bahasa orang lain. Sikap bahasa dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau perilaku
tutur seseorang. Sikap pemakai bahasa ada 2 jenis yaitu, sikap positif dan sikap negatif.
Sikap positif bahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan sesuai
dengan situasi kebahasaan, sedangkan sikap negatif bahasa adalah sikap tak acuh, tidak
menghargai dan tidak perduli terhadap bahasa Indonesia. Jadi sikap positif berbahasa
adalah selalu merasa bangga menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
setia menggunakan bahasa Indonesia, dan bertanggung jawab dalam menggunakan
bahasa Indonesia sesuai kaidah dan konteks berkomunikasi. Sikap negative berbahasa
adalah menganggap bahasa Indonesia mudah, adanya anggapan bahasa Indonesia ada
secara alami, dan menganggap bahasa Indonesia lebih rendah daripada bahasa asing.

TEMA III
BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan
istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan
makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau
masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. Kita
berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam
situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku. Pergunakanlah
bahasa Indonesia dengan baik dan benar tampaknya mudah diucapkan, namun
maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata
sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku.
Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya jika mereka berbahasa
Indonesia secara lisan. Terakhir dibahas tentang ciri-ciri bahasa baku dan bahasa
nonbaku, serta berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Pengertian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Sesungguhnya dalam ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar
terkandung dua pengertian yang berkaitan satu sama lain. Pengertian pertama berkaitan
dengan ungkapan “bahasa Indonesia yang baik”. Sebutan baik atau tepat disini
berkaitan dengan soal keserasian atau kesesuaian yaitu serasi atau sesuai dengan situasi
pemakai. Pengertian kedua berkaitan dengan istilah “bahasa Indonesia yang benar”.
Sebutan benar atau betul disini berhubungan dengan soal keserasian dengan kaidah.
Penggunaan bahasa Indonesia yang benar adalah penggunaan bahasa indonesia yang
menaati kaidah tata bahasa. Sedangkan maksud kaidah di sini adalah kaidah bahasa
Indonesia baku atau yang dianggap baku. Maksudnya adalah bahasa yang telah
distandarisasikan berdasarkan hukum berupa keputusan pejabat pemerintah atau sudah
diterima berdasarkan kesepakatan umum yang wujudnya ada pada praktik pelajaran
bahasa pada khalayak.
Dengan penjelasan ini tampak bahwa bahasa yang kita gunakan agar mengenai
sasarannya tidak selalu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar dan di warung,
misalnya pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keanehan, keheranan,
bahkan kecurigaan. Jadi, pada asasnya kita menggunakan bahasa yang baik, artinya
yang tepat tetapi tidak termasuk bahasa yang benar. Sebaliknya, kita mungkin berbahasa
yang benar tetapi tidak baik penerapannya karena suasana mensyaratkan ragam bahasa
yang lain. Agar lebih jelas mengenai pengertian bahasa yang baik dan benar, sebagai
berikut ini contohnya :
Contoh 1:
Dalam tawar menawar di pasar, seorang pembeli akan cenderung menawar dengan
ucapan : “satu kilo berapa?”, “bisa ditawar?”daripada menggunakan kalimat yang
panjang seperti : “Berapakah harga satu kilo jeruk?”, “Bolehkah saya
menawarnya?.”(Bagaimanakah kira-kira reaksi penjual jeruk mendengar pertanyaan
dari seorang pembeli dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu?). Pemakaian ragam
bahasa baku (seperti kalimat yang kedua) akan menimbulkan kegelian, keheranan atau
kecurigaan. Kalimat tersebut sebagai contoh kalimat yang tidak baik tetapi benar.
Contoh 2:
Dalam rapat kantor, seorang pejabat fakultas memulai rapat resmi dengan pemakaian
bahasa Indonesia seperti kalimat berikut. “Bapak-bapak dan saudara-saudara sekalian,
ayo deh, kite mulai aje rapat kali ini, ntar keburu ujan”. Okey you dah pada siap kan?.
(Apa jadinya apabila pejabat fakultas memulai acara rapat formal dengan kalimat
seperti itu?) tentu saja akan mengubah suasana menjadi tidak formal dan berwibawa.
Kalimat di atas merupakan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar.
Karena kalimat yang digunakan tidak memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
 Pengertian Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia terdiri atas berbagai ragam, tiap-tiap ragam itu memiliki
kekhasan. Akan tetapi, dari berbagai ragam itu masih dapat dikenali dan dimengerti
sebagai bahasa Indonesia karena masing-masing memiliki ciri umum sama yang
mengacu pada salah satu ragam yang dianggap sebagai patokannya. Ragam yang
dianggap sebagai patokan inilah yang dijadikan bandingan bagi pemakaian ragam yang
lain. Dengan adanya ini orang dapat mengetahui mana pemakaian bahasa yang benar
dan mana yang tidak benar. Ragam bahasa yang mengemban fungsi sebagai tolok ukur
semacam itu disebut dengan bahasa baku atau bahasa standar. Dengan demikian,
bahasa Indonesia baku merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang berfungsi
sebagai bandingan bagi pemakaian ragam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baku
disebut juga bahasa Indonesia yang formal, yaitu bahasa Indonesia yang dituturkan
dalam situasi resmi.
Secara lebih rinci, ragam bahasa Indonesia baku dipakai dalam situasi berbahasa
sebagai berikut:
1. Untuk komunikasi resmi, seperti dalam upacara-upacara kenegaraan, rapat-rapat
dinas, surat-menyurat resmi, dan sebagainya.
2. Untuk wacana teknis, seperti laporan kegiatan, usulan proyek, lamaran pekerjaan,
karya ilmiah, dan sebagainya.
3. Pembicaraan di depan umum, misalnya pidato, ceramah, pengajaran di sekolah,
dan sebagainya.
4. Berbicara dengan orang yang patut dihormati misalnya guru, pejabat
pemerintahan, atasan, atau orang yang belum atau baru saja dikenal.

Ciri-Ciri Ragam bahasa Baku


Ragam bahasa baku atau standar memiliki tiga ciri yaitu :
1. Kemantapan dinamis
Bahwa bahasa baku haruslah memiliki kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar
tidak dapat berubah setiap saat, jadi kaidah-kaidah haruslah konsisten.
2. Kecendekiaan
Bahwa perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
3. Keseragaman
Bahwa bahasa baku memperagakan adanya keseragaman kaidah. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa yang terjadi adalah penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam
bahasa, atau penyeragaman ragam/variasi bahasa.
Selain memiliki ciri-ciri, bahasa baku atau standar memiliki berbagai fungsi. Fungsi
yang dimaksud ada empat yaitu:
a. Fungsi pemersatu,
b. Fungsi pemberian kekhasan,
c. Fungsi pembawa kewibawaan, dan
d. Fungsi sebagai kerangka acuan.

Kesalahan Umum Penggunaan Bahasa Indonesia


Pembentukan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa baku selalu mengikuti
kaidah tata bahasa dari bahasa yang bersangkutan. Jadi, bahasa Indonesia baku adalah
bahasa Indonesia yang mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Pemilihan kata dalam
rangka penyusunan kalimat baku dilakukan secara cermat agar informasi yang hendak
disampaikan dapat diterima secara baik oleh pembaca atau mantra bicara.
Karangan ilmiah, laporan kerja, surat lamaran atau sejenis komunikasi lain,
seluruhnya harus menggunakan kalimat yang baik dan benar. Baik memungkinkan
tulisan itu dapat diterima oleh siapapun dan benar artinya sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang telah dibakukan. Kesalahan kalimat dapat berakibat fatal, salah
pengertian, maupun salah tindakan. Untuk membuat atau menyusun kalimat dengan
baik dan benar tidaklah mudah. Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan,
ditemukan berbagai kesalahan umum yang biasa dilakukan oleh para pemakai bahasa
Indonesia dalam penyusunan kalimat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
A. Kesalahan struktur
1. Kalimat aktif tanpa subjek.
Contoh:
 Menurut ahli virus menyatakan bahwa pandemi corona di Indonesia
segera berakhir jika protokol kesehatan ditegakkan. (salah)
 Ahli virus menyatakan bahwa pandemi corona di Indonesia segera
berakhir jika protokol kesehatan ditegakkan. (benar)
 Menempatkan kata depan di depan subjek, dengan kata depan menurut
subjek berubah fungsi menjadi keterangan.
Contoh:
 Di Pekalongan memiliki pusat perdagangan batik terbesar di Indonesia.
(salah)
 Di Pekalongan terdapat pusat perdagangan batik terbesar di Indonesia.
(benar)
Contoh:
 Dokter yang bekerja di rumah sakit. (salah
 Dokter bekerja di rumah sakit. (benar)
 Menempatkan kata yang di depan subjek, seharusnya kata yang
dihilangkan agar predikatnya jelas.
Contoh:
 Mereka mendiskusikan tentang keselamatan di era pandemi. (salah)
 Mereka mendiskusikan keselamatan di era pandemi. (benar)
 Menempatkan kata penghubung intrakalimat tunggal pada awal kalimat.
Contoh:
 Tubagus rajin. Sehingga selalu mendapat juara kelas. (salah)
 Tubagus rajin belajar sehingga selalu mendapat juara kelas. (benar)
 Berupa anak kalimat atau klausa, atau penggabungan anak kalimat.
Contoh:
 Meskipun sudah kaya raya, tetapi Kinta tetap bekerja keras. (salah)
 Meskipun sudah kaya raya, Kinta tetap bekerja karas. (benar)
 Salah urutan.
Contoh:
 Majalah itu saya baca. (salah)
 Saya sudah membaca majalah itu. (benar)
B. Kesalahan diksi
1. Diksi kalimat salah jika:
a. Menggunakan dua kata bersinonim dalam satu frasa: agar-supaya, adalah
-merupakan, bagi-untuk, demi-untuk, naik-ke atas, turun-ke bawah, dan
lain-lain. Contoh:
 Desy selalu minum obat agar supaya penyakit corona yang sedang
diderita sembuh. (salah)
 Desy selalu minum obat supaya penyakit corona yang sedang
diderita sembuh. (benar)
b. Menggunakan kata tanya yang tidak menanyakan sesuatu: di mana, yang
mana, bagaimana, mengapa, dan lain-lain.Contoh:
 Desa di mana kami dilahirkan tiga puluh satu tahun yang lalu, kini
telah menjadi kota. (salah)
 Desa tempat kami dilahirkan tiga puluh satu tahun yang lalu, kini
telah menjadi kota. (benar)
c. Menggunakan kata berpasangan (konjungsi korelatif) yang tidak
sepadan: tidak hanya – tetapi seharusnya tidak … tetapi atau tidak hanya
– tetapi juga, bukan hanya – tetapi juga seharusnya bukan hanya –
melaikan juga. Contoh:
 Damaynthi tidak hanya cantik melainkan juga sopan santun. (salah)
 Damayanthi tidak hanya cantik tetapi juga sopan santun. (benar)
d. Menggunakan kata berpasangan (verba berpreposisi) secara idiomatik yang tidak
sesuai. Misalnya:

Benar Salah

Contoh: Bergantung kepada/pada Tergantung dari


 Tergantung dari pada Model
Bergantung dari masker
itu sesuai
Berbeda dengan Berbeda dari/ daripada
bagi

Disebabkan oleh Disebabkan karena minat


orang
Hormat Hormat atas/sama tersebut.
akan/kepada/terhadap (salah)
 Model
Berdasar pada/kepada Berdasarkan atas/pada
masker
kepada (berdasarkan)
itu sesuai
Terdiri atas (dari) Terdiri dengan
minat
Sesuai dengan Sesuai
orang
tersebut. (benar)

e. Penempatan numeralia distributif


Kata setiap, tiap-tiap, dan masing-masing termasuk numeralia distributif. Kata
setiap atau tiap-tiap memiliki arti yang sangat mirip dengan kata masing-masing.
Perbedaannya adalah kata masing-masing berdiri sendiri tanpa nomina, sedangkan kata
setiap dan tiap-tiap tidak bisa berdiri sendiri tanpa nomina.
Contoh:
 Masing-masing mahasiswa Mahadewa University dianjurkan memiliki
buku ajar. (salah)
 Setiap mahasiswa Mahadewa University dianjurkan memiliki buku ajar.
(benar)
2. Diksi atau kalimat kurang baik (kurang santun)
a. Menonjolkan akunya dalam suasana formal, misalnya: aku dan saya.
b. Pilihan kata yang mengekspresikan data secara subjektif, misalnya:
menurut pendapat saya… sebaiknya menggunakan data menunjukkan
bahwa… penelitian membuktikan bahwa…, pengalaman membuktikan
bahwa…
c. Menggunakan kata yang tidak jelas maknanya.
d. Diksi tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi.
e. Penolakan dan pembuktian tanpa makna yang pasti.

C. Kesalahan ejaan
Kesalahan ejaan berpengaruh terhadap kalimat efektif, bukan hanya memperkecil
kualitas kalimat melainkan juga dapat mengakibatkan kesalahan kalimat. Oleh karena
itu, penggunaan ejaan perlu diperhatikan dalam keseluruhan penulisan.
Jenis kesalahan ejaan:
1. Penggunaan huruf kapital, huruf kecil, huruf miring, dan huruf tebal,
2. Pemenggalan kata,
3. Penulisan kata baku,
4. Penulisan unsur serapan,
5. Penulisan kata asing tidak dicetak miring,
6. Penggunaan tanda baca: titik, koma, tanda petik, titik dua, titik koma, tanda
petik satu(‘…’), tanda penyingkatan (‘…), dan lain-lain
7. Penulisan kalimat atau paragraf: induk kalimat dan anak kalimat,kutipan
langsung, kutipan tidak langsung,
8. Penulisan keterangan tambahan, penulisan aposisi
9. Penulisan judul buku, judul makalah, skripsi, disertai, tesis, surat kabar, majalah,
jurnal,
10. Penulisan judul bab, subbab, bagian, subbagian, dan
11. Penulisan: daftar pustaka dalam teks dan catatan.
Menurut penulis penggunaan bahasa baku didalam masyarakat masih sangat
jarang digunakan apalagi oleh anak-anak remaja sekarang. Mereka cenderung memilih
bahasa gaul dari pada bahasa baku, alasannya mereka tidak terbiasa menggunakan
bahasa baku. Bahkan yang lebih miris mereka berbicara kepada orang yang lebih tuapun
menggunakan bahasa yang gaul bahkan kepada orang tuanya sendiri.
Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya
memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan
berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang
bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena
belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena
kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan
dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam bunyi bahasa,
kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya
dapat terjadi pada berbagai tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki
sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan, lebih mawas diri, lebih sadar atau
memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa
yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan itu
biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, artinya siswa
memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan
biasanya terjadi secara konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat berlangsung lama
apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui
remedial, latihan, praktik, dan sebagainya. Sering dikatakan bahwa kesalahan
merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang
dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang sistem bahasa yang sedang
dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Penjelasan
terkait kesalahan ejaan akan lebih spesifik dan mendalam dibahas pada bab khusus
ejaan (PUEBI). Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah menggunakan
bahasa Indonesia yang memenuhi norma baik dan benar bahasa Indonesia. Norma yang
dimaksud adalah “ketentuan” bahasa Indonesia, misalnya tata bahasa, ejaan, kalimat,
dan sebagainya. Kata yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang tepat dan
serasi serta baku. Kata yang tepat dan serasi merupakan kata yang sesuai dengan
gagasan atau maksud penutur atau sesuai dengan arti sesungguhnya dan sesuai dengan
situasi pembicaraan.
TEMA IV
KALIMAT DAN JENIS-JENISNYA
Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang mengandung pikiran lengkap. Sebuah
kalimat paling kurang mengandung subjek dan predikat. Kalimat dalam wujud lisan
diucapkan dengan suara naik turun, keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan
intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).
Susilo (1990:2) mengemukakan lima ciri kalimat bahasa Indonesia ialah:
bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan
kalimat yang lain, berjeda dan berhenti dengan berakhirnya intonasi. Namun hal itu
belum menjamin bahwa kalimat itu ialah kalimat bahasa Indonesia baku.
Contoh kalimat:
di tempat itu dijadidkan tempat pertemuan bagi pihak yang berdamai di Poso.
Kalimat ini bukanlah kalimat baku meskipun memiliki kelima ciri kalimat
diatas. Hal itu karena tidak terlihat unsur subjek di dalam kalimat tersebut. Ciri kalimat
baku menurut Susilo (1990:4), yaitu: gramatikal, masuk akal, bebas dari unsur mubazir,
bebas dari kontaminasi, bebas dari interfensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku dan
sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.
Pengertian SPOK
Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur
kalimat akan membentuk kalimat yang mengandung arti. Unsur-unsur inti kalimat
antara lain SPOK:
a. Subjek (S)
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek
menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat,
dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi:
1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, dan kalimat majemuk,
2) memperjelas makna,
3) menjadi pokok pikiran,
4) menegaskan makna,
5) memperjelas pikiran ungkapan, dan
6) membentuk kesatuan pikiran.
Ciri-ciri subjek:
1. jawaban apa atau siapa
2. didahului kata bahwa
3. berupa kata atau frasa benda (nomina)
4. disertai dengan kata ini atau itu
5. disertai pewatas yang
6. kata sifat didahului kata si atau sang: si cantik, si hitam, sang perkasa
7. tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut,
berdasarkan, dan lain-lain.
8. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan.
 Contoh Subjek :
Jawaban atas pertanyaan Apa atau Siapa kepada Predikat.
1. Sidi memelihara burung Beo.
2. Siapa memelihara? Jawab:Sidi. (maka Sidi adalah Subjek (S))
3. Lukisan itu dibeli oleh kakek. Apa dibeli? = jawab Meja
4. Biasanya disertai kata itu, ini, dan yang (yang, ini, dan itu juga
sebagai pembatas antara subyek dan predikat).
5. Anak itu membawa bukuku
S P
b.  Predikat (P)
Predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri
sendiri atau subjek itu. Memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri
tentulah menyatakan apa yang dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Oleh
karena itu, biasanya predikat terjadi dari kata kerja atau kata keadaan. Kita selalu dapat
bertanya dengan memakai kata tanya mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana,
atau mengerjakan apa.
 Ciri-ciri predikat:
1. jawaban mengapa, bagaimana
2. dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan
3. dapat didahului keterangan aspek: akan, seudah, sedang, selalu, hamper
4. dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya,
mesti, selayaknya, dan lain-lain
5. tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi
perluasan subjek
6. didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni
7. predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat atau bilangan.

c.  Objek (O)


Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun
objek tidaklah demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis
predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus
transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan,
atau me-i, misalnya: mengembalikan, mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili,
melempari, mendekati. Dalam kalimat, objek berfungsi:
(1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif,
(2) memperjelas makna kalimat
(3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran.
 Ciri-ciri objek:
1. berupa kata benda
2. tidak didahului kata depan
3. mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif
4. jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif
5. dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.
d.  Keterangan (K)
Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut
tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat, misalnya memberi informasi tentang
tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau
anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari,
dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak
kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya,
jika, dan sehingga.
 Berikut ini beberapa ciri unsur keterangan.
1. Bukan unsur utama
2. Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan
unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak
bersifat wajib.
3. Tidak terikat posisi
4. Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki
kebebasan tempat. Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir
kalimat, atau di antara subjek dan predikat.

 Jenis Keterangan
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang
berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang,
kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian
kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu
depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang
menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh
preposisi, seperti di, pada, dan dalam.
3. Keterangan Cara
Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang
menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan
adjektiva. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara.
Terakhir, keterangan cara yang berupa anak kalimat ditandai oleh kata dengan dan
dalam.

4. Keterangan Sebab
Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa
frasa ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa
nomina. Keterangan sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena
atau lantaran.
5. Keterangan Tujuan
Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa
frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa
anak kalimat ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk.
6. Keterangan Aposisi
Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek.
Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (--), atau tanda kurang.
Perhatikan contoh berikut :
• Dosen saya, Pak Sidi, terpilih sebagai dosen teladan.
7. Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi
berbeda dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang
diterangkan, sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang
diterangkan.Seperti contoh berikut.
Siswanto, mahasiswa tingkat lima, mendapat beasiswa.
Keterangan tambahan itu tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan
yaitu kata Siswanto.
8. Keterangan Pewatas
Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat,
objek, keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan,
keterangan pewatas tidak dapat ditiadakan. Contohnya sebagai berikut.
Mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih mendapat beasiswa.
Contoh diatas menjelaskan bahwa bukan semua mahasiswa yang mendapat beasiswa,
melainkan hanya mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih.

Pelengkap (Pel)
Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam
kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang
menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap:
1) Di belakang predikat
2) Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang
predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek.
Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
Gede mengirimi saya buku baru.
Mereka membelikan adiknya sepeda baru
3) Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan
tidak mendahului predikat.
4) Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa. Contoh:
a. Perempuan itu bersenjatakan parang.
Kata parang adalah pelengkap.
Bersenjatakan apa? jawab parang (maka parang sebagai pelengkap)
b. Aditya membaca buku.
Membaca apa? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat
menempati subjek)

Pola Kalimat Dasar


Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.
2. KB + KS : Sidi itu ramah.
3. KB + KBil : Harga masker itu sepuluh ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Bali.
5. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton wayang.
6. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Ketut mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2 : Jaya peneliti.
Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan
dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan
kompleks.
Jenis-jenis Kalimat
[Kalimat berdasarkan pengucapan]
a. Kalimat langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang.
Kalimat langsung juga dapat diartikan kalimat yang memberitakan bagaimana
ucapan dari orang lain (orang ketiga) dengan langsung menirukan, mengutip atau
mengulang kembali ujaran dari sumber tersebut. Kalimat ini biasanya ditandai
dengan tanda petik dua (“….”) dan intonasi dari bagian kutipan bernada lebih
tinggi dari bagian lainnya.
Ciri-ciri kalimat langsung :
Susunan kutipan-pengiring
o Bila kutipan ada di awal kalimat, masukkan tanda petik pembuka dan tulis
kutipannya diawali dengan huruf besar.
o Tambahkan tanda titik, tanda seru atau anda tanya di akhir kutipan.
o Masukkan tanda petik penutup di akhir kutipan.
o Ikuti dengan spasi.
o Masukkan pengiring tanpa diselipkan tanda koma dan huruf besar.
o Akhiri pengiring dengan tanda titik.
Contoh : “Apa yang harus kita lakukan saat pendemi?” ujar Bu Desak.
Susunan pengiring-kutipan
o Bila kutipan ada di akhir kalimat, tuliskan pengiringnya dulu seperti menulis
kalimat biasa.
o Selipkan tanda koma sebelum menambahkan kutipan.
o Selipkan spasi.
o Masukkan tanda petik pembuka dan awali kutipan dengan huruf besar.
o Tambahkan tanda titik, tanda seru atau anda tanya di akhir kutipan.
o Masukkan tanda petik penutup di akhir kutipan.
Contoh: Lalu Sidi berkata kepada mahasiswanya, “Silakan ikuti protokol
kesehatan dengan baik!”
Susunan kutipan, pengiring dan kutipan lagi.
o Ulang cara menulis kalimat langsung yang susunannya pengiring-kutipan, tetapi
jangan taruh tanda titik di belakang pengiring.
o Taruh tanda koma di belakang pengiring.
o Selipkan spasi
o Masukkan tanda petik pembuka dan tetapi jangan awali kutipan dengan huruf
besar.
o Tambahkan tanda titik, tanda seru atau anda tanya di akhir kutipan.
o Masukkan tanda petik penutup di akhir kutipan.
Contoh: “Tunggu!” teriak penasihat raja, “lebih baik kita selidiki dulu masalahnya
sebelum mengkum pemuda itu.”
b. Kalimat tidak langsung
Kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat
tidak langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua, berkata tugas (bahwa, agar,
sebab, untuk, supaya, dan tentang, dsb), Intonasi mendatar dan menurun pada akhir
kalimat
Ciri-ciri Kalimat Tak Langsung
1. Kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3.
Contoh: Ratu Jaya Prana tidak tahu apa yang harus dia lakukan
2. Kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1.
Contoh: Ia menyuruh pengawalnya untuk memberi kedua wanita itu masker.
3. Kata ganti orang ke-2 jamak atau kita menjadi kami atau mereka, sesuai dengan
isinya.
Contoh: Penasihat ratu menyuruh pengawal itu untuk menunggu dan menyarankan
agar mereka menanyakan dulu sebabnya.

Kalimat Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikalnya)


a. Kalimat tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya memiliki satu pola (klausa) yang terdiri
dari subjek dan predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat yang paling
sederhana. Kalimat tunggal yang sederhana ini dapat ditelusuri berdasarkan pola-
pola pembentukannya.
Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
KB + KK (kata benda + kata kerja)
Contoh:
Arya belajar
S P
KB + KS (kata benda + kata sifat)
Contoh:
Putu Bagus sangat pandai.
S P
KB + KBil (kata benda + kata bilangan)
Contoh:
Vaksin itu ada tiga jenis.
S P
Kalimat tunggal terdiri dari 2 jenis, yaitu:
o Kalimat Nominal yaitu jenis kalimat yang pola predikatnya menggunakan kata
benda.
Contoh: Anak laki-laki saya ada dua orang.
o Kalimat Verbal yaitu jenis kalimat yang menggunakan kata kerja sebagai
predikatnya.
Contoh: Made sedang sembahyang.
Dua jenis kalimat tunggal diatas dapat dikembangkan dengan menambahkan
kata pada tiap unsur-unsurnya. Dengan adanya penambahan tiap unsur-unsur itu,
unsur utama masih dapat dengan mudah dikenali. Perluasan kalimat tunggal itu
terdiri atas:
 Keterangan tempat
misalnya: di sini, di sana, ke sana, lewat jalan itu, di daerah ini, dll.
Contoh: Tokonya ada di daerah ini.
 Keterangan waktu
misalnya: setiap hari, pukul, tahun ini, tahun depan, kemaren, lusa, dll.

Contoh: Aktifitas kuliahnya dimulai pukul 08.00 pagi.


 Keterangan alat
misalnya: dengan baju, dengan sepatu, dengan motor, dll.
Contohnya:Widya pergi dengan sepeda motor barunya.
 Keterangan cara
misalnya: dengan hati-hati, secepat mungkin, dll.
Contoh: Vaksin Sinovac itu dibuat dengan hati-hati.
 Keterangan modalitas
misalnya: harus, mungkin, barangkali, dll.
Contoh: Putu harus giat berlatih.
 Keterangan aspek
misalnya: akan, sedang, sudah, dan telah.
Contoh: Aris sudah menyelesaikannya.
 Keterangan tujuan
misalnya: untuk dirinya, untuk semua orang, dll
Contoh: Desy membuat dirinya terlihat menawan.
 Keterangan sebab
misalnya: karena rajin, karena panik, dll.
Contoh: Dia lulus ujian SBMPTN karena rajin belajar.
 Keterangan tujuan (ket. yang sifatnya menggantikan)
contoh: penerima medali emas, Taufik Hidayat.
Perluasan kalimat yang menjadi frasa
contoh: orang itu menerima predikat guru teladan.

Kalimat majemuk
Kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat dasar. Struktur kalimat majemuk
terdiri dari dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan baik secara
kordinasi maupun subordinasi. Kalimat majemuk dapat dibedakan atas 3 jenis:
1. Kalimat Majemuk Setara (KMS)
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri dari 2 atau lebih
kalimat tunggal, dan kedudukan tiap kalimat tunggal itu ialah setara baik secara
struktur maupun makna kalimat itu.
Struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan
masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal. Contoh: Saya makan; dia
minum. Kalimat tersebut terdiri dari dua kalimat dasar yaitu a) Saya makan dan b) Dia
minum. Jika kalimat a) ditiadakan, kalimat b) masih dapat berdiri sendiri dan tidak
tergantung baik dari segi struktur maupun makna kalimat. Demikian juga, jika kalimat
dasar b) ditiadakan, kalimat dasar b) masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat
tunggal. Kedua kalimat tersebut memiliki kedudukan yang sama di dalam kalimat
majemuk setara.
Hubungan kedua kalimat dasar dalam kalimat majemuk setara tersebut tidak
tampak jelas karena tidak digunakan konjungsi di antara kedua kalimat dasar tersebut.
Hubungan yang paling dekat dengan makna kalimat majemuk setara tersebut adalah
hubungan urutan peristiwa. Konjungsi yang cocok adalah lalu, lantas, terus, atau
kemudian. 1a) Saya makan lalu dia minum.
Jika konjungsi kalimat itu diganti dengan kata tetapi, hubungan kedua kalimat
tersebut akan berubah. Hubungan kalimat yang semula hubungan urutan peristiwa akan
berubah menjadi hubungan pertentangan. 1b) Saya makan, tetapi dia minum.
Jadi, konjungsi mempunyai peranan yang penting dalam kalimat majemuk.
Peranan konjungsi adalah menyatakan hugungan antarkalimat dasar di dalam kalimat
majemuk. Kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian,
yaitu:
 Kalimat majemuk setara penggabungan ialah jenis kalimat yang dapat
diidentifikasi dengan adanya kalimat yang dihubungkan dengan kata “dan” atau
“serta”. Contoh: "Gede menulis surat itu dan Kinta yang mengirimnya ke kantor
pos.", "Mahasiswa Seni Rupa membuat karya lukis itu serta memajangnya di
pameran."
 Kalimat majemuk setara pertentangan ialah jenis kalimat majemuk yang
dihubungkan dengan kata “tetapi”, “sedangkan”, “melainkan”, “namun”.
Contoh: "Anak itu rajin mengikuti protokol keshatan, tetapi positif terkena
virus.", "Geg Ayu memasak di dapur, sedangkan saya membantu membersihkan
rumah.", " Karya patung itu bukan dibuat adiknya melainkan kakaknya", "Dia
tidak membuat makanan itu namun hanya menyiapkannya untuk para tamu."
 Kalimat majemuk setara pemilihan ialah jenis kalimat majemuk yang didalam
kalimatnya dihubungkan dengan kata “atau”. Contoh" "Yoga bingung memilih
antara polisi atau tentara."
 Kalimat majemuk setara penguatan ialah jenis kalimat yang mengalami
penguatan dengan menambahkan kata “bahkan”. Contoh: "Sidi tidak hanya
pandai bermain alat musik bahkan pandai bernyanyi."

Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)


Penggabungan dua kalimat atau lebih kalimat tunggal yang kedudukannya berbeda.
Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat unsur induk kalimat dan anak kalimat.
Anak kalimat timbul akibat perluasan pola yang terdapat pada induk kalimat. Kalimat
majemuk bertingkat mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan
satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur
kalimat itu. Konjungsi yang digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat adalah
ketika, karena, supaya, meskipun, jika, dan sehingga.
Induk Kalimat dan Anak Kalimat
Perbedaan induk kalimat dan anak kalimat dapat dilihat berdasarkan tiga kategori
1) Kemandirian sebagai Kalimat Tunggal
Induk kalimat mempunyai ciri dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri,
sedangkan anak kalimat tidak dapat berdiri sebagai kalimat tanpa induk kalimat.
Hal ini tampak pada contoh berikut.
a) Hujan turun selama tiga hari tiada henti-hentinya.
b) Sehingga banjir melanda sawah dan ladang petani desa itu.
Kalimat (a) dapat berdiri sendiri, sedangkan kalimat (b) tidak.
2) Konjungsi
Konjungsi digunakan untuk menghubungkan anak kalimat dengan induk
kalimat. Dengan kata lain, anak kalimat ditandai oleh adanya konjungsi, sedangkan
induk kalimat tidak didahului konjungsi.
Aditya membaca buku ketika hari raya Saraswati.
Jika konjungsi dipindahkan di awal kalimat itu, akan terjadi perubahan baik struktur
maupun informasi.
Ketika hari raya Saraswati, Aditya membaca buku.
Setelah dipindahkan ke bagian awal, unsur pertama kalimat tersebut merupakan
anak kalimat dan unsur kedua merupakan induk kalimat.
3) Urutan
Anak kalimat yang berfungsi sebagai keterangan mempunyai kebebasan tempat,
kecuali anak kalimat akibat, didahului kata sehingga. Jika anak kalimat di depan induk
kalimat, anak kalimat itu harus dipisahkan dengan tanda koma dari induk kalimatnya.
Anak kalimat yang menempati posisi di belakang induk kalimat dapat ditempatkan di
depan kalimat tanpa perubahan informasi yang pokok.
Contoh :
- Dia mengajukan permintaan kredit investasi kecil karena ingin meningkatkan
perusahaan.
Kalimat tersebut dapat diubah menjadi berikut.
- Karena ingin meningkatkan perusahaannya, dia mengajukan permintaan kredit
investasi kecil.
Jenis Anak Kalimat
Berdasarkan perannya, anak kalimat dapat dibedakan atas beberapa jenis.
1) Anak Kalimat Keterangan Waktu
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan waktu seperti
ketika, waktu, kala, tatkala, saat, sebelum, sesudah, dan setelah.
Contoh:
Seorang pengunjung, ketika melihat seorang anak kesakitan, sempat terisak.
2) Anak Kalimat Keterangan Sebab
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan sebab,
antara lain, sebab, karena, dan lantaran. Konjungsi ini mengawali bagian anak
kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.
Contoh:
Karena mendapat juara kelas, TuGus diberi hadiah.
3) Anak Kalimat Keterangan Akibat
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan pertalian akibat.
Konjungsi yang digunakan adalah hingga, sehingga, maka, akibatnya, dan
akhirnya. Anak kalimat keterangan akibat hanya menempati posisi akhir, terletak di
belakang induk kalimat.
Contoh:
Hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.
4) Anak Kalimat Keterangan Syarat
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan
syarat. Konjungsi itu, antara lain jika, kalau, apabila, andaikata, dan andaikan.
Contoh:
Jika ingin sehat di tengah pandemi, Andi harus giat berolahraga.
5) Anak Kalimat Keterangan Tujuan
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan hubungan
tujuan. Konjungsi yang digunakan adalah supaya, agar, untuk, guna, dan demi.
Contoh:
Nyoman belajar dengan tekun agar lulus ujian penilaian akhir tahun.
6) Anak Kalimat Keterangan Cara
Anak kalimat ini ditandai oleh konjungsi yang menyatakan cara. Konjungsi
tersebut adalah dengan dan dalam.
Contoh:
Pemerintah berupaya meningkatkan ekspor vaksin dalam mengatasi kasus Covid
yang terus meningkat.
7) Anak Kalimat Keterangan Pewatas
Anak kalimat ini menyertai nomina, baik nomina itu berfungsi sebagai
subjek, predikat, maupun objek. Konjungsi yang digunakan adalah yang atau kata
penunjuk itu.Anak kalimat ini berfungsi sebagai pewatas nomina.
Contoh:
Anak yang berbaju hijau mempunyai dua ekor kucing.
8) Anak Kalimat Pengganti Nomina
Anak kalimat ini ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat
menjadi subjek atau objek dalam kalimat transitif.
Contoh:
Olga mengatakan bahwa jeruk itu manis
Berdasarkan kata penghubungnya (konjungsi), kalimat majemuk bertingkat
terdiri dari 11 macam, yakni:

1. Waktu, misal: ketika, sejak, saat ini.


Contoh: "Rumah sakit itu sudah berdiri sejak orang tuaku menetap di desa ini.",
"Orang tuaku meninggalkan kota ini ketika umurku beranjak 3 tahun."
2. Sebab, misal: karena, oleh karena itu, sebab, oleh sebab itu.
Contoh: "Ekik pergi dari rumah karena bertengkar dengan istrinya."
3. Akibat, misal: hingga, sehingga, maka.
Contoh: "Hari ini hujan sangat deras di Denpasar hingga mampu menggenangi
beberapa ruas jalan."
4. Syarat, misal: jika, asalkan, apabila.
Contoh: "Dia harus giat belajar jika ingin nilainya PAT baik.", "Tanaman itu
bisa tumbuh dengan subur asalkan dirawat dengan baik."
5. Perlawanan, misal: meskipun, walaupun.
Contoh: "Dia ingin masuk ke perguruan tinggi di Denpasar walaupun nilai
kelulusannya tidak memenuhi syarat.", "Dia selalu pergi ke sekolah dengan
berjalan kaki meskipun dia tahu kalau jarak antara rumah dan sekolahnya
sangat jauh."
6. Pengandaian, misal: andaikata, seandainya.
Contoh: "Tim kita bisa menjadi juara 1 andaikata kita berusaha lebih keras
lagi."
7. Tujuan, misal: agar, supaya, untuk.
Contoh: "Desy bekerja di sini agar mendapatkan biaya hidup.", "Pria itu
membuatkan sebuah rumah di daerah Ubung Kaja untuk kedua orangtuanya."
8. Perbandingan, misal: bagai, laksana, ibarat, seperti.
Contoh: "Wajah anak itu bagai bulan kesiangan.", "Anaknya yang suka
membangkang itu ibarat Malin Kundang di zaman modern."
9. Pembatasan, misal: kecuali, selain.
Contoh: "Dia memiliki bakat menyanyi selain bakat bermain musik."
10. Alat, misal: (dengan + Kata Benda) dengan mobil, dll.
Contoh: "Orang itu pergi ke kaampus dengan mobil."
11. Kesertaan, misal: dengan + orang.
Contoh: "Murid-murid sekolah dasar pergi berdarmawisata dengan para guru."

Kalimat Majemuk Campuran (KMC)


Kalimat majemuk yang merupakan penggabungan antara kalimat majemuk
setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Minimal pembentukan kalimatnya terdiri
dari 3 kalimat.
Contoh:
1.     Putu bermain dengan Bagus. (kalimat tunggal 1)
2.      Damayanthi membaca cerpen di kamar. (kalimat tunggal 2, induk kalimat)
3.      Ketika aku datang kerumahnya. (anak kalimat sebagai pengganti
keterangan waktu)
Hasil penggabungan ketiga kalimat diatas.
Putu bermain dengan Bagus dan Damayanthi membaca cerpen di kamar ketika
aku datang kerumahnya.

Kalimat berdasarkan isi atau fungsinya


a) Kalimat pernyataan (deklaratif) adalah kalimat pernyataan dipakai jika
penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada waktu ia ingin
menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya. (Biasanya, intonasi
menurun; tanda baca titik).
Misalnya:
Positif
1. Presiden Joko Widodo mengadakan kunjungan ke luar negeri.
2. Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang.
Negatif
1. Tidak semua virus berbahaya dan mematikan.
2. Dalam program vaksinasi gratis oleh pemerintah tidak semua warga
mendapat informasi yang memuaskan tentang dampak pasca vaksin.
b) Kalimat perintah (imperatif) adalah kalimat yang bertujuan untuk
memberikan perintah kepada seseorang untuk melakukan sesuatu. Kalimat
perintah dalam bentuk lisan biasanya diakhiri dengan intonasi yang tinggi,
sedangkan pada bentuk tulisan kalimat ini akan diakhiri dengan tanda seru (!).
 Ciri-ciri kalimat perintah:
1. Intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan
2. Menggunakan tanda seru (!), bila digunakan dalam tulisan
3. Kata kerja yang mendukung kalimat biasanya kata kerja dasar
4. Menggunakan partikel pengeras (lah)
5. Berpola kalimat inversi (PS).
 Beberapa bentuk kalimat perintah:
1. Kalimat perintah permintaan adalah perintah yang halus, orang yang menyuruh
bersikap rendah.
Contoh :
 Tolong tutup jendela itu!
 Tolong bawa masker itu ke sini!
 Harap berdiri!
 Kalau ada waktu, bacalah novel ini!      
2. Kalimat perintah larangan adalah perintah yang melarang seseorang melakukan
sesuatu hal. Bila larangan itu bersifat umum/resmi digunakan kata dilarang, bila
bersifat khusus/tidak resmi digunakan kata jangan.
contoh:
 Jangan membuang sampah plastik sembarangan!
 Dilarang membuka masker disini!
3. Kalimat perintah ajakan biasanya didahului kata-kata ajakan.
contoh:
 Marilah kita bersama-sama melestarikan kebudayaan dan adat di Bali!
 Mari kita jaga kebersihan rumah kita!
4. Kalimat perintah sindiran/cemooh adalah perintah yang mengandung ejekan
karena yakin bahwa yang diperintah tidak mampu melaksanakan yang
diperintahkan.
Contoh :
 Jawablah sendiri, kalau kamu bisa!
 Dekatilah anjing itu, kalau kamu berani!
 Tangakaplah jika engkau berani!
5. Kalimat perintah bersyarat adalah perintah yang mengandung syarat untuk
terpenuhi sesuatu hal.
Contoh:
 Tanyakanlah kepadanya, tentu ia akan menerangkannya kepadamu!
 Bantulah dia, pasti pekerjaannya akan segera selesai!
6. Kalimat perintah mengizinkan adalah perintah biasa yang ditambahkan dengan
pernyataan yang mengungkapkan pemberian izin.
Contoh:
 Makanlah, semampu Anda!
 Ambillah buah anggur itu semaumu!

c) Kalimat berita adalah kalimat yang isinya mengabarkan atau menginformasikan


sesuatu. Dalam penulisannya kalimat ini diakhiri dengan tanda titik (.) dan dalam
pelafalannya kalimat ini akan diakhiri dengan intonasi yang menurun. Biasanya
kalimat berita akan berakhir dengan pemberian tanggapan dari pihak yang
mendengar kalimat berita ini.
Ciri-ciri kalimat berita:
1. Intonasinya yang netral, tidak ada suatu bagian yang dipentingkan dari yang lain
2. Susunan kalimat tidak dapat dijadikan ciri-ciri karena hampir sama saja dengan
kalimat lain.
3. Suatu bagian dari kalimat berita dapat dijadikan pokok pembicaraan. Dalam hal
ini bagian tersebut dapat ditempatkan di depan kalimat, atau bagian tersebut
mendapat intonasi yang lebih keras. Intonasi yang lebih keras yang menyertai
kalimat seperti ini disebut intonasi pementing.
Beberapa bentuk kalimat berita:
1. Kalimat berita positif.
2. Kalimat berita negatif yaitu kalimat yang berisi pengingkaran atau kalimat yang
ditandai dengan kata ingkar yaitu menggunakan kata "tidak" dan kata "bukan".
Contoh:
1. Pak Ilham bukan seorang koruptor. (negatif)
2. Kak Sidi tidak mau makan daging sapi. (negatif)
3. Gede adalah seorang pendidik yang teladan. (positif)
4. Presiden Joko Widodo meresmikan pembukaan PKB di Bali. (positif)
5. Banyak anggota DPR yang melakukan korupsi. (positif).
d) Kalimat Tanya (interogatif) adalah kalimat yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi, biasanya kalimat ini akan diakhiri dengan pemberian tanda tanya (?).
Kata tanya yang sering digunakan untuk membuat kalimat. Adapun macam kata
tanya dan gunanya adalah:
o Apa: hal, orang, atau barang
o Siapa: orang atau nama orang
o Kapan, bilamana: waktu
o Dimana: tempat
o Mengapa: sebab, alasan
o Bagaimana: keadaan, cara, proses.
Contoh :
1. Apa yang dilakukan perawat itu di sana?
2. Siapa nama gubernur Bali?
3. Kapan anda pergi ke Buleleng?
4. Di mana rumahmu?
5. Bagaimana pemerintah menyelesaikan pandemi corona saat ini?
6. Mengapa vaksn tidak menjamin orang tidak akan terkena corona?
 Beberapa bentuk kalimat tanya:
a) Kalimat tanya klarifikasi dan konfirmasi 
Kalimat tanya klarifikasi (penegasan) dan kalimat tanya konfirmasi
(penjernihan) ialah kalimat tanya yang disampaikan kepada orang lain untuk
tujuan mengukuhkan dan memperjelas persoalan yang sebelumnya telah
diketahui oleh penanya. Kalimat tanya ini tidak meminta penjelasan, tetapi
hanya membutuhkan jawaban pembenaran atau sebaliknya dalam bentuk ucapan
ya atau tidak dan benar atau tidak benar.
 Contoh kalimat tanya konfirmasi:
a.  Apakah engkau ingin kuliah hari ini? (ya/tidak)
b.  Apakah Anda mengambil vaksin itu? (ya/Tidak)
 Contoh kalimat tanya klarifikasi:
a. Benarkah Saudara yang memimpin penyusnan buku ajar itu?
b. Apa benar handsaintizer ini milik Anda?
b) Kalimat tanya retorik
Kalimat tanya retorik adalah kalimat tanya yang tidak menghendaki jawaban karena
penanya jawaban sudah tahu. Contoh:
a. Apakah Anda mau tidak lulus kuliah?
b. Apakah Saudara mau dijajah kembali?
c) Kalimat tanya tersamar
Kalimat tanya tersamar adalah kalimat yang tujuannya tidak untuk bertanya
melainkan mempunyai tujuan lain yaitu:
a) Tujuan meminta:
Dapatkah kamu menolong saya?
b) Tujuan mengajak:
Bagaimana kalau kamu ikut dalam perlombaan sains antarsekolah?
Dapatkah kamu menemaniku ke pesta itu nanti malam?
1. Tujuan memohon:
Apakah kamu bersedia menerima cinta saya?
2. Tujuan menyuruh:
Bagaimana kalau kamu berangkat ke kampus sekarang?
3. Tujuan merayu:
Kapan saya bisa mengajak kamu bertemu orang tuaku?
4. Tujuan menyindir:
Apa tidak ada orang yang lebih bodoh dari kamu?
5. Tujuan menyanggah:
Apa dengan cara ini semua persoalan pandemi covid dapat selesai?
6. Tujuan meyakinkan:
Mestikah saya bersumpah di hadapanmu?
7. Tujuan menyetujui:
Tidak ada alasan untuk ditolak, bukan?
e) Kalimat seruan adalah kalimat yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan
(sakit, marah, terkejut, hairan, sindiran, sedih, takut, terperanjat, iba, dan
sebagainya). Dalam pelafalan biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi,
sedangkan dalam penulisannya kalimat seruan akan diakhiri dengan tanda seru (!)
atau tanda titik (.).
Adapun macam kalimat seru dan gunanya adalah:
 Aduh, untuk menyatakan perasaan sakit dan kagum
Contoh: - Aduh, sakitnya hatiku dijauhinya
 Aduhai untuk menyatakan perasaan sedih
Contoh: - Aduhai, sungguh malang nasibku!
 Ah untuk menyatakan tidak setuju atau menolak sesuatu
Contoh : - Ah, saya tetap tidak mengaku bersalah
 Eh untuk menyatakan perasaan terkejut atau heran
Contoh: - Eh, kamu sudah sampai!

Kalimat Berdasarkan Unsur Kalimat


Kalimat yang dilihat dari unsur kalimatnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Kalimat lengkap adalah kalimat yang setidaknya masih memiliki sebuah subjek
dan sebuah predikat.
Contoh :
-Presiden SBY membuka rapat di Istana Negara.

- Si Kinta pergi

b) Kalimat tak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna. Kalimat dengan bentuk
tidak sempurna kadang hanya berupa sebuah subjek saja, atau sebuah predikat,
bahkan ada yang hanya berupa objeknya saja atau keterangannya saja. Kalimat
tidak lengkap ini sering dipakai untuk kalimat semboyan, salam, perintah,
pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan, dan kekaguman.
Contoh :
- Jangan dilempar!
- Astaga, indahnya!
- Silakan masuk!
- Kapan menikah?

Kalimat Berdasarkan Susunan  Pola Subjek-Predikat


Kalimat yang dilihat dari struktur Subjek dan Predikatnya dapat dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
a) Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kata predikat yang mendahului kata subjek. Kalimat inversi
biasanya dipakai untuk penekanan atau ketegasan makna. Kata yang pertama kali
muncul pada kalimat inversi merupakan tolok ukur yang akan memengaruhi makna
kalimat, bahkan kata itu pula yang akan menimbulkan suatu kesan pada
pendengarnya.
Contoh:
- Bawa masker itu kemari!
P S
-  Ambilkan cerpen di atas kursi itu!
         P                       S
-  Sepakat kami untuk berolahraga di taman kota Lumintang.
    P          S                          K
b) Kalimat Versi
Kalimat versi adalah kalimat yang susunan dari unsur-unsur kalimatnya sesuai
dengan pola kalimat dasar Bahasa Indonesia (S-P-O-K).
Contoh:
-  Penelitian ini dilakukan mereka sejak 2 bulan yang lalu.
          S                 P            O                     K
-  Aku dan dia bertemu di angkringan ini.
             S             P             K

Berdasarkan Bentuk Gaya Penyajiannya (Retorikanya)


a) Kalimat yang Melepas
Kalimat yang melepas akan terwujud jika kalimat tersebut diawali oleh unsur utama
(induk kalimat) dan diikuti oleh unsur tambahan (anak kalimat). Unsur anak
kalimat ini seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya. Jika unsur anak kalimat
tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap.
Contoh:
-  Widya akan dibelikan vespa oleh ayah jika ia lulus ujian CPNS tahun 2021.
Induk kalimat/kalimat utama anak kalimat
b) Kalimat yang Klimaks
Kalimat klimaks akan terwujud jika kalimat tersebut diawali oleh anak kalimat dan
diikuti oleh induk kalimat. Kalimat belum dapat dipahami jika hanya membaca
anak kalimatnya.Sebelum kalimat itu selesai, terasa masih ada sesuatu yang
ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh karen itu, penyajian kalimat ini terasa
berklimaks dan terasa membentuk ketegangan.
Contoh:
-   Karena pola makan yang tidak teratur, penyakit Maagnya sering kambuh
. anak kalimat induk kalimat/kalimat utama
c) Kalimat yang  Berimbang
Kalimat yang berimbang disusun dalam bentuk kalimat majemuk setara dan
kalimat majemuk campuran, Struktur kalimat ini memperlihatkan kesejajaran
bentuk dan informasinya.
Contoh:
- Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan dapat
beribadat dengan leluasa.
- Harga pangan saat ini makin melonjak, pedagang dan konsumen
mempermasalahkan harga yang semakin naik.

7. Kalimat Berdasarkan Subjeknya


Berdasarkan subjeknya kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Kalimat Aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu
pekerjaan/tindakan. Kalimat ini biasanya memiliki predikat berupa kata kerja yang
berawalan me- dan ber-. Predikat juga dapat berupa kata kerja aus (kata kerja
yang tidak dapat dilekati oleh awalan me–saja), misalnya pergi, tidur, mandi,
dll. (kecuali makan dan minum).
Contoh:
- Imbuhan "me-"
Koki masterchef itu membuat menu baru untuk restorannya.
- Imbuhan "ber-"
Kami berdoa agar pandemi ini segara dapat teratasi.
Kalimat aktif dapat dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
 Kalimat Aktif Transitif adalah kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap dan
mempunyai tiga unsur wajib, yakni subjek, predikat, dan objek. Predikatnya
biasanya berawalam “me-“ dan selalu dapat diubah ke dalam bentuk kalimat pasif
yang predikatnya berawalan “di-“.
Contoh:
 Kami membuat kue bolu. (kalimat aktif) dapat diubah menjadi
 Kue bolu dibuat oleh kami. (kalimat pasif).

 Kalimat Aktif Intransitif adalah kalimat yang tidak berobjek dan mempunyai tiga
unsur wajib, yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat pada kalimat ini biasanya
berawalan “ber-“. Kalimat ini tidak dapat diubah menjadi kalimat pasif.
Contoh:
 Kami berjaga di luar rumah.
 Ketut berteriak dari dalam kamar mayat.

 Kalimat Semi Transitif adalah jenis kalimat yang tidak dapat diubah ke dalam
bentuk pasif, hal itu dikarenakan adanya unsur pelengkap bukannya objek. Ciri-
cirinya berupa adanya subjek, predikat, pelengkap, dan tanpa atau dengan
keterangan.
Contoh:
- Tata tertib ini berdasarkan keputusan bersama.
S P Pel
- Dia menjadi ketua BEM UPMI.
S P Pel

b) Kalimat Pasif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu


pekerjaan/tindakan. Kalimat bentuk ini memiliki predikat berupa kata kerja yang
berawalan “di-“ dan “ter-“ dan diikuti kata depan “oleh”. Kalimat pasif dapat
dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu:
 Kalimat Pasif Biasa adalah kalimat pasif yang terdapat di kalimat aktif transitif.
Untuk predikatnya sendiri selalu berawalan dengan imbuhan “di-“, “ter-“ dan
“ke-an”.
Contoh:
 Sampah masker dibuang Putu.
 Tanaman hias itu dijual paman.
 Kalimat Pasif Zero adalah kalimat yang unsur objek pelaku berdekatan dengan
unsur objek penderita tanpa ada sisipan dari kata yang lain. Ciri lainnya ialah
unsur predikat berakhiran “-kan” sehingga membuat awalan “di-“ menghilang
dari predikat. Predikat juga bisa menggunakan kata dasar yang bersifat kata
kerja, kecuali kata kerja "aus" (kata kerja yang tidak bisa menggunakan awalan
“me-“ dan “ber-“).
Contoh:
 akan saya sampaikan pesanmu.
 Saya berikan bukuku.
Cara mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif :
1. Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif.
2. Awalan me- diganti dengan di-.
3. Tambahkan kata oleh di belakang predikat.
Contoh :   Bapak  memancing ikan. (aktif)
.                Ikan dipancing oleh bapak. (pasif)
4. Jika subjek kalimat akrif berupa kata ganti maka awalan me- pada predikat
dihapus, kemudian subjek dan predikat dirapatkan.
Contoh :   Aku harus mengerjakan PR. (aktif)
.                PR harus kukerjakan. (pasif)
Kalimat Mayor dan Minor
a) Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua
unsur pusat (inti). Kalimat mayor klausanya minimal harus terdiri atas subjek
dan predikat.
misalnya:
Saya mengantuk.
Presiden berkunjung ke Australia.
b) Kalimat minor adalah kalimat yang mengandung satu unsur pusat (inti).
Kalimat minor hanya dibentuk oleh subjek atau predika atau objek bahkan
keterangan saja. Meskipun hanya dibentuk dengan satu kata, kalimat minor
dapat dipaham pesannya karena sudah diketahui konteksnya (kalimat, situasi,
topik yang dibicarakan). Kalimat dapat berupa kalimat jawaban-jawaban
singkat, seruan, pertanyaan, salam, dan sapaan.
Contoh:
- pergi!
- mana?
- hai!
-diam!
KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mengungkapkan ide, pesan, atau
keinginan pembicara atau penulis dengan sederhana. Sedangkan kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memenuhi unsur – unsur kalimat efektif.
Ada 6 syarat yang harus dipenuhi dalam membuat kalimat efektif, yaitu :
a. Kesatuan
Kalimat tersebut harus memiliki ide pokok atau minimal memiliki subjek dan predikat.
Contoh :
I. Kalimat tidak efektif :
 Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk kampus karena masih pandemi.
II. Kalimat efektif :
 Mahasiswa yang tidak berkepentingan dilarang masuk kampus karena masih
pandemi.
b. Kepaduan
Kepaduan berarti ada hubungan yang padu antara unsur – unsur pembentuk kalimat.
Contoh:
i. Kalimat efektif :
 Setiap pengemudi harus memiliki SIM
ii. Kalimat tidak efektif :
 Kepada setiap pengemudi mobil harus memliki SIM
c. Kepararelan
Berarti adanya pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian – bagian kalimat
tertentu.
Contoh :
1. Kalimat efektif :
 Kakakmu menjadi dosen atau menjadi guru?
2. Kalimat tidak efektif :
 Kakakmu menjadi dosen atau sebagai guru?
d. Ketepatan
Ketepatan berarti kesesuaian atau kecocokan pemakaian unsur – unsur yang
membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pemakaian yang pasti.
Contoh :
1. Kalimat efektif :
 Sayu setiap hari bermain game dari pagi sampai larut malam.
2. Kalimat tidak efektif :
 Sayu setiap hari bermain game dari pagi hingga larut malam.
e. Kehematan
Kehematan berarti hemat dalam pemakaian kata atau kelompok kata.
Contoh :
1. Kalimat tidak Efektif :
 Hanya ini saja yang dapat aku berikan padamu sayang
2. Kalimat efektif :
 Ini saja yang dapat aku berikan padamu sayang
f. Kelogisan
Kelogisan berarti kalimatnya memiliki arti yang logis atau masuk akal.
Contoh :
1. Kalimat tidak efektif :
 Hari kemerdekaan Republik Indonesia ke – 76
2. Kalimat efektif :
 Hari kemerdekaan ke – 76 Republik Indonesia.
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kalimat adalah satuan bahasa yang mengandung pikiran lengkap. Sebuah kalimat
paling kurang mengandung subjek dan predikat.
2. Kalimat memiliki unsur penyusun kalimat, yaitu Subjek, Predikat, Objek, dan
Predikat (SPOK).
3. Pola dasar kalimat adalah:
1. KB + KK
2. KB + KS
3. KB + KBil
4. KB + (KD + KB)
5. KB1 + KK + KB2
6. KB1 + KK + KB2 + KB3
7. KB1 + KB2
4. Jenis-jenis Kalimat :
1. Kalimat berdasarkan pengucapan
2. Kalimat berdasarkan jumlah frasa (struktur gramatikalnya)
3. Kalimat berdasarkan isi atau fungsinya
4. Kalimat berdasarkan unsur kalimat
5. Kalimat Berdasarkan Susunan Pola Subjek-Predikat
6. Kalimat berdasarkan bentuk gaya penyajiannya (retorikanya)
7. Kalimat berdasarkan subjeknya
8. Kalimat Mayor dan Minor
9. Kalimat Efektif
Kalimat merupakan penggabungan dari dua suku kata atau lebih yang
menghasilkan rangkaian suatu pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat juga
merupakan satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan
menyatakan makna yang lengkap.
TEMA V
PARAGRAF DAN JENIS-JENISNYA
Pengertian Paragraf
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi
paragraf yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti
seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan (gagasan
tunggal). Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan
mendukung gagasan tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri
atas satu kalimat dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini
wujud alinea semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya
yang kurang ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai
dalam tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas
dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang paragraf sebenarnya sudah
memasuki kawasan wacana atau karangan sebab formal yang sederhana boleh saja
hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak
mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.
Syarat Paragraf
Paragraf yang efektif harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya kesatuan dan
kepaduan.
Kesatuan paragraf
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai kesatuan atau kohesi jika seluruh kalimat
dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik / masalah. Jika
dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang
sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau
masalah.
Kepaduan paragraf
Seperti halnya kalimat efektif, dalam paragraf ini juga dikenal istilah kepaduan
atau koherensi. Kepaduan paragraf akan terwujud jika aliran kalimat berjalan
mulus dan lancar serta logis. Untuk itu, cara repetisi, jasa kata ganti dan kata
sambung, serta frasa penghubung dapat dimanfaatkan. Selengkapnya mengenai
syarat paragraf.

Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf sangat berkaitan erat dengan posisi kalimat topik karena
kalimat topiklah yang mengandung inti permasalahan atau ide utama paragraf.
Pengembangan paragraf deduktif, misalnya yang menempatkan ide/gagasan utama pada
awal paragraf, pasti berbeda dengan pengembangan paragraf induktif yang merupakan
kebalikan dari paragraf deduktif. Demikian juga dengan tipe paragraf yang lainnya.
Selain kalimat topik, pengembangan paragraf berhubungan pula dengan fungsi
paragraf yang akan dikembangkan: sebagai paragraf pembuka, paragraf pengembang,
atau paragraf penutup. Fungsi tersebut akan memengaruhi pemilihan metode
pengembangan karena misi ketiga paragraf tersebut dalam karangan saling berbeda.
Metode pengembangan paragraf akan bergantung pada sifat informasi yang akan
disampaikan, yaitu: persuasif, argumentatif, naratif, deskriptif, dan eksposisi. Metode
tersebut sudah pasti digunakan untuk mengembangkan alinea argumentatif, misalnya
akan berbeda dengan naratif.
Setelah mempertimbangkan faktor tersebut barulah kita memilih salah satu
metode pengembangan paragraf yang dianggap paling tepat dan efektif. Diantara
banyak metode pengembangan paragraf yang terdapat di dalam buku – buku komposisi,
di sini diangkat enam metode yang umum dipakai untuk mengembangkan alinea dalam
penulisan karangan. Metode yang dimaksud adalah : metode definisi, metode contoh,
metode sebab-akibat, metode umum-khusus, dan metode klasifikasi. Di dalam
mengarang, keenam metode pengembangan paragraf tersebut dapat dipakai silih
berganti sesuai dengan keperluan mengarang si penulisnya.
Metode Definisi
Definisi adalah usaha penulis untuk menerangkan pengertian/konsep istilah
tertentu. Untuk dapat merumuskan definisi yang jelas, penulis hendaknya
memperhatikan klasifikasi konsep dan penentuan ciri khas konsep tersebut. Satu
hal yang perlu diingat dalam membuat definisi, kita tidak boleh mengulang kata
atau istilah yang kita definisikan di dalam teks definisi itu.
Metode Proses
Sebuah paragraf dikatakan memakai metode proses apabila isi alinea
menguraikan suatu proses. Proses ini merupakan suatu urutan tindakan atau
perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Bila urutan atau tahap-
tahap kejadian berlangsung dalam waktu yang berbeda, penulis harus
menyusunnya secara runtut (kronologis). Banyak sekali peristiwa atau kejadian
yang prosesnya berbeda satu sama lainnya. Proses kerja suatu mesin, misalnya
tentu berbeda sangat jauh dengan proses peristiwa sejarah.
Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrsi selalu ditampilkan. Contoh-contoh
terurai, lebih-lebih yang memerlukan penjelasan rinci tentu harus disusun
berbentuk paragraf.
Metode Sebab-Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk menerangkan
suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya, atau sebaliknya. Faktor yang
terpenting dalam metode kausalitas ini adalah kejelasan dan kelogisan. Artinya,
hubungan kejadian dan penyebabnya harus terungkap jelas dan informasinya
sesuai dengan jalan pikiran manusia. Metode kausalitas atau sebab-akibat
umumnya tampil di tengah karangan yang berisi pembahasan atau analisis. Sifat
paragrafnya argumentatif murni atau dikombinasikan dengan deskriptif atau
eksposisi.
Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusus dan khusus-umum paling banyak dipakai untuk
mengembangkan gagasan paragraf agar tampak teratur. Bagi penulis pemula,
belajar menyusun paragraf dengan metode ini adalah yang paling disarankan.
Pertimbangannya, di samping mengembangkan urutan umum-khusus relatif
lebih gampang, juga karena model inilah yang paling banyak dipakai dalam
karangan ilmiah dan tulisan eksposisi seperti arikel dalam media massa.
Metode Klasifikasi
Bila kita akan mengelompokan benda-benda atau non-benda yang memiliki
persamaan ciri seperi sifat, bentuk, ukuran, dan lain-lain, cara yang paling tepat
adalah dengan metode klasifikasi. Klsifikasi sebenarnya bukan khusus untuk
persamaan faktor tersebut di atas, tetapi juga untuk perbedaan. Namun,
pengelompokan tidak berhenti pada inventarisasi persamaan dan perbedaan.
Setelah dikelompokan, lalu dianalisis untuk mendapatkan generalisasi, atau
paling tidak untuk diperbandingkan atau dipertentangkan satu sama lainnya.

Jenis-Jenis Paragraf
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan paragraf yang satu dari
paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya, yaitu : jenis paragraf menurut posisi
kalimat topiknya, menurut sifat isinya, dan menurut fungsinya dalam karangan.
Jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya
Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik. Karena berisi
gagasan utama itulah keberadaan kalmat topik dan letak posisinya dalam paragraf
menjadi penting. Posisi kalimat topik di dalam paragraf yang akan memberi warna
sendiri bagi sebuah paragraf. Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapa dibedakan
atas empat macam, yaitu : paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-
induktif, paragraf penuh kalimat topik.
Paragraf Deduktif
Paragraf Deduktif adalah paragraf yang letak kalimat pokoknya ditempatkan
pada bagian awal paragraf, yaitu paragraf yang menyajikan pokok permasalahan
terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan
paragraf (urutan umum-khusus).
Contoh paragraf deduktif :
"Universitas PGRI Mahadewa Indonesia merupakan salah satu kampus swasta
yang berkualitas. Kualitas tersebut tampak dari prestasi yang dicapai baik secara
akademik dan non-akademik. Selain prestasi yang moncer Mahadewa Univesity juga
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Universitas Mahadewa juga sudah
terakreditasi BAN-PT."
Paragraf Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan pada akhir paragraf akan terbentuk paragraf
induktif, yaitu paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah diakhiri
dengan pokok pembicaraan.
Contohnya:
"Target vaksinasi di Indonesia sampai bulan Juni 2021 belum mencapai hasil
yang maksimal. Selain itu, masyarakat banyak yang abai dan mulai jenuh dengan
pandemi ini. Masyarakat melanggar prokes kesehatan. Larangan mudik tahun ini pun
juga tidak dihiraukan. Warga seakan tidak menggap bahwa virus itu ada dan hanya
sebagian kecil saja yang percaya. Maka peningkatan kasus Coovid-19 dua minggu ini
pun meningkat tajam.
Paragraf Deduktif-Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf, terbentuklah
paragraf deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf umumnya menjelaskan atau
menegaskan kembali gagasan utama yang terdapat pada awal paragraf.
Contoh paragraf deduktif-induktif :
"Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia memerlukan rumah yang kuat,
murah, dan sehat. Pihak dari pekerjaan umum sudah lama menyelidiki bahan rumah
yang murah, tetapi kuat. Tampaknya bahan perlit yang diperoleh dari batuan gunung
berapi sangat menarik perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan air tanah. Usaha ini
menunjukan bahwa pemerintah berusaha membangun rumah yang kuat, murah dan
sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat."
Paragraf penuh kalimat topik
Seluruh kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya sehingga tidak
satupun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi seperti itu dapat atau biasa
terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena kalimat yang satu dan lainnya
sama-sama penting. Paragraf semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian bersifat
deskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.
Contoh paragraf penuh kalimat topik :
"Pagi hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah. Dengan udara yang sejuk
dan menyegarkan aku berlari-lari kecil mengitari kompleks perumahanku. Di sekitar
lingkungan rumah terdengar suara ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang
sangat indah. Kuhirup udara pagi yang segar sepuas-puasku."
Jenis Paragraf Menurut Sifat Isinya
Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada maksud
penulisannya dan tuntutan korteks serta sifat informasi yang akan disampaikan.
Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan sebenarnya cukup beralasan karena
pekerjaan menyusun paragraf adalah pekerjaan mengarang juga. Berdasarkan sifat
isinya, alinea dapat digolongkan atas lima macam, yaitu:
Paragraf Persuasif
Paragraf Persuasif adalah isi paragraf mempromosikan sesuatu dengan cara
memengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif banyak dipakai dalam
penulisan iklan, terutama majalah dan koran. Sedangkan paragraf argumentasi,
deskripsi, dan eksposisi umumnya dipakai dalam karangan ilmiah, seperti buku, skripsi
makalah dan laporan. Paragraf naratif sering dipakai untuk karangan fiksi seperti cerpen
dan novel.
Contoh :
“Marilah kita menaati protokol kesehatan agar kita segara bebas dari pandemi dan bebas
dari virus. Jangan sampai kita abai sehingga semua menuai. Oleh karena itu, perlu
kesadaran pada diri kita masing – masing untuk menjaga imunitas tubuh dan kesehatan
keluarga.

Paragraf argumentasi
Paragraf argumentasi adalah isi paragraf membahas satu masalah dengan bukti_bukti
alasan yang mendukung.
Contoh :
“Menurut Ketua panitia, Gede Jayaarta, Panggung Pandemi merupakan kegiatan rutin
yang diselenggarakan oleh FKIP Universitas Mahadewa untuk memperkenalkan
kampus sekaligus ajang berkreativitas mahasiswa. Kegiatan ini sangat urgen dilakukan
di tengah pandemi sebagai langkah mendukung pemerintah dalam mengatasi pandemi
saat ini.”

Paragraf naratif  
Paragraf naratif   adalah isi paragraf menuturkan peristiwa atau keadaan dalam bentuk
data atau cerita.
Contoh :
“Pada game pertama, Kido yang bermain dengan lutut kiri dibebat mendapat
perlawanan ketat Chai/Liu hingga skor imbang 16 – 16. Pada posisi ini, Kido/Hendra
yang lebih berpengalaman dalam berbagai kejuaraan memperlihatkan keunggulan
mereka.”
Paragraf deskriptif
Paragraf deskriptif adalah paragraf yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu
dengan bahasa.
Contoh :
“Kini hadir mesin cuci dengan desain bunga chrysant yang terdiri dari beberapa pilihan
warna, yaitu pink elegan dan dark red untuk ukuran tabung 15 kg. Disamping itu, mesin
cuci dengan bukaan atas ini juga sudah dilengkapi dengan LED display dan tombol-
tombol yang dapat memudahkan penggunaan. Adanya fitur I-sensor juga akan
memudahkan proses mencuci”.

Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang memaparkan sesuatu fakta atau kenyataan
kejadian tertentu.
Contoh :
“Rachmat Djoko Pradopo lahir 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah. Tamat SD
dan SMP (1955) di Klaten, SMA II (1958) di Yogyakarta. Masuk Jurusan Sastra
Indonesia Universitas Gadkah Mada, tamat Sarjana Sastra tahun 1965. pada tahun 1978
Rachmat mengikuti penataran sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Jakarta
bersama ILDEP dan terpilih untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Rijkuniversiteit
Leiden, Nederland, tahun 1980 – 1981, di bawah bimbingan Prof. Dr. A. Teeuw”.

Jenis Paragraf  Menurut Fungsinya dalam Karangan


Menurut fungsinya, paragraf dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:
  Paragraf Pembuka
Bertujuan mengutarakan suat aspek pokok pembicaraan dalam
karangan.Sebagai bagian awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus di fungsikan
untuk :
a. menghantar pokok pembicaraan
b. menarik minat pembaca
c. menyiapkan atau menata pikiran untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ke tiga fungsi tersebut di atas dapat dikatakan paragraf pembuka
memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah karangan. Paragraf pembuka
harus disajikan dalam bentuk yang menarik untuk pembaca. Untuk itu bentuk berikut ini
dapat dimanfaatkan sebagai bahan menulis paragraf pembuka,yaitu:
a. Kutipan, peribahasa, anekdot
b. Pentingnya pokok pembicaraan
c. Pendapat atau pernyataan seseorang
d. Uraian tentang pengalaman pribadi
e. Uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan
f. Sebuah pertanyaan.

2.4.3.2.  Paragraf Pengembang
Bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu karangan yang sebelumnya
telah dirumuskan dalam alinea pembuka. Paragraf ini didalam karangan dapat
difungsikan untuk:
a. Mengemukakan inti persoalan
b. Memberikan ilustrasi
c. Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
d. Meringkas paragraf sebelumnya
e. Mempersiapkan dasar bagi simpulan.

2.4.3.3. Paragraf Penutup
Paragraf ini berisi simpulan bagian karangan atau simpulan seluruh karangan.
Paragraf ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar lebih jelas.
Mengingat paragraf penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan. Penyajian harus
memperhatikan hal sebagai berikut:
a. sebagai bagian penutup,paragraf ini tidak boleh terlslu psnjsng
b. isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai
cerminan inti seluruh uraian
c. sebagai bagian yang paling akhir dibaca, disarankan paragraf ini dapat
menimbulkan kesan yang medalam bagi pembacanya.

2.1 Pengertian Paragraf


Paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil dari
penggabungan beberapa kalimat. Paragraf juga merupakan suatu bagian dari bab pada
sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan
baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan
membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan)
beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti
penyajian seperti paragraf pertama.
2.2 Fungsi dan Syarat-Syarat Paragraf

2.2.1 Fungsi Paragraf


Dalam sebuah karangan yang utuh, fungsi utama paragraf yaitu :
a. Untuk menandai pembukaan atau awal ide/gagasan baru
b. Sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya
c. Sebagai penegasan terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu.

2.2.2 Syarat-Syarat Paragraf

a. Kesatuan (dalam satu paragraf hanya berisi satu pikiran utama)


b. Kepaduan (hubungan antar kalimat dalam satu paragraf berkaitan)
c. Isinya relevan dengan karangan
d. Pengembangan (sebuah kalimat utama dalam sebuah paragraf, dikembangkan
dengan kalimat-kalimat penjelas)
e. Menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik berkaitan dengan
ragam, diksi, keefektifan yang pemakaiannya dengan situasi, sedangkan bahasa
yang benar, jika sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa.

2.3 Unsur-Unsur Paragraf


2.3.1 Kesatuan
Kalimat-kalimat dalam satu paragraf harus menggambarkan hubungan
dan menunjukkan ikatan untuk mendukung satu gagasan dan pikiran sebagai
pokok pikiran. Kesatuan berarti ada hubungan mengenai masalah dan tema
dalam pengembangan.
2.3.2 Koherensi
Kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat lainnya
yang membentuk satu paragraf. Koherensi atau kepaduan yang baik terjadi
hubungan timbal balik antar kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.
2.3.3 Pengembangan
Gambaran mengenai kesatuan dan penyatuan akan jelas terlihat dalam
pengembangan paragraf. Informasi-informasi dan keterangan yang
diberikan ada hubungannya dengan kalimat-kalimat yang harus berkembang
dalam paragraf tersebut.
Selain unsur diatas, adapun unsur-unsur yang lain, yaitu :
a. Topik
Topik adalah unsur yang paling penting dalam pembuatan sebuah paragraf
karena unsur inilah yang akan menjadi pokok di dalam sebuah paragraf. Unsur
ini biasanya berupa masalah atau ide yang dimiliki penulis yang akan
disampaikan kepada pembaca. Maka dari itu apa bila kita ingin membuat sebuah
paragraf terlebih dahulu kita harus merancang topik apa yang akan dibahas. Jadi,
jika kita ingin mengerti tentang isi keseluruhan yang ada dalam paragraf tersebut
pertama-tama kita harus menemukan topic yang sedang dibahas.

b. Kalimat utama
Kalimat utama adalah kalimat yang terletak secara tersirat.Kalimat utama
adalah sebuah kalimat umum. Hal ini dikarenakan agar kalimat utama dapat
dikembangkan oleh kalimat-kalimat penjelas yang ada di dalam sebuah paragraf.
c. Kalimat pendukung
Kalimat pendukung adalah kalimat yang akan membantu menjelaskan
kalimat utama. Kalimat penjelas adalah kalimat yang mendukung adanya
kalimat utama, kalimat utama biasanya berisi fakta, opini dan lain – lain.
Kalimat pendukung dan kalimat utama haru saling mempengaruhi agar tercipta
sebuah kalimat yang baik dan mudah untuk dipahami.
d. Transisi
Transisi atau konjungsi adalah penghubung kalimat ke kalimat lain. Untuk
mendapatkan kalimat yang baik dalam paragraf harus disusun dengan
menggunakan transisi atau kanjungsi. Transisi memiliki dua jenis yaitu transisi
intra kalimat seperti ( agar, dan, tetapi, karena dan lain-lain ) selain itu konjungsi
antar kalimat seperti ( oleh karena itu, karena, di samping itu, namun, lagipula
dan lain-lain ). 
e. Penegas
Penegas adalah unsur yang tidak selalu dihadirkan dalam sebuah paragraf
karena unsur penegas dianggap tidak terlalu penting. Fungsi dari adanya sebuah
penegas di dalam paragraf berfungsi untuk menambah daya tarik sebuah tulisan.

2.4 Kerangka Paragraf


Penyusunan paragraf sebagai berikut :
2.4.1 Menentukan tema
2.4.2 Menentukan ide pokok dengan menuangkan kalimat yang menjadi ide dasar
paragraf
2.4.3 Memberikan detail pendukung untuk mendukung gagasan utama
2.4.4 Menuliskan kalimat penjelas untuk mendukung ide pokok

2.5 Jenis-Jenis Paragraf


2.5.1 Jenis-Jenis Paragraf Berdasarkan Isi
a. Paragraf Argumentasi
Merupakan paragraf yang berisi ide atau gagasan dengan diikuti alasan
yang kuat untuk menyakinkan pembaca dengan isinya yang mengemukakan
suatu pendapat yang diyakini.
Ciri ciri paragraf argumentasi meliputi :
 Untuk penulisan karya tulis yang bersifat nonfiksi atau ilmiah
 Memberikan asumsi yang bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada
orang lain, bahwa apa yang dikemukakan merupakan kebenaran
 Menyertai bukti-bukti yang mendasari argumen tersebut berupa data, tabel,
gambar dan sebagainya
 Terdapat kesimpulan di akhir paragraf
Contoh paragraf argumentasi :
“Polusi udara dan lingkungan hampir terjadi di seluruh dunia, bahkan di
indonesia yang terutama terjadi pada kota-kota besar. Kendaraan bermotor
yang semakin banyak, asap pabrik dan limbahnya adalah contohnya,
yang dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar, seperti udara menjadi
kotor dan tidak sehat…”.
b. Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi merupakan gagasan pokok yang menggambarkan
suatu objek sehingga para pembaca seakan bisa melihat, mendengar, atau
merasa objek tersebut. Tujuannya adalah untuk merasakan sendiri dari semua
yang ditulis oleh penulis. Objek tersebut dapat berupa orang, benda, atau
tempat.
Ciri ciri paragraf deskriptif yaitu :
 Berisi bacaan yang melukiskan objek tertentu (orang, tempat, keindahan alam
dll)
 Pembaca bisa terbawa ke dalam alur cerita karya tulis tersebut
Contoh paragraf deskripsi :
“Mahasiswi itu terlihat tinggi semampai dengan balutan kebaya berwarna
merah yang membuat kulit badannya yang kuning langsat tersebut nampak
semakin cantik. Wajahnya dihiasi mata bulat yang bersinar dan disertai bulu
mata yang tebal…”
c. Paragraf Eksposisi
Merupakan jenis paragraf yang tulisannya memberikan informasi
mengenai sebuah teori, teknik, kiat, atau petunjuk sehingga orang yang
membacanya akan bertambah wawasan.
Ciri-ciri paragraf eksposisi meliputi :
 Mengandung informasi di dalamnya
 Karya tulis yang bersifat nonfiksi atau ilmiah
 Bertujuan menjelaskan dan memaparkan
 Berdasarkan fakta
 Tidak bermaksud mempengaruhi
Contoh paragraf eksposisi :
“Bantuan untuk para korban musibah gempa yang terjadi di yogyakarta
sampai saat ini belum merata. Keadaan tersebut kemudian melibatkan
beberapa wilayah mengalami kekurangan bahan pangan dan alat-alat
kebutuhan sehari-hari seperti pada wilayah bantul dan muntilan..”

d. Paragraf Persuasif
Paragraf persuasif adalah paragraf yang bertujuan meyakinkan dan
membujuk pembaca agar melaksanakan atau menerima gagasan penulis
terhadap suatu hal. Ciri-ciri paragraf persuasif :
 Terdapat bukti dan fakta yang mempengaruhi atau membujuk pembaca
 Tulisan yang mendorong dan mempengaruhi dalam suatu hal
 Bahasa yang digunakan dibuat menarik untuk memberikan kesan kepada
pembaca
Contoh paragraf persuasif :
” penggunaan sayuran organik dalam bahan makanan dirasakan lebih
sehat , awet, dan lebih enak. Selain itu, penjualan sayuran organik akan lebih
menguntungkan daripada sayuran biasa..”
e. Paragraf Narasi
Merupakan bentuk paragraf yang menceritakan serangkaian kejadian atau
peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya kejadian tersebut.
Ciri ciri paragraf narasi :
 Terdapat tokoh, tempat, waktu, dan suasana dalam cerita
 Mementingkan urutan waktu maupun urutan peristiwa
 Digunakan dalam karya fiksi ( cerpen,novel,roman) maupun dalam tulisan
nonfiksi (biografi, cerita nyata dalam surat kabar,sejarah,riwayat perjalanan).
Contoh paragraf narasi :
“suatu siang yang terik terlihat gadis itu berjalan dengan mempercepat
langkahnya untuk menuju pintu rumahnya seperti ketakutan akan ada yang
memergoki kedatangannya. Dengan susah payah pintu rumah pun di buka
namun, mukanya berganti dengan rasa terkejut karena lelaki tersebut yang
membukakan pintunya..”

2.5.2 Jenis-Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utamanya

Paragraf adalah seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain atau
mengemukakan satu gagasan utama atau gagasan pokok. Kalimat utama
adalah kalimat yang berisi ide pokok atau kalimat yang masih membutuhkan
penjelasan.
Paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya, yaitu :

1. Paragraf Deduktif
    Paragraf deduktif adalah paragraf yang meletakkan kalimat utamanya di
awal paragraf. Contoh paragraf deduktif :
 Ada beberapa penyebab siswa tidak menyukai mata pelajaran bahasa
indonesia. Pertama, metode pengajaran yang digunakan guru tidak menarik.
Kedua, anak merasa bosan dengan mata pelajaran bahasa indonesia. Ketiga,
guru tidak menguasai materi bahasa indonesia.

2. Paragraf Induktif
Paragraf induktif adalah paragraf yang meletakkan kalimat utamanya di
akhir paragraf.
Contoh paragraf induktif :
Pada waktu anak didik memasuki pendidikan formal, pendidikan bahasa
indonesia secara metodologis dan sistematis bukanlah merupakan halangan
baginya untuk memperluas dan memantapkan bahasa daerah. Setelah anak
didik meninggalkan kelas, ia kembali mempergunakan bahasa daerah dengan
teman-temannya atau orang tuanya. Ia merasa lebih intim dengan bahasa
daerah. Jam sekolah hanya berlangsung selama beberapa jam. Baik waktu
istirahat ataupun diantara jam-jam pelajaran, unsur-unsur bahasa daerah tetap
digunakan. Ditambah lagi jika sekolah itu bersifat homogen dan gurunya
penutur  asli bahasa daeah itu. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan
pengetahuan si anak terhadap bahasa daerahnya akan tetap maju
Paragraf induktif dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu generalisasi,
analogi, dan kausalitas.
a) Generalisasi adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan
beberapa fakta khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
Contoh:
Setelah karangan anak-anak kelas tiga diperiksa, ternyata ali, toto, alex,
dan burhan, mendapat nilai delapan. Anak-anak yang lain mendapat nilai
tujuh. Hanya maman yang enam dan tidak seorang pun mendapat nilai
kurang. Oleh karena itu, boleh dikatakan anak-anak kelas tiga cukup pandai
mengarang.

Yang menjadi penjelasannya di atas adalah:


1. Pemerolehan nilai ali, toto, alex, burhan, maman, dan anak-anak
kelas tiga yang lain merupakan peristiwa khusus.
2. Peristiwa khusus itu kita hubung-hubungkan dengan penalaran yang
logis.
3. Kesimpulan atau pendapat yang kita peroleh adalah bahwa anak
kelas tiga cukup pandai mengarang.
4. Kesimpulan bahwa anak kelas tiga cukup pandai mengarang,
mencakup ali, toto, alex, burhan, maman, dan anak-anak lainnya.
Dalam kesimpulan terdapat kata cukup karena maman hanya
mendapat nilai enam. Jika maman juga mendapat nilai tujuh atau
delapan, kesimpulannya adalah semua anak kelas tiga pandai
mengarang.
b)  Analogi 
Analogi adalah pola penyusunan paragraf yang berisi perbandingan dua
hal yang memiliki sifat sama. Pola ini berdasarkan anggapan bahwa jika
sudah ada persamaan dalam berbagai segi maka akan ada persamaan pula
dalam bidang yang lain.
Contoh:
Alam semesta berjalan dengan sangat teratur, seperti halnya
mesin.Matahari, bumi, bulan, dan binatang yang berjuta-juta jumlahnya,
beredar dengan teratur, seperti teraturnya roda mesin yang rumit berputar.
Semua bergerak mengikuti irama tertentu.Mesin rumit itu ada penciptanya,
yaitu manusia. Tidakkah alam yang mahabesar dan beredar rapi sepanjang
masa ini tidak ada penciptanya? Pencipta alam tentu adalah zat yang sangat
maha. Manusia yang menciptakan mesin, sangat sayang akan ciptaannya.
Pasti demikian pula dengan tuhan, yang pasti akan sayang kepada ciptaan-
ciptaan-nya itu.
Dalam paragraf di atas, penulis membandingkan mesin dengan alam
semesta. Mesin saja ada penciptanya, yakni manusia sehingga penulis
berkesimpulan bahwa alam pun pasti ada pula penciptanya. Jika manusia
sangat sayang pada ciptaannya itu, tentu demikian pula dengan tuhan sebagai
pencipta alam. Dia pasti sangat sayang kepada ciptaan-ciptaan-nya itu.
c)  Hubungan Kausal
 Hubungan kausal adalah pola penyusunan paragraf dengan
menggunakan fakta-fakta yang memiliki pola hubungan sebab-akibat.
Misalnya, jika hujan-hujanan, kita akan sakit kepala atau rini pergi ke dokter
karena ia sakit kepala. Ada tiga pola hubungan kausalitas, yaitu sebab-akibat,
akibat-sebab, dan sebab-akibat 1 akibat 2.

1. Sebab-Akibat
Penalaran ini berawal dari peristiwa yang merupakan sebab, kemudian
sampai pada kesimpulan sebagai akibatnya. Polanya adalah A mengakibatkan
B.
Contoh:
Era reformasi tahun pertama dan tahun kedua ternyata membuahkan hasil
yang membesarkan hati.Pertanian, perdagangan, dan industri, dapat
direhabilitasi dan dikendalikan.Produksi nasional pun meningkat. Ekspor
kayu dan naiknya harga minyak bumi di pasaran dunia menghasilkan devisa
bermiliar dolar as bagi kas negara. Dengan demikian, kedudukan rupiah
menjadi kian mantap. Ekonomi indonesia semakin mantap sekarang ini. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila mulai tahun ketiga era reformasi ini,
indonesia sudah sanggup menerima pinjaman luar negeri dengan syarat yang
kurang lunak untuk membiayai pembangunan.
Hal penting yang perlu kita perhatikan dalam membuat kesimpulan pola
sebab-akibat adalah kecermatan dalam menganalisis peristiwa atau faktor
penyebab.
2. Akibat-Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat.
Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk mencari penyebabnya.
Contoh:
Kemarin badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak.Pagi tadi istrinya
pergi ke apotek membeli obat.Karena itu, pasti badu itu sedang sakit.
3. Sebab-Akibat-1 Akibat-2
Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama
berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai tanggal 17 januari 2002, harga berbagai jenis minyak bumi dalam
negeri naik.Minyak tanah, premium, solar, dan lain-lain dinaikkan harganya.
Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya
ekonomi indonesia kembali berlangsung normal. Karena harga bahan bakar
naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya
angkutan naik, harga barang-barang pasti akan ikut naik karena biaya
tambahan untuk transportasi harus diperhitungkan. Naiknya harga barang-
barang akan dirasakan berat oleh rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga
barang harus diimbangi dengan usaha menaikkan pendapatan masyarakat.

3. Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)


    Paragraf campuran adalah paragraf yang meletakkan kalimat utamanya
di awal & di akhir paragraf .
 Contoh paragraf campuran :
Angka 13 adalah angka sial. Pernyataan seperti itu sudah tidak asing lagi
di telinga kita. Angka 13 juga sering dikaitkan dengan hal berbau mistis.
Angka 13 sering muncul dalam film atau cerita - cerita horor, seperti friday
13th, kamar 13, rumah nomor 13, dan masih banyak lagi. Di kehidupan nyata
pun masih banyak orang yang percaya akan mitos angka 13. Hal itu tidak
hanya dipercaya di indonesia saja, di negara lain pun memiliki mitos yang
sama, bahwa angka 13 adalah angka sial.

Simpulan
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi
paragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti
seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan(gagasan tunggal). Paragraf
diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari sudut pandang komposisi,
pembicaraan tentang paragraf sebenarnya ssudah memasuki kawasan wacana atau
karangan sebab formal yang sederhana boeh saja hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi,
tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan
sebuah karangan. Paragraf yang efektif harus memenuhi dua syarat ,yaitu adanya
kesatuan dan kepaduan.
Pengembangan paragraf sangat berkaitan erat dengan posisi kalimat topik karena
kalimat topiklah yang mengandung inti permasalahan atau ide utama paragraf. Selain
kalimat topik, pengembangan paragraf berhubungan pula dengan fungsi paragraf yang
akan dikembangkan: sebagai paragraf pembuka, paragraf pengembang, atau paragraf
penutup. Fungsi tersebut akan mempengaruhi pemilihan metode pengembangan karena
misi ketiga paragraf tersebut dalam karangan saling berbeda.
Metode pengembangan paragraf akan bergantung pada sifat informasi yang akan
disampaikan,yaitu: persuasive, argumentatif, naratif, deskriptif, dan eksposisi. Metode
tersebut sudah pasti digunakan untuk mengembangkan alinea argumentatif, misalnya
akan berbeda dengan naratif.
Setelah mempertimbangkan factor tersebut barulah kita memilih salah satu
metode pengembangan paragraf yang dianggap paling tepat dan efektif. Diantara
banyak metode pengembangan paragraf yang terdapat di dalam buku-buku komposisi,
disini diangkat enam metode yang umum dipakai untuk mengembangkan alinea dalam
penulisan karangan. Metode yang dimaksud adalah : metode definisi, metode contoh,
metode sebab-akibat, metode umum khusus, dan metode klasifikasi.
Di dalam mengarang, keenam metode pengembangan paragraf tersebut dapat
dipakai silih berganti sesuai dengan keperluan mengarang si penulisnya.
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan paragraf yang satu dari
paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya,yaitu : jenis paragraf menurut posisi
kalimat topiknya, menurut sifat isinya, menurut fungsinya dalam karangan.
EYD

Pengertian Ejaan
Pengertian Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah
tulis-menulis yang distandardisasikan.Lazimnya, ejaan mempunyai tiga
aspek, yakni aspekfonologis yang menyangkut penggambaran fonem
dengan huruf danpenyusunan abjad aspek morfologi yang menyangkut
penggambaransatuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang
menyangkut penandaujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).
Keraf (1988:51) mengatakan bahwaejaan ialah keseluruhan peraturan
bagaimana menggambarkanlambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana
interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya,penggabungannya)
dalam suatubahasa. Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-
kaidah caramenggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya)
dalam bentuktulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dengan
demikian,secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat
kaidahtulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda
baca.
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa
Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan,
mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta
penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang
disempurnakan.Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata
bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis.Karena dalam sebuah
karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya
EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.

2.2 Pemakaian Huruf Yang Benar


Ejaan yang pernah di pakai di Indonesia (sebelum mengenal EYD) ada dua.
Pertama, Ejaan Van Ophuysen yang berlaku pada tahun 1901-1947. Kedua, Ejaan
Repunlik atau Ejaan Soewandi yang berlaku tahun 1947-1972.Pada tahun 1972,
tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1972, berlakulah Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Pada
tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan” dengan menjelaskan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975
memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan” dan
“Pedoman untuk Pembentukan Istilah”.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan, Pada tahun 2009, Menteri PENDIDIKAN Nasional mengeluarkan
Peratuan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Inonesia Yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri
ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Maka pembahasan
yang akan di bahas satu demi satu aturan kebahasaan sebagai mana tentang dalam
Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009 dimulai dari pemakaian huruf.

2.2.1. Huruf Abjad


Dalam bahasa Indonesia Abjad yang digunakan terdiri dari huruf , dimana
Abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf berikut.
2.2.2 Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas lima huruf,
yaitu a, e, i, o, dan u.
Keterangan:
Untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar, diakritik berikut ini dapat
digunakan jika ejaan kata itu dapat menimbulkan keraguan.

1. Diakritik (é) dilafalkan [e].


Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap).

2. Diakritik (è) dilafalkan [ɛ].


Misalnya:
Kami menonton film seri (sèri).
Pertahanan militer (militèr) Indonesia cukup kuat.

3. Diakritik (ê) dilafalkan [ə].


Misalnya:
Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
Upacara itu dihadiri pejabat teras (têras) Bank Indonesia.
Kecap (kêcap) dulu makanan itu.

2.2.3 Huruf Konsonan


Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21
huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Keterangan:
 Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu. Huruf x
pada posisi awal kata diucapkan [s].

2.2.4 Huruf Diftong


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan
gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi.
Keterangan :
Diftong yang dieja dengan au, ai, dan oi dilafalkan sebagai bunyi vocal yang
diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w dan y karena diftong bukanlah gabungan dua
bunyi vocal.Istilah semi vocal yang kadang-kadang dipakai untuk w dan y sudah
menunjukkan bahwa keduanya bukan vokal.
Bandingkanlah beda lafal au dan ai dalam kemarau dan mennggulai (au dan ai
disini adalah diftong), dan dalam mau dan menggulai (au dan ai disini melambangkan
deret dua bunyi vokal).

2.2.5 Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing melambangkan
satu bunyi konsonan.

2.2.6 Nama Diri


Untuk penulisan nama gunung, laut, jalan, sungai, tempat, dan sebaginya
disesuikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Begitu juga untuk penulisan nama
orang, badan hokum, juga nama diri lain yang sudah lazim dipakai supaya disesuaikan
dengan EYD, kecuali apabila ada pertimbangan yang bersifat khusus.
2. 3 Penulisan Huruf Yang Benar

2.3.1 Huruf Besar atau Huruf Kapital


a. Huruf Besar atau Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Contoh :
• Apa maksudnya?
• Dia membaca buku.
b. Huruf besar atau huruf kapital dipakai segai huruf pertama petikan langsung.
Contoh :
• Andi bertanya, “Kapan kamu datang?”
• Pak Guru berseru.“Kalian harus rajin belajar!”
c. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan-
ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal kegamaan, kitab suci, nama Tuhan
termasuk kata gantinya.
Contoh:
• Hindhu.
• Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
d. Huruf besar ata huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gekar kehormatan
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh :
• Sultan Agung.
e. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama seseorang.
Contoh :
• Presiden Soekarno.
• Gubernur Imam Utomo.
f. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertamana nama orang.
Contoh :
• Iqbal Dhiafakri.
• Dewi Aryana.
g. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa.
Contoh :
• bangsa Indonesia.
• suku Madura.
• bahasa Inggris.
h. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama hari, bulan, tahun,
hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh :
• hari minggu.
• bulan Agustus.
• hari Nyepi.
i. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertaman nama khas dalam
geografi.
Contoh :
• Timur Tengah.
• Gunung Merapi.
• Pantai Kuta.
j. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi, lembaga,
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh :
• Majelis Perwakilan Rakyat.
• Piagam Jakarta.
k. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata untuk
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel
seperti: di, ke, dari, untuk, yang, yang mana tidak terletak pada posisi awal.
Contoh:
• Jawa Pos.
• Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar.
l. Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama, gelar dan sapaan.
Contoh:
• Ir Insinyur.
• SE Sarjana Ekonomi.
m. Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam huruf pertama kata petunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, adik, saudara, kakak, dan paman yang
dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Contoh:
• Kapan Ayang pulang dari kantor ?
• Mereka semu pergi ke rumah Pak Lurah.
Huruf besar atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertamakata petunjuk
hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Contoh :
• Semua karyawan dan bupati hadir di kantor kabupaten.
• Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
2.3.2 Huruf Miring
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk :
~ Menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh:
• surat kabar Jawa Pos.
•Sutasoma karangan Mpu Tantular.
~ Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh :
• Pasal itu tidak memuat ketentuan hokum.
• Huruf pertama kata minum adalah m.
~ Menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan asing keculi yang telah
disesuaikan ejaannya.
Contoh :
• Penggunaan kata training centre sebaiknya diganti dengan kata pusat
pelatihan
• Ora Et Labora artinya bekerja sambil berdoa.
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi
satu garis mendatar dibawahnya.

2.4 Penulisan Kata Yang Benar


2.4.1 Kata Dasar
~ Kata yang berupa dasar ditulis sebagai satu satuan.
Contoh:
• Ibu pergi ke pasar.
• Adik makan roti.
2.4.2 Kata Turunan
~ Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh :
• ditulis.
• dikecilkan.
• membaca.
~ Kalau kata dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan
akhiran, maka kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh:
• mempertanggungjawabkan.
• melipatgandakan.
~ Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Contoh :
• mahasiswa.
• tunanetra.
~ Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar,
diantaranya kedua unsur itu ditulis tanda hubung (-).
Contoh:
• pan-Amerikanisme.
• non-israel.
~ Maha sebagai unsur gabungan kata ditulis serangkai kecuali jika diikuti oleh
kata yang bukan kata dasar.
Contoh:
• Dalam menjalankan pemerintahannya Sultan Agung terkenal sebagai raja
yang “mahabijaksana.”
• Tuhan maha mendengar.
~ Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti dan
mendahuluinya kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Contoh:
• buku pelajaran.
• bertanggung jawab.
2.4.3 Kata Ulang
~ Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh :
• grak-gerik.
• ramah-tamah.
• lauk-pauk.
2.4.4 Gabungan Kata
~ Gabungan kata yang lazim disebut dengan kata majemuk, termasuk istilah
khusus, bagian-bagiannya yang umum ditulis terpisah.
Contoh:
• jalan raya.
• rumah sakit.
• pasar malam.
~ Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan salah baca,
dapat diberi tanda hubung untuk menegaskam pertalian diantara unsur yang
bersangkutan.
Contoh:
• anak-istri.
• bapak-ibu.
• adik-kakak.
~ Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai.
Contoh :
• apabila.
• tatabahasa.
• sendratari.
2.4.5 Kata Depan
~ Kata depan di, ke,dari ditulis secara terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti
kepada dan daripada.
Contoh:
• Tina menonton tv di ruang tamu.
• Adik pergi ke sekolah.
• Paman baru datang dari Jakarta.
2.4.6 Kata si dan sang
~ Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh :
• Si pengirim surat itu tidak mencantumkan alamat yang jelas.
• Kucingku di Belang baru saja punya anak.
• Raja sedang marah pada sang Pangeran.
2.4.7 Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya.
~ Kata ganti ku dankau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu,
nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh:
• Apa yang kumiliki bias kaupinjam sekarang.
• Bukuku, bukumu, bukunya tersimpan di almari.

2.4.8 Partikel
~ Partikel lah, kah, tah ditulis serangai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh :
• Marilah kita tidur karena hari sudah malam.
• Siapakah yang mengambil bukuku ?
~ Patikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh :
• Apa pun yang kau minta akan kuberikan.
• Ibu pun mengetahui kalau aku belum makan.
Kelompok kata yang berikut, sudah dianggap padu benar, ditulis
serangkai :adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Contoh :
• Meskipun sakit, dia tetap masuk sekolah.
• Walaupun hujan, dia tidak mau menggunakan paying.
• Walau bagaimanapun mereka adalah saudara kita.
~ Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian-
bagian kalimat yang mendampinginya.
Contoh :
• Harga beras sekarang Rp. 10.000,00 perkilo gram.
• Mereka menghitung buku itu satu persatu.
• Dia akan dipindahkan ke Surabaya per 1 April tahun ini.
2.4.9 Angka dan Lambang Bilangan
~ Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka arab dan angka romawi. Pemakaiannya diatur
lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
Contoh :
• Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
• Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L, C, D, M.
~ Angka yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, isi, satuan
waktu, dan nilai barang.
Contoh:
• 8 meter.
• Rp. 2500,00.
•pukul 11.00.
~ Angka lazim untuk menandai nomor jalan, rumah, apartement, atau kamar pada
alamat.
Contoh:
• Jalan Jakarta No. 118.
• Hotel Majapahit, kamar 11.
~ Angka yang digunakan juga untuk menomori karangan atau bagiannya.
Contoh:
• Bab III, Pasal 10, halaman 25.
. • Surat Al-Fatihah: 3.
~ Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut
a. Bilangan utuh
Contoh :
• 15 lima belas.
•27 dua puluh tujuh.
b. Bilangan pecahan
Contoh:
• 1/3 sepertiga.
• 5% lima persen.
3,9 tiga sembilan persepuluh.
~ Penulisan tingkat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
Contoh:
• Tingkat III.
• Tingkat ke-3.
• Tingkat 3.
~ Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran-an mengikuti cara berikut
Contoh:
•tahun 60-an atau enam puluhan.
•uang 5000-an atau lima ribuan.
•empat uang 1000-an atau empat uang ribuan.
~ Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tulisan
dengan hurufkecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan,
seperti dalam perincian dan pemaparan.
Contoh :
• Kita harus menggosok gigi dua kali sehari.
• Diantara 50 siswa yang hadir, 23 orang laki-laki, dan 27 orang perempuan.
• Ibu pergi ke pasar membeli 3 ikat kangkung, 2 ekor ikan gurami, dan 10
butir telur.
~ Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata, tidak terdapat lagi pada awak kalimat.
Contoh:
• Dua belas orang yang mendapat kenaikan pangkat.
Bukan: 12 orang yang mendapat kenaikan pangkat.
~ Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
Contoh:
• Iwan baru saja membeli rumah rbaru seharga 100 juta rupiah.
~ Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti kata dan kwitansi, bilangan tidak
perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Contoh:
• Sekolah kami memiliki 20 orang tenaga pengajar.
Bukan: sekolah kami memiliki 20 ( dua puluh ) orang tenaga pengajar
~ Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Contoh:
• Dengan ini kami kirimkan uang sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah).
• Dengan ini kami kirimkan uang sebesar 50.000 (lima puluh ribu) rupiah.
2.5 Tanda Baca Yang Benar
2.5.1 Tanda Titik
~ Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Contoh:
• Dina memasak nasi di dapur.
• Nenek sedang menjahit baju.
• Rudi belajar Matematika di kamar.
~ Tanda titik dipakai pada akhir singatan nama orang
Contoh:
• Muh.Yamin.
• R.A. Kartini.
~ Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
• S.H. Sarjana Hukum.
• Ir. Insinyur.
• Dr. Dokter.
~ Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat
umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai
satu tanda titik
Contoh:
•tgl. Tanggal.
•dsb. dan sebagainya.
•dkk. dan kawan-kawan.
~ Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik
untukmenunjukkan waktu.
Contoh :
•pukul 08.30.45 (pukul 8 lewat 30 menit 45 detik).
~ Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,dan detik yang
menunjukkan angka waktu.
Contoh:
• 3.10.35 jam (3 jam, 10 menit, 35 detik).
~ Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan
seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
• Andi pindah ke Surabaya tahun 2005.
• Pesawat teleponnya nomor 3723722.
~ Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan yang gterdiri dari huruf-huruf awalan
kata atau suku kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam
akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh:
• ABRI Angkatan Bersejata Republik Indonesia.
• DPR Dewan Perwakilan Rakyat.
• MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat.
~ Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang.
Contoh:
• Ka Kalium.
• TNT Trinitrolulena.
• 20 cm Panjangnya 20 cm.
~ Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan,
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh:
• Acara Pembukaan Olimpiade.
• Habis Gelap Terbitlah Terang.
~ Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan surat atau nama
alamat penerima surat.
Contoh:
• Putri Anggita
Jalan Pemuda 88
Jakarta
• Yth. Sdr. Irma Wijaya
Jalan Tunjungan 100
Surabaya
~ Tanda titik dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagian, ikhtisar,
atau daftar.
Contoh:
• II.Departement Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa.
B. Direktorat Jendral Agraria.
Penyiapan Naskah: 1. Patokan Umum
1.1 Isi karangan
1.2 Ilustrasi
2.5.2 Tanda Koma
~ Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilang
Contoh:
• Adik membeli buku, pensil dan penggaris.
• Satu, dua, tiga, empat, lima, enam!
~ Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan.
Contoh:
•Bapak tidak pergi ke Malang, melainkan ke Medan.
• Adik ingin pergi ke sekolah, tetapi badannya kurang sehat.
~ Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila
anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
• Karena sakit, Santi tidak pergi ke sekolah.
• Kalau hari hujan, Nina tidak akan pergi ke pasar.
~ Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh:
• Nina tidak akan pergi ke pasar kalau hari hujan.
•Santi tidak pergi ke sekolah karena sakit.
~ Tanda koma dipakai dibelakang ungkapan atau kata penghubung antara kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya, oleh, karena itu, jadi,
lagipula, meskipun, begitu, akan tetapi.
Contoh:
• Oleh sebab itu, kita harus belajar giat.
• Jadi, kita harus berangkat sekarang juga.
~ Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.
Contoh:
• Ayah berkata, "Saya sedang memebaca koran."
• "Saya senang sekali," kata Ibu, ”karena anak-anakku sudah bekerja
semua."
~ Tanda koma dipakai diantara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat,
dan tanggal, nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan
Contoh:
• Bapak Agus Hermawan, Jalan Tentara Pelajar 135, Surabaya.
• Surabaya, 10 november 1945.
~ Tanda koma dipakai diantara tempat penerbitan, nama penerbitan.
Contoh:
• Yuwono, Salim Sanotoso Drs. Perkembangan Sastra Indonesia, Surabaya,
Binasarana, 1979.
~ Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalamdaftar pustaka.
Contoh:
• Siregar, Merai, Azab dan Sengsara, Weltevreden, Bali Pustaka, 1920.
~ Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya, untuk membedakan dari singkatan nama keluarga atau marga.
Contoh:
• M. Singgih, S.H.
• Ny. Siti Fatimah, M.A.
~ Tanda koma dipakai dimuka persepuluhan dan di antara rupiah dan sen dalam
bilangan.
Contoh:
• 30,50 kg.
• 2,5 liter.
• Rp 50,25.
~ Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan
aposisi.
Contoh:
• Pak Heru, Pak Maryadi, termasuk orang kaya di kampung ini.
~ Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan mendahului bagian lain dalam kalimat itu.
Contoh:
• "Apakah kamu sudah makan?", tanya Ibu
• "Ayo kita belajar giat!", seru Pak Guru
2.5.3 Tanda Titik Koma (;)
~ Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Contoh:
• Usia semakin tua; belum juga mendapatkan anak.
~ Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh:
• Ayah bekerja di kantor pos; Ibu bekerja di pabrik; Adik memasak di
dapur
2.5.4 Tanda Titik Dua(:)
~ Tanda titik dua dipakai pada suatu akhir pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian
atau pemerian.
Contoh:
• Untuk membuat rumah, kita membutuhkan bahan bangunan seperti:
pasir, batu bata dan lain-lain.
~ Tanda titik dua dipakai sesudah ungkapan atau kata yang memerlikan pemerian
Contoh:
• Ketua : Andrea Anastasya
Sekretaris : Heri Kurniawan
Bendahara : Laila Indah
~ Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalampercakapan
Contoh:
• Ibu : "Ayo kitta berangkat sekarang, Mas!"
• Imas : "Baik, Bu"
~ Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh:
• Kita sekarang memerlukan buku, pensil, penggaris, dan alat tuis
lainnya.
~ Tanda titik dua dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan
ayat dalam kitab-kitab suci, atau di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Contoh:
• Surat Al-Imron:13.
• Karangan Idrus, Kisah Sebuah Celana Pendek: Celana Kepar, made
in Italia.
2.5.5 Tanda Tanya (?)
~ Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Contoh:
• Dimana kamu tinggal?
• Haruskah aku kembali?
~ Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung atau menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:
• Helen dilaharikan tahun 1925s(?)
2.5.6 Tanda seru(!)
~ Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa
emosi yang kuat.
Contoh:
• Sungguh bagus pemandangan itu!
• Tutup pintu rapat-rapat!
• Hidup!
2.5.7 Tanda Kurung()
~ Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh:
• Di sekolah di SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 1 Denpasar.
~ Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang satu seri keterangan. Angka atau
huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Contoh:
• Pendidikan adalah tanggung jawab bersama yang harus dipikul
secara bersama oleh unsur-unsur:
(1) pemerintah a) pemerintah
(2) masyarakat b) masyarakat
(3) orangtua murid c) orangtua murid
~ Tanda kurung mengapit atau penjelasan yang bukan merupakan bagian integral
dari pokok pembicaraan.
Contoh:
• Dua jenis pelajaran(menurut kami harus dikatakan 'pengajaran') ini
ada metode dan sistemnya.
2.5.8 Tanda Hubung
~ Tanda hubung menyambung suku-suku dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Contoh:
• ......mari kita menunjuan pretasi yang lebih baik dari kemarin.
~ Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata belakangnya, atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Contoh:
• .....merupakan suatu permain-
an yang sangat menarik.
~ Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Contoh:
•ibu-ibu.
•bermacam-macam.
` • berbondong-bondong.
~ Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Contoh:
•p-e-n-s-i-l.
• 30-11-85.
~ Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian
ungkapan
Bandingkan:
•ber-evolusi dengan be-revolusi.
~ Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan se- dengan kata kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, ke- dengan angka, dengan -an, dan singkatan huruf
kapital dengan imbuhan atau kata.
Contoh:
•se-Kabupaten.
•se-Indonesia.
•hadiah ke-3.
~ Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa indonesia dengan unsur
bahasa asing.
Contoh:
•di-ekspor.
•di-charter.
2.5.9 Tanda Petik Ganda ("....")
~ Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah,
atau bahan penulisan lainnya. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris.
Contoh:
• "Kapan kamu pergi?" tanya Tika.
• "Besok, mungkin," jawab Sinta
~ Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku , apabila dipakai dalam
kalimat.
Contoh:
• Pelajarilah"Sistem Pernafasan" dalam buku pelajaran biologi.
~ Tanda petik penutup mengkuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Contoh:
• Kata Linda,"saya sudah makan."
~ Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Contoh:
• Penemu "telepone" telah mendapat penghargaan.
• Andi memakai celana yang dikenal dengan nama "pantolan".
~ Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus.
Contoh:
• Karena warnanya , anjingku memberi nama "Si Putih."
• Ken Arok seorang "maha raja" pada masa kerajaan Singosari.
2.5.10 Tanda Pisah (-)
~ Untuk menyatakan suatu pikiran sampingan atau tambahan.
Contoh :
• Ada kritik yang menyatakan bahwa cara siswa belajar bahasa
Inggris -khusus dalam pengucapannya- kurang baik.
• Bentuk karangan yang sederhana dapat mendrong orang - orang
awam - seperti saya ini – dapat mempelajari dengan baik.
~ Untuk menghipun atau memperluas suatu subyek atau bagian kalimat, sehingga
menjadi lebih jelas.
Contoh :
• Rangkaian kegiatan ini – memcuci piring – menyapu lantai –
merupakan kegiatanku setiap harinya.
• Warga kampung – pria, wanita, tua, muda – semua menyaksikan
pertandingan sepaknola itu.
~ Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan berarti ‘sampai dengan’ sedangkan
bila dipakai antara dua tempat atau kota berarti ke atau sampai.
Contoh :
• Ima tinggalndi Surabaya dari tahun 2000-2009.
• Pertandingan itu akan diselenggarakan mulai tanggal 8 – 12
November 2005.
~ Tanda pisah dipakai juga untuk menyatakan suatu ringkasan atau suatu gelar.
Contoh :
• Hanya satu pekerjaannya- berjualan sayur.
• Inilah kedua anak saya yang saya ceritakan – Dina dan Diva.
Dalam hal ini lazim dipergunakan titik-titik (……) daripada tanda
pisah.
2.5.11 Tanda Petik Tunggal (‘……’)
~ Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh :
• Mita berkata, “Tiba-tiba saya mendengar suara menegur
seseorang ‘Siapa kamu?’’’
atau Mita berkata,
• ‘Tiba-tiba saya mendengar suara menegur seseorang “Siapa
Kamu?”
~ Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit terjemahan atau penjelasan sebuah
kata atau ungkapan asing.
Contoh :
• Teriakan-teriakan binatang dan orang primitive oleh Wund
disebut LAUTGEBARDEN ‘gerak-gerik bunyi’.
2.5.12 Tanda Ulang (…..2) (angka 2 biasa)
~ Tanda ulang dapat dipakai dalm tulisan cepat dan notula untuk menyatakan
pengulangan kata dasar.
Contoh :
• macam2
• lain2
• jalan2
2.5.13 Tanda Penyingkat (apostrof) (‘)
~ Tanda apostrof menunjukkan, menghilangkan bagian kata.
Contoh :
• Maya, ‘kan ku antar. (‘kan = akan)
• Dia t’lah pergi kemarin. (t’lah = telah)
2.5.14 Tanda Garis Miring (/)
~ Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Contoh :
• No. 118/SK/1978.
~ Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata an, atau, per, atau nomor
alamat.
Contoh :
• saudara/saudari.
• Jalan Jawa V/30.
• harganya Rp.100,00/biji.
2.5.15 Tanda Elipsis (………..)
Tanda elipsis (titik-titik) yang dilambangkan dengan tiga titik (…) dipakai untuk
menyatakan hal-hal berikut :
~ Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus atau menyatakan ujaran yang
terputus dengan tiba-tiba.
Contoh :
• Ria seharusnya…seharusnya…belajar giat supaya baik kelas.
~ Tanda elipsis dipakai untuk menyatakan bahwa dalam suatu kutipan ada bagian
yang dihilangkan.
Contoh :
• Sikap disiplin yang tinggi unuk menjalankan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa…perlu dimantapkan.
~ Tanda elipsis yang digunakan pada akhir kalimat karena menghilangkan bagan
tertentu sesudah kalimat itu berakhir, menggunakan empat titik, yaitu satu sebagai
titik bagi kalimat sebelumnya, dan tiga bagi bagian yang dihilangkan.
Contoh :
• Demi tegaknya hokum, serta kelancaran tata tertib hal ini sangat
perlu… sehingga setiap “orang yang melanggar”, harus ditindak
tegas.
~ Tanda elipsis dipergunakan juga untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri
kelanjutan dari sebuah kalimat.

Contoh :
• Mulanya bermodal kecil. Tetapi dia mempunyai dagangan yang
cukup lengkap, gula, kopi, tape record, televise berwarna,…
bahkan semua kebutuhan dilayani. Enah darimana dia dapat
mengumpulkan modal sebesar itu!
2.5.16 Tanda Kurung Siku ([….])
~ Dipakai untuk menerangkan sesuatu di luar jalannya teks, atau sisipan keterangan
(interpolasi) yang tidak ada hubungan dengan teks.
Contoh :
• Bila kita perhatikan lingkungan pemuda dari desa ini berhubungan
[maksudnya : berhubungan] dengan kenyataan-kenyataan yang ada
di luar desa ini.
~ Mengapit keterangan ataun penjelasan bagi suatu kalimat yang sudah ditemptkan
dalam tanda kurung.
Contoh :
• (Hanya menggunakan nada atau kombinasi nada-nada dan apa yang
saya sebut persendian [atau mungkin kata lain perjedahan atau
juncture itu])

2.1.1 Pengertian EYD (Ejaan yang Disempurnakan)


EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia
yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan
penulisan huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini
diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu
adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam
sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD
digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa
Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan
baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan
Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang
digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia,
Malaysia dan Brunei Darussalam.

2.1.2 Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata

1) Penggunaan Huruf Kapital


Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur
Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan
Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh,
Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
o Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa
Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-
Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya :
kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
o Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali,
menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon,
pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.

o Setiap unsur bentuk ulang sempurna


Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan
Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
o Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di,
ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai
pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.

2) Penulisan Huruf Miring

o Penulisan nama buku


Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip
dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar
Bandung Pos.
o Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata. Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
o Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan
dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda,
lactobacillus.

3.      Penulisan Kata Turunan


o Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa
gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis
serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
o Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan
kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh,
antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual,
demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi,
intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen,
tridaya, rekondisi.

4.      Penulisan Gabungan Kata

o Penulisan gabungan kata istilah khusus


Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk
istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh;
alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-
bapak kami.
o Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus
ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata,
belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari,
olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga,
sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.

2.1.3 Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan
angka
1.      PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan
pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah,  siapakah, apakah.
a.      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari
kata yang mendahuluinya.
b.      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi,
dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

2.      PENULISAN SINGKATAN


Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri
atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih
diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian
singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok,
artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan
tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca,
atau judul-judul berita.
b. Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik..

3.      PENULISAN AKRONIM


Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan
nama diri berupa gabungan huruf.
a. Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b. Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan
huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya
ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk
akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi
vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim

4.      PENULISAN ANGKA


Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka:
1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2) Angka digunakan untuk menyatakan :
 Ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
 Satuan waktu,
 Nilai uang,
 Kuanitas.
3) Lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar
pada alamat.
4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat
diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman
EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahasa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah
bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

6. PENULISAN UNSUR SERAPAN


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai
bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan
besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks
bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur
pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

2.1.4   Penggunaan Tanda Baca

1. Tanda Titik ( . )
o Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
o Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Muh.Yamin

o Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Misalnya: Bc. Hk.           (Bakalaureat Hukum)
Dr.                   (Doktor)

2. Tanda Koma ( , )

o Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau


pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
o Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya:  Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

3. Tanda Titik Koma (; )

o Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
o Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik
menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran pilihan pendengar.

4. Tanda Titik Dua ( : )

o Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja,
dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi
Perusahaan.
o Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:    a.  Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari                  : Senin
Jam                  : 9.30 pagi

5. Tanda Hubung ( – )

o Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris.
Misalnya: … ada cara ba-ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat
satu huruf saja pada ujung baris.
o Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada.
Misalnya: …cara baru meng-ukur panas.
… cara baru me-ngukur kelapa.
… alat pertahan-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal
baris.
o Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:  Anak-anak
Berulang-ulang
Dibolak-balikkan
Kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada
teks karangan.
6. Tanda Pisah ( – )

o Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat. 
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
o Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga
pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.

7. Tanda Elipsis ( … )

o Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.


Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
o Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.

8. Tanda Tanya ( ? )

o Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya: Kapan ia berangkat?


Saudara tahu bukan?

o Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9. Tanda Seru (!)

o Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa
emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!

10. Tanda Kurung (   ) 

o Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.


Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
o Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal
di Bali) ditulis pada tahun 1962
o Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan.
Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya:  Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) Alam,
(b) Tenaga kerja, dan
(c) Modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([… ])

o Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
o Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak
dibicarakan.)

12. Tanda Petik (“… “)

o Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah,
atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris.
Misalnya:  “Sudah siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,” seru Mira, “tunggu sebentar!”
o Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai
dalam kalimat.
Misalnya:  Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.

13. Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )

o Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:  Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu,
Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
o Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan
asing (Lihat pemakaian tanada kurung).
Misalnya:  Rate of inflation          ’laju inflasi’ 

14. Tanda Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)

o Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan
pengulangan kata dasar.
Misalnya:  Kata2
Lebih2
Sekali2

15. Tanda Garis Miring ( / )

o Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.


Misalnya: No. 7/PK/1973
o Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor
alamat.
Misalnya:  Mahasiswa/mahasiswi
Harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3 

16. Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )

o Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.


Misalnya:  Ali ‘kan kusurati        (‘kan = akan) 
Malam ‘lah tiba        (‘lah = telah
Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijelaskan diatas, maka ada beberapa hal yang dapat
kami simpulkan :
1. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi
ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambing-
lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan
kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.
2. Ejaan yang berlaku sekarang ini adalah ejaan yang telah ditetapkan dan
diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
3. Ada banyak sekali tata cara penulisan huruf kapital, yang kesemuanya
telah diatur dalam pedoman umu Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
4. Akan halnya dengan penulisan huruf besar, penulisan tanda baca pun
telah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2013. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Andre, Ardiansyah. 2015 Ejaan Yang Disempurnakan. Surabaya;Pustaka Agung
Harapan.
Budiharso, Teguh. 2009.  Panduan Lengkap Penulisan Karya Ilmiah. Angkasa.
Dini, Dahlia dan Sitorus. 2004. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung :
CV Yrama Widya.
Ening, Hemiti. 2005. Bahasa Indonesia. Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Indriaty, Etty. 2008. Menulis Karya Ilmiah . Gramedia Pustaka Utama.
Muda, Ahmad A.K. 2008. Kamus Saku Bahasa Indonesia Idx Ed.terbaru. Tititk Terang
Rahardi, Kunjana. 2010. Teknik-teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis Ilmiah.
Graha Media.
Rosdianti, Candra. 2013.Ragam Bahasa Indonesia.Jakarta:Gramedia.
Wahyu R.N, Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta. Universitas Gunadarma
Wiyanto, Asul. 2006. Terampil Menulis Paragraf. Grasindo.
Wuryanto, R. 2010.  Pedoman Lengkap Eyd ( Ejaan Yang Disempurnakan ). Paung
Bona Jaya.

SUMBER INTERNET
M.Agus Salim.2014.Bahasa Baku Dan Tidak Baku (http://id.shvoong.com,diakses 09
Desember 2015 Pukul 19.06 WIB).
Fitri Harsono.2013.Ragam Bahasa Indonesia (http://marmoet5.blogspot.com,diakseses
09Desember 2015 Pukul 19.31 WIB).
1. Wikipedia.com (diakses pada kamis 20 oktober 2016, pukul 14.27 WITA).
2. Mukhlisi, ihwan. 2015. www.bahasaindonesiaku.net/2015/09/pengertian-
kalimat-efektif-dan-contoh-kalimat-efektif-lengkap.html (diakkses pada kamis
20 oktober 2016, pukul 14.32 WITA)
3. Mukhlisi, ihwan. 2015.
www.bahasaindonesiaku.net/2015/12/pengertian-jenis-dan-contoh-kalimat-aktif-dan-
pasif-lengkap.html (diakkses pada kamis 20 oktober 2016, pukul 14.32
WITA)
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta :
Depdiknasa.

http://fusliyanto.wordpress.com/kumpulan-materi-bahasa-indonesia-3/

http://ellopedia.blogspot.com/2010/09/paragraf.html

Solihati, nani dan ade hikmat .2013..Bahasa Indonesia.Jakarta:PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia.

Mas Roni.2012.Jenis-jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya. (diaskses


pada 22 oktober 2016 pukul 17:00).

Pyia.2010.paragraf dalam bahasa indonesia. (diaskses pada 22 oktober 2016 pukul


17:05).

Bindox.2011.kerangka paragraf dan pengembangannya. (diaskses pada 22 oktober 2016


pukul 17:20).
Sugiarto, Icuk. 2016.makalah-mengenai-ejaan-. blogspot.co.id
PROFIL PENULIS
Gede Sidi Artajaya, lahir pada tanggal 20 Januari 1990 di Kota
Denpasar, putra pertama dari pasangan Dr. Ketut Yarsama, M.Hum.
dan Ni Made Werdi. Penulis menamatkan pendidikan taman kanak-
kanak di TK. Kumara Dharma Kerti pada tahun 1997, SDN
Percobaan Tulang Ampian Denpasar pada tahun 2002, SMPN 2
Denpasar pada tahun 2006, dan SMAN 4 Denpasar pada tahun
2009.
Setelah tamat SMA, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas
Pendidikan Ganesha pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selama
menempuh pendidikan, penulis aktif dalam bidang organisasi kemahasiswaan dan
memperoleh beasiswa dari Kementerian Pendidikan untuk bidang Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA). Pengalaman organisasi yang penulis pernah ikuti antara lain sebagai
Sekretaris II HUT HMJ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2010,
Koordinator Bidang Minat dan Bakat HMJ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
pada tahun 2011, Koordinator Bidang Minat dan Bakat Senat Mahasiswa SMFBS pada
tahun 2011, dan Ketua Panitia Suksesi Senat Mahasiswa SMFBS pada tahun 2012.
Penulis juga aktif dalam bidang karya tulis dan juga aktif dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan oleh dosen selama kuliah. Penulis tamat dan memperoleh gelar S1
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2013 dan langsung melanjutkan
pendidikan S2 pada Prodi Pendidikan Bahasa, Program Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Ganesha.
SINOPSIS

Anda mungkin juga menyukai