Anda di halaman 1dari 114

ANALISIS BIAYA LAMPU JALAN DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR

CELL DI KOTA MAKASSAR

TUGAS AKHIR

Sebagai salah satu syarat untuk

mencapai Gelar Sarjana Teknik dari

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin

Oleh :

YORAM PATANTAN IMAM SETIAWAN

D411 08 009 D411 08 389

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
“ANALISIS BIAYA LAMPU JALAN DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR
CELL DI KOTA MAKASSAR”
Disusun Oleh:

YORAM PATANTAN D411 08 009


IMAM SETIAWAN D411 08 389
Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan
Program Strata-1 pada Subprogram Teknik Energi Listrik
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Makassar, 31 Januari 2013
Disahkan Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Indra Jaya, MT Ikhlas Kitta, ST., MT


NIP. 19630917 198903 1 00 NIP. 19760914 200801 1 006

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Andani Achmad, MT


NIP. 19601211 198703 1 002
ABSTRAK

Jalan merupakan sarana penghubung transportasi darat yang mempunyai


peran yang sangat penting bagi manusia dalam hal melakukan perpindahan dari
satu tempat ke tempat yang lain,serta sebagai penyaluran barang dan jasa.
Permasalahan yang sering dihadapi pemerintah khusunya pemerintah kota
Makassar mengenai lampu jalan yakni masalah pembayaran rekening tagihan
listrik lampu jalan . Adapun biaya tagihan lampu penerangan jalan Pemerintah
kota Makassar yang harus di bayar kepada pihak PLN dalam setahunnya
mencapai Rp.21 miliar .
Solar cell merupakan salah satu solusi untuk menangani permasalahan ini.
Dimana dengan menggunakan Solar cell, listrik yang dihasilkan oleh solar cell
tersebut mampu menggantikan listrik PLN yang digunakan oleh lampu jalan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis biaya
lampu jalan menggunakan solar cell di kota Makassar.
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini yaitu analisis
biaya lampu jalan dengan menggunakan solar cell dikota Makassar, dengan
sampel jalan yaitu di jalan A.P.Pettarani dengan panjang jalan 4720 meter dengan
lebar jalan tiap sisinya adalah 20,2 meter. Maka diperoleh biaya investasi yang
dibutuhkan untuk memasang PJU-TS di jalan A.P.Pettarani yaitu Rp.
7.807.600.000,00
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang

Maha yang tak henti-hentinya melimpahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan sebaik-

baiknya.

Tugas akhir yang berjudul “ANALISIS BIAYA LAMPU JALAN

DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR CELL di KOTA MAKASSAR ” ini

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis banyak dihadapkan dengan

berbagai hambatan, akan tetapi berkat adanya bimbingan, dukungan, dan bantuan

dari berbagai pihak akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan

baik. Maka dari itu, melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan

penghargaan dan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Indara Jaya, MT selaku pembimbing I dan Bapak Ikhlas

Kitta, ST., MT selaku pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan

bantuan selama penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. H. Andani Ahmad, MT selaku Ketua Jurusan Teknik

Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.


3. Segenap staf Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin yang telah membantu dalam hal administrasi.

4. Orang tua beserta segenap keluarga yang selalu mendoakan dan dengan

ikhlas serta sabar dalam memberikan bantuan moril dan materil.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Reguler Pagi Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, khususnya teman-teman

Spyware 08, yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam

menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini. Serta kakak-kakak Cyberg

06, Pixel 07, adik-adik Hologram 09, dan Detektor 10 yang selalu

memberikan dukungannya.

6. Pihak lain yang juga berkepentingan dalam penyusunan tugas akhir ini

yang tidak sempat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini sangat jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa membuka diri menerima segala

saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,semoga laporan tugas akhir ini

dapat bermanfaat.

Makassar, 31 Januari 2013

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 2

1.4 Batasan Masalah .................................................................... 2

1.5 Metode Penelitian .................................................................. 3

1.6 Metode Penelitian.................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Lampu ....................................................................... 5

2.2 Sistem Penerangan Jalan ........................................................ 7

2.2.1 Pengertian Penerangan Jalan ......................................... 7

2.2.2 Jenis-jenis Lampu Penerangan Jalan Umum . ............. 8


2.2.3Satuan Penerangan Sistem Internasional ....................... 9

2.3 Jenis-Jenis Lampu................................................................... 15

2.3.1 Lampu Pijar ................................................................... 16

2.3.2 Lampu Tungsen Halogen ............................................... 17

2.3.3 Lampu Neon .................................................................. 18

2.3.4 Lampu Sodium .............................................................. 20

2.3.4.1 Lampu Sodium Tekanan Tinggi .......................... 20

2.3.4.2 Lampu Sodium Tekanan Rendah ......................... 22

2.3.5 Lampu Uap Merkuri ...................................................... 22

2.3.6 Lampu Kombinasi ......................................................... 25

2.3.7 Lampu Metal Halida ...................................................... 26

2.3.8 Lampu Light Emetting Diode (LED) ............................ 28

2.3.8.1 Pengertian LED ................................................... 28

2.3.8.2 Prinsip Kerja LED ............................................... 29

2.3.8.3 Material LED ....................................................... 31

2.4 Solar Cell ................................................................................ 32

2.4.1 Pengertian Solar Cell .................................................... 32

2.4.2 Sejarah sel surya ........................................................... 33

2.4.3 Struktur Sel Surya ......................................................... 34

2.4.4 Prinsip Kerja Sel Surya ................................................. 36

2.4.5 Karakteristik Sel Surya ................................................. 40

2.4.6 Efisiensi Sel Surya ........................................................ 42

2.4.7 Fill Factor (Faktor Pengisian) ....................................... 43


2.4.8 Faktor Pengoperasian Sel Surya ................................... 44

2.4.9 Tipe-Tipe Pemasangan Sel Surya ................................. 47

2.5 Baterai .................................................................................... 49

2.5.1 Pengertian Baterai ......................................................... 49

2.5.2 Prinsip Kerja Baterai…………………………………. 50

2.5.3 Jenis-jenis Baterai …………………………………… 51

2.5.4 Efisiensi Baterai……………………………………… 54

2.4.5 Siklus Baterai………………………………………… 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 56

3.2 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 56

3.3 Kriteria Perancangan ............................................................... 57

3.3.1 Spesifikasi Jalan……………………………………….. 57

3.3.2 Kriteria Pencahayaan………………………………….. 57

3.3.3 Faktor-faktor Perencanaan PJU-TS………………….... 59

3.4 Kriteria Pemilihan Komponen PJU-TS.................................. 62

3.5 Daftar Harga Material PJU-TS............................................... 67

3.6 Langkah-langkah Penelitian ................................................. 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan PJU-TS Kota Makassar .................................... 71

4.2 Diagram Skematik Rangkaian PJU-TS Lengan Tunggal ..... 79

4.3 Gambar Desain ...................................................................... 80


4.4 Analisa Pencahayaan ............................................................. 81

4.5 Perbandingan Masa Pakai Lampu SON-T dan Lampu LED. 81

4.5 Analisa Biaya ........................................................................ 83

4.5.1 Rincian Biaya Pemasangan PJU-TS .............................. 83

4.5.1.1 Rincian Biaya Material PJU-TS ............................. 83

4.5.1.2 Estimasi Biaya Pemasangan PJU-TS ..................... 84

4.5.2 Rincian Biaya Pemasangan Dengan Lampu SON-T ...... 84

4.5.2.1 Rincian Biaya Material PJU................................... 84

4.5.2.2 Estimasi Biaya Pemasangan PJU ........................... 85

4.5.3 Menganalisa BEP (Break Event Point) ........................... 86

4.5.4 Analisa Biaya .................................................................. 89

BAB V SIMPULAN

V.1 Simpulan ................................................................................ 91

V.2 Saran ...................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Radian ........................................................................................ 11

Gambar 2.2 Stradian ...................................................................................... 11

Gambar 2.3 Lampu Pijar dan Diagram Alir Energi Lampu Pijar .................. 17

Gambar 2.4 Lampu Halogen Tungsten .......................................................... 18

Gambar 2.5 Lampu Neon dan Diagram Aliran Energi Lampu Neon……… 19

Gambar 2.6 Lampu Sodium Tekanan Tinggi dan Diagram Aliran Energi .... 21

Gambar 2.7 Lampu Uap Merkuri dan Diagram Alir Energinya .................... 24

Gambar 2.8 Lampu Kombinasi ...................................................................... 26

Gambar 2.9 Lampu metal halida dan diagram alir energinya ........................ 27

Gambar 2.10 Struktur dan symbol lampu LED ............................................. 28

Gambar 2.11 Prinsip kerja LED ..................................................................... 30

Gambar 2.12 Bentuk dan ukuran LED........................................................... 30

Gambar 2.13 Modul Solar Cell ...................................................................... 32

Gambar 2.14 Struktur dari sel surya komersil yang menggunaka material

silikon sebagai Semikonduktor………………………………… 34

Gambar 2.15 Junction Antara Semikonduktor Tipe-P (Kelebihan Hole) dan

Tipe-N (Kelebihan Elektron)………………………………….. 37

Gambar 2.16 Keadaan Tipe-P dan Tipe-N Belum dihubung ......................... 37

Gambar 2.17 Tipe-P dan Tipe-N Terhubung ................................................. 38

Gambar 2.18 Elektron Dari Tipe-N Bersatu Dengan Hole Tipe-P……...... 38

Gambar 2.19 Peristiwa Recombinating ......................................................... 39

Gambar 2.20 Karakteristik Suatu Sel Surya dan Dioda…………………….. 41

Gambar 2.21 Karakteristik Suatu Sel Surya Monokristal dengan Luas 40 cm2,
pada Penyinaran 1000 W/m2 dan Temperatur Sel 25° C..…… 42

Gambar 2.22 Karakteristik Penurunan Voltage Terhadap Kenaikan

Temperatur………………………………………………….... 44

Gambar 2.23 Efek dari Intensitas Arus (I) ..................................................... 45

Gambar 2.24 Extra Luasan Panel PV dalam posisi datar ............................. 46

Gambar 4.1 Perencanaan Pemasangan Tiang Lengan Tunggal di Jalan A.P.

Pettarani ................................................................................... 71

Gambar 4.2 Diagram Skematik Rangkaian Komponen Tiang Lampu Lengan

Tunggal ..................................................................................... 79

Gambar 4.3 Contoh Tiang Lampu PJU-TS................................................... 80


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Lampu Jalan ..........................................................................

........................................................................................................................ 8

Tabel 2.2 Ciri-Ciri Lampu Neon .................................................................... 20

Tabel 3.1 Kualitas Pencahayaan ....................................................................

........................................................................................................................ 58

Tabel 3.2 Insolasi Wilayah Kota Makassar ...................................................

........................................................................................................................ 61

Tabel 3.3 Daftar Harga Lampu ......................................................................

........................................................................................................................ 67

Tabel 3.4 Daftar Harga Solar Cell .................................................................

........................................................................................................................ 68

Tabel 3.5 Daftar Harga Baterai ......................................................................

........................................................................................................................ 68

Tabel 3.6 Daftar Harga Solar Control Regulator (SCR) ................................

........................................................................................................................ 69

Tabel 3.7 Daftar Harga Tiang PJU-TS..........................................................

..................................................................................................... 69

Tabel 4.1 Spesifikasi Lampu LED 60 W. ......................................................

..................................................................................................... 73

Tabel 4.2 Spesifikasi Solar Cell 100 Wp ......................................................

..................................................................................................... 75
Tabel 4.3 Spesifikasi Baterai 100Ah. ...........................................................

..................................................................................................... 77

Tabel 4.4 Spesifikasi Solar Control Regulator.............................................. 78

Tabel 4.5 Perbandingan masa Pakai Lampu SON-T dan LED ...................... 82

Tabel 4.6 Daftar Harga Material PJU-TS yang digunakan. ..........................

83

Tabel 4.7 Estimasi Biaya Pemasangan PJU-TS ...........................................

84

Tabel 4.8 Daftar Harga Material PJU Dengan SON-T. ................................

85

Tabel 4.9 Estimasi Biaya Pemasangan PJU dengan SON-T………………... 85

Tabel 4.10 Biaya Penggantian Material Lampu SON-T…………………….. 87

Tabel 4.11 Data Perhitungan Break Even Point……………………………... 88

Tabel.412 Biaya Investasi……………………………………………………. 90


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Jalan merupakan sarana penghubung transportasi darat yang mempunyai

peran yang sangat penting bagi manusia dalam hal melakukan perpindahan dari

satu tempat ke tempat yang lain, serta sebagai penyaluran barang dan jasa. Oleh

karena pentingnya jalan bagi manusia maka jalan harus dilengkapi dengan sarana

penunjang keselamatan bagi para pengguna jalan seperti lampu penerangan jalan.

Dimana lampu jalan ini berfungsi memberikan penerangan bagi pengguna jalan di

malam hari sehingga dapat mengurangi kecelakaan.

Permasalahan yang sering dihadapi pemerintah, khusunya pemerintah kota

Makassar mengenai lampu jalan yakni masalah pembayaran rekening tagihan

listrik lampu jalan . Dimana beban lampu penerangan jalan Pemerintah Kota

Makassar yang harus di bayar kepada pihak PLN dalam setahunnya mencapai

Rp.21 miliar . Maka apabila masalah ini tidak ditangani secara serius akan

berdampak membengkaknya tagihan listrik lampu jalan yang harus di bayar

pemerintah kota Makassar. Oleh karena itu pemerintah mulai mencari solusi

untuk menangani permasalahan ini.

Solar cell merupakan salah satu solusi untuk menangani permasalahan ini.

Dimana dengan menggunakan solar cell, listrik yang dihasilkan oleh solar cell

tersebut mampu menggantikan listrik PLN yang digunakan oleh lampu jalan.
Sehinnga dapat mengurangi biaya tagihan listrik yang harus dibayar pemerintah

kota Makassar kepada pihak PLN .

Dari permasalahan diatas kami akan melakukan analisis terhadap biaya yang

digunakan untuk penggunaan lampu jalan yang menggunakan solar cell di kota

Makassar.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa biaya pemasangan lampu jalan dengan menggunakan solar cell di

kota Makassar?

2. Material apa saja dan berapa jumlah material yang dibutuhkan pada

pemasangan lampu jalan menggunakan solar cell di kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui biaya pemasangan lampu jalan menggunakan solar

cell di kota Makassar.

2. Untuk mengetahui jenis material dan jumlah material yang dibutuhkan

pada pemasangan lampu jalan menggunakan solar cell di kota

Makassar

1.4 Batasan Masalah

1. Analisis biaya lampu jalan menggunakan solar cell hanya di fokuskan di

kota Makassar terutama di Jalan A.P. Pettarani.


2. Analisis biaya lampu jalan difokuskan hanya untuk kelas jalan kolektor

primer

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini antara

lain:

a. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dilakukan dengan pengambilan data secara

langsung dan melalui wawancara/diskusi dengan pihak praktisi.

b. Metode Analisis Data

Metode analisis data yaitu dengan menganalisa dan menghitung perhitungan

yang terkait dengan tujuan penelitian.

c. Studi Literatur

Studi literatur yaitu mengadakan studi dari buku, internet dan sumber bahan

pustaka atau informasi lainnya yang terkait dengan materi yang dibahas

dalam tulisan ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini terbagi dalam 5 bab. Pembagian bab

tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan mengemukakan latar belakang, tujuan masalah, batasan

masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.


BAB II : TEORI DASAR

Memuat teori-teori yang dianggap mendukung penulisan tugas akhir ini

seperti defenisi solar cell,klasifikasi jalan, dll.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang diperoleh.

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai analisis biaya lampu jalan menggunakan solar

cell di kota Makassar.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi saran dan kesimpulan dari tugas akhir yang telah dibuat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Lampu

Sejarah perkembangan perlampuan bermula pada puluhan abad yang lalu

dari suatu penemuan manusia yang membutuhkan penerangan (cahaya buatan)

untuk malam hari dengan cara menggosok-gosokan batu hingga mengeluarkan

api/cahaya, kemudian dari api dikembangkan dengan membakar benda-benda

yang mudah menyalah hingga membentuk sekumpulan cahaya dan seterusnya

sampai ditemukan bahan bakar minyak dan gas yang dapat digunakan sebagai

bahan penyalaan untuk lampu obor, lampu minyak maupun lampu gas. Teknologi

berkembang terus dengan ditemukannya lampu listrik oleh Thomas Alpha Edison

pada tanggal 21 Oktober 1879 di laboratorium Edison-Menlo Park, Amerika.

Prinsip kerja dari lampu listrik tersebut adalah dengan cara menghubung singkat

listrik pada filamen karbon (C) sehingga terjadi arus hubung singkat yang

mengakibatkan timbulnya panas. Panas yang terjadi dibuat hingga suhu tertentu

sampai mengeluarkan cahaya, dan cahaya yang didapat pada waktu itu baru

mencapai 3 Lumen/W (Lumen = satuan arus cahaya).

Baru lima puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1933 filamen karbon

diganti dengan filamen tungsten atau wolfram (wo) yang dibuat membentuk lilitan

kumparan sehingga dapat meningkatkan efikasi lampu menjadi ±20 Lumen/W.

Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut sistem pemijaran

(Incondescence). Revolusi teknologi perlampuan berkembang dengan pesatnya.

Pada tahun 1910 pertama kali digunakan lampu luah (discharge) tegangan tinggi.
Prinsip kerja lampu ini menggunakan sistem emisi-elektron yang bergerak dari

katoda menuju anoda pada tabung lampu akan menumbuk atom-atom media gas

yang ada di dalam tabung tersebut. Akibat tumbukan akan menjadi pelepasan

energi dalam bentuk cahaya. Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut

luminescence

Media gas yang digunakan dapat berbagai macam. Tahun 1932 ditemukan

lampu luah dengan gas sodium tekanan rendah, dan tahun 1935 dikembangkan

lampu luah dengan gas merkuri, dan kemudian tahun 1939 berhasil

dikembangkan lampu fluorescen, yang biasa dikenal dengan lampu neon.

Selanjutnya lampu xenon tahun 1959. Khusus lampu sorot dengan warna yang

lebih baik telah dikembangkan gas metalhalide (halogen yang dicampur dengan

iodine) pada tahun 1964, sampai pada akhirnya lampu sodium tekanan tinggi

tahun 1965. Prinsip emisi elektron ini yang dapat meningkatkan efikasi lampu

diatas 50 Lumen/W, jauh lebih tinggi dibanding dengan prinsip pemijaran. Hal ini

jelas karena rugi energi listrik yang diubah menjadi energi cahaya melalui proses

emisi elektron dapat dihemat banyak sekali dibanding dengan cara pemijaran

dimana energi listrik yang diubah menjadi energi cahaya banyak yang hilang

terbuang menjadi energi panas (sebelum menjadi energi cahaya). Distribusi energi

yang diubah menjadi energi cahaya.

Pada era yang terakhir telah dikembangkan lampu pijar dengan sistem

induksi magnet yang mempunyai umur paling lama dari lampu-lampu jenis lain

+60.000 jam. Namun hal ini masih dalam tahap penelitian. Untuk sistem
penerangan dekade 90-an yang banyak digunakan oleh masyarakat umum saat ini

adalah jenis lampu fluorescen kompak model SL atau PL dan ini yang dikenal

Lampu Hemat Energi (LHE).

2.2 Sistem Penerangan Jalan

2.2.1 Pengertian Penerangan Jalan

Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang

dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian

median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan di

sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan

layang (interchange, overpass, flyover), jembatan dan jalan di bawah tanah

(underpass, terowongan).

Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri

dari sumber cahaya (lampu/luminer), elemen-elemen optic (pemantul/reflector,

pembias/refractor, penyebar/diffuser). Elemen-elemen elektrik (konektor ke

sumber tenaga/power supply, dll.), struktur penopang yang terdiri dari lengan

penopang, tiang penopang vertical dan pondasi tiang lampu.


2.2.2 Jenis-jenis Lampu Penerangan Jalan Umum

Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 jenis dan karakteristik lampu penerangan jalan secara umum

Umur

Jenis Efisiensi rencana Daya Pengaruh

Lampu
Lampu rata-rata
60–70 rata-rata (watt) thdwarna
8.000– 18-20; Sedang - Keterangan
untuk jalan

tabung (lm/watt) (jam)


10.000 36-40 obyek kolektor dan

fluorescen lokal;

tekanan - efisiensi cukup

rendah tinggi tetapi

berumur pendek;
Lampu gas 50–55 16.000– 125 ; Sedang - untuk jalan
- jenis lampu ini
merkuri 24.000 250; 400; kolektor, lokal dan
masih dapat
tekanan 700 persimpangan;
digunakan untuk
tinggi - efisiensi rendah,
hal-hal yang
(MBF/U) umur panjang dan
terbatas.
ukuran lampu kecil;

- jenis lampu ini

masih dapat

digunakan secara

terbatas.
Lampu gas 100- 200 8.000- 90; 180 Sangat - untuk jalan

sodium 10.000 buruk kolektor, lokal,

bertekanan persimpangan,

rendah penyeberangan,

(SOX) terowongan, tem-

pat peristirahatan

(rest area);

- efisiensi sangat

tinggi, umur

cukup panjang,

ukuran lampu besar

Lampu gas 110 12.000- 150; 250; Buruk - sehingga sulit


untuk jalan tol,untuk

sodium 20.000 400 mengontrol


arteri, kolektor,

tekanan cahayanya dan


persimpangan

tinggi cahaya lampu


besar/luas dan sangat

(SON) buruk karena warna


interchange;

- kuning;
efisiensi tinggi,
- jenis lampu
umur sangat ini
dianjurkan
panjang, ukuran
digunakan
lampu kecil,karena
2.2.3 SatuanPeneranganSistemInternasional
faktor efisiensinya
Untuk mengetahui besarnya cahaya yang dibutuhkansehingga mudah
oleh mata maka
yang sangat tinggi.
pengontrolan
diperlukan suatu besaran. Besaran- besaran yang diperlukan dalam pencahayaan

buatan diantaranya yaitu : cahayanya;

- jenis lampu ini

sangat baik dan

sangat dianjurkan
1. Intensitas Cahaya (Luminous Intensity)

Besarnya energi listrik yang dipancarkan sebagai cahaya ke suatu

jurusan tertentu disebut intensitas cahaya dan dinyatakan dalam satuan

Candela, lambang dari intensitas cahaya (Luminous Intensity) adalah I.

Keterangan:

I = Intensitas Cahaya (cd/candela)

F atau Ø = Flux Cahaya (Lumen)

 = Sudut Ruang (Stradian)

2. Sudut ruang

Sudut ruang merupakan besaran tambahan dalam sistem internasional (SI).

Dalam sistem internasional sudut ruang memiliki simbol sr dengan satuan

steradian.

Radian adalah sudut pada titik tengah lingkaran antara dua jari-jari dimana

kedua ujung busurnya jaraknya sama dengan jari-jari tersebut (misal R = 1m),

oleh karena keliling lingkaran = 2. µ.R, maka :


Gambar 2.1radian

Sedangkan steradian adalah sudut ruang pada titik tengah bola antara jari-

jari terhadap batas luar permukaan bola sebesar kuadrat jari-jarinya. Karena luas

permukaan bola = 4.µ.R2, maka di sekitar titik tengah bola terdapat 4.µ sudut

ruang yang masing-masing = 1 steradian. Jumlah steradian suatu sudut ruang

dinyatakan dengan lambing  (omega) maka:

Gambar 2.2 Stradian


3. Energi Cahaya

Dalam fotometri, energi cahaya adalah energi dirasakan cahaya. Ini kadang-

kadang juga disebut kuantitas cahaya.

Energi cahaya tidak sama dengan energi radiasi, dengan kuantitas fisik yang

sesuai tujuan. Hal ini karena mata manusia hanya dapat melihat cahaya dalam

spektrum terlihat dan memiliki kepekaan yang berbeda terhadap panjang

gelombang cahaya yang berbeda dalam spektrum. Ketika diadaptasi untuk kondisi

terang (visi photopic), mata yang paling sensitif terhadap cahaya pada panjang

gelombang 555 nm. Cahaya dengan kekuatan yang sama pada panjang gelombang

lebih panjang atau lebih pendek memiliki energi lebih rendah bercahaya. Dalam

satuan internasional (SI) energi cahaya memiliki simbol Qv dan meiliki satuan

lumen second (lms).

4. Arus cahaya/fluks cahaya

Besaran fluks cahaya dinotasikan dengan simbol (Φ) adalah kelompok

berkas cahaya yang dipancarkan suatu sumber cahaya setiap satu detik. Fluks

cahaya diukur dalam satuan lumen. Sebagai contoh lampu halogen 500 watt/220

Volt mengeluarkan cahaya sebanyak 9500 lumen, lampu merkuri fluorescen 125

watt/220 volt mengeluarkan fluks cahaya sebanyak 5800 lumen. Umumnya

lampu-lampu listrik dengan ukuran watt tertentu, menghasilkan jumlah fluks

cahaya tertentu. Perbandingan antara jumlah fluks cahaya yang dihasilkan dan

jumlah watt yang diserap rangkaian lampu disebut efficiency cahaya lampu

tersebut. Sebagai contoh lampu fluorescen dengan nomor kode warna 54 memiliki

efficiency 69 (lumen/watt), lampu fluorescen dengan nomor kode warna 83


memiliki efficiency 96 (lumen/watt). Selanjutnya perbandingan antara fluks

cahaya yang dipancarkan armatur lampu dan jumlah fluks cahaya yang

dipancarkan lampunya sendiri disebut Light Output Ratio atau disingkat LOR

armatur lampu tersebut. Nilai LOR biasanya dicantumkan pada katalog. Jadi

armatur dengan nilai LOR tertentu akan memancarkan sejumlah fluks cahaya

tertentu pada bidang kerja.

5. Kuat Penerangan

Kuat penerangan merupakan banyaknya cahaya yang tiba pada satu luas

permukaan. Jika fluks sebesar ΔF tiba pada permukaan ΔA, maka intensitas

penerangan di tempat itu adalah:

E = (ΔF)/( ΔA)

Kalau permukaan A diterangi fluks F secara merata, intensitas penerangan

E = F/A. Dimana Satuan E ialah lm/m2 atau lux (lx), atau lm/ft2 (1 lm/ft2 = 1 ft

candle = 10,76 lx).

Kekuatan penerangan sebesar-besarnya suatu permukaan akan terjadi bila

fluks cahaya jatuh secara tegak lurus pada permukaan, karena dalam keadaan

demikian fluks maksimum tiba pada permukaan. Jika permukaan tidak tegak lurus

dengan fluks, tetapi normal permukaan membentuk sudut θ dengan arah fluks,

maka tidak semua fluks akan menerangi permukaan itu melainkan :

E = Emakscos θ

Secara singkat, terangnya sumber cahaya yang kelihatan dinyatakan oleh

intensitas pancaran cahaya (I). Suatu berkas cahaya dari sumber itu, jumlah

dinyatakan oleh fluks (F). Suatu berkas cahaya yang pada sebuah bidang akan
meneranginya maka fluks yang jatuh pada satuan luas dari suatu bidang disebut

iluminansi E di mana E=F/A.

Fluks cahaya yang keluar dari sumber titik isotropic tidak tergantung pada

arah pandang, dan menembus permukaan bola yang berpusat pada sumber titik

itu, secara tegak lurus. Intensitas penerangan pada setiap titik permukaan bola itu

adalah:

E = F/A = (4πĪ)/( 4πr2)

6. Iluminansi

Iluminansi adalah ukuran fotometrik dari intensitas cahaya per satuan luas

perjalanan cahaya dalam arah tertentu. Ini menggambarkan jumlah cahaya yang

melewati atau dipancarkan dari wilayah tertentu, dan jatuh dalam sudut yang solid

yang diberikan. Satuan SI untuk pencahayaan adalah candela per meter persegi

(cd/m2). Sebuah istilah non-SI untuk unit yang sama adalah “nit”. Unit CGS

luminance adalah stilb, yang sama dengan satu sentimeter per candela persegi atau

10 kcd/m2.

Luminance sering digunakan untuk menggambarkan emisi atau refleksi dari

permukaan datar. Luminance menunjukkan berapa banyak daya cahaya yang akan

dirasakan oleh mata melihat permukaan dari sudut pandang tertentu. Luminance

demikian merupakan indikator seberapa terang permukaan akan muncul. Dalam

hal ini, sudut yang solid yang menarik adalah sudut padat subtended oleh pupil

mata. Luminance digunakan dalam industri video untuk menandai kecerahan

display. Sebuah layar komputer khas memancarkan antara 50 dan 300 cd/m2.

Matahari memiliki pencahayaan sekitar 1,6 × 109 cd/m2 di siang hari.


Luminance adalah invarian dalam optik geometris. Ini berarti bahwa untuk

sistem optik yang ideal, pencahayaan pada output adalah sama dengan

pencahayaan masukan. Untuk nyata, pasif, sistem optik, pencahayaan output

paling sama dengan input. Sebagai contoh, jika Anda membentuk gambar

demagnified dengan lensa, kekuatan cahaya terkonsentrasi ke area yang lebih

kecil, yang berarti bahwa penerangan lebih tinggi di gambar. Cahaya pada bidang

gambar, bagaimanapun mengisi sudut yang solid yang lebih besar sehingga

pencahayaan keluar harus sama dengan asumsi tidak ada kerugian pada lensa.

Gambar tidak pernah bisa “terang” daripada sumber.

Rumus :

Lv = pencahayaan (lumen/A)

F = fluks cahaya atau kekuasaan bercahaya (lm)

= sudut antara permukaan normal dan arah tertentu

A = luas permukaan (m2

= sudut ruang

2.3 Jenis-Jenis Lampu

Penerangan dengan lampu disebut juga penerangan buatan, lampu menjadi

elemen yang sangat vital untuk penerangan malam hari karena kemudahan

memakai lampu dibandingkan sumber cahaya lain seperti cempluk (lampu

minyak), obor, atau penerangan lain. Berbagai jenis lampu jalan tersedia di

pasaran dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Berikut ini beberapa jenis lampu jalan yang sering digunakan :


2.3.1 Lampu Pijar

Lampu pijar bertindak secara selektif memancarkan radiasi, dan hampir

seluruhnya terjadi pada daerah nampak. Bola lampu terdiri dari hampa udara

atau berisi gas, yang dapat menghentikan oksidasi dari kawat pijar

tungsten, namun tidak akan menghentikan penguapan. Warna gelap bola

lampu dikarenakan tungsten yang teruapkan mengembun pada permukaan

lampu yang relatif dingin.

Dengan adanya gas inert, akan menekan terjadinya penguapan, dan

semakin besar berat molekulnya akan makin mudah menekan terjadinya

penguapan. Untuk lampu biasa dengan harga yang murah, digunakan campuran

argon nitrogen dengan perbandingan 9/1. Kripton atau Xenon hanya digunakan

dalam penerapan khusus seperti lampu sepeda dimana bola lampunya berukuran

kecil, untuk mengimbangi kenaikan harga, dan jika penampilan merupakan hal

yang penting.

Gas yang terdapat dalam bola pijar dapat menyalurkan panas dari kawat

pijar, sehingga daya hantar yang rendah menjadi penting. Lampu yang berisi gas

biasanya memadukan sekering dalam kawat timah. Gangguan kecil dapat

menyebabkan pemutusan arus listrik, yang dapat menarik arus yang sangat tinggi.

Jika patahnya kawat pijar merupakan akhir dari umur lampu, tetapi untuk

kerusakan sekering tidak begitu halnya.


Gambar2.3 Lampu pijar dan Diagram Alir Energi Lampu Pijar

Ciri-ciri :

- Efficacy : 12 lumens/Watt

- Suhu Warna : Hangat (2.500K – 2.700K)

- Umur Lampu : 1-2.000 jam

2.3.2 Lampu Tungsten Halogen

Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar. Lampu ini memiliki kawat pijar

tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan dirumah, tetapi bola lampunya

diisi dengan gas halogen. Atom tungsten menguap dari kawat pijar panas dan

bergerak naik ke dinding pendingin bola lampu.

Atom tungsten, oksigen dan halogen bergabung pada dinding bola lampu

membentuk molekul oksihalida tungsten. Suhu dinding bola lampu menjaga

molekul oksihalida tungsten dalam keadaan uap. Molekul bergerak ke arah kawat

pijar panas dimana suhu tinggi memecahnya menjadi terpisah-pisah. Atom

disimpan kembali pada daerah pendinginan dari kawat pijar, bukan di tempat yang

sama dimana atom diuapkan. Pemecahan biasanya terjadi dekat sambungan antara

kawat pijar tungsten dan kawat timah molibdenum dimana suhu turun secara

tajam.
Gambar2.4 Lampu halogen tungsten

Ciri-ciri :

- Efficacy : 18 lumens/Watt

- Umur Lampu : 2-4.000 jam

- Suhu Warna : Hangat (3.000K-3.200K)

2.3.3 Lampu Neon

Lampu neon, 3 hingga 5 kali lebih efisien dari pada lampu pijar standar dan

dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet. Dengan melewatkan listrik

melalui uap gas atau logam akan menyebabkan radiasi elektromagnetik pada

panjang gelombang tertentu sesuai dengan komposisi kimia dan tekanan gasnya.

Tabung neon memiliki uap merkuri bertekanan rendah, dan akan memancarkan

sejumlah kecil radiasi biru/hijau, namun kebanyakan akan berupa UV pada

253,7 nm dan 185 nm.

Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis tipis fospor, hal ini dipilih

untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke daerah nampak. Proses ini

memiliki efisiensi sekitar 50%. Tabung neon merupakan lampu „katode panas‟,

sebab katode dipanaskan sebagai bagian dari proses awal. Katodenya berupa

kawat pijar tungsten dengan sebuah lapisan barium karbonat. Jika dipanaskan,

lapisan ini akan mengeluarkan elektron tambahan untuk membantu

pelepasan. Lapisan ini tidak boleh diberi pemanasan berlebih sebab umur lampu
akan berkurang. Lampu menggunakan kaca soda kapur yang merupakan

pemancar UV yang buruk. Jumlah merkurinya sangat kecil, biasanya 12 mg.

Lampu yang terbaru menggunakan amalgam merkuri, yang kandungannya

sekitar 5 mg. Hal ini memungkinkan tekanan merkuri optimum berada pada

kisaran suhu yang lebih luas. Lampu ini sangat berguna bagi pencahayaan luar

ruangan karena memiliki fitting yang kompak.

Bagaimana lampu neon T12, T10, T8, dan T5 bisa berbeda? Keempat lampu

tersebut memiliki diameter yang beragam (berbeda sekitar1,5 inchi, yaitu 12/8

inchi untuk lampu T12 hingga 0,625 atau 5/8 inchi untuk lampu T5). Efficacy

merupakan lain yang membedakan satu lampu dari yang lainnya. Efficacy lampu

T5 dan T8 lebih tinggi 5 persen dari lampu T12 yang 40-watt, dan telah menjadi

pilihan paling populer untuk pemasangan lampu baru.

Gambar 2.5 Lampu Neon dan Diagram Aliran Energi Lampu Neon
Ciri – ciri Lampu Neon :

Halofosfat Tri-fosfor

- Efficacy = 80 lumens/Watt (gir - Efficacy = 90 lumens/Watt

HF menaikan nilai ini sebesar

10%)

- Umur Lampu = 7-15.000 jam - Umur Lampu – 7-15.000 jam

Tabel 2.2 ciri-ciri lampu neon

2.3.4 Lampu Sodium

2.3.4.1 Lampu Sodium Tekanan Tinggi

Lampu sodium tekanan tinggi (HPS) banyak digunakan untuk penerapan di

luar ruangan dan industri. Efficacy yang tinggi membuatnya menjadi pilihan yang

lebih baik dari pada metalhalida, terutama bila perubahan warna yang baik bukan

menjadi prioritas. Lampu HPS berbeda dari lampu merkuri dan metalhalida

karena tidak memiliki starter elektroda, sirkuit ballas dan starter elektronik

tegangan tinggi. Tabung pemancar listrik terbuat dari bahan keramik, yang dapat

menahan suhu hingga 2372 F. Di dalamnya diisi dengan xenon untuk membantu

menyalakan pemancar listrik, juga campuran gas sodium–merkuri.


Gambar 2.6 Lampu Sodium Tekanan Tinggi dan Diagram Aliran Energinya

Ciri-ciri :

- Efficacy = 50 - 90 lumens/Watt (CRI lebih baik, Efficacy lebih

rendah).

- Suhu Warna = Hangat.

- Umur Lampu = 24.000 jam, perawatan lumen yang luar biasa.

- Pemanasan = 10 menit, pencapaian panas dalam waktu 60 detik.

- Mengoperasikan sodium pada suhu dan tekanan yang lebih tinggi menjadikan

sangat reaktif.

- Mengandung 1-6 mg sodium dan 20 mg merkuri.

- Gas pengisinya adalah Xenon. Dengan meningkatkan jumlah gas akan

menurunkan merkuri, namun membuat lampu jadi sulit dinyalakan.

- Arc tube (tabung pemacar cahaya) di dalam bola lampu mempunyai lapisan

pendifusi untuk mengurangi silau.


2.3.4.2 Lampu Sodium Tekanan Rendah

Walaupun lampu sodium tekanan rendah (LPS) serupa dengan sistim neon

(sebab keduanya menggunakan sistim tekanan rendah), mereka umumnya

dimasukkan ke dalam keluarga HID. Lampu LPS adalah sumber cahaya yang

paling sukses, namun produksi semua jenis lampunya berkualitas sangat jelek.

Sebagai sumber cahaya monokromatis, semua warna nampak hitam, putih, atau

berbayang abu-abu. Lampu LPS tersedia dalam kisaran 18-180 watt. Penggunaan

lampu LPS umumnya hanya untuk penggunaan luar ruang seperti penerangan

keamanan atau jalanan dan jalan dalam gedung, penggunaan wattnya rendah

dimana kualitas warnanya tidak penting (seperti ruangan tangga). Walau

demikian, karena perubahan warnanya sangat buruk, beberapa daerah tidak

mengijinkan penggunaan lampu tersebut untuk penerangan jalan raya.

Ciri-ciri :

- Efficacy = 100 – 200 lumens/Watt

- Suhu Warna = Kuning (2.200K)

- Umur Lampu = 16.000 jam

- Pemanasan = 10 menit, pencapaian panas sampai 3 menit

2.3.5 Lampu Uap Merkuri

Lampu uap merkuri merupakan model tertua lampu HID. Walaupun mereka

memiliki umur yang panjang dan biaya awal yang rendah, lampu ini memiliki

efficacy yang buruk (30 hingga 65 lumens per watt, tidak termasuk kerugian

balas) dan memancarkan warna hijau pucat. Isu paling penting tentang lampu uap

merkuri adalah bagaimana caranya supaya digunakan jenis sumber HID atau neon
lainnya yang memiliki efficacy dan perubahan warna yang lebih baik. Lampu uap

merkuri yang bening, yang menghasilkan cahaya biru-hijau, terdiri dari tabung

pemancar uap merkuri dengan elektroda tungsten di kedua ujungnya.

Lampu tersebut memiliki efficacy terendah dari keluarga HID, penurunan

lumen yang cepat, dan indeks perubahan warna yang rendah. Disebabkan

karakteristik tersebut, lampu jenis HID yang lain telah menggantikan lampu uap

merkuri dalam banyak penggunaannya. Walau begitu, lampu uap merkuri masih

merupakan sumber yang popular untuk penerangan taman sebab umur lampunya

yang mencapai 24.000 jam dan bayangan taman yang hijaunya terlihat seperti

gambaran hidup. Pemancar disimpan di bagian dalam bola lampu yang disebut

tabung pemancar. Tabung pemancar diisi dengan gas merkuri dan argon murni.

Tabung pemancar tertutup di dalam bola lampu yang berada diluarnya, yang diisi

dengan nitrogen.
Gambar 2.7 Lampu uap merkuri dan diagram alir energinya

Ciri-ciri :

- Efficacy = 50 - 60 lumens/Watt ( tidak termasuk dari bagian L)

- Suhu Warna = Menengah

- Umur Lampu =16.000 – 24.000 jam,perawatan lumen buruk

- Gir pengendali alat elektroda ketiga lebih sederhana dan lebih mudah dibuat.

- Tabung pemancar mengandung 100 mg gas merkuri dan argon.

Pembungkusnya adalah pasir kwarsa.

- Tidak terdapat pemanas awal katoda, elektroda ketiga dengan celah yang lebih

pendek untuk memulai pelepasan.

- Bola lampu bagian luar dilapisi fospor. Hal ini akan memberi cahaya merah,

tambahan dengan menggunakan UV, untuk mengkoreksi bias pelepasan

merkuri.

- Pembungkus kaca bagian luar mencegah lepasnya radiasi UV.


2.3.6 Lampu Kombinasi

Lampu kombinasi kadang disebut sebagai lampu two-in-one. Lampu ini

mengkombinasikan dua sumber cahaya yang tertutup dalam satu lampu yang

diisi gas. Salah satu sumbernya adalah tabung pelepas merkuri kuarsa (seperti

sebuah lampu merkuri) dan sumber lainnya adalah kawat pijar tungsten yang

disambungkan secara seri. Kawat pijar ini bertindak sebagai balas untuk tabung

pelepasan yang menstabilkan arus, jadi tidak diperlukan balas yang lain.

Kawatpijar tungsten digulung dengan susunan melingkar pada tabung pelepasan

dan dihubungkan dalam susunan seri.

Lapisan bubuk fluorescen diletakkan ke bagian dalam dinding lampu untuk

mengubah sinar UV yang dipancarkan dari tabung pelepas kecahaya nampak.

Pada penyalaan, lampu hanya memancarkan cahaya dari kawat pijar tungsten, dan

selama perjalanan sekitar 3 menit, pemancar di dalam tabung pelepas melesat

mencapai keluaran cahaya penuh. Lampu ini cocok untuk area anti nyala dan

dapat disesuaikan dengan perlengkapan lampu pijar tanpa modifikasi.


Gambar 2.8 Lampu Kombinasi

Ciri – ciri :

- Nilainya biasanya 160 W

- Efficacy 20 hingga 30 Lm/W

- Faktor daya tinggi 0,95

- Umur 8000 jam

2.3.7 Lampu Metal Halida

Halida bertindak sama halnya dengan siklus halogen tungsten. Manakala

suhu bertambah maka terjadi pemecahan senyawa halide melepaskan logam ke

pemancar. Halida mencegah dinding kuarsa diserang oleh logam-logam alkali.


Gambar 2.9 Lampu metal halida dan diagram alir energinya

Ciri-ciri

- Efficacy = 80 lumens/Watt

- Suhu Warna = 3.000K – 6.000K

- Umur Lampu = 6.000 – 20.000 jam, perawatan lumen buruk

- Pemanasan = 2-3 menit, pencapaian panas – dalam waktu 10-20 menit

- Pemilihan warna, ukuran, dan nilainya lebih besar untuk MBI dari pada jenis

lampu lainnya. Jenis ini merupakan versi yang dikembangkan dari dua lampu

pelepas dengan intensitas tinggi dan cenderung memiliki efficacy yang lebih

baik.

- Dengan menambahkan logam lain ke merkuri, spectrum yang berbeda dapat


dipancarkan.

- Lampu SBI menggunakan elektroda ketiga untuk memulai penyalaan,namun

untuk yang lainnya, terutama lampu peraga yang lebih kecil, memerlukan

denyut penyalaan tegangan tinggi.

2.3.8 Lampu Light Emitting Diode (LED)

2.3.8.1 Pengertian LED

LED atau Light Emiting Diode adalah suatu semikonduktor yang

memancarkan cahaya monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan

maju/searah. Atau secara bahasa bisa diartikan sebagai dioda yang memancarkan

cahaya bila dialirkan arus listrik.

Gambar 2.10 Struktur dan symbol lampu LED

Semikonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik,

meskipun tidak sebaik konduktor listrik selain itu dapat pula bertindak sebagai

Isolator. Sedangkan dioda adalah bahan semikonduktor yang terdiri dari N-type

material dan P-type material yang saling terhubung dan di kedua ujungnya

terdapat elektrode (katoda/N-type & anoda/P-type).


2.3.8.2 Prinsip Kerja LED

LED mengubah sebagian besar energi listrik menjadi cahaya. Cahaya adalah

suatu bentuk energi yang dilepaskan oleh sebuah atom. Cahaya dihasilkan dari

banyak partikel-partikel kecil yang mempunyai energi dan momentum yang

disebut photons yang merupakan unit utama dari suatu cahaya. Photons

merupakan hasil dari pergerakan elektron. Photons pada suatu dioda dapat kita

lihat jika dioda tersusun dari material tertentu. Pada dioda normal, yang biasanya

terbuat dari silikon atau germanium, memancarkan cahaya berupa gelombang

inframerah sehingga tidak dapat dilihat mata manusia.

LED memancarkan cahaya semata-mata oleh pergerakan elektron pada

material. Dan LED terdiri dari bahan/material semikonduktor yang memancarkan

gelombang cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia dan memancarkannya

dalam jumlah besar.

Lihat gambar 2.1. Cahaya terbentuk dari hasil pergerakan elektron pada

sebuah atom. Dimana pada sebuah atom, elektron bergerak pada suatu orbit yang

mengelilingi sebuah inti atom. Elektron pada orbital yang berbeda memiliki

jumlah energi yang berbeda. Elektron yang berpindah dari orbital dengan tingkat

energi lebih tinggi ke orbital dengan tingkat energi lebih rendah perlu melepas

energi yang dimilikinya. Energi yang dilepaskan ini merupakan bentuk dari foton

sehingga menghasilkan cahaya. Semakin besar energi yang dilepaskan, semakin

besar energi yang terkandung dalam foton.


Gambar 2.11 Prinsip kerja LED

LED merupakan dioda yang dirancang untuk melepaskan sejumlah banyak

foton, sehingga dapat mengeluarkan cahaya yang tampak oleh mata. Bahan

semikonduktor dibungkus dalam plastik sehingga mengkonsentrasikan cahaya

yang dihasilkan pada arah tertentu. Bahan plastik penutup dapat juga diberi

warna, namun hal ini hanya untuk estetika dan memperkuat tampilan warna yang

dihasilkan. Pewarnaan plastik tidak berpengaruh pada gelombang warna yang

dihasilkan, warna yang dihasilkan bergantung pada bahan semikonduktor yang

dipakai.

Gambar 2.12 Bentuk dan ukuran LED


2.3.8.3 Material LED

LED konvensional terbuat dari mineral inorganik yang bervariasi,

menghasilkan warna sebagai berikut:

 aluminium gallium arsenide (AlGaAs) - merah dan inframerah.

 gallium aluminium phosphide – hijau.

 gallium arsenide/phosphide (GaAsP) - merah, oranye-merah, oranye, dan

kuning.

 gallium nitride (GaN) - hijau, hijau murni (atau hijau emerald), dan biru.

 gallium phosphide (GaP) - merah, kuning, dan hijau.

 zinc selenide (ZnSe) – biru.

 indium gallium nitride (InGaN) - hijau kebiruan dan biru.

 indium gallium aluminium phosphide - oranye-merah, oranye, kuning, dan

hijau.

 silicon carbide (SiC) as substrate – biru.

 diamond (C) – ultraviolet.

 silicon (Si) as substrate - biru (dalam pengembangan).

 sapphire (Al2O3) as substrate– biru.

Akan tetapi semikonduktor GaAs murni tidak memiliki pasangan elektron

bebas sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik. Oleh karena itu dilakukan

proses doping yaitu dengan cara menambahkan logam aluminium sehingga

mengganggu keseimbangan konduktor tersebut sebelumnya, sehingga material

yang ada menjadi semakin konduktif.


2.4 Solar Cell (Sel Surya)

2.4.1 Pengertian Sel Surya

Sel surya bekerja berdasarkan dengan efek fotovoltaik. Dimana fotovoltaik

adalah teknologi yang berfungsi untuk mengubah atau mengkonversi radiasi

matahari menjadi energi listrik secara langsung. PV biasa dikemas dalam sebuah

unit yang diebut modul. Dalam sebuah modul surya terdiri dari banyak sel surya

yang bias disusun secara seri maupun paralel. Sedangkaan yang dimaksud dengan

sel surya adalah sebuah elemen semikonduktor yang terdiri dari wilayah p-n

junction, dimana dapat mengkonversi energi surya menjadi energi listrik atas

dasar efek fotovoltaik.

Gambar 2.13 Modul Solar Cell


2.4.2 Sejarah Sel Surya

Fenomena cahaya listrik pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh

fisikawan berkebangsawan perancis yaitu Alexander Edmond Bacquerel secara

kebetulan. Ketika berkas matahari jatuh mengenai larutan elektrokimia

menyebabkan muatan negatif (elektron) pada larutan tersebut meningkat. Pada

awal abad ke-20, Albert Enstein menamakan peristiwa penemuan listrik alami ini

dengan sebutan photoelectric effect (efek fotolistrik) yang kemudian menjadi

pengertian dasar dari photofoltaic effect (efek fotovoltaik). Efek fotovoltaik

didapat dari pengamatan Einstein pada selempeng logam yang melepaskan foton

ketika terkena sinar matahari. Foton-foton terus mendesak atom-atom logam dan

terjadi partikel energi foton yang berifat gelombang energi cahaya.

Penelitian akan fotovoltaik terus berlanjut, dimana pada tahun 1930

perusahaan Bell Telephone Research Laboratories menciptakan sel surya padatan

pertama. Tahun 1950-1960,teknologi disain dan efisiensi sel surya terus berlanjut

dan diaplikasikan pada pesawat luar angkasa (photovoltic energies). Tahun 1970-

an dunia menggalangkan sumber energi alternatif yang dapat di perbaharui

(renewable) dan ramah lingkungan (enviromentally) maka sel surya mulai

diaplikasikan pada sistem berdaya rendah. Namun, produki sel surya tidak dapat

dalam jumlah besar karena masih menggunakan tenaga manusia dalam

pembuatannya.

Hingga aakhirya, pada tahun 1980-an perusahaan-perusahaan sel surya

bergabung dengan instansi energi pemerintah agar dapat memproduksi sel surya
dalam jumlah besar. Sehingga harga persatuannya dapat ditekan serendah

mungkin.

2.4.3 Struktur Sel Surya

Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis teknologi sel

surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Dalam tulisan ini akan dibahas

struktur dan cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu

sel surya berbasis material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan

cara kerja sel surya generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin

film/lapisan tipis).

Gambar 2.14 Struktur dari sel surya komersial yang menggunakan

material silikon sebagai semikonduktor.

Gambar diatas menunjukkan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya.

Secara umum terdiri dari :

1. Substrat/Metal Backing

Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya.

Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena
juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehingga umumnya

digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum.

Untuk sel surya dye-sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga

berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga material yang digunakan

yaitu material yang konduktif tapi juga transparan seperti indium tin oxide (ITO)

dan flourine doped tin oxide (FTO).

2. Material Semikonduktor

Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya

mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi

pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material

semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk

kasus gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang

umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan

tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran

yaitu contohnya material Cu (In,Ga) (S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride),

dan amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor potensial lain

yang dalam sedang dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn (S,Se)4 (CZTS)

dan Cu2O (copper oxide).

Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua

material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang

disebutkan diatas) dan tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll) yang membentuk p-n

junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya.
3. Kontak Metal/Contact Grid

Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor

biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai

kontak negatif.

4. Lapisan Anti Reflektif

Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang

terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh

lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan

besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan

cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang

dipantulkan kembali.

5. Enkapsulasi/Cover Glass

Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya dari

hujan atau kotoran.

2.4.4 Prinsip kerja sel surya

Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu

junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari

ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar.

Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif), sedangkan

semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur

atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan

mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan


material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk

mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi di

bawah menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.

Gambar 2.15Junction Antara Semikonduktor Tipe-P (Kelebihan Hole) dan

Tipe-N (Kelebihan Elektron)

Proses mengalirnya arus pada panel surya:

1. Semikonduktor tipe-p dan tipe-n sebelum disambungkan.

Gambar 2.16 Keadaan Tipe-P dan Tipe-N Belum dihubung

2. Ketika kedua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektron

dari semikonduktor tipe-n menuju semikonduktor tipe-p dan perpindahan hole

dari semikonduktor tipe-p ke semikonduktor tipe-n pada derah sambungan.

Perpindahan elektron maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari

batas sambungan awal.


Gambar 2.17 Tipe-P dan Tipe-N Terhubung

3. Elektron dari semikonduktor n yang bersatu dengan hole pada semikonduktor

p yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang.

Daerah ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan positif. Pada saat yang

sama, hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada

semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini

berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif.

Gambar 2.18 Elektron Dari Tipe-N Bersatu Dengan Hole Tipe-P

4. Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion region)

ditandai dengan huruf W. Pada daerah deplesi ini terdapat banyak keadaan

terisi (hole+elektron). Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah

deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas (minority charge carriers)

karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda.

5. Perbedaan muatan pada daerah deplesi ini menimbulkan medan listrik internal

E dari daerah positif ke daerah negatif pada daerah deplesi yang disebut arus

drift. Dengan memperhatikan perpindahan elektron pada arus drift dari arah

semikonduktor p ke arah semikonduktor n, sebaliknya perpindahan hole dari


arah semikonduktor tipe-n ke arah semikonduktor tipe-p yang mana

berlawanan dengan arus yang muncul pada poin 2.

6. Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan p-n berada pada titik

setimbang, yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari

semikonduktor p ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali

ke arah semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah

elektron yang berpindah dari semikonduktor n ke p, dikompensasi dengan

mengalirnya kembali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik

E. Dengan kata lain, medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole

berpindah dari semikonduktor yang satu ke semikonduktor yang lain. Dengan

demikian dalam keadaan ini tidak ada arus dan tegangan yang timbul.

Jadi jika sel surya tidak menerima energi cahaya, tidak ada arus yang dapat

dimanfaatkan. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada

lapisan atas sambungan p yang menghadap ke arah datangnya cahaya

matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya

matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke

daerah deplesi dan semikonduktor p.

Gambar 2.19 Peristiwa Recombinating


Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, elektron dari

daerah deplesi (-) memiliki energi untuk naik ke tingkat energi yang lebih

tinggi (pita konduksi). Lepasnya elektron ini menyebabkan munculnya hole

pada daerah yang ditinggalkan elektron (deplesi), peristiwa ini disebut

electron-hole photogeneration. Karena adanya medan listrik E yang menarik

hole ke arah semikonduktor tipe-p dan elektron ke arah semikonduktor tipe-n

maka terjadi pergerakan elektron dan hole pada tiap semikonduktor. Apabila

kedua ujung semikonduktor dihubungkan dengan kabel maka elektron akan

mengalir melalui kabel dari semikonduktor tipe-n bertemu dengan hole yang

mengalir dari semikonduktor tipe-n yang disebut peristiwa recombinating.

Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala

dikarenakan mendapat arus listrik yang timbul akibat pergerakan elektron.

Masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan sel surya, efisiensi, fill factor,

instalasi, dan lain-lain.

2.4.5 Karakteristik sel surya

Sigalingging (1994:10) menyatakan bahwa sel surya pada keadaan tanpa

penyinaran, mirip seperti permukaan penyearah setengah gelombang dioda.

Ketika sel surya mendapat sinar akan mengalir arus konstan yang arahnya

berlawanan dengan arus dioda seperti pada Gambar berikut ini :


Gambar 2.20 Karakteristik Suatu Sel Surya dan Dioda.

Dari Gambar 2.20 dapat dilihat bahwa grafik sel surya tidak tergantung dari sifat –

sifat dioda. Jika diselidiki pada kuadran IV akan ditemukan tiga titik penting,

yaitu :

a) Tegangan beban nol U0 diukur tanpa beban tanpa dipengaruhi penyinaran.

b) Arus hubungsingkat IK diukur saat sel hubungsingkat dan disini arus hubung

singkat berbanding lurus dengan kuat penyinaran.

c) Titik daya maksimum (Maximum Power Point = MPP) dari sel surya

didapatkan dari hasil arus dan tegangan yang dibuat pada setiap titik.

Dalam hal U0 dan IK maksimum, daya yang dihasilkan oleh suatu sel surya

sama dengan nol. Pada suatu titik tertentu daya sel surya mencapai titik

maksimum dan titik ini disebut dengan titik MPP (Maximum Power Point), yang

pada prakteknya selalu diusahakan agar pemakaian berpatokan dari titik MPP ini.

Konversi energi dari sel surya ke konsumen akan maksimum apabila tahanan

pemakai (RL) dan tahanan sel surya memenuhi persamaan, berikut :

RL = Ri
Keadaan ini pada teknik listrik disebut dengan istilah beban pas. Dengan bantuan

pengubah tegangan searah khusus atau sering disebut MPT (Maximum Power

Tracker) memungkinkan beban pas ini tercapai.

Gambar 2.21 Karakteristik Suatu Sel Surya Monokristal dengan Luas 40cm2

pada Penyinaran 1000 W/m2 dan Temperatur Sel 25° C

2.4.6 Efisiensi Sel Surya

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi konversi sel surya adalah :

a) Rugi-rugi karena pantulan yang terjadi pada permukaan sel surya.

b) Penyerapan foton oleh sel surya yang tidak sempurna.

c) Penggunaan energi foton yang tidak maksimal untuk proses pembentukan

pasangan-pasangan elektron dan hole.

d) Kurangnya pasangan-pasangan elektron dan hole pada daerah lapisan batas p-

n.
Untuk lebih meningkatkan efisiensi di atas permukaan dapat diberi kaca

radiasi atau juga dengan sistem tracking untuk mendapatkan energi matahari

semaksimal mungkin.

2.4.7 Fill factor (faktor pengisian)

Kualitas dari sel surya biasanya dinyatakan dengan nilai fill factor (ff) yang

menunjukkan besarnya kemampuan sel surya menyerap cahaya yang diterimanya.

Atau sering juga dinyatakan dengan nilai efisiensi . Semakin besar nilai fill factor

atau efisiensinya maka sel tersebut semakin baik.

Faktor pengisian sel surya merupakan perbandingan antara daya keluaran

maksimum terhadap daya teoritisnya atau dapat dinyatakan sebagai berikut :

Pmp Vmp I mp
ff  .100%  .100%
Pth VOC I SC

Dimana:

Ff = fill factor

Pmp = daya keluaran maksimum

Pth = daya yang dihasilkan

Vmp = tegangan keluaran maksimum

Imp = arus tegangan maksimum

Voc = tegangan keluaran

Isc = arus saturasi atau arus keluaran sel surya ketika rangkaian luarnya

terhubung singkat (A).


2.4.8 Faktor pengoperasian sel surya

Pengoperasian maksimum sel surya sangat tergantung pada :

1. Ambient air temperature

Sebuah sel surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur sel

tetap normal (pada 25 derajat celsius), kenaikan temperatur lebih tinggi dari

temperatur normal pada PV sel akan melemahkan voltage (Voc). Setiap kenaikan

temperatur sel surya 1 derajat celsius (dari 25 derajat) akan berkurang sekitar 0.4%

pada total tenaga yang dihasilkan atau akan melemah 2 kali lipat untuk kenaikan

temperatur sel per 10 derajat celcius.

Gambar 2.22 Karakteristik Penurunan Voltage Terhadap

Kenaikan Temperatur
2. Radiasi solar matahari (insolation)

Radiasi solar matahari di bumi dan berbagai lokasi bervariabel, dan sangat

tergantung keadaan spectrum solar ke bumi. Insolasi matahari akan banyak

berpengaruh pada arus (I) dan berpengaruh sedikit pada tegangan (V). (lihat

gambar diagram 2.23)

Gambar 2.23 Efek dari Intensitas Arus (I)

3. Kecepatan angin bertiup

Kecepatan tiup angin di sekitar lokasi PV array dapat membantu mendinginkan

permukaan temperatur kaca-kaca PV array.

4. Keadaan atmosfir bumi

Keadaan atmosfir bumi berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap, uap

air udara (Rh), kabut dan polusi sangat menentukan hasil maximum arus listrik dari

deretan PV.
5. Orientasi panel atau array PV

Orientasi dari rangkaian PV (array) ke arah matahari secara optimum adalah

penting agar panel/deretan PV dapat menghasilkan energi maximum. Selain arah

orientasi, sudut orientasi (tilt angle) dari panel/deretan PV juga sangat

mempengaruhi hasil energi maximum.

6. Posisi letak sel surya terhadap matahari (tilt angle)

Tilt Angle (sudut orientasi matahari) mempertahankan sinar matahari jatuh ke

sebuah permukaan panel PV secara tegak lurus akan mendapatkan energi

maximum ±1000W/m2 atau 1kW/m2. Kalau tidak dapat mempertahankan

ketegaklurusan antara sinar matahari dengan bidang PV, maka extra luasan bidang

panel PV dibutuhkan (bidang panel PV terhadap sun altitude yang berubah setiap

jam dalam sehari).

Gambar 2.24Extra Luasan Panel PV dalam posisi datar

Solar panel PV pada equator ( latitude 0 derajat) yang diletakkan mendatar

(tiltangle = 0) akan menghasilkan energy maximum, sedangkan untuk lokasi

dengan latitude berbeda harus dicarikan tilt angle yang optimum.


2.4.9 Tipe-tipe pemasangan Sel Surya

Dalam pemasangannya, sel surya dapat dibedakan menjadi :

1. Tipe stand-alone

Dimana tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik terisolasi atau di daerah

terpencil, kapasitas kecil.

2. Tipe isolated grid

Tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik besar terisolasi dan terkonsentrasi,

bisa dikombinasikan dengan sumber energi lain dalam operasi hybrid.

3. Tipe grid connected

Tipe ini digunakan pada daerah yang telah memiliki sistem jaringan listrik

komersial, dan sistem langsung output energi surya ke dalam jaringan listrik.

Untuk daerah perkotaan yang sudah terjangkau aliran listrik PLN, biasanya sel

surya dipasang secara grid connected. Revolusi aplikasi sel surya pada bangunan arsitektur

telah mengalami perkembangan yang pesat, mulai dari teknologi biasa sampai

teknologi tinggi pada generasi ke-3, yaitu :

a. Generasi Pertama (tahun 1980 an), panel-panel/deretan sel surya modul

dengan rangka besi hanya diletakkan (mounting) pada bidang atap

datar bangunan dengan alat penyangga (tracking).

b. Generasi Kedua (tahun 1990 an), sel surya dikembangkan lebih menyatu

menjadi bagian material bangunan yaitu : bahan atap (genting, sirap).


c. Generasi Ketiga (tahun 1997), sel surya dikembangkan menjadi kesatuan

integrasi bangunan arsitektur dalam berbagai materi bangunan dan aplikasi

canggih. Pemasangan sel surya secara grid connected dengan jaringan listrik

PLN, dapat digunakan sebagai :

1. Sebagai catu-daya back-up, dimana :

a) Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan pada saat

terjadi padam listrik.

b) Meningkatkan kualitas pelayanan daya listrik pada sistem yang lemah.

2. Sebagai sarana Load Shaving, dimana :

a) Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan pada saat

beban tinggi.

b) Energi yang tersimpan dalam battery tersebut dapat digunakan untuk

membantu mengurangi beban puncak.

3. Sebagai Peak Cliping :

a) Pada aplikasi grid-connected bisa terjadi koinsidensi beban puncak dan

radiasi puncak .

b) Pada kondisi ini energi surya dapat langsung berdampak pada penurunan konsumsi

untuk beban puncak dari jaringan listrik.


2.5 Baterai

2.5.1 Pengertian Baterai

Baterai merupakan sebuah alat yang berisi penuh bahan-bahan kimia yang

dapat memproduksi elektron. Reaksi kimia yang dapat menghasilkan elektron

disebut dengan reaksi elektrokimia. Jika kita memperhatikan, kita bisa lihat bahwa

baterai memiliki dua terminal. Terminal pertama bertanda positif (+) dan terminal

kedua bertanda negatif (-). Elektron-elektron di kumpulkan pada kutub negatif.

Jika kita menghubungkan kabel antara kutub negatif dan kutub positif, maka

elektron akan mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan cepatnya.

Di dalam beterai sendiri, terjadi sebuah reaksi kimia yang menghasilkan

elektron. Kecepatan dari proses ini (elektron, sebagai hasil dari elektrokimia)

mengontrol seberapa banyak elektron dapat mengalir diantara kedua kutub.

Elektron mengalir dari baterai ke kabel dan tentunya bergerak dari kutub negatif

ke kutub positif tempat dimana reaksi kimia tersebut sedang berlangsung. Dan

inilah alasan mengapa baterai bisa bertahan selama satu tahun dan masih memiliki

sedikit power, selama tidak terjadi reaksi kimia atau selama kita tidak

menghubungkannya dengan kabel atau sejenis load lain. Seketika kita

menghubungkannya dengan kabel maka reaksi kimia pun dimulai.

Secara harfiah berarti baterai sebuah media penyimpan dan penyedia energi

listrik. Sumber listrik yang digunakan sebagai pembangkit power dalam bentuk

arus searah (DC). Alat ini digunakan elektronika termasuk diantaranya komputer.
Baterai merupakan sekumpulan sel-sel kimia yang masing-masing berisi dua

elektron logam yang dicelupkan dalam larutan penghantar yang disebut elektrolit.

Akibat reaksi-reaksi kimia antara konduktor-konduktor dan elektrolit satu

elektroda anoda bermuatan positif dan lainnya, katoda, menjadi bermuatan

negatif.

2.5.2 Prinsip kerja baterai

Secara sederhana cara kerja dari baterai adalah berubahnya reaksi kimia

antara material aktif (Pb, PbO2, PbSO4) dengan media elektrolit (H2SO4) yang

menimbulkan beda potensial antara kutub positif dan negatif sehingga

menghasilkan arus listrik sampai batas waktu tertentu. Reaksi kimia terdiri dari

dua proses yaitu pelepasan muatan (discharge) dan pengisian (charge) yang

dirumuskan sebagai berikut :

Pada elektroda positif:


Disch arg e

PbO2  3H   HSO4  2e PbSO4  2 H 2O

Ch arg e

Pada elektroda negatif:


Disch arg e

Pb  HSO4 PbSO4  H   2e 

Ch arg e

Proses pengisian dan pengurasan baterai secara keseluruhan:


Disch arg e

PbO2  Pb  2 H 2 SO4 2PbSO4  2H 2O

Ch arg e

dengan pengertian :

PbO2 = Pelat positif (anoda)

Pb = Pelat negatif (katoda)

H2SO4 = Elektrolit

Pada proses pelepasan muatan listrik, oksigen dari timbal peroksida pelat

positif bereaksi dengan hidrogen dari asam sulfat membentuk air (2H2O). Pada

saat yang sama, timbal dari timbal peroksida pelat positip dan dari sepon timbal

pelat negatif bereaksi dengan sulfat radikal (SO4) dari asam sulfat membentuk

senyawa timbal sulfat (PbSO4). Terbentuknya timbal sulfat pada pelat-pelat

elektroda disebut sebagai terjadinya sulfonasi. Hal ini menyebabkan pelat

elektroda menjadi berkarang sehingga pori-pori pada pelat akan tertutup.

Akibatnya elektrolit tidak bisa mengalir dengan lancar dan menjadi tidak asam

karena SO4 terikat pada timbal.

2.5.3 Jenis-jenis baterai

Baterai biasanya dibuat untuk keperluan tertentu yang spesifik/khusus, dalam hal

ini dibedakan dari konstruksi yang dibuat untuk komponennya. Ada dua jenis

baterai yaitu "disposable" dan rechargeable. Baterai rechargeable digunakan oleh

sistem solar cell adalah aki/ baterai lead-acid. Baterai lead acid dapat

dikelompokkan menjadi Liquid Vented dan Sealed (VRLA - Valve Regulated

Lead Acid).
1. Liquid Vented

Liquid vented (aki dengan katup pengisian ulang cairan) adalah baterai

mobil yang terbuat dari lempengan positif dan negatif dari paduan timah

yang ditempatkan dalam larutan elektrolit dan air asam sulfuric. Baterai

lead-acid yang terdiri dari 6 individu 2-sel volt. Baterai ini dirancang untuk

memberikan arus listrik yang besar hanya beberapa saat, dan kemudian

harus discharging, contoh pada saat starter mobil. Jadi baterai Liquid vented

tidak cocok untuk sistem solar cell. Pada saat mendekati full charge,

hidrogen dihasilkan dan menguap dari baterai, mengakibatkan air baterai

jenis ini berkurang. Untuk maintenance, baterai jenis ini harus dimonitor.

2. Baterai Sealed Lead-Acid

Baterai sealed lead-acid biasa juga dikenal dengan sebutan VRLA (Valve

Regulated Lead Acid). Tidak seperti baterai liquid vented, baterai ini tidak

memiliki caps (katup), tidak ada akses ke elektrolit dan

total sealed. Dengan demikian baterai jenis ini tidak memerlukan

maintenance. Baterai Deep Cycle adalah baterai yang cocok untuk sitem

solar cell, karena dapat discharge sejumlah arus listrik secara konstan dalam

waktu yang lama. Umumnya baterai deep cycle dapat discharge sampai

dengan 80% kapasitas baterai. Dengan perencanaan kapasitas dan

maintenance yang baik, baterai jenis ini dapat bertahan selama kurang lebih

10 tahun.

Berdasarkan siklusnya, secara umum terdapat dua macam baterai yang dibuat

manufaktur yakni :
1. Baterai Shallow-cycle

Jenis ini temasuk Baterai Starter (atau populer dikenal sebagai baterai mobil)

dibuat untuk memungkinkan penyalaan mesin atau engine starting. Baterai

starter memiliki banyak pelat tipis yang memungkinkan untuk melepaskan

energi (arus) listrik yang besar dalam waktu yang singkat. Baterai starter tidak

dapat dipaksa untuk melepaskan energi listrik terlalu besar dalam selang

waktu yang panjang, karena konstruksi pelat-pelat yang tipis akan cepat rusak

pada kondisi tersebut.

2. Baterai Deep-cycle

Baterai Deep-Cycle dibuat dengan pelat lebih tebal yang memungkinkan

untuk melepaskan energi listrik dalam selang waktu yang panjang. Baterai

Deep-Cycle tidak dapat melepaskan energi listrik secepat dan sebesar baterai

starter. Baterai Deep-cycle memiliki konstruksi pelat-pelat yang tebal.

Semakin tebal pelat baterai semakin panjang usia baterai yang diharapkan.

Berat suatu baterai merupakan salah suatu indikator dari pelat yang digunakan

dalam suatu baterai. Semakin berat suatu baterai untuk ukuran grup yang sama

akan semakin tebal pelat baterai tersebut, dan semakin tahan terhadap

pelepasan energi listrik secara berlebihan.

2.5.4 Efisiensi baterai

Karena hambatan dalam (resistance internal) dan fakta bahwa tegangan

pengisian lebih besar dari tegangan pengosongan, energi yang disuplai baterai

pada saat discharging akan lebih kecil dari energi yang digunakan pada saat
recharging. Baterai baru biasanya memiliki efisiensi 85% sampai 90%, sedangkan

untuk beaterai lama mencapai kurang dari 75% dalam kapasitas Ah. Efisiensi

baterai dalam kapasitas Ah dirumuskan :

discharged Ah
efisiensi Ah  .100%
charging Ah

Metode lain untuk menghitung efisiensi energi untuk baterai dinyatakan dalam

satuan Wh yang dirumuskan[12] :

discharged Wh
efisiensi Wh  .100%
charging Wh

dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi baterai karena pengaruh

hambatan dalam sangat tergantung pada rate charge dan discharge baterai.

2.5.5 Siklus Baterai

Cycle atau Siklus, merupakan suatu interval yang meliputi satu periode

pengisian dan satu periode pelepasan. Idealnya baterai selalu diisi/charge sampai

dengan 100% SOC selama perioda pengisian pada tiap siklus. Sementara baterai

dihindarkan digunakan atau discharge sampai dengan 0% SOC.

Suatu baterai dengan siklus dangkal atau Shallow Cycle dirancang hanya

untuk melakukan pelepasan/discharge sebesar 10-25% DOD dari kapasitas total

pada tiap siklusnya. Sedangkan baterai siklus dalam atau Deep-Cycle dirancang

untuk dapat melakukan pelepasan/discharge sampai dengan 80% DOD dari

kapasitas total pada tiap siklusnya. Usia baterai jenis Deep-Cycle, sangat

dipengaruhi besarnya DOD pada tiap siklus. Semakin besar DOD akan semakin
kecil jumlah siklus yang dapat dilalui baterai tersebut. Dengan kata lain, semakin

besar DOD maka semakin singkat umur baterai.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data jalan berlangsung pada tanggal 10

Oktober pukul 02:00 WITA sampai selesai, yang bertempat di jalan A. P.

Pettarani.

3.2 Metode pengumpulan data

Dalam penulisan tugas akhir ini, penyusun menggunakan beberapa metode

untuk mendapatkan data-data yang diperlukan sebagai pedoman dalam

menulis laporan. Metode-metode tersebut adalah:

1. Observasi Lapangan

Melakukan pengambilan data langsung ke unit-unit panel PJU berupa

data beban / lampu yang masih berfungsi dan data yang terkait dengan

jalan yang disupplai masing-masing panel.

2. Studi Literatur

Mengumpulkan berbagai informasi dari buku-buku, internet, dan

beberapa literatur-literatur lain yang erat kaitannya dengan materi yang

dibahas pada tugas akhir ini.


3.3 Kriteria Perancangan

3.3.1 Spesifikasi Jalan

Salah satu parameter penting yang perlu diketahui dalam perencanaan

penerangan jalan adalah spesifikasi jalan. Adapun spesifikasi Jalan A.P.

Pettarani berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Lebar satu sisi jalan : 20,2 meter

b. Jumlah lajur pada satu sisi jalan : 4 lajur (1 arah)

c. Lebar dua sisi jalan (lebar keseluruhan) : 40,4 meter

d. Jumlah lajur pada dua sisi jalan : 8 jalur (2 arah)

e. Lebar median : 2,6 meter

f. Material jalan : Aspal (q0 = 0,7)

3.3.2 Kriteria Pencahayaan

1. Kualitas pencahayaan

Kualitas pencahayaan suatu jalan dapat diukur dengan metode iluminasi

atau luminasi. Kualitas pencahayaan normal menurut jenis/klasifikasi

jalan seperti ditunjukkan pada tabel berikut:


Tabel 3.1 Kualitas Pencahayaan

Kuat Pencahayaan
Luminasi Batasan Silau
Jenis/ (Iluminasi)
Klasifikasi Kemerataan Kemerataan
E Rata- L Rata-
Jalan (Uniformity (Uniformity)
rata rata G TJ (%)

(Lux) G1 (cd/m2) VD VI

Trotoar 1–4 0,10 0,10 0,40 0,50 4 20

Jalan local

- Primer 2–5 0,10 0,50 0,40 0,50 4 20

- Sekunder 2–5 0,10 0,50 0,40 0,50 4 20

Jalan Kolektor:

- Primer 3–7 0,14 1,00 0,40 0,50 4-5 20

- Sekunder 3–7 0,14 1,00 0,40 0,50 4–5 20

Jalan Arteri:

- Primer 11 – 20 0,14 – 0,20 1,50 0,40 0,50– 0,70 5-6 10 – 20

- Sekunde 11 – 20 0,14 – 0,20 1,50 0,40 0,50- 0,70 5–6 10 – 20

Jalan arteri

dengan akses

kontrol, jalan 15 – 20 0,14 – 0,20 1,50 0,40 0,50- 0,70 5–6 10 – 20

bebas

hambatan
Jalan layang, 20 – 25 0,20 1,50 0,40 0,70 6 10

simpang susun,

terowongan

Sumber :Spesifikasi Penerangan Jalan di kawasan Perkotaan (SNI 7391:2008)

2. Iluminansi rata-rata (Eavg)

Iluminansi rata-rata pada pemukaan jalan dapat dihitung dengan

menggunakan metode lumen dengan persamaan :

.CU.MF
E avg  (3.1)
e.L

dimana:

Eavg = Iluminansi rata-rata (lux)

Φ = Fluks luminus luminer

CU = Koefisien kegunaan (%)

MF = Koefisien pemeliharaan (%)

e = Jarak antar tiang (m)

L = Lebar jalan (m)

3.3.3 Faktor-faktor Perencanaan PJU- TS

Pada perencanaan PJU-TS, ada beberapa hal yang harus diperhatikan

yaitu:

1. Daya beban

Penentuan kapasitas solar cell dan konsumsi energi harian PJU-TS

sangat bergantung pada konsumsi daya beban dan lamanya waktu

pengoperasian beban dalam sehari.


2. Tegangan Kerja

Tegangan kerja merupakan faktor yang harus ditentukan dalam

perencanaan sistem tenaga surya. Penentuan tegangan sistem

tergantung pada tegangan yang dibutuhkan beban (untuk beban DC)

dan kebutuhan energi harian beban. Tegangan sistem PJU-TS yang

direncanakan ditentukan sebesar 24 Volt.

3. Radiasi Matahari

Intensitas radiasi matahari di lokasi merupakan salah satu faktor

penentu seberapa besar kapasitas modul surya yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi beban. Data insolasi harian rata-rata

setiap bulan untuk wilayah Kota Makassar diperlihatkan pada tabel 3.2

berikut:
Tabel 3.2
Insolasi wilayah Kota Makassar

Insolasi - Suhu

Bulan horizontal Udara

(kWh/m²/d) (°C)

Januari 4,58 26,20

Februari 4,85 26,30

Maret 5,75 26,50

April 5,91 26,80

Mei 5,97 27,20

Juni 5,67 26,90

Juli 5,95 26,60

Agustus 6,70 27,00

September 7,22 27,80

Oktober 7,05 27,70

November 6,09 27,00

Desember 4,75 26,30

Tahunan 5.88 26,86

Sumber: Retscreen Database (NASA)

Nilai insolasi yang dipilih adalah sebesar 4,57 kWh/m2/d di bulan

Januari. Pemilihan nilai insolasi tersebut dikarenakan PJU-TS yang

direncanakan bersifat stand alone atau mandiri. Maka desain insolasi

yang dipilih adalah pada nilai insolasi yang terendah. Hal ini bertujuan
agar kebutuhan energi sistem tetap terpenuhi pada kondisi terburuk

yaitu saat intensitas radiasi matahari rendah.

4. Kedalaman Pengosongan Baterai (DOD)

Kedalaman pengosongan baterai (DoD) sangat berpengaruh terhadap

umur baterai. Semakin dalam pengosongan baterai yang dipiilih maka

semakin pendek usia baterai tersebut. Kedalaman pengosongan baterai

disarankan tidak lebih dari 70%, supaya pemakian baterai bisa lebih

lama digunakan. Oleh karena itu, kedalaman pengosongan baterai

dalam perencanaan PJU-TS ini ditentukan 70%.

5. Jumlah Hari Cadangan

Jumlah hari cadangan (NoD) tergantung pada insolasi di lokasi dan

seberapa penting beban yang akan disuplai. Untuk wilayah Indonesia

yang berada di sekitar garis khatulistiwa, mendapatkan suplai cahaya

matahari yang maksimal sepanjang tahun. Sedangkan penerangan jalan

merupakan prasarana yang mendukung aktivitas warga pada malam

hari. Oleh karena itu, jumlah hari cadangan dalam perencanaan PJU-

TS ini cukup dipilih 2 (dua) hari.

3.4 Kriteria Pemilihan Komponen PJU-TS

Pada pemilihan komponen PJU-TS, ada beberapa hal yang diperhatikan

yaitu biaya (harga), umur pakai, dan ketersediaannya di pasaran.

Sedangkan kriteria-kriteria khusus yang dipertimbangkan adalah sebagai

berikut :
1. Lampu

Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam memilih lampu adalah:

a) Tegangan Kerja

Lampu yang dipilih adalah lampu LED yang bekerja pada

tegangan DC, sehingga tidak diperlukan perangkat tambahan

seperti inverter. Tegangan kerja lampu LED yang dipilih yaitu

tegangan DC 24 Volt.

b) Efikasi atau Lumen per Watt Lampu/Luminer

Lampu yang dipilih adalah yang memiliki efikasi atau lumen per

watt yang tinggi. Sampel lampu yang dipilih memiliki efikasi

sampai 100 lm/W.

c) Daya Lampu

Lampu yang dipilih adalah yang berdaya rendah tetapi memiliki

lumen yang tinggi. Daya lampu yang digunakan perlu dibatasi

agar komponen sistem tenaga surya seperti modul surya dan

baterai yang digunakan tidak terlalu besar sehingga masih dapat

ditopang oleh tiang. Sampel lampu yang dipilih dengan daya

sebesar 60 Watt.

d) Lumen Lampu

Lampu yang dipilih adalah yang memiliki lumen yang tinggi

tetapi konsumsi dayanya rendah. Dengan kata lain, efikasi atau

lumen per watt-nya tinggi. Sampel lampu yang dipilih memiliki

fluks total 6000 lumen.


e) Umur Pakai

Umur pakai atau life time biasanya dinyatakan dalam jam nyala

(hours). Lampu yang dipilih adalah lampu yang memiliki umur

pakai yang lama. Dari sampel lampu yang dipilih memiliki umur

pakai 50.000 jam.

2. Modul Surya

Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam memilih modul surya

adalah:

a) Tegangan

Tegangan kerja modul yang dipilih adalah yang sesuai dengan

tegangan kerja lampu yaitu 24 Volt.

b) Kapasitas

Kapasitas modul surya dalam hal daya puncak atau watt-peak (Wp)

yang dapat dibangkitkan modul surya, dipilih yang sesuai dengan

kebutuhan lampu berdasarkan kriteria perancangan.

c) Karakteristik

Karakteristik listrik modul surya yang harus diperhatikan antara

lain tegangan, arus, daya, dan efisiensi.

d) Umur pakai

Modul surya yang dipilih adalah yang memiliki umur pakai yang

lama. Sampel modul yang dipilih memiliki umur pakai lebih dari

25 tahun.
3. Baterai

Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam memilih baterai adalah:

a) Tegangan

Tegangan baterai yang umum dan mudah dijumpai adalah

tegangan 12 volt. Oleh karena itu dibutuhkan dua buah baterai

dengan kapasitas yang sama dan dihubungkan secara seri untuk

mendapatkan tegangan yang sesuai tegangan kerja sistem PJU-TS

yang direncanakan, yaitu 24 volt.

b) Kapasitas Baterai

Kapasitas baterai dipilih yang sesuai dengan kebutuhan lampu

berdasarkan kriteria perancangan.

c) Konstruksi/Teknologi Baterai

Baterai yang dipilih adalah baterai yang dirancang untuk aplikasi

sistem tenaga surya yaitu baterai dengan kedalaman pengosongan

(DoD) tinggi atau deep-cycle.

d) Umur Baterai

Baterai yang dipilih adalah baterai yang memiliki jumlah siklus

yang tinggi dengan kedalaman pengosongan (DoD) yang tinggi.

Sampel baterai yang dipilih memiliki kedalaman pengosongan

70%.
4. SCR

Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam memilih SCR adalah:

a) Tegangan Kerja

Tegangan kerja SCR yang dipilih sesuai dengan tegangan kerja

sistem PJU-TS yaitu 24 volt.

b) Kapasitas/Kemampuan Daya Hantar Arus dari SCR

SCR yang dipilih adalah yang memiliki daya hantar arus lebih

besar dari arus yang mengalir dari modul surya ke baterai maupun

dari baterai ke lampu .

5. Tiang Galvanis

Dalam pemilihan tiang PJU-TS ada beberapa hal yang harus

diperhatikan :

a) Tinggi Tiang

Ketinggian tiang yang digunakan merupakan salah satu faktor yang

menentukan kualitas pencahayaan yang akan dihasilkan oleh

lampu jalan. Adapun ketinggian tiang yang biasa digunakan

berkisar 7 meter sampai 10 meter.

b) Kekuatan Tiang

Kekuatan tiang adalah kemampuan tiang untuk menahan beban

setiap komponen PJU-TS. Dimana kekuatan tiang ini

mempengaruhi berat modul surya yang bisa ditahan oleh tiang

tersebut.
3.5 Daftar Harga Material PJU-TS

Adapaun daftar harga material pendukung PJU-TS yang akan digunakan,

dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.:

1. Lampu

Tabel 3.3 Daftar Harga Lampu

Tipe Daya Flux Lampu HARGA


No Merk
Lampu (watt) (lumen) (Rp)

SW-ST480-
1 50 5000 SUNWAY Rp. 2.357.000,00
C50W

RT680SL-
2 60 6000 SUNWAY Rp. 2.950.000,00
S60W

SW-ST650-
3 80 8000 SUNWAY Rp. 3.960.000,00
C80W

SW-ST650-
4 100 10000 SUNWAY Rp. 4.300.000,00
C100W

SW-ST650-
5 120 12000 SUNWAY Rp. 4.800.000,00
C120W

SW-ST950-
6 180 18000 SUNWAY Rp. 6.850.000,00
C180W

Sumber : www.streetdirectory.com/rodamasabadi/
(PT. RODA MAS ABADI)
2. Solar Cell

Tabel 3.4 Daftar Harga Solar Cell

No Daya(Wp) Merk Harga (Rp)

1 20 SINKOBE Rp. 650.000,00

2 50 SUNRISE Rp. 1.500.000,00

3 80 SUNRISE Rp. 1.925.000,00

4 100 SUNRISE Rp. 2.325.000,00

5 130 SUNRISE Rp. 3.870.000,00

Sumber : http://anekasurya.indonetwork.co.id/1753334/modul-
solar-cell-50wp-polycrystalline.htm

3. BATERAI

Tabel 3.5 Daftar Harga Baterai


Tegangan Arus Harga
No Merk
(VOLT) (Ah) (Rp)

1 RITAR 12 60 Rp. 1.200.000,00

POWER
2 12 65 Rp.1.200.000,00
KINGDOM

3 LEOCH 12 72 Rp. 1.350.000,00

4 RITAR 12 100 Rp. 1.900.000,00

5. UPLUS 12 100 Rp. 1.800.000,00

6 RITAR 12 120 Rp. 2.500.000,00

Sumber :www. anekasurya.com (CV. ANEKA SURYA)


4. Solar Control Regulator (SCR)

Tabel 3.6 Daftar Harga Solar Control Regulator (SCR)

Tegangan Arus Harga


No Merk (Rp)
(volt) (ampere)

1 12V/24V 10 EP-SOLAR Rp 350.000,00

2 12V/24V 20 EP-S0LAR Rp 600.000,00


S
3 12V/24V 45 MORNINGSTAR Rp 4.500.000,00

4 12V/24V 60 MORNINGSTAR Rp 6.500.000,00


S
W
Sumber :
ww.hargasolarcell.com/index.php?action=store.showCat
&cat_id=2

5. Tiang PJU-TS

Tabel 3.7 Daftar Harga Tiang PJU-TS

Jumlah Harga
No Model Tiang Tinggi Satuan (Rp)
Lengan

1 6-7 1 Rp.2.450.000,00

2 OKTOGONAL/ Rp. 2.950.000,00


8-9 1
BULAT
3 10 1 Rp. 3.850.000,00

4 6-7 2 Rp. 2.950.000,00


S
5 u OKTOGONAL/ 8-9 2 Rp. 3.250.000,00
m BULAT
6 b 10 2 Rp. 4.200.000,00
s

Sumber : http://www.slideshare.net/rajalampu/daftar-harga-
tiang-pju-tenaga-surya
3.6 Langkah-Langkah Penelitian

Start

Pengambilan Data

Analisis Data

Penentuan Material dan


Jumlah Material

Penentuan Harga Material

Analisis Biaya

Stop
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perencanaan PJU-TS di Kota Makassar

Dalam pembahasan ini, kami akan menganalis biaya pemasangan lampu

alan di kota Makassar dengan solar cell. Dimana sampel jalan yang diambil yaitu

jalan A.P. Pettarani yang merupakan jalan dua arah dengan tiang PJU yang

digunakan adalah tiang lampu lengan tunggal. Adapun panjang dari jalan A.P.

Pettarani yaitu 4.720 meter dan lebar jalan di setiap jalurnya adalah 20,2 meter.

Dengan demikian perencanaan pemasangan tiang di jalan A..P.Pettarani dapat

dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Perencanaan Pemasangan Tiang Lengan Tunggal di

Jalan A.P.Pettarani
Adapun material yang dibutuhkan dalam pemasangan lampu jalan di jalan

A. P. Pettarani dengan solar cell adalah sebagai berikut :

1. Lampu

Pada perancangan PJU-TS ini, bebannya adalah lampu. Lampu yang

digunakan saat ini di jalan A. P. Pettarani adalah lampu SON-T 250 watt.

Dengan pertimbangan besarnya daya lampu yang digunakan saat ini, maka

dipilih lampu yang berdaya rendah dan ukuran kecil. Dengan demikian,

komponen yang digunakan nantinya tidak terlalu besar sehingga tiang

mampu menopang semua komponen yang digunakan.

LED merupakan solusi yang dipilih untuk mengganti lampu SON-T.

Dimana kualitas pencahayaan yang dihasilkan LED sama baiknya dengan

lampu SON-T. Daya LED yang dipilih adalah 60 watt karena efikasinya

mendekati efikasi lampu SON-T 250 watt yakni 100 lumen/watt.

Adapun perbandingan efikasi lampu SON-T 250 W dengan lampu LED

60W adalah sebagai berikut :

- Efikasi lampu SON-T 250 W

Dik: Ø = 28000 lm

P = 250 W

Jadi efikasinya adalah :

K= = 112 lm/W

- Efikasi lampu LED 60 W

Dik ; Ø = 6000 lm

P = 60 W
Jadi efikasinya adalah :

K= = 100 lm/W

Adapun spesifikasi lampu LED yang digunakan dapat dilihat pada tabel

dibawah :

Tabel 4.1 Spesifikasi Lampu LED 60W

Type RT680SL-S60W

LED Power 60 watt

Operating Voltage DC 12 V/24 V

LED Lighting Eficiency 100 Lm/W

Luminaire Efficiency >90%

Color Rendering Index Ra>80

Color Temperature 2700K-7000K

Life Span >50.000 h

Weight 9,56 kg

Overal Dimension 690mm x 330mm x 140mm

Sumber : www.streetdirectory.com/rodamasabadi/

Besar energi listrik yang dibutuhkan perhari dari jam 18.00 – 06.00 dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan:

QL = P . t (4.1)

dimana:

QL = Kebutuhan energi listrik (Wh)

P = Daya lampu (Watt), 60 W

t = Lama penggunaan (jam), ditentukan 12 jam/hari


Dengan demikian konsumsi energi listrik sehari jika menggunakan lampu

LED adalah 720 Wh/d.

2. Modul Surya

Penentuan kapasitas modul surya sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu kebutuhan energi rata-rata, konstanta radiasi, desain insolasi, serta

faktor kerugian. Untuk menentukan kapasitas modul surya dapat digunakan

persamaan berikut ini:

QL . A
PPV = (4.2)
H td . K

Dimana:

PPV = Kapasitas modul surya (Wp)

QL = Kebutuhan energi beban rata-rata (kWh/d)

A = Konstanta radiasi standar/global (1000 W/m2)

K = Faktor kerugian, estimasi 20%

Htd = Desain insolasi (kWh/m2/d), dipilih 4,57 kWh/m2/d

Dengan demikian kapasitas modul surya yang dibutuhkan dalam

perencanaan PJU-TS adalah:

Ppv = ⁄
= 196,9 Wp

Kapasitas modul surya yang tersedia dipilih 100 Wp dua buah yang

dihubung paralel. Dimana spesifikasi solar cell yang digunakan dapat dilihat

pada tabel berikut :


Tabel 4.2 Spesifikasi Solar cell 100 Wp

Maximum Power (Pmax) 100 Watt

Voltage at Max (Vmp) 18,5 Volt

Current at Pmax (Imp) 5,41 Ampere

Short Circuit Curren (Isc) 5,61 Ampere

Open Circuit Voltage 22,2 Volt

(Voc)

Maximum System Voltage 1000 Vdc

Dimensions 1325 mm x 535 mm x 48

mm

Weight 10,5 Kg

Sumber : http://anekasurya.indonetwork.co.id/1753334/modul-

solar-cell-50wp-polycrystalline.htm

3. Baterai

Pada penentuan kapasitas baterai yang akan digunakan, harus

memperhatikan beberpa faktor yaitu energi beban rata-rata, kedalaman

pengosongan baterai, jumlah hari cadangan, tegangan sistem, dan efisiensi

baterai. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Q L . NOD
KB  (4.3)
V BR . DoD . η B
dimana:

KB = Kapasitas baterai (Ah)

QL = Energi beban rata-rata (kW/d)

NoD = Jumlah hari cadangan (back-up), ditentukan 2(dua) hari

VBR = Tegangan kerja sistem, ditentukan 24 V

DoD = Kedalaman pengosongan baterai, dipilih 70%

ηB = Efisiensi baterai, estimasi 90%

Dengan demikian kapasitas baterai yang dibutuhkan dalam perencanaan

PJU-TS adalah:

Kb = = 95,23 Ah

Jadi kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah 95,23 Ah. Namun karena

kapasitas baterai 95,23 Ah tidak tersedia di pasaran, maka dipilih kapasitas

baterai100 Ah. Dengan menggunakan baterai 12 V dibutuhkan 2 (dua) buah

baterai dengan kapasitas yang sama dan terhubung secara seri untuk

mendapatkan tegangan kerja sistem 24 volt. Adapun spesifikasi baterai

digunakan adalah sebagai berikut :


Tabel 4.3 Spesifikasi Baterai 100Ah

Type LPC 12-100

Rated Voltage 12 Volt

Number of Cells 6

Maximum Charging 30,0 Ampere

Current

Cyclic use 14,415,0 V/piece

Floating Use 13,5-13,8 V/piece

Dimension 329mm x 172mm x

215,5mm

Designed Life 10 years

Sumber : anekasurya.com (CV. ANEKA SURYA)

4. SCR

Untuk menentukan kapasitas SCR yang akan digunakan, harus

diperhatikan beberapa faktor yaitu arus maksimum yang disuplai dari modul

surya ke baterai, maupun dari baterai ke beban, dan tegangan kerja sistem.

Arus listrik yang disuplai dari modul ke baterai dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

Pmod
I max  (4.4)
VBR

Dimana :

Pmod = Daya modul (Wp), yaitu 210 Wp

VBR = Tegangan kerja sistem (V), yaitu 24 V


Dengan demikian arus maksimum yang dapat disuplai dari modul ke

baterai sebesar :

Imax = = 8,33 A

Kapasitas SCR yang dibutuhkan adalah 8,33 A. Namun karena SCR 8,33

A tidak tersedia dipasaran, maka dipilih kapasitas SCR 10 A, dengan

spesifikasi SCR sebagai berikut :

Tabel 4.4 Spesifikasi Solar Controller Regulator (SCR)

Type LS1024
Nominal System Voltage 12/24 VDC
Rated Battery Current 10 Ampere
Max. Battery Voltage 32 Volt
Charge Circuit Voltage < 0,26 Volt
Drop
Discharge Circuit Voltage < 0,15 Volt
Drop
Self-Consumption < 6 mA
Sumber:
www.hargasolarcell.com/index.php?action=store.showCat&cat_id=2

5. Tiang Galvanis

Tiang merupakan salah satu komponen utama dalam pemasangan PJU-TS.

Tiang ini berfungsi sebagai penyangga komponen lampu dan modul panel

surya. Adapun material tiang yang digunakan pada pemasangan PJU-TS

adalah berbahan Galvanis. Dengan ketinggian tiang 9 meter dan kemampuan

tiang menahan modul surya yang berkapasitas hingga 200 Wp.


4.2 Diagram Skematik Rangkaian PJU-TS Lengan Tunggal

Adapun diagram skematik rangkaian komponen untuk tiang lampu lengan

tunggal diperlihatkan seperti pada Gambar 4.2 dimana dua buah baterai 12 V

dihubungkan secara seri untuk mendapatkan tegangan 24 Volt.

Gambar 4.2 Diagram Skematik Rangkaian Komponen

Tiang Lampu Lengan Tunggal


4.3 Gambar Desain

Contoh desain untuk tiang lampu lengan tunggal, dengan tinggi

pemasangan luminer 9 meter dapat diperlihatkan pada gambar 4.3 :

Gambar 4.3 Contoh Tiang Lampu PJU-TS


4.4. Analisa Pencahayaan

Tingkat pencahayaan rata-rata pada permukaan jalan dapat dihitung

dengan menggunakan metode lumen seperti pada persamaan 3.1. Adapun lebar

jalan A.P. Pettarani 20.2 meter, dan tinggi pemasangan lampu yang direncanakan

ditentukan 9 meter . Adapun data-data lampu yang digunakan :

Φ = 6000 lm

CU = 0,53

MF = 0,8

Karena jalan A.P.Petarani merupakan jalan kolektor primer, maka kuat

pencahayaannya 7 lux seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1. sehingga jarak

antar tiang (e) dapat ditentukan dengan persamaan iluminasi sebagai berikut :

e= = 17,99 meter

Jadi total jumlah tiang PJU-TS di jalan A.P. Pettarani adalah :

- Untuk satu sisi jalan (satu arah)

= 262,3 atau 262 Tiang

- Untuk dua sisi jalan (dua arah)

262× 2 = 524 tiang

4.5 Perbandingan masa pakai lampu SON-T dan Lampu LED

Masa pakai lampu atau umur lampu merupakan salah satu faktor penting

yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan penerangan jalan

umum (PJU). Jenis lampu yang digunakan pada PJU kota Makassar yaitu lampu

sodium tekanan tinggi Philips SON-T yang memiliki masa hidup (life time) cukup

terbatas yaitu 12.000 jam. Sedangkan untuk PJU-TS menggunakan lampu LED
yang memiliki life time yang jauh lebih lama di bandingkan dengan lampu SON-

T, masa pakai lampu LED adalah berkisaran 50000-100000 jam. Pada penelitian

kali ini akan digunakan lampu LED yang memiliki masa pakai 50000 jam.

Adapun waktu penggunaan atau masa pakai lampu SON-T maupun LED dapat

dihitung dengan cara sebagai berikut:

Umur lampu SON-T =

= 2,740 tahun

Jadi umur untuk lampu SON-T adalah 2,740 tahun atau sama dengan 2 tahun 8

bulan. Jumlah bulan diketahui dengan mengalikan bilangan di belakang koma (,)

dengan 12 bulan yaitu:

Bulan = 0,740 x 12 bulan = ± 8 bulan

Dengan persamaan yang sama maka umur lampu LED dapat pula ditentukan.

Berikut adalah tabel masa pakai lampu SON-T ataupun LED:


Tabel 4.5 Perbandingan masa pakai lampu SON-T dan LED

Masa Pakai /
Jenis
Merek Daya life time Tahun
Lampu
(Jam)

Sodium 2.740
Philips 250W 12000
SON-T (2 tahun 8 bulan)

11.416
LED Sunway 60W 50000
(11 tahun 5 bulan)

Jadi masa pakai lampu LED (Light Emitting Diode) jauh lebih lama dari lampu

SON-T yang sekarang digunakan pada sistem penerangan jalan umum (PJU) kota

Makassar yaitu ± 4 kali umur lampu SON-T.

4.5 Analisis Biaya

4.5.1 Rincian Biaya Pemasangan PJU-TS

4.5.1.1 Rincian Biaya Material PJU-TS

Adapun daftar harga material PJU-TS yang digunakan untuk pemasangan

sebuah PJU-TS sesuai dengan harga dipasaran adalah sebagai berikut :


Tabel 4.6 Daftar Harga Material PJU-TS Yang Digunakan

Matrerial Jumlah Harga Perunit Harga


Merk
PJU-TS Material (Rp) Keseluruhan(Rp)
Lampu LED
1 SUNWAY 2.950.000,00 2.950.000,00
60 Watt
Panel surya
2 SUNRISE 2.325.000,00 4.650.000,00
100 Wp
Baterai 100 POWER
2 1.800.000,00 3.600.000,00
Ah KINGDOM
SCR 10 A 1 EPSOLAR 350.000,00 350.000,00

Tiang RAJA
1 2.950.000,00 2.950.000,00
Galvanis LAMPU

Total 14.500.000,00

4.5.1.2 Estimasi Biaya Pemasangan PJU-TS

Dalam perancangan PJU-TS, ada beberapa hal yang tidak boleh di lupakan

yakni biaya pemasangan. Adapun estimasi biaya pemasangan PJU-TS dapat di

lihat pada table berikut:

Table 4.7 Estimasi Biaya Pemasangan

Jenis Biaya Biaya (Rp)


Biaya pemasangan tiang
250.000,00
PJU-TS
Biaya pemasangan
material dan instalasi 150.000,00
PJU-TS
Jumlah 400.000,00
4.5.2 Rincian Biaya Pemasangan PJU SON-T

4.5.2.1 Rincian biaya material PJU SON-T

Pada pemasangan sebuah PJU SON-T membutuhkan beberapa material seperti

tiang, armatur, lampu, ballast, ignator, dan capacitor. Adapun estimasi harga

material dari kompenen pemasangan PJU yang dipasaran saat ini adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.8 Daftar Harga Material PJU

No Material Harga Material

PJU (Rp)

1 Tiang galvanis 9 meter 2.632.905,00

2 Armature 975.000,00

3 Lampu SON-T 250W 95.000,00

4 Ballast 190.000,00

5 Ignator 45.000,00

6 Capacitor 50.000,00

Kabel NYM Eterna 2


7 363.000,00
X 2,5 mm (55 meter)

Total 4.350.905,00

Sumber : http://www.slideshare.net/tiangpju/catalog-indogalva
4.5.2.2 Estimasi Biaya Pemasangan PJU SON-T

Dalam perancangan PJU ada beberapa hal yang tidak boleh di lupakan yakni

biaya pemasangan. Adapun estimasi biaya pemasangan PJU dapat di lihat pada

table berikut :

Tabel 4.9 Estimasi Biaya Pemasangan

Jenis Biaya Biaya (Rp)


Biaya Pemasangan Tiang 250.000,00
Biaya pemasangan material
350.000,00
dan instalasi PJU
Total 600.000,00

4.5.3 Menganalisa BEP (Break Event Point)

Dalam menganalisa BEP atau yang biasa dikenal dengan kata titik impas,

data yang perlu diketahaui yaitu besar biaya pemasangan PJU-TS dan PJU SON-

T, penggantian PJU-TS dan PJU SON-T, masa pakai lampu, dan tagihan listrik

yang harus dibayarkan pertahun kepada pihak PLN.

Adapun biaya tagihan listrik yang di bayarkan kepada pihak PLN untuk

sebuah PJU SON-T selama setahun, dengan tarif listrikRp 820,00/kWh adalah:

Tagihan SON-T/Tahun:

= 820 x(Daya Lampu (Kw) x Lama Pemakaian) x 366 hari

= 820 x (0,25 Kw x 12) x 366

= 820 x ( 3 kWh) x 366

= Rp 900.360,00
Sedangkan untuk PJU-TS tidak menggunakan listrik dari PLN, melainkan

sumber listrik dari tenaga surya. Dengan demikian tagihan listriknya adalah Rp.

0,00.

Dalam perhitungan BEP, kita harus memprhitungkan biaya penggantian

lampu selama penggunaan LED yang diperkirakan mampu bertahan selama

50.000 jam atau selama 11 tahun 5 bulan, di bandingkan dengan SON-T hanya

mampu bertahan selama 2 tahun 8 bulan.

Dengan kata lain, setiap 2 tahun 8 bulan harus dilakukan penggantian

material. Adapun rincian biaya penggantian adalah sebagai berikut


Tabel 4.10 Biaya Penggantian Material Lampu SON-T

Jenis Harga (Rp)

Lampu SON-T 250W Philips 95.000,00

Ballast BSN 250L301 Philips 190.000,00

Ignator SN 58 Philips 45.000,00

Capacitor 30 Mf 50.000,00

Total 380.000,00

Jadi setiap unit lampu PJU yang menggunakan lampu SON-T memerlukan

biaya maintenance sebesar ± Rp. 340.000,- dengan mengasumsikan semua

material memiliki masa hidup (life time) yang sama yaitu 12000 jam atau sekitar

2 Tahun 8 Bulan.

Berikut ini tabel Break Event Point yang membandingkan biaya PJU-TS dan

PJU SON-T selama kurun waktu 11 tahun, dengan mengasumsikan kedua jenis

PJU tersebut bekerja dengan optimal sehingga tidak memperhitungkan biaya

perawatannya adalah sebagai berikut :


Tabel 4.11 Data perhitungan Break Even Point

A. Data PJU dengan SON-T B. Data PJU -TS

Rincian Biaya Biaya(Rp.) Rincian Biaya Biaya (Rp.)


Biaya
Biaya Material 4.350.905,00 Material 14.500.000,00

Estimasi Estimasi
600.000,00 400.000,00
pemasangan Pemasangan

TDL Tahun-1 900.360,00 TDL Tahun-1 0,00


0,00
TDL Tahun-2 900.360,00 TDL Tahun-2
Penggantian 0,00
380.000,00 TDL Tahun-3
Material ke-1
TDL Tahun-4 0,00
TDL Tahun-3 900.360,00
0,00
TDL Tahun-4 900.360,00 TDL Tahun-5

TDL Tahun-6 0,00


TDL Tahun-5 900.360,00
Penggantian TDL Tahun-7 0,00
380.000,00
Material ke-2
TDL Tahun-8 0,00
TDL Tahun-6 900.360,00
0,00
TDL Tahun-7 900.360,00 TDL Tahun-9
TDL Tahun-10
TDL Tahun-8 900.360,00 0,00
Penggantian
380.000,00 TOTAL 14.900.000,00
Material ke-3
TDL Tahun-9 900.360,00

TDL Tahun-10 900.360,00

TDL Tahun-11 900.360,00


Total 15.994.865
Rp18,000,000.00
Rp16,000,000.00
Rp14,000,000.00
Rp12,000,000.00
Biaya (Rp)

Rp10,000,000.00
Rp8,000,000.00 Biaya PJU-TS

Rp6,000,000.00 biaya PJU konvensional

Rp4,000,000.00
Rp2,000,000.00
Rp-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun

Gambar 4.3 Grafik Break Event Point

Dari grafik diatas terlihat bahwa pada tahun ke-10 terjadi perpotongan antara

kurva biaya PJU-TS dengan kurva biaya PJU SON-T. Dimana titik perpotongan

tersebut merupakan Break Event Point atau titik impas. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa biaya investasi yang diperlukan untuk pembangunan PJU-TS

akan setara dengan biaya penggunaan PJU SON-T selama kurun waktu 10 tahun:
4.5.4 Analisis Biaya Investasi

Adapun total biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian lampu

jalan menggunakan solar cell di ruas jalan A. P. Pettarani adalah:

Tabel 4.7 Biaya Investasi

JUMLAH Material Harga perunit Harga total


No
Material PJU-TS (Rp) (Rp)

1 524 LED 60W 2.950.000,00 .1.545.800.000,00

SOLAR

2 1048 CELL 100 2.325.000,00 2.436.600.000,00

WP

Baterai 100
3 1048 1.800.000,00 1.886.400.000,00
Ah

4 524 SCR 10 A 350.000,00 183.400.000,00

Tiang
5 524 2.950.000,00 1.545.800.000,00
galvanis

Estimasi

6 524 Biaya 400.000,00 209.600.000,00

pemasangan

Jumlah 7.807.600.000,00
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis data yang ada maka dapat disimpulkan :

1. Dalam pemasangan PJU-TS diruas jalan A. P. Pettrani dengan lebar

jalan tiap sisinya 20,2 meter dan tinggi tiang yang direncanakan 9 meter,

maka total biaya material keseluruhan yang dibutuhkan adalah berkisar

Rp. 7.807.600.000,00

2. Jumlah material yang diperlukan adalah 1048 buah solar cell dengan

kapasitas 100 Wp, 524 buah lampu LED dengan daya 60 watt, 1048 buah

baterai kapasitas 100 Ah untuk back up 2 (dua) hari, 524 buah SCR 10 A,

dan 524 buah tiang glavanis khusus PJU-TS

5.2. Saran

Adapun saran-saran antara lain :

1. Penerangan jalan umum tenaga surya (PJU-TS) sebaiknya mulai

diterapkan pemakaiannya terutama pada daerah yang belum dilalui jalur

distribusi atau daerah yang terisolir dari jalur distribusi, supaya manfaat

ekonomisnya bisa maksimal.

2. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai pemasangan Solar Cell

secara isolated grid dan grid connected untuk sistem PJU-TS.


DAFTAR PUSTAKA

[1] SNI 7391:2008, Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan,

Jakarta : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2008.

[2] John A. Duffie, William A. Beckman, Solar Enginering of Thermal

Process, Second Edition. John Wiley & Sons, Inc., 1980.

[3] Mark Hankins, Stand-Alone Solar Electric Systems, The Earthscan Expert

Handbook for Planning, Design and Installation. London : Earthscan Ltd.,

2010.

[4] Pusat Pengembang Program Energi Terbarukan, Pengenalan Program

Energi Terbarukan pada SMK di Indonesia. Bandung : PPPPTK BMTI,

2008.

[5] Vitta-Q, Struktur dan cara kerja Lead-acid Battery Accu /

Aki.www.VITTA-Q.com. Akses: Maret 2012.

[6] DOE-HDBK-1084-95, Primer on Lead Acid Storage Batteries.

Washington : U.S. Department of Energy, 1995.

[7] Review of Literature : Operation and Maintenance of the 125 VDC Station

Battery and Charger System at BCFTPP-I. www.scribd.com. Akses :

Maret 2012.

[9] Panel Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya.

http://www.panelsurya.com. Akses terakhir : Juli 2012

[10] Hermawan, Karnoto. 2005. Perancangan Software Aplikasi Optimasi


Penataan Lampu PJU Sebagai Upaya Penghematan Biaya Energi Listrik.

Universitas Diponegoro Semarang.

[11] Hamzah . Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota

Pekanbaru. Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru.

[12] Review of Literature :Faktor Pengoperasian Sel Surya. www.scribd.com.

Akses terakhir 23 Agustus 2012.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai