Anda di halaman 1dari 3

Jaminan Hari Tua (JHT)

JHT adalah program nasional yang dijalankan berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib.
Tujuannya adalah menjamin setiap peserta menerima sejumlah uang tunai secara sekaligus
apabila memasuki masa pensiun di kemudian hari.
Atau, jika si peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia yang disebabkan baik oleh
sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya ataupun bukan.
Jika peserta meninggal dunia, maka pihak yang berhak menerima manfaat JHT adalah mereka
yang secara sah terdaftar sebagai ahli waris.
Besar kecilnya manfaat yang akan diterima peserta ditentukan berdasarkan jumlah akumulasi
seluruh iuran yang telah disetorkan ditambah dengan hasil pengembangannya.
Tidak harus menunggu pensiun atau momen tertentu, pembayaran manfaat JHT dapat diberikan
sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun.

JHT bisa juga diberikan saat peserta berhenti bekerja dan tidak melanjutkannya kembali, berusia
56 tahun.

Mereka yang disebut sebagai peserta di sini adalah yang secara rutin membayarkan iuran sesuai
dengan besarnya upah atau pendapatan yang mereka laporkan sebagai basis perhitungan iuran.
Besarnya Iuran JHT adalah 5,7 persen dari besarnya upah yang dilaporkan dengan perincian 3,7
persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya ditanggung oleh pekerja.

Sementara bagi mereka yang tidak menerima upah atau bukan pekerja akan didasarkan pada
jumlah nominal yang ditetapkan secarara berkala.

Jaminan Pensiun (JP)

Sama halnya dengan Iuran JHT, Iuran JP juga diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

Tidak jauh berbeda, JP ditujukan untuk mempertahankan derajat kehidupan layak bagi peserta
saat sudah tak lagi bekerja atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat total.

Manfaat JP akan dirasakan oleh semua peserta yang membayar iuran sebagaimana ditetapkan.
Iuran JP adalah sebesar 3 persen dari upah yang diterima, dengan rincian pembayaran 2 persen
oleh pihak pemberi kerja dan 1 persen sisanya oleh pekerja.

Baca juga: Permudah Bayar Iuran, BPJS Ketenagakerjaan Gandeng LinkAja Manfaat dari iuran
ini akan diterima oleh peserta maupun keluarga ataupun ahli warisnya setiap bulannya hingga
jangka waktu tertentu. Pensiun yang disebabkan karena sudah memasuki masanya akan diterima
hingga meninggal dunia. Begitu juga dengan pensiun akibat cacat akibat kecelakaan atau
penyakit, akan terus diterima setiap bulannya hingga meninggal dunia.

Selanjutnya, untuk pensiun janda/duda maka akan diberikan hingga janda/duda ahli waris
meninggal dunia atau menikah kembali. Pensiun anak akan terus diterima hingga anak yang
berstatus ahli waris mencapai usia 23 tahun, bekerja, atau menikah. Jika peserta Iuran JP
merupakan lajang, maka pensiun akan diberikan pada orangtua hingga batas waktu yang
diterapkan undang-undang. Jaminan pensiun yang diberikan ini dapat diterima oleh peserta
ataupun ahli warisnya apabila si peserta sudah memenuhi masa iuran yakni minimal 15 tahun,
kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum 15
tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil
pengembangannya. Dengan penjelasan yang ada, dapat disimpulkan perbedaan mendasar dari
Iuran JHT dan Iuran JP adalah proses pembayarannya, JHT dibayarkan secara sekaligus,
sementara JP dibayarkan berkala setiap bulannya.

Berikut rincian iuran JKK yang dirangkum dari Pasal 16 ayat (1) PP No 44/2015:

Tingkat risiko lingkungan kerja Persentase iuran dari upah


Sangat rendah 0,24%
Rendah 0,54%
Sedang 0,89%
Tinggi 1,27%
Sangat tinggi 1,74%

Iuran JKK karyawan setiap bulan disetorkan perusahaan paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya. Keterlambatan pembayaran dikenai denda 2% dari iuran.

Contoh perhitungannya:

1. Seorang karyawan bekerja di perusahaan dengan tingkat risiko kecelakaan kerja


sangat rendah dengan upah (gaji pokok dan tunjangan tetap) Rp 5.000.000 sebulan.

Iuran JKK: 0,24% x Rp 5.000.000 = Rp 12.000

2. Seorang karyawan bekerja di perusahaan dengan tingkat risiko kecelakaan kerja


sedang dengan upah Rp 6.000.000.

Iuran JKK: 0,89% x Rp 6.000.000 = Rp 53.400

3. Seorang karyawan bekerja di perusahaan dengan tingkat risiko kecelakaan kerja


sangat tinggi dengan upah Rp 7.000.000.

Iuran JKK: 1,74% x Rp 7.000.000 = Rp 121.800


Umumnya, perusahaan membayar iuran tersebut dalam bentuk tunjangan JKK yang
ditambahkan ke gaji bruto karyawan. Menghitung tunjangan JKK lebih mudah dan
cepat, terutama jika karyawanmu cukup banyak, dengan HR software Gadjian.

Besaran iuran program Jaminan Kematian, meliputi:

1. Pekerja Penerima Upah (PU): Setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja. Dalam hal ini, perusahaan yang membayar iuran
program JKM sebesar 0,3% dari upah pekerja sebulan yang dilaporkan ke BPJS
Ketenagakerjaan.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU):

 Pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh
penghasilan, contohnya pemberi kerja
 Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan tidak termasuk pekerja yang
bukan menerima upah, contoh tukang ojek, supir angkot, pedagang keliling, dokter,
pengacara, artis, dan lainnya.
 Iuran yang dikenakan untuk ikut JKM bagi BPU sebesar Rp6.800 per bulan

3. Jasa Konstruksi: Iuran ditanggung penuh oleh kontraktor dengan besaran iuran mulai dari
0,21% berdasarkan nilai proyek konstruksi.

4. Pekerja Migran Indonesia: Mencakup dua program JKK dan JKM dengan jumlah iuran Rp370
ribu untuk 31 bulan.

Anda mungkin juga menyukai