Anda di halaman 1dari 3

Jangan cium tangan sama kyai, bid’ah !

Oleh : Abu Hanin

Di masyarakat sekarang banyak


berkembang kelompok-kelompok yang
berlabel “salafi” (pengikut salafus sholeh,
generasi terbaik), tetapi kenyataannya
mereka hanyalah sekelompok “talafi”
(perusak) yang merongrong persatuan dan
kesatuan umat Islam.
Kelompok ini terlalu kaku dan naif
dalam memahami suatu konteks amaliyah
umat Islam. Konteks yang dipandang
khilafiyah oleh banyak ulama, dalam kacamata mereka hanya dipukul rata dengan hukum bid’ah,
sesat, dan syirik. Inilah yang menjadi penyebab banyaknya gesekan kaum talafi ini dengan banyak
pengikut ahlus sunah wal jama’ah.
Diantara masalah yang mereka pandang sebagai bid’ah sesat, bahkan sebagian mereka
menyebutnya sebagai perbuatan syirik, adalah masalah “cium tangan kepada seorang ustadz, kyai
habaib atau ulama”. Di Mesjid al-Hijrah, perum Harmoni 6 Cileungsi, santri kami pun pernah
mengalami mendapatkan indoktrinisasi mengenai hal cium tangan ini. Cium tangan kepada orang
lain adalah bagian dari suatu kesalahan, bid’ah dan pelakuknya pantas mendapat dosa.
Tanpa alasan yang jelas mereka mengatakan bahwa mencium tangan seorang kyai atau
ulama adalah perbuatan bid’ah, bahkan mendekati syirik, dengan alasan bahwa hal tersebut akan
menimbulkan kultus individu. Tapi apakah benar apa yang mereka tuduhkan itu?

A. Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu anhum pernah mencium tangan
Rasulullah Saw
Dalil-dalilnya:

:‫ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﻲﺿ اﻠﻟ ﻋﻨﻬﻤﺎ أﻧﻪ ﺎﻛﻥ ﻲﻓ ﺮﺳﻳﺔ ﻣﻦ ﺮﺳاﻳﺎ ﺭﺳﻮل اﻠﻟ ﺻﻰﻠ اﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬
‫ ﻓﺠﻠﺴﻨﺎ ﻟﺮﺳﻮﻝ اﻠﻟ ﺻﻰﻠ ﺍﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺒﻞ‬:‫ ﻓﻜﻨﺖ ﻲﻓ ﻣﻦ ﺣﺎص ﻗﺎل‬،‫ﻓﺤﺎص اﻨﻟﺎس ﺣﻴﺼﺔ‬
”‫ “ﻻ ﺑﻞ أﻧﺘﻢ ﺍﻟﻌﺎﻜرون‬: ‫ ﺤﻧﻦ اﻟﻔﺮاروﻥ؛ ﻓﺄﻗﺒﻞ إﻴﻟﻨﺎ ﻓﻘﺎل‬: ‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺧﺮج ﻗﻤﻨﺎ إﻴﻟﻪ ﻓﻘﻠﻨﺎ‬،‫ﺻﻼة اﻟﻔﺠﺮ‬
.‫ ﻓﺪﻧﻮﻧﺎ ﻓﻘﺒﻠﻨﺎ ﻳﺪه‬: ‫ﻗﺎﻝ‬
Artinya:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu. Dia bercerita disaat dia menjadi salah satu pasukan infantri
Rasulullah saw. Dia menuturkan: “Pada suatu hari kami berada dalam suatu pertempuran. Orang
orang pada berlari menjauh dari peperangan tersebut karena mengalami keadaan yang delematis
dan saya termasuk dari mereka itu.”
Kemudian dia melanjutkan ceritanya: ”Kemudian kami semua akhirnya duduk untuk menghadap
kepada baginda Rasulullah SAW menjelang shalat subuh. Lalu keluarlah Rasul hendak
menunaikan shalat subuhnya, maka kami berdiri dan kami berkata:” :”Kami orang orang yang lari
(dari peperangan), Kemudian Nabi menghampiri kami seraya berkata: ”Tidak !! tapi kalian adalah
orang-orang yang mundur, tapi untuk bergabung dengan yang lain (siasat perang-pent). Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: ”Maka kami langsung mendekati beliau lalu kami mencium
tangannya.
(Diriwayatkan oleh Abi Dawud (2647) Imam Tirmidzi (1716) Imam Ahmad (2/70), Imam Baihaqi
(9/73)).
B. Sahabat mencium tangan sahabat lainnya.
Dalil-dalilnya:

: ‫ أﻣﺴﺴﺖ اﻨﻟﻲﺒ ﺻﻰﻠ اﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺑﻴﺪك ﻗﺎل‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻦ ﻋﻴﻴﻨﺔ ﻋﻦ اﺑﻦ ﺟﺪﺎﻋﻥ ﻗﺎل ﺛﺎﺑﺖ ﻷﻧﺲ‬
‫ ﻓﻘﺒﻠﻬﺎ‬، ‫ﻧﻌﻢ‬
Artinya:
Ibnu Uyaynah bercerita dari Ibnu Jad’aan: Tsabit bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu: ”Apakah anda pernah menyentuh Rasulullah SAW dengan tangan anda? Anas radhiyallahu
‘anhu menjawab: ”Ya! maka si Tsabit langsung mencium tangannya. (Diriwayatkan oleh Ahmad
juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad).

C. Para Tabi’in mencium tangan sahabat Rasulullah Saw.


Dalil-dalilnya:

‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺑﻦ أﻲﺑ ﻣﺮﻳﻢ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻄﺎف ﺑﻦ ﺧﺎﺪﻟ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻲﻨ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﻤﺣﻦ ﺑﻦ رزﻳﻦ ﻗﺎل ﻣﺮرﻧﺎ ﺑﺎﻟﺮﺑﺬة‬
‫ﻓﻘﻴﻞ ﻨﻟﺎ ﻫﺎ ﻫﻨﺎ ﺳﻠﻤﺔ ﺑﻦ اﻷﻛﻮع ﻓﺄﺗﻴﺘﻪ ﻓﺴﻠﻤﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﺄﺧﺮج ﻳﺪﻳﻪ ﻓﻘﺎل ﺑﺎﻳﻌﺖ ﺑﻬﺎﺗﻦﻴ ﻧﻲﺒ اﻠﻟ‬
‫ى‬ ‫ى‬
‫ ﺣﺴﻨﻪ‬..… ‫ﺻﻰﻠ اﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﺄﺧﺮج ﻛﻔﺎ ﻪﻟ ﺿﺨﻤﺔ ﻛﺄﻧﻬﺎ ﻛﻒ ﺑﻌﺮﻴ ﻓﻘﻤﻨﺎ إﻴﻟﻬﺎ ﻓﻘﺒﻠﻨﺎﻫﺎ‬
‫ﺍﻻﺒﻟﺎﻧ‬
Artinya:
“Abdurrahman bin Razin bercerita: Kami berjalan jalan di daerah Ribdzah kemudian ada yang
mengatakan kepada kami: Disini Salmah bin Al Akwa’ tinggal (sahabat Nabi) Kemudian saya
mendatangi beliau. Saya mengucapkan salam kepadanya. Dia mengeluarkan tangannya seraya
berkata: ”Saya pernah berbai’at kepada Nabi dengan kedua tangan saya ini. Lantas dia
mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan akan seperti telapaknya unta, maka kami
langsung berdiri meraih telapak tangan beliau kemudian kami menciumnya.”
(Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Barinya dengan mengakatan bahwa hadits ini
“Hasan”).

Dari penjelasan diatas kiranya cukup menjadi dalil bagi kita semua untuk mengamalkan hal
tersebut. Walau di bukunya, Syekh Albani menganggap masalah dua hadits diawal dengan status
dhoif dan tidak boleh mengamalkannya, tetapi di hadits yang ketiga menghukuminya sebagai
hadits hasan. Lagi pula cium tangan adalah termasuk bagian dari Urf, yang secara umum
hukumnya mubah. Dan kita dapat mengamalkannya selama tidak ada dalil yang
mengaharamkannya.
Wallahu ‘alam bishawwab.

Mutiara Hikmah:
َ ُ َ َ َ ‫َ َ َّ َ ى‬
‫تﻔﻘﻪ ﻓإن اﻟ ِﻔﻘﻪ أﻓضﻞ ﻗﺎئِ ِﺪ‬
Belajarlah fikih karena dia sebaik-baiknya panglima
َ ُ َ َ َ َ َّ َ ِّ َ
‫ﺎﺻ ِﺪ‬
ِ ‫اﻟِب واتلﻘﻮى وأﻋﺪل ﻗ‬
ِ ‫إَل‬
Tujuan yang tepan ke jalan kebaikan dan taqwa

Anda mungkin juga menyukai