Anda di halaman 1dari 9

Menghindari Kekerasan; Jalan Keselamatan dari Lahapan Api Neraka

Oleh: Andre Bahrudin Zen1

‫فالتفت فإذا هو النب ّي صلّى‬


ُّ ‫ اعلم أبا مسعو ٍد مرّتين هلَل أقدر عليك منك عليه‬:‫ كنت أضرب غالما ً لى فسمعت صوتا ً من خلفى‬:‫عن أبى مسعو ٍد رضي هللا عنه قال‬
‫ أ ّما لو لم تفعل للفعتك النّار أو لمستك النّار‬:‫ يا رسول هللا هو ح ّر لوجه هللا قال‬:‫فقلت‬
ُ ‫هللا عليه و سلّم‬.
Abu Mas’ud Ra. berkata, “’Ketika aku memukul budakku, tiba-tiba aku mendengar suara dari belakang’
‘Ketahuilah wahai Abu Mas’ud (dua kali), sungguh Allah Swt. lebih berkuasa darimu, daripada kuasamu atas budakmu.’
’Lalu aku menoleh kebelakang dan ternyata beliau itu adalah Nabi Saw., lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah
Saw., dia sekarang merdeka karena Allah Swt.,’ Rasulullah Saw. bersabda, ‘Seandainya kamu tidak melakukan
itu, sungguh api neraka akan melahap atau menyentuhmu.’”
I. Prolog
Islam adalah Agama rahmat bagi seluruh semesta alam. Islam menyuruh umatnya untuk berlaku lemah
lembut dan kasih sayang. Sebaliknya, Islam tidak menghendaki umatnya untuk melakukan suatu tindakan
kekerasan bahkan penyiksaan terhadap siapapun, baik kepada sesama muslim, nonmuslim, budak, bahkan
kepada hewan sekalipun. Demikian risalah yang dibawa Nabi Muhammad Saw., agar umatnya hidup dengan
aman, tenteram dan damai.
Namun, terkadang realita tidak selalu berjalan lurus dengan apa yang diinginkan. Nyatanya, sejak masa Nabi
Saw. tindakan kekerasan sudah bisa kita temukan, seperti yang dilakukan sahabat Abu Mas’ud dalam Hadis
di atas. Terlebih saat ini, masa dimana masyarakat sedang mengalami dekadensi akhlak dan moral, maka
tidak heran realita, tindakan kekerasan banyak kita jumpai, baik secara langsung maupun melalui berita.
Berangkat dari hal di atas, melalui lembaran-lembaran ini penulis berupaya memaparkan Hadis Abu Mas’ud
yang diawali dengan mata rantai dan kedudukan Hadis, mencari dalil-dalil penguat, baik dari Alquran
maupun Hadis-hadis lain sebagai syawahid dan tawabi’. Menjelaskan makna kata dan kalimat yang terkandung
dalam Hadis, mengeksplorasi dan menjelaskan unsur-unsur penting yang berkaitan dengan Hadis. Kemudian
mengangkat realita tindakan kekerasan sebagai problematika masyarakat. Terakhir, berusaha memberikan
solusi dasar atas problematika yang ada dengan cara merevitalisasi ajaran-ajaran Islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw. melalui Hadis ini.
II. Sanad, Takhrîj dan Kedudukan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari, 2 Muslim,3 Tirmidzi,4 Abu Daud,5 Thabrani,6 Baihaqi,7 Ahmad8
dan Imam Abu ‘Awanah.9 Para perawi meriwayatkan dengan jalur sanad yang berbeda-beda; Imam Bukhari
dari Muhmmad bin Salam. Imam Muslim dan Tirmdzi dari Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala. Imam Abu
Daud dari Mahmud bin Ghailan. Imam Thabrani dari Zakaria bin Hamdawih. Imam Baihaqi dari Abdullah.

1
Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar, Kairo.
2
Imam Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad, Bâb Adab Al-Khâdim, Hadis no. 171, Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah, cet. III, 1989
M/1409 H, Beirut, hlm. 71.
3
Imam Muslim, Shahih Muslim, vol. 2, Kitâb Al-Aimân, Bâb Shahabatu Al-Mamâlik wa Kaffâratu man Lathama ‘Abdahu, Hadis
no. 4396, Jam’iyyatu Al-Maknazi Al-Islamiy, Kairo, hlm. 714-715.
4
Imam Tirmidzi, Sunan Al-Tirmidzi, vol. 2, Kitâb Al-Birri wa Al-Shilah, Bâb An-Nahyu ‘an Dharbi Al-Khadam waSyatmihim,
Hadis no. 2074, Jam’iyyatu al-Maknazi al-Islamiy, Kairo, hlm. 508.
5
Abu Daud, Sunan Abi Dâud, vol. 2, Kitâb Al-Adab, Bâb Haq Al-Mamlûk, Hadis no. 5161, Jam’iyyatu al-Maknazi al-Islamiy,
Kairo, hlm. 862.
6
Imam Thabrani, Mu’jam Al-Kabîr, vol. 17, Ditahkik oleh Hamdi Abdul Majid Al-Salafi, Maktabah Al-‘Ulum wa Al-
Hikam, cet. II, 1984, hlm. 245.
7
Imam Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubrâ, vol. 8, Ditahkik oleh Muhammad Abdul Qadir Atha, Hadis no. 15583,
Maktabah Dar Al-Baz, 1994 M/1414 H, Makkah Al-Mukarramah, hlm. 10.
8
Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Hadis no. 22404, vol. 5, Muassasah Qurthubah, Kairo, hlm. 273.
9
Imam Abu ‘Awanah, Musnad Abi ‘Awânah, Hadis no. 6061, vol. 4, Dar al-Ma’rifah, Beirut, hlm. 70.
1
Imam Ahmad dari Wahsyi Muhammad, bin Muhammad bin Mush’ab ash-Shuriy dan Imam Abu ‘Awanah
dari Abu ‘Ali ar-Rudzabari. Namun, semua jalur sanad bertemu pada al-A’masy. 10 Adapun kedudukan Hadis
ini adalah hasan sahih,11 sebagaimana diungkapkan oleh Imam Tirmidzi.12 Adapun menurut Syekh al-Albani
dalam kitab al-Adab al-Mufrad Imam Bukhari adalah sahih.13
III. Makna Kata dan Kalimat
• ‫ هلل أقدر عليك منك عليه‬: Kata ‘Allah Swt.’ yang didahului dengan huruf lam berharakat fatah menunjukkan adanya
penekanan dan penegasan, bahwa Allah Swt. lebih mampu menghakimi Abu Mas’ud daripada kuasanya atas
budaknya tersebut. Kata ‘Allah Swt.’ dalam kalimat ini sebagai mubtada’. Adapun khabarnya adalah kata aqdar,
bentuk superlatif dari kata kerja bahasa Arab qadara-yaqdiru-qudrah yang bermakna lebih mampu. Kata ‘alaika
sebagai penghubung kata aqdar untuk kata minka, atau sebagai objek perbandingan dari kata superlatif aqdar.14
• ‫ لفع‬: Begitupun dengan kata lafa’a juga didahului dengan huruf lam berharakat fatah, menunjukkan adanya
penekanan. Kata lafa’a sendiri berasal dari kata kerja bahasa arab yang terdiri dari huruf lam, fa dan ain yang
berarti nyala api mengenai hingga ke seluruh sisi tubuh, 15 menutupi badan dengan pakaian secara
menyeluruh,16 merata di segala sisi. Ibnu Atsir berkata, bahwa huruf ain dari kata kerja lafa’a bisa diganti
dengan huruf ha menjadi lafaha, karena memiliki makna yang sama.17
IV. Dalil-dalil Penguat
• Allah Swt. berfirman, “Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang sombong dan membanggakan diri.”18
• Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Siapa saja yang memerdekakan seorang budak muslim,
maka Allah Swt. akan menyelamatkan anggota tubuhnya dari api neraka sebagaimana setiap anggota tubuh yang
dimerdekakannya.” Ketika mendengar Hadis ini, Sai’id bin Marnajah langsung menemui sahabat Ali bin Husain
dengan membawa Hadis ini, lalu ia segera menemui budak miliknya dan akhirnya budak itu dibebaskan.
Padahal, budak itu dibeli dengan harga sepuluh ribu dirham dari Abdullah bin Jakfar
• Kisah seorang tuan yang memotong hidung budaknya, Rasulullah Saw. bersabda, “Pergilah kamu! Karena
kamu sekarang telah merdeka. Budak itu pun bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ini budak (hamba) siapa?” Rasul
menjawab, “Kamu hamba Allah Swt. dan Rasul-Nya.”19

10
Lihat referensi-referensi di atas, mulai dari Imam Bukhari sampai Imam Abu ‘Awanah. Adapun yan berbicara langsung
mengenai hal ini—semuanya riwayat dari al-A’masy—adalah Imam Suyuthi dalam kitab ad-Dîbâj. Lihat; Imam Suyuthi,
Ad-Dîbâj ‘ala Sahîh Muslim bin Al-Hajjâj, vol. 4, Ditahkik oleh Abu Ishaq Al-Juwaini Al-Atsari, Dar Ibn ‘Affan, Saudi, cet. I,
1996 M/1416 H, hlm. 254.
11
Hadis yang sanadnya bersambung, perawinya adil, hafalannya kurang sedikit dibanding perawi hadis sahih, tidak
bertentangan dengan perawi-perawi lain yang lebih dapat dipercaya dan tidak memiliki cacat.
12
Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwadzi, vol. 5, Dar Al-Hadits, Kairo, cet. V, 2001 M, hlm. 361. dan Al-Kasymiri, Al-‘Urf
Asy-Syadziy, vol. 4, Ditashih oleh Syekh Mahmud Syakir, Dar Ihya At-Turats Al-‘Arabiy, Beirut, cet. I, 2004 M/1425 H,
hlm. 254.
13
Imam Bukhari, op.cit., hlm. 71.
14
Al-Mubarakfuri, op.cit., hlm. 362.
15
Ahmad Mukhtar Umar, Mu’jam Al-Lughah Al-‘Arabiyyah Al-Mu’ashirah, vol. 2, ‘Alam Al-Kutub, Kairo, cet. 1, 2008 M,
hlm. 2023.
16
Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, vol. 45, Dar Al-Ma’arif, Kairo, hlm. 4053.
17
Al-Zabidiy, Tâj Al-‘Arûs, vol. 22, Ditahkik oleh Mushthafa Hijazi, At-Turats Al-‘Arabiy, Kuwait, 1975 M/1405 H, hlm.
157.
18
An-Nisa’ [4]: 36.
19
HR. Imam Thabrani.
2
• Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka (para budak) adalah saudara kalian. Allah Swt. menjadikan mereka di bawah
kekuasaan kalian, maka bagi siapa yang mempunyai saudara di bawah kekuasaanya hendaklah ia memberi makan seperti
yang ia makan, memberi pakaian seperti yang ia pakai dan janganlah kalian membebani mereka dengan pekerjaan di luar
batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka hendaklah kalian membantu mereka. 20
V. Unsur-Unsur yang Berkaitan dengan Hadis
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud Ra. di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa substansi; di
antaranya, pertama, perbudakan dan anjuran untuk memerdekakannya sebagai penghapus dosa atau
kezaliman (kafarat), kedua, kekerasan dan terakhir adalah kekuasaan Allah Swt. atas segala sesuatu. Inilah
beberapa unsur penting yang terkandung dalam Hadis ini dan kemudian akan dibahas secara rinci dalam
pembahasan selanjutnya.
a. Sejarah Perbudakan dari Masa ke Masa
Bagian ini ditulis untuk membuktikan bahwa perbudakan bukan produk Islam—sebagaimana yang
dituduhkan para orientalis barat. Perbudakan telah ada sebelum Rasulullah Saw. lahir ke dunia ini dan
berlaku di Romawi, Persia, Yunani dan tempat-tempat lainnya. Alquran mengisahkan bahwa perbudakan
telah ada sejak zaman Nabi Musa As. yang dilakukan oleh Fir’aun. 21 Perlakuan terhadap budak pada masa pra
Islam sangatlah tidak manusiawi, salah satu contohnya adalah kedokteran Persia yang sering melakukan
percobaan dan penelitian dengan menggunakan tubuh budak.
Menurut para ahli sejarah, perbudakan mulai ada sejak pengembangan pertanian sekitar 10.000 tahun lalu.
Para budak terdiri dari para penjahat, orang-orang yang tidak dapat membayar hutang dan kelompok yang
kalah perang. Pertama kali perbudakan ini ada di wilayah Mesopotamia, Sumeria, yaitu kota yang
perekonomiannya berlandaskan pada pertanian. Orang-orang pada masa itu berpendapat, bahwa hal ini wajar
dan dapat terjadi terhadap siapa dan kapanpun. Adapun caranya baik dengan menaklukkan bangsa lain atau
dengan membeli dari para pedagang budak.
Perbudakan pun hampir dikenal oleh semua peradaban dan masyarakat kuno, termasuk Mesir kuno,
Tiongkok kuno, India kuno, Yunani kuno, kekaisaran Romawi, orang Ibrani di Palestina hingga khilafah
Islam. Di Mesir budak menjadi tenaga kerja dalam pembangunan pyramid, kuil dan istana Fir’aun. Di Cina
kuno perbudakan terjadi karena kemiskinan. Di Yunani kuno tidak ada filosof yang menganjurkan untuk
memerdekakan budak. Mereka hanya membagi manusia menjadi dua bagian; mereka yang terlahir merdeka
dan mereka yang terlahir untuk menjadi budak.22
Hingga sampailah perbudakan pada masa-masa jahiliyah (dekat sebelum Islam). Pada zaman ini budak juga
diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi; dipukul, dipekerjakan diluar batas kemampuannya, disiksa
dan dijadikan wanita penghibur, bahkan sebagai barang dagangan yang paling menguntungkan. Namun,
setelah datangnya Islam, perbudakan perlahan demi perlahan menjadi jauh lebih baik, seperti, tidak boleh
dipukul, hanya boleh disentuh (baca; dipergauli) oleh tuannya, apabila budak minta bebas dengan cara
membayar dirinya, maka tuannya wajib mengabulkan (mukatabah). Tidak hanya itu, Islam pun menganggap
budak sebagai wujud manusia yang memiliki hak dan kehormatan. Di samping itu juga, Islam menyamakan
budak dengan manusia merdeka lain dan mengangkat derajat seorang budak serta memuliakannya.
Bahkan, pada masa awal-awal Islam terdapat ulama, perawi Hadis, orang terkemuka bahkan dipandang
mulia oleh sahabat Nabi Saw. yang berasal dari kalangan budak, seperti sahabat Bilal bin Rabbah Ra., seorang
budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar Ra. dan menjadi muazin Rasulullah Saw. serta surganya pun telah
dijamin.23 Begitu juga dengan sahabat Salim bin Ma’qil, budak yang dimerdekakan istri Abu Hudzaifah dan
20
HR. Bukhari.
21
QS. Ad-Dukân [44]: 17-18, QS. Asy-Syûrâ [26]: 22 dan QS. Al-Baqarah [2]: 221.
22
Makalah yang ditulis oleh Abdul Hakim Wahid, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta yang berjudul, Perbudakan
Dalam Pandangan Islam; Studi Tekstual dan Kontekstual, hlm. 2-4.
23
Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra., beliau berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
Bilal setelah menunaikan shalat Subuh, “Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan yang paling engkau harapkan,
3
kemudian syahid di peperangan Yamamah bersama dengan tuannya (Abu hudzaifah).24 Kemudian Rufai bin
Mihran (Abu al-‘Aliyah), ‘Ikrimah (Abu ‘Abdillah), Umi Abidah al-Madaniyah Ra. dan lainnya dari kalangan
budak menjadi orang terpandang (ulama).
b. Anjuran Islam untuk Memerdekakan Budak
Hakikat syariat Islam bertujuan untuk menegakkan hak asasi manusia dan kesamaan antara laki-laki dan
perempuan, bahkan memuliakan anak Adam secara keseluruhan. Islam datang sebagai Agama rahmatan
lilalalamîn memang tidak langsung mengharamkan perbudakan, tetapi, sejarah hidup Rasulullah Saw.
menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam melarang perbudakan. Clanrence-Smith juga menyatakan, bahwa
Islam berperan dalam menolak perbudakan. 25 Hal ini dapat diketahui dimana syariat Islam secara eksplisit
menganjurkan untuk memerdekakan budak, bahkan bertujuan untuk menghapusnya.
Di antara teks syariat Islam yang menganjurkan sekaligus menjanjikan ganjaran yang lebih bagi siapa saja
yang memerdekakan budak, adalah sebagaimana sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
“Siapa saja yang memerdekakan seorang budak muslim, maka Allah Swt. akan menyelamatkan anggota tubuhnya dari
api neraka sebagaimana setiap anggota tubuh yang dimerdekakannya.” Ketika mendengar Hadis ini, Sai’id bin
Marnajah langsung menemui sahabat Ali bin Husain dengan membawa Hadis ini, lalu ia segera menemui
budak miliknya dan akhirnya budak itu dibebaskan. Padahal, budak itu dibeli dengan harga sepuluh ribu
dirham dari Abdullah bin Jakfar.26
c. Beberapa Sebab Pembebasan Budak
Dengan adanya anjuran Islam untuk memerdekakan budak, maka sebab pembebasannya pun bervariasi, baik
itu secara sukarela karena mengharap rida Allah Swt. dan ganjaran di akhirat nanti, sebagai penebus dosa
(kafarat) atau bahkan ketika dipaksa (wajib). Di antaranya seperti kisah seorang tuan yang memotong hidung
budaknya, maka Rasulullah Saw. bersabda, “Pergilah kamu! Karena kamu sekarang telah merdeka. Budak itu pun
bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ini budak (hamba) siapa?” Rasul menjawab, “Kamu hamba Allah Swt. dan
Rasul-Nya.”27
Faktor lain yang menjadikan budak wajib dibebaskan adalah ketika budak tersebut masih kerabat atau bahkan
mahram. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw., “Bagi siapa yang memiliki budak masih kerabat atau bahkan
mahramnya, maka budak tersebut merdeka.” 28 Begitu juga dengan budak yang dimiliki secara berserikat atau lebih
dari satu orang. Sebagaimana Hadis Nabi Saw., “Bagi siapa yang membebaskan bagian dari seorang budak yang
dimiliki secara berserikat, dan ia mempunyai harta yang mencapai total harga budak tersebut, maka harga budak ditaksir
secara adil, kemudian ia berikan bagian (harta) serikatnya lalu budak tersebut dibebaskan.” 29
Itulah beberapa sebab pembebasan budak yang wajib berdasarkan syariat Agama. Selain itu, terdapat
pembebasan budak sebagai penebus dosa (kafarat), baik itu sebagai kafarat penghapus dosa-dosa atau
alternatif utama bagi yang menggauli istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan, Zhihar dan membunuh
secara sengaja. Inilah sebab-sebab pembebasan budak sebagai penghapus dosa-dosa (kafarat). Adapun yang
terakhir adalah pembebasan budak secara suka rela, baik itu karena mengharap rida Allah Swt. atau
mengharap ganjaran lebih di dunia dan akhirat nanti.

yang kau kerjakan dalam Islam. Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara kedua terompahmu di depanku di surga .”
Bilal Ra. menjawab, “Tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan dalam Islam dibandingkan
dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan shalat (sunat) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci
dengan sempurna di waktu siang ataupun malam. (HR. Bukhari dan Muslim).
24
Sa’ad Yusuf Abu Aziz, Rijâl wa Nisâ’ Haul Ar-Rasul Saw., Dar Al-Fajr, Kairo, cet. II, 2012 M/1433 H, hlm. 163 & 231.
25
Toledano, E. R., & Clarence-Smith, Islam and The Abolition of Slavery, Journal of African History, 48, 3, 2007 M, 481-485.
26
Muhammad bin Futuh al-Hamidi, Al-Jâmi’ baina Shahihain, Ditahkik oleh Abu Husain Al-Bawwab, vol. 3, Dar Ibnu
Hazm, Beirut, cet. II, 2002 M/1423 H, hlm. 230.
27
Imam Thabrani, op. cit., vol. 5, hlm. 268.
28
Abu Daud, op. cit., Hadis no. 3951, hlm. 664.
29
HR. Bukhari dan Abu Daud.
4
d. Bukti Tekstual Islam Memuliakan Budak
Walaupun Islam sangat menganjurkan pembebasan, tetapi perbudakan ketika itu masih banyak didapati.
Hanya saja Islam tidak sama dengan ajaran-ajaran sebelumnya dalam membuat ketentuan-ketentuan hukum
perbudakan. Ajaran lain yang memandang budak hanya sebelah mata; membedakannya dengan manusia
merdeka lain, tidak punya hak atas tuannya dan bahkan dianggap makhluk hina dengan dipekerjakan secara
tidak layak. Sebaliknya dengan Islam, ketika Islam datang, sudah memberikan perhatian yang lebih terhadap
dunia perbudakan, dimulai dengan memberikan hak atas tuannya kemudian tuan pun harus memenuhinya,
terangkatnya derajat budak setelah datangnya Islam, hingga etika berbicara atau memanggilnya pun direvisi
oleh Islam.
Semua itu dibuktikan dengan adanya Hadis yang berbicara tentang hak budak atas tuannya, sebagaimana
sabda Rasulullah Saw., “Seorang budak memiliki hak makanan, pakaian dan tidak dipekerjakan dengan pekerjaan yang
melampaui batas kemampuannya.”30 Diikuti dengan Hadis yang mengatakan bahwa seorang budak itu adalah
saudara yang harus diperlakukan seperti saudara sendiri, Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka (para budak)
adalah saudara kalian. Allah Swt. menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian, maka bagi siapa yang mempunyai
saudara di bawah kekuasaanya hendaklah ia memberi makan seperti yang ia makan, memberi pakaian seperti yang ia
pakai dan janganlah kalian membebani mereka dengan pekerjaan di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani
mereka hendaklah kalian membantu mereka. 31
Tidak hanya berhenti pada Hadis yang berbicara mengenai hak budak dan kedudukannya sebagai saudara
sendiri saja, bahkan ada teks yang mengutarakan etika memanggil atau berbicara kepada budak dalam agama
Islam, sebagaimana Hadis yang melarang untuk memanggil ‘budak’ yang berbunyi, “Janganlah salah satu di
antara kalian mengatakan; Hai hambaku (laki-laki) dan Hai hambaku (perempuan), tetapi, katakanlah; Hai pembantuku
(laki-laki) dan Hai pembantuku (perempuan).” 32 Demikianlah beberapa bukti tekstual yang menunjukkan bahwa
Islam adalah agama yang menyetarakan semua manusia—tanpa terkecuali—dan memuliakannya. Terkhusus
budak dalam konteks ini.
e. Legalisasi Islam Terhadap Perbudakan
Setelah Islam sangat menganjurkan untuk pembebasan dan kemudian menyetarakan serta memuliakan budak
dan manusia merdeka lainnya, sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, tetapi hal ini
masih dilegalkan oleh Islam dan diakui dalam Kitab suci umat muslim. Maka, dari sini timbul sebuah
pertanyaan, lalu kenapa ketika Islam datang tidak langsung mengilegalkan (baca; mengharamkan)
perbudakan? Kemudian apakah masih berlaku perbudakan di zaman modern ini?
Sungguh, Islam datang pada masa jahiliyah, ketika itu perbudakan merajalela di mana-mana. Islam sebagai
agama yang damai dan menjaga perdamaian, jiwa, kehormatan dan harta sunguh bukanlah waktu yang tepat
bagi syariat Islam untuk merampas harta mereka (yang mempunyai budak) sekaligus; ilegalisasi perbudakan.
Di samping itu juga masih banyak budak yang belum layak untuk dimerdekakan, seperti anak kecil,
perempuan dan laki-laki yang belum mampu menjaga dirinya, ketidakmampuan mereka untuk bekerja dan
ketidaktahuan untuk mencari penghidupan. Apabila mereka dibebaskan justru akan membahayakan diri
mereka sendiri. Oleh karena itu, labih baik bagi mereka untuk tetap tinggal bersama tuannya. Selagi tuannya
tersebut mampu menjaga dengan baik dan memberikan hak-haknya sampai mereka bisa hidup sendiri.
Maka dari itu, jalan keluar yang ditempuh oleh Islam—ketika itu—terhadap perbudakan yaitu dengan
memberikan perhatian lebih dan mengamandemen serta merevisi ulang ketentuan-ketentuan (hukum)
perbudakan. Baik dengan cara menyodorkan ketentuan wajibnya memberlakukan budak dengan makruf,
lebih mencintai pembebasan, larangan tindakan kekerasan maupun memanggil dengan panggilan budak dan
beberapa nilai positif lain yang dikeluarkam Islam terhadap dunia perbudakan.

30
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ithrâf Al-Musnad Al-Muta’âlî bi Ithrâf Al-Musnad Al-Hanbaliy, vol. 7, Dar Ibnu Katsir, Beirut, hlm.
401.
31
HR. Bukhari dalam Kitâb Al-‘itq Bâb Qaul An-Nabiy Saw. “Al-Abîd Ikhwânukum”.
32
HR. Bukhari dalam Bâb Karâhah ‘alâ Ar-Raqîq.
5
Sebelum berbicara mengenai perbudakan yang berlaku hingga hari ini (sekarang). Perlu diketahui bahwa
secara visual perbudakan direstui agama. Pendapat Abdullah bin Jibrain dalam menjelaskan kitab ‘Umdah al-
Ahkâm menyatakan bahwa, Allah Swt. menetapkan hukum perbudakan ‘mubah’ dan sangat mencintai
kebebasan (kemerdekaan), sampai perbudakan tersebut berkurang dan terus berkurang hingga akhirnya
menghilang (tidak ada lagi).33
Maka dari itu, di masa sekarang ini sudah tidak ada lagi sistem perbudakan. Di belahan bumi manapun tidak
ada lagi pasar budak yang legal dan resmi berdasarkan hukum. Ketika perang pun demikian, peperangan
yang berlaku di dunia internasional tetap tidak mengakui adanya perbudakan bagi negara yang kalah. Karena
ada pengadilan bagi penjahat perang dan yang melanggar kode etik perang serta hukum yang berlaku. Dari
itu, di masa sekarang ini sangat sulit untuk memiliki budak. Namun, perbudakan yang berlaku, bahkan marak
sekarang ini (pada zaman modern) dengan judul dan cara yang berbeda, yaitu ‘perbudakan modern’ atau
‘human trafficking’.
f. Kekerasan Menyeret ke Neraka
Allah Swt. mengutus para nabiNya pada setiap syariat untuk memperbaiki urusan dunia dan tidak pernah
menetapkan kekerasan bahkan tidak meridainya. Bahkan tidak ada satu pun agama samawi yang menyuruh
kepada tindakan kekerasan, ekstrimisme, radikalisme, terorisme atau takfir. 34 Dengan adanya larangan
terhadap kekerasan dan berbagai tindakan ekstrim lainnya, mengindikasikan bahwa Islam menghendaki
kelemah-lembutan dan kasih sayang. Hal ini pun selaras dengan semboyan Islam, yaitu rahmat bagi seluruh
alam.
Maka, dari Hadis Abu Mas’ud di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. selaku Rasul yang diutus
Allah Swt. untuk agama Islam sudah tidak menghendaki tindakan kekerasan, dengan cara mencegah
sekaligus melarang Abu Mas’ud yang memukul budaknya. Kekerasan yang dilakukan Abu Mas’ud itu tidak
hanya menyakiti budaknya, tetapi, dengan kekerasan itu pula dapat menyeret beliau ke neraka. Apabila
beliau tidak memerdekakan budak tersebut. Sebagaimana penggalan terakhir dari Hadis, “Seandainya kamu
tidak melakukan itu, sungguh api neraka akan melahap atau menyentuhmu.” Walaupun memerdekan budak di sini
bukanlah perkara yang wajib, hanya saja dosa dan kezaliman yang beliau tanggung.35
g. Maha Kuasa dan Berkuasa Atas Segala Sesuatu
Setelah Rasulullah Saw. menghentikan sekaligus melarang Abu Mas’ud mencambuk budaknya, Islam
menjelaskan alasannya, yaitu karena Allah Swt. lebih berkuasa atas segala sesuatu, terlebih kepada Abu
Mas’ud ketika itu. Sebagaimana banyak firman Allah Swt. yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”36 ”Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hambanya.” 37 Kedua teks ini tidak hanya satu kali
disebutkan dalam al-Quran, melainkan berkali-kali. Hal ini menunjukkan adanya penegasan bahwa Allah
Swt. lebih berkuasa atas segala sesuatu. Baik kepada hamba-hambaNya, maupun selainnya.
Kemudian menyadari bahwa seorang hamba adalah makhluk yang paling lemah di sisi-Nya, Rabbnya yang
lebih mampu mengahikimi daripada dirinya dan Dialah Yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Maka,
ketika seorang hamba tersebut ingin berbuat kemungkaran, ia selalu mengingat Allah Swt. Ketika ia ingin
menghakimi seseorang, ia tau bahwa Allah Swt. lah yang lebih berkuasa dan lebih mampu menghakimi
daripada dirinya.
h. Konklusi dan Korelasi dari Beberapa Substansi Hadis
Setelah menelaah beberapa pembahasan dari unsur-unsur yang berkaitan dengan Hadis, dari beberapa
substansi penting yang terkandung dalam Hadis ini memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain

33
Abdullah bin Jibrain, Syarh ‘Umdah Al-Ahkâm, vol. 3, hlm. 80.
34
Syekh Manshur Rifa’I ‘Abid, At-Takfîr, Al-‘Unf wa Al-Irhâb, Haiah ‘Ammah lI Qushur Ats-Tsaqafah, Kairo , hlm. 115.
35
Imam Abadi, ‘Aun Al-Ma’bûd, vol. 8, Dar Al-Hadith, 2001 M, hlm. 424.
36
QS. Al-Baqarah [02]: 20.
37
QS. Al-An’âm [06]: 18.
6
(sebab-akibat). Pertama; perbudakan dan anjuran pembebasannya, kedua; kekerasan dan yang terakhir
kekuasaan Allah Swt. atas hamba-Nya. Di balik begitu gencarnya Islam menganjurkan untuk membebaskan
perbudakan—walaupun belum sampai ke level tahrîm (pengaharaman), perbudakan juga kerap kali identik
dengan kesewenangan dan kekerasan. Oleh karena itu, melalui Hadis ini Islam mengajarkan dan ingin
menyadarkan para pemilik budak, bahwa kekerasan dan kesewenangan dalam perbudakan tidak boleh
dilakukan. Bagi siapa yang melakukannya, maka balasannya sangat pedih, yaitu api neraka.
VI. Problematika Masyarakat; Perbudakan ala Modern dan Tindakan Kekerasan
Tidak sedikit dari kaum muslim—khususnya—yang lalai bahwa Allah Swt. Maha Melihat lagi Maha
Mengetahui apa yang mereka lakukan. Ketika mereka sadar pun terkadang tidak banyak yang takut
kepadaNya dan terus menerus berada di jalannya (perbuatan buruk). Demikianlah ketika hati mereka telah
redup dari cahaya hidayah dan kebenaran. Kalau sudah begini, maka kebenaran pun bisa mereka
selewengkan, demi kepentingan pribadi mereka dan mengikuti keinginannya (hawa nafsu).
Ketika tiadanya Allah Swt. dalam diri seorang hamba, maka masalah ini pun otomatis membuat dirinya tidak
menyadari bahwasanya ada yang lebih berkuasa darinya ketika ia ingin menghukumi seseorang. Bahkan para
penguasa atau aparat hukum positif setempat pun tidak mereka indahkan. Seperti kasusnya almarhum M.
Alzahra yang dibakar hidup-hidup di Bekasi. Karena dituduh mencuri amplifier di musala setempat. 38
Padahal seharusnya diserahkan kepada aparat hukum setempat dan masyarakat tidak berhak untuk
menghukuminya.
Ketika disebutkan nama Allah Swt. sudah tidak mampu memperingati dan mencegah seseorang dari
perbuatan buruk, maka inilah permulaan baginya untuk berbuat sewenang-wenang. Dalam konteks Hadis ini,
dari perbuatan sewenang-wenang misalnya memperbudak sesorang atau kelompok ala modern dan human
trafficking, kemudian berujung dengan adanya tindakan kekerasan. Inilah data sepuluh negara yang menjadi
sarang perbudakan ‘modern’, sebagai berikut;
1. India: Indeks Perbudakan Global mencatat jumlah pekerja paksa sebanyak 18.35.700 orang. Sebagian
besar bekerja di sector informal. Sementara sisanya berprofesi prostitusi dan pengemis.
2. Cina: menurut IPG (Indeks Perbudakan Global), Cina masih memiliki sekitar 3.388.400 budak dan
pemerintah Beijing mengakui hingga 1,5 juta bocah dipaksa mengemis, kebanyakan dari mereka
diculik.
3. Pakistan: sebanyak 2.134.900 penduduk Pakistan masih bekerja sebagai budak di pabrik-pabrik dan
lokalisasi. Bahkan sejumlah kasus mengindikasikan orang tua di sejumlah wilayah terbiasa menjual
putrinya untuk dijadikan pembantu rumah tangga, wanita penghibur, nikah paksa atau sebagai
bayaran untuk menyelesaikan perseteruan dengan suku lain.
4. Bangladesh: Indeks Perbudakan Global mencatat sebanyak 1.531.500 penduduk Bangladesh bekerja
sebagai budak. Hampir 80% di antaranya adalah buruh paksa, sementara sisanya dijual untuk
dinikahkan atau dijadikan prostitusi. Saat ini Bangladesh mencatat 390.000 perempuan menjadi korban
wanita penghibur paksa.
5. Uzbekistan: adalah produsen kapas terbesar keenam di dunia. Selama musim panen ratusan ribu
penduduk dipaksa bekerja tanpa bayaran. Pemerintah berupaya memerangi praktik tersebut. Tapi
Indeks Perbudakan Global 2016 mencatat tahun lalu sebanyak 1.236.600 penduduk masih bekerja
sebagai budak di Uzbekistan.
6. Korea Utara: Berbeda dengan negara lain, sebanyak 1.100.000 budak di Korea Utara bukan bekerja di
sektor swasta, melainkan untuk pemerintah. Eksploitasi buruh oleh pemerintah Pyongyang sudah
lama menjadi masalah. Saat ini sebanyak 50.000 buruh Korut dikirim ke luar negeri oleh pemerintah
untuk bekerja dengan upah minim. Program tersebut mendatangkan lebih dari 2 miliar Dollar AS ke
kas negara.

38
http://news.liputan6.com/read/3051369/5-fakta-baru-kasus-pria-dibakar-hidup-hidup-di-bekasi. Diakses pada 00.12
waktu Kairo, Jumat, 3 November 2017.
7
7. Rusia: Pasar tenaga kerja Rusia yang mengalami booming sejak beberapa tahun silam banyak
menyerap tenaga kerja dari berbagai negara bekas Uni Sovyet seperti Ukraina, Uzbekistan,
Azerbaidjan atau bahkan Korea Utara. Saat ini sebanyak 1.048.500 buruh paksa bekerja di Rusia.
Celakanya langkah pemerintah yang kerap mendiskriminasi buruh dari etnis minoritas justru
membantu industri perbudakan.
8. Nigeria: Tidak sedikit perempuan Nigeria yang dijual ke Eropa untuk bekerja di industri prostitusi.
Namun sebagian besar buruh paksa mendarat di sektor informal di dalam negeri. Tercatat sebanyak
875.500 penduduk Nigeria bekerja di bawah paksaan.
9. Kongo: Serupa dengan negara-negara Afrika Sub Sahara lain, Republik Demokratik Kongo mencatat
angka tertinggi dalam kasus perbudakan anak. Sebagian besar bekerja di sektor informal, prostitusi
atau bahkan dijadikan tentara. Jumlah budak di RD Kongo mencapai 873.100 orang.
10. Indonesia: Menurut catatan Walk Free Foundation, kebanyakan buruh paksa di Indonesia bekerja di
sektor perikanan dan konstruksi. Paksaan juga dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti di
Arab Saudi atau Malaysia. Secara umum Indonesia berada di urutan kesepuluh dalam daftar negara
sarang perbudakan dengan jumlah 736.100 buruh paksa.39
Demikian data sepuluh negara yang menjadi sarang perbudakan (modern). Gusdur juga menyatakan bahwa
banyak kasus pemerkosaan dan tindakan kekerasan terhadap TKW di negara Arab, masalah ini karena
mereka menganggap TKW sebagai budak yang legal seperti zaman dahulu. 40 Adapun realita masyarakat
mengenai tindakan kekerasan itu sudah menjadi makanan media sehari-hari.
VII. Hadis Sebagai Sarana Perbaikan Masyarakat
Mengobati problematika masyarakat ini merupakan perkara yang mudah, jika benar benar-benar sudah
memiliki niat dan keinginan yang kuat. Namun, semuanya kembali ke individu masing-masing. Maka secara
umum ada beberapa poin penting yang kiranya bisa memperbaiki masyarakat saat ini. Di antaranya adalah;
1. Agama: Begitu penting kedudukan agama dalam diri seseorang, terkhusus muslim. Agama
merupakan katup keamanan bagi jiwa setiap orang. Maka, seorang muslim harus membaca al-Quran
dan mentafakkurinya, membaca Hadis, biografi Nabi dan sejarah-sejarah Islam. Dari itu ia akan tau
bagaimana Rasulullah Saw. berprilaku dalam keseharian beliau. Tanpa adanya kekerasan dan
kelaliman. Kemudian seorang muslim harus menjaga shalat dan mengguatkan imannya. Karena
apabila sholatnya baik, maka semua perkaranya pun akan baik.
2. Keluarga: Kedudukan keluarga dalam perbaikan masyarakat sangat penting. Karena keluarga yang
berhubungan langsung dan yang pertama kali mendidik generasi masyarakat. Bagi orang tua harus
menjadi panutan yang baik bagi anak-anak mereka, kemudian selalu mendorong ke perihal kebaikan
dan membatas kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat bagi mereka, seperti nonton televisi.
3. Media Informasi: Media informasi harus benar-benar memperhatikan apa yang ditayangkan. Maka
dari itu, media informasi harus menayangkan adegan-adegan bermanfaat yang mampu mendukung
perbaikan masyarakat, seperti kisah-kisah yang dapat memperbaiki akhlak anak dan kemudian
meminimalisir adegan yang berhubungan dengan kekerasan dan kelalilman.
4. Ulama: Ulama juga sangat penting kedudukanya dalam perbaikan masyarakat ini. Yaitu melalui
ceramah, khutbah atau sekedar nasehat dan selalu mengajak kepada kebaikan orang sekitarnya.
Tentunya dengan ajakan yang baik, seperti ajakan untuk berakhlak mulia dan meninggalkan akhlak
tercela seperti kelaliman dan tindakan intimidasi dan kekerasan.41
Inilah beberapa poin yang kiranya dapat memperbaiki masyarakat saat ini secara umum. Tidak cukup hanya
dari situ, maka masyarakat pun harus menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia, terkhusus
sesama muslim. Karena apabila masyarakat sudah saling mengasihi satu sama lain, maka tindakan-tindakan
negatif akan tersingkirkan. Adapun cara untuk menimbulkan rasa kasih sayang di antara sesama bisa dimulai
39
http://www.dw.com/id/inilah-negara-sarang-perbudakan/g-19294919. Diakses pukul 12.52 waktu Cairo, Jumat, 3
November 2017.
40
Abdul Hakim Wahid, op. cit., hlm. 2.
41
Syekh Manshur Rifa’i ‘Abid, op. cit., hlm. 149-150.
8
dengan hal-hal kecil, seperti tersenyum ketika berjumpa, mengucapkan salam, baik kepada yang dikenal
maupun tidak. Karena, dari hal-hal ini kecil inilah rasa saling mengasih-sayangi akan timbul dalam diri kita.
Tidak hanya itu, ketika mengucapkan salam di dalamnya termuat doa dan kebaikan bagi orangnya.
Kemudian, hendaklah sesama manusia—khususnya muslim—untuk saling perhatian, tolong menolong,
memberikan keamanan dan menutupi aib antar sesama serta perbuatan-perbuatan baik lainnya yang dapat
mencegah dari datangnya perbuatan tercela. Adapun untuk kekerasan; ia diawali dengan kemarahan. Yang
perlu diketahui kemarahan merupakan bara yang ada di dalam hati. Keadaanya bagaikan bara yang ada di
dalam tumpukan abu. Bara itu biasanya dikeluarkan oleh tukang besi dari sesuatu yang terpendam. Bisa jadi
kemarahan itu berasal dari api yang darinya diciptakan setan. Maka dari itu, tidak sedikit wasiat (sabda)
Rasulullah Saw. kepada umatnya untuk meredam marah. Adapun beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
meredam marah adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui kebaikan dan keutamaan yang didapatkan bagi orang yang meredam marah.
2. Mengetahui bahwa Allah Swt. lebih berkuasa atas dirinya ketimbang kekuasaannya atas orang lain.
3. Mengingatkan diri sendiri terhadap akibat penyiksaan.
4. Merenungkan dan mengingat betapa buruknya rupa orang yang marah dan keengganan orang lain
melihat orang yang marah.
5. Menyadari bahwa kalau mengikut kemarahan maka ia akan seperti binatang buas.
6. Merenungkan bahwa kejadian yang membuat ia marah karena kehendak adalah Allah Swt., maka dari
itu harus berdoa minta perlindungan dari setan terkutuk. 42

VIII. Epilog
Ketimpangan sosial dan diiringi dengan ketiadaan Allah Swt. dalam hati seseorang kerap kali menimbulkan
banyak dampak yang negatif. Apalagi kita hidup di zaman modern ini, persaingan hidup yang semakin ketat
dan banyaknya pengangguran yang mengakibatkan tindakan kekerasan dan kriminal merajalela di dunia.
Sama halnya kasus perbudakan ala moderen atau human trafficking yang marak terjadi saat ini, yang mana
para pelaku dan majikan terkadang berbuat semau mereka dengan cara memperlakukan para budak
(pembantu) layaknya seperti perbudakan jaman dahulu. Karena mereka merasa berkuasa atas mereka,
padahal ada yang lebih berkuasa atas kita semua, yaitu Allah Swt.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini dengan cara merevitalisasi nilai-nilai luhur yang diwariskan Nabi Saw. dan
para ulama, kiranya bisa memberikan sedikit informasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara
memperlakukan semua orang dan khususnya orang yang bekerja untuk kita. Ini semua agar terwujudnya
umat Islam yang rahmat dan terhindar dari kekerasan.

42
Imam Al-Ghazali, Intisari Ihya ‘Ulumiddin, Qalam, Jakarta, cet. I, 2016 M, hlm. 396.
9

Anda mungkin juga menyukai