Anda di halaman 1dari 2

Catatan dari Kamar Isolasi

Riuh pikuk tentang Covid-19 diawal kemunculannya sekitaran bulan April 2020,

tidak serta merta membuat saya menjadi percaya akan adanya virus tersebut.

Memakai masker dan menjaga jarak, bahkan tidak kemasjid shalat berjamaah saya

lakukan semata-mata hanya untuk mengikuti instruksi dari Pemerintah. Bahkan

disaat istri saya terkonfirmasi positif Covid-19 saya masih yakin bahwa dia hanya

sakit flu biasa dan kecapean, bahkan saya masih berani untuk meninggalkan dia

bersama anak-anak untuk dinas di luar kota.

Semua keraguan saya terhadap virus Corona ini memudar bahkan sirna, dan saya

berbalik yakin bahwa virus ini benar adanya. Saat itu perjalanan Palopo-Makassar,

saya merasakan kelainan pada pernafasan, dimana sejak selesai menjalani

pengobatan selama 6 bulan saat SD, baru kali ini saya mengalami sesak kembali.

Kondisi tersebut saya sembunyikan selama perjalan, tetap fokus pada stir mobil agar

keluarga kecilku bisa tertidur selama perjalanan diatas kendaraan. Tetapi

sesampainya di kota Maros, saya meminta untuk singgah di sebuah Mall yang ada di

kota tersebut. Saat memasuki sebuah kedai kopi, saya sudah tidak mencium aroma

kopi yang menyengat khas dari semua kedai-kedai kopi pada umumnya.

Tanpa berfikir panjang saya membisik istri saya untuk langsung melanjutkan

perjalanan tanpa memberitahu apa penyebabnya dan sesampainya dirumah, saya


meminta kepada istri untuk melakukan test swab antigen. Hal tersebut membuat istri

dan anak-anak saya kaget.

Setelah secarik kertas hasil swab saya keluar, dan tertulis hasil POSITIF, tanpa

berfikir panjang saya meminta kepada istri saya untuk menyiapkan kamar untuk saya

melakukan isolasi dan menolak instruksi perawat untuk melakukan isolasi di hotel

ataupun rumah sakit.


Hari-Hari Tersepi

Anda mungkin juga menyukai