Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis dalam masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Dalam memproduksi sesuatu kemudian memasarkannya, masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi. Namun, dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang cinta damai, maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari konflik-konflik kepentingan termasuk dalam dunia bisnis. Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33. Satu hal yang relevan dari pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa pembangunan ekonomi negara RI semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan subyek atau pemilik negeri ini. Jadi, pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak diperuntukkan bagi segelintir orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang tertentu saja yang kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat Indonesia. Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan kondisi sosial politik di Indonesia. https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/viewFile/141/136 Terdapat beberapa konsep dan istilah yang telah dikembangkan untuk memfasilitasi adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan manajemen keputusan etis, yaitu: 1) Pendekatan Filosofis untuk Perilaku Etika Terdapat beberapa teori etika terkait dengan perilaku bisnis yaitu menurut filusuf Ykamunani (Aristoteles), filusuf Jerman (Imanuel Kant), filusuf Inggris (Yohanes Stuart Pabrik), filusuf Sayaerika (Yohanes Rawls). Teori ini mengatur standar tinggi dalam perilaku bisnis yang dapat diterima. Teori ini dapat membantu direktur, eksekutif, dan akuntan untuk lebih memahami dasar etika bisnis dan dasar untuk melakukan bisnis yang bertanggung jawab secara sosial. 2) Pendekatan untuk Pengambilan Keputusan Etis Perkembangan akuntabilitas terhadap pemangku kepentingan dalam versi kontrak sosial perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai etika yang diterapkan untuk perusahaan, dan tidak abaikan hak-hak para pemangku kepentingan. Hal ini menyebabkan perkembangan pengambilan keputusan etis yang menggabungkan kedua pendekatan filosofis dan teknik praktis, seperti analisis para pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip etika yang dikembangkan oleh filsuf memberikan wawasan tentang dimensi kunci penalaran etis. Pembuat keputusan harus memahami tiga pendekatan filosofis dasar: konsekuensialisme, deontologi, dan etika moralitas. Konsekuensialisme mensyarakatkan bahwa keputusan memiliki konsekuensi etis yang baik; deontologi menyatakan bahwa suatu tindakan etis tergantung pada tugas, hak, dan keadilan yang terlibat, dan etika moralitas menganggap suatu tindakan etis jika menunjukkan kebaikan yang diharapkan dari peserta. Penggunaan analisis jalan pemangku kepentingan dalam manajemen pengambilan keputusan dan manajemen berbagai isu yang bertentangan akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan dan pemeliharaan dukungan para pemangku kepentingan pada kegiatan perusahaan. https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-ratulangi/bisnis- pariwisata/makalah-lingkungan-etika-dan-akuntansi/46947286
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional