Anda di halaman 1dari 2

3.

Perkembangan Etika Bisnis


Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai
sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis dalam
masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan
oleh masyarakat Indonesia. Dalam memproduksi sesuatu kemudian memasarkannya,
masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada pertimbangan-pertimbangan
untung dan rugi. Namun, dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang cinta damai, maka
masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari konflik-konflik kepentingan
termasuk dalam dunia bisnis.
Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus semenjak
diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33. Satu hal yang relevan dari pasal 33
UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa pembangunan ekonomi negara RI
semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan subyek atau
pemilik negeri ini. Jadi, pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak
diperuntukkan bagi segelintir orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang
tertentu saja yang kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat
Indonesia. Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di
Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan kondisi sosial politik di Indonesia.
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/viewFile/141/136
Terdapat beberapa konsep dan istilah yang telah dikembangkan untuk memfasilitasi
adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan manajemen keputusan etis, yaitu:
1) Pendekatan Filosofis untuk Perilaku Etika
Terdapat beberapa teori etika terkait dengan perilaku bisnis yaitu menurut
filusuf Ykamunani (Aristoteles), filusuf Jerman (Imanuel Kant), filusuf Inggris
(Yohanes Stuart Pabrik), filusuf Sayaerika (Yohanes Rawls). Teori ini mengatur
standar tinggi dalam perilaku bisnis yang dapat diterima. Teori ini dapat membantu
direktur, eksekutif, dan akuntan untuk lebih memahami dasar etika bisnis dan dasar
untuk melakukan bisnis yang bertanggung jawab secara sosial.
2) Pendekatan untuk Pengambilan Keputusan Etis
Perkembangan akuntabilitas terhadap pemangku kepentingan dalam versi
kontrak sosial perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai etika yang
diterapkan untuk perusahaan, dan tidak abaikan hak-hak para pemangku
kepentingan. Hal ini menyebabkan perkembangan pengambilan keputusan etis yang
menggabungkan kedua pendekatan filosofis dan teknik praktis, seperti analisis para
pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip etika yang dikembangkan oleh filsuf
memberikan wawasan tentang dimensi kunci penalaran etis. Pembuat keputusan
harus memahami tiga pendekatan filosofis dasar: konsekuensialisme, deontologi,
dan etika moralitas. Konsekuensialisme mensyarakatkan bahwa keputusan memiliki
konsekuensi etis yang baik; deontologi menyatakan bahwa suatu tindakan etis
tergantung pada tugas, hak, dan keadilan yang terlibat, dan etika moralitas
menganggap suatu tindakan etis jika menunjukkan kebaikan yang diharapkan dari
peserta. Penggunaan analisis jalan pemangku kepentingan dalam manajemen
pengambilan keputusan dan manajemen berbagai isu yang bertentangan akan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan dan pemeliharaan
dukungan para pemangku kepentingan pada kegiatan perusahaan.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-ratulangi/bisnis-
pariwisata/makalah-lingkungan-etika-dan-akuntansi/46947286

Anda mungkin juga menyukai