Anda di halaman 1dari 15

PPN ATAS E-COMMERCE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Perpajakan

DOSEN PENGAMPU:
Meita Rahmawati, S.E., M.Acc.,Ak.,CA

KELOMPOK :
1. Adinda Putri Setya Maharani 01031382025156
2. Ananda Hanifatul Fadila 01031382025159
3. Anissa Fadila Putri 01031382025170
4. Dian Selvia 01031382025163
5. Fatimah Isfahani Azzahra 01031382025145
6. Muhammad Afif Mahdy 01031382025148
7. Muhammad Athallah Rayhan Maladi 01031382025138
8. Tarishah Nabilah 01031382025184
9. Selia Berliani Azwar 01031382025149
10. Yolanda Anggia Sari 01031382025152
11. Nabilah Khairunnisa 01031382025146

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat,
dan karunia serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Perpajakan II yang
membahas mengenai PPN atas E-Commerce.
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perpajakan II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan atau
pengetahuan mengenai PPN atas E-Commerce.
Selaku penyusun, kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami juga sangat mengetahui bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun
agar kami dapat menyusunnya kembali lebih baik dan sebelumnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi kami selaku penyusun.

Palembang, 25 April 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I…………………………………………………………………………………………. 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….. 2
BAB II…………………………………………………………………………………………3
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………3
2.1 Tujuan Pemerintah Mengenakan PPN E-Commerce……………………………….. 3
2.2 Kebijakan Pemerintah Mengenakan PPN Pada E-Commerce……………………….3
2.3 Perlakuan PPN atas Transaksi E-Commerce………………………………………... 4
2.3.1 Perlakuan Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa……………………….4
2.3.2 Perlakuan Perpajakan bagi Penyedia Platform Marketplace……………………5
2.3.3 Perlakuan Bea Masuk dan/atau PDRI atas Impor Barang yang Transaksi
Perdagangannya melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)…………….…….. 6
2.4 Pelaku E-Commerce yang Dapat Ditunjuk sebagai Pemungut PPN Produk Digital
Luar Negeri………….………………………………………………………………. 7
2.5 Bagaimana Dampak dari Terjadi Kenaikan PPN E-Commerce…………………….. 8
2.6 Pendapat Menurut Para Ahli terhadap Kebijakan Pemerintah Mengenakan PPN pada
E-Commerce………………………………………………………………………... 9
BAB III…………………………………………………………………………...…………. 11
PENUTUP……………………………………………………………………………...…… 11
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Internet adalah suatu jaringan komputer antara satu dengan yang lain saling terhubung
untuk keperluan komunikasi dan informasi. Sebuah komputer dalam satu jaringan internet
dapat berada di mana saja atau bahkan di seluruh Indonesia. Internet juga diartikan sebagai
jaringan komputer di seluruh dunia yang berisikan informasi dan sebagai sarana komunikasi
data yang berupa suara, gambar, video dan juga teks. Karena jumlah pengguna internet yang
semakin besar dan berkembang oleh karena itu, internet mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Dengan menggunakan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia dapat
mengakses dengan mudah atas bermacam-macam informasi.

E-commerce adalah singkatan dari dua kata, yakni electronic dan commerce. Bila
diartikan secara harfiah, artinya adalah perdagangan elektronik. Maksudnya, segala bentuk
perdagangan meliputi proses pemasaran barang sampai dengan distribusi yang dilakukan
melalui jaringan elektronik atau online.

Secara sederhana, e-commerce adalah bentuk perdagangan yang dilakukan secara


online dengan memanfaatkan internet. E-commerce bisa dilakukan melalui komputer, laptop,
sampai smartphone. Banyak bentuk layanan yang bisa kamu dapatkan dengan memanfaatkan
transaksi e-commerce, mulai dari pembelian tiket transportasi, pembayaran tagihan seperti
listrik dan air, kemudian juga layanan perbankan dan investasi.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli
barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat
status Pengusaha Kena Pajak. PPN merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa
Inggris disebut Value Added Tax atau Goods and Services Tax.

DJP telah memetakan empat model transaksi e-commerce, yaitu Online Marketplace,
Classified Ads, Daily Deals dan Online Retail. Online Marketplace adalah kegiatan
menyediakan tempat kegiatan usaha berupa toko internet sebagai Online Marketplace
Merchant untuk menjual barang dan/atau jasa. Dalam model transaksi ini, ada imbalan, dalam
bentuk rent fee atau registration fee, atas jasa penyediaan tempat dan/atau waktu memajang
iklan barang dan/atau jasa dan melakukan penjualan di toko internet melalui mal internet.

1
Selain itu, ada sejumlah uang yang dibayarkan oleh Online Marketplace Merchant ke
penyelenggara Online Marketplace sebagai komisi atas jasa perantara pembayaran atas
penjualan barang dan/atau jasa.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat penulis angkat dari makalah ini sebagai berikut:
1. Apa tujuan pemerintah mengenakan PPn e-commerce?
2. Apa kebijakan pemerintah mengenakan PPn pada e-commerce?
3. Apa perlakuan PPn atas transaksi e-commerce?
4. Bagaimana kriteria pelaku e-commerce yang Dapat Ditunjuk Sebagai Pemungut PPn
Produk Digital Luar Negeri?
5. Bagaimana dampak dari terjadi kenaikan PPn e-commerce?
6. Bagaimana pendapat menurut para ahli terhadap kebijakan pemerintah mengenakan
PPn pada e-commerce?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin penulis capai dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tujuan pemerintah mengenakan PPn e-commerce
2. Mengetahui kebijakan pemerintah mengenakan PPn pada e-commerce
3. Mengetahui perlakuan PPn atas transaksi e-commerce
4. Mengetahui pelaku e-commerce yang Dapat Ditunjuk Sebagai Pemungut PPn Produk
Digital Luar Negeri
5. Mengetahui dampak dari terjadi kenaikan PPn e-commerce
6. Mengetahui pendapat menurut para ahli terhadap kebijakan pemerintah mengenakan
PPn pada e-commerce

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pemerintah Mengenakan PPN E-Commerce

Upaya reformasi perpajakan telah berjalan, di antaranya ialah kenaikan tarif pajak
pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen (11%) yang dari sebelumnya 10%. Setelah
kebijakan besar itu, pengenaan pajak terhadap transaksi dagang el atau e-commerce perlu
dipertimbangkan. Pandemi Covid-19 semakin menyuburkan pertumbuhan bisnis e-commerce
di Indonesia, sejalan dengan meningkatnya adaptasi digital di masyarakat luas. Bagaimana
tidak, tuntutan dan anjuran untuk tetap "di rumah aja" membuat masyarakat semakin
memanfaatkan e-commerce untuk berbelanja tanpa perlu keluar rumah.

Tingginya perputaran uang di e-commerce berarti banyak pula potensi pajaknya.


Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa nilai transaksi e-commerce pada 2021 mencapai Rp401
triliun, sehingga dengan asumsi tarif PPN 10% yang berlaku tahun lalu, terdapat potensi PPN
sekitar Rp40 triliun dari seluruh transaksi. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bahkan
menyebut bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun ini berpotensi tumbuh sekitar 31,2%
menjadi Rp 526 triliun. Artinya, dengan asumsi tarif baru yang berlaku yakni 11%, potensi
perolehan PPN bisa mencapai Rp57 triliun—jika transaksi itu dipajaki. Dan hal ini jika
berlaku akan sangat menguntungkan negara.

2.2 Kebijakan Pemerintah Mengenakan PPN Pada E-Commerce

Melalui Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar
menilai bahwa pemajakan terhadap transaksi e-commerce memang perlu. Pemerintah perlu
mengingat adanya peralihan di sisi pelaku usaha, dari brick and mortar atau konvensional ke
digital, dan pasca pandemi sifatnya permanen.

Melalui aturan turunan terkait PPN, Fajry menilai bahwa pemerintah baru membuka
ruang pemungutan PPN terhadap jasa dari luar negeri, belum termasuk e-commerce lokal.
Padahal, selama pandemi kenaikan belanja domestik secara digital meningkat pesat.

Fajry menjelaskan bahwa Inggris pun sedang menggodok mekanisme marketplace


sebagai pemungut PPN atas transaksi domestik. Indonesia perlu mengadopsi langkah serupa
karena konsumsi dalam negeri yang tinggi. Menurutnya, langkah menjadikan perusahaan
marketplace sebagai pemungut PPN pernah muncul beberapa tahun lalu melalui Peraturan

3
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Namun, aturan itu tak bertahan lama karena dicabut.

Fajry menilai bahwa pencabutan PMK itu sarat unsur politik, karena aturan
pengenaan pajak terbit menjelang masa pemilihan umum. Padahal, dia menilai bahwa
menjadikan marketplace sebagai pemungut pajak tidak mengubah nilai atau mekanisme harga
yang ada.

Kepala Sub Direktorat PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya,
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung Menjelaskan
bahwa pihaknya memang telah memiliki rencana untuk menjadikan e-commerce sebagai
pemungut PPN. Menurutnya, berbagai pihak seperti World Bank dan International Monetary
Fund (IMF) terus mengingatkan Ditjen Pajak bahwa belum terdapat pengaturan pajak yang
solid terhadap ekonomi digital di Indonesia. Penjualan barang secara daring (online) maupun
luring (offline) tidak semata-mata menghilangkan aspek pajak.

2.3 Perlakuan PPN atas Transaksi E-Commerce

2.3.1 Perlakuan Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa

Pedagang atau penyedia jasa yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa secara
elektronik (e-commerce) melalui penyedia platform marketplace melaksanakan kewajiban
pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.

PKP pedagang atau PKP penyedia jasa yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP secara elektronik (e-commerce) melalui penyedia platform marketplace wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan:
● PPN yang terutang; atau
● PPN dan pajak penjualan atas barang mewah.

PPN yang terutang adalah sebesar 11% (sebelas persen) dari nilai transaksi
penyerahan Barang Kena Pajak (“BKP”) dan/atau Jasa Kena Pajak (“JKP”), sedangkan pajak
penjualan atas barang mewah yang terutang mengikuti tarif dan tata cara penyetoran dan
pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PKP pedagang atau PKP penyedia jasa wajib membuat faktur pajak sebagai bukti
pungutan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP. PKP Pedagang dan PKP Penyedia Jasa

4
wajib melaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak (“SPT”) masa PPN setiap Masa Pajak
atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang melalui penyedia platform marketplace.

2.3.2 Perlakuan Perpajakan bagi Penyedia Platform Marketplace

Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP pedagang
atau PKP penyedia jasa yang diterima oleh penyedia platform marketplace dari pembeli
meliputi nilai transaksi dan PPN atau PPN dan pajak penjualan atas barang mewah.

Penyedia platform marketplace wajib melaporkan rekapitulasi transaksi perdagangan


yang dilakukan oleh Pedagang dan/atau Penyedia Jasa melalui penyedia platform
marketplace ke Direktorat Jenderal Pajak serta harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN
penyedia platform marketplace.
PKP penyedia platform marketplace yang melakukan kegiatan:
● penyediaan layanan platform marketplace bagi pedagang atau penyedia jasa;
● penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan melalui platform marketplace;
dan/atau
● penyerahan BKP dan/atau JKP selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf
b,

wajib memungut PPN atas penyediaan layanan dan penyerahan BKP dan/atau JKP serta
membuat faktur pajak dan pelaporan atas penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dalam
SPT Masa PPN.

Pengenaan PPN, pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak penghasilan atas
perdagangan barang dan jasa melalui sistem elektronik (e-commerce) berupa online retail,
classified ads, daily deals, atau media sosial dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

Penyedia platform marketplace dapat memberikan data dan informasi ke Direktorat


Jenderal Pajak tentang transaksi e-commerce berdasarkan:
1. informasi keuangan yang diperoleh dari Lembaga Jasa Keuangan (“LJK”), LJK
lainnya, dan/atau entitas Lain;
2. data dan informasi yang diperoleh dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan
pihak lain dan/atau;
3. data dan informasi yang tersedia di sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak,

5
4. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pengujian kepatuhan kewajiban perpajakan
atas transaksi e-commerce sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan

2.3.3 Perlakuan Bea Masuk dan/atau PDRI atas Impor Barang yang Transaksi
Perdagangannya melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)

Perlakuan Impor Barang yang Transaksinya Dilakukan melalui Penyedia Platform


Marketplace

1. Impor barang yang:


● transaksinya dilakukan melalui penyedia platform marketplace yang terdaftar di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
● pengirimannya dilakukan melalui penyelenggara pos; dan
● memiliki nilai pabean sampai dengan Free on Board (“FOB”) US$ 1.500 (seribu lima
ratus Dollar Amerika Serikat),
● perlakuan perpajakannya dilaksanakan berdasarkan peraturan Menteri ini.

2. Impor barang yang transaksinya dilakukan melalui penyedia platform marketplace:


● memiliki nilai pabean lebih dari FOB US$ 1.500 (seribu lima ratus Dollar Amerika
Serikat); atau tidak menggunakan skema Delivery Duty Paid (“DDP”),
● dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai impor barang kiriman.

Penyedia platform marketplace mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kepala


Kantor Pabean yang memiliki frekuensi tinggi atas impor barang yang transaksinya dilakukan
melalui penyedia platform marketplace tersebut.

Permohonan mencantumkan informasi paling sedikit memuat:


● NPWP;
● Nomor Surat Keputusan Pengukuhan PKP; dan
● Nomor Surat Keterangan Terdaftar sebagai Wajib Pajak.
● Surat persetujuan atau surat penolakan yang diberikan Kepala Kantor Pabean terhadap
permohonan tersebut diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan persetujuan tersebut
berlaku secara nasional.

6
Setelah mendapatkan persetujuan, penyedia platform marketplace harus
menyampaikan:
● E-invoice untuk setiap pengiriman atas transaksi barang; dan
● E-catalog
● Kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
E-catalog paling sedikit memuat informasi mengenai:
● Uraian barang;
● Kode barang;
● Kategori barang;
● Spesifikasi barang;
● Harga barang;
● Identitas penjual; dan
● Negara asal barang,
● serta harus dilakukan pemutakhiran atas barang yang terdapat perubahan harga.

Penyedia platform marketplace wajib menggunakan skema DDP dan wajib


menghitung bea masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor (“PDRI”) dan bertanggung
jawab atas kewajiban penyetoran bea masuk dan/atau PDRI atas barang.

2.4 Pelaku E-Commerce yang Dapat Ditunjuk sebagai Pemungut PPN Produk
Digital Luar Negeri

Pelaku usaha e-commerce yang dalam kurun waktu dua belas bulan memiliki nilai
transaksi penjualan produk digital kepada pembeli di Indonesia melebihi Rp 600.000.000
(600 Juta) dalam satu tahun atau Rp 50.000.000 (50 Juta) dalam satu bulan, atau memiliki
jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12 ribu dalam satu tahun atau seribu
dalam satu bulan dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai.

Penunjukan pemungut PPN produk digital luar negeri dilakukan melalui keputusan
Direktur Jenderal Pajak. Pelaku usaha yang belum ditunjuk tetapi memilih untuk ditunjuk
dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak

Dengan kriteria tersebut di atas maka penunjukan pemungut PPN didasarkan semata-
mata atas besaran nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia, atau jumlah traffic atau
pengakses dari Indonesia tanpa memandang domisili atau yurisdiksi tempat kedudukan
pelaku usaha. Pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN wajib mulai

7
melakukan pemungutan PPN pada bulan berikutnya setelah keputusan penunjukan
diterbitkan. Jumlah PPN yang dipungut adalah sebesar 10 persen, namun pemungutan PPN
tidak berlaku terhadap barang atau jasa yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dikecualikan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pengusaha kena pajak yang melakukan pembelian barang dan jasa digital untuk
kegiatan usaha dapat melakukan pengkreditan pajak masukan sepanjang bukti pungut PPN
memenuhi syarat sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak yaitu
mencantumkan nama dan NPWP pembeli, atau alamat email yang terdaftar pada sistem
Direktorat Jenderal Pajak.

2.5 Bagaimana Dampak dari Terjadi Kenaikan PPN E-Commerce

Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11% mulai 1
April 2022. Ekonomi memperkirakan, kenaikan ini mengerek inflasi bulan depan, tapi tak
mempengaruhi daya beli masyarakat. Namun, berpotensi mengerek kenaikan inflasi
mengingat pemberlakuan tarif bersamaan dengan periode musim ramadhan dan menjelang
lebaran. Pada April diperkirakan ada tambahan 0,3% - 0,5% poin khusus dari PPN saja, di
luar dari efek lebaran dan potensi kenaikan inflasi setelah keputusan pemerintah yang sudah
membolehkan mudik. Sehingga dia menilai, opsi perluasan basis pajak adalah yang
kemungkinannya paling besar terjadi, terutama untuk e-commerce atau ekonomi digital.
Meski begitu, pemerintah dan bank sentral bisa mengurangi risiko kenaikan inflasi tersebut
dan menstabilkan kenaikan harga pangan. Jika hal ini dilakukan, kenaikan tarif PPN 1%
bulan depan tidak akan signifikan mengerek inflasi. Sebaliknya, kenaikan tarif PPN ini tidak
akan signifikan mengganggu daya beli masyarakat dan proses pemulihan ekonomi. Kenaikan
PPN ini terutama menyasar barang yang dikonsumsi kelompok menengah atas. Selain itu
pemerintah masih memberikan fasilitas pembebasan pajak untuk barang kebutuhan pokok
dan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Dampaknya ke konsumsi kelompok
menengah atas tidak akan begitu signifikan karena saat pandemi pendapatannya tidak
terpengaruh, mereka hanya mengurangi belanja. Maka, kenaikan PPN 1% ini tidak akan
mengurangkan daya beli masyarakat menengah ke atas dan Pemerintah juga Harus
memperhatikan juga kesiapan dari daya beli masyarakat terhadap kenaikan harga kebutuhan
pokok. Karena yang terkena dampak adalah masyarakat menengah bawah terhadap kenaikan
PPN 1%.

8
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, pemerintah tetap menaikkan
tarif PPN menjadi 11% mulai bulan depan sekalipun ada beberapa usulan meminta
penundaan. Kenaikan tetap perlu dilakukan untuk menciptakan fondasi pajak yang kuat.
Namun,Pemerintah memastikan, tidak seluruh barang dan jasa terkena kenaikan PPN.
Pemerintah akan memberikan tarif lebih rendah hingga pembebasan PPN terhadap beberapa
jenis barang dan jasa tertentu terhadap e-commerce.

2.6 Pendapat Menurut Para Ahli terhadap Kebijakan Pemerintah Mengenakan


PPN pada E-Commerce

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai
bahwa pemajakan terhadap transaksi e-commerce memang perlu. Pemerintah perlu
mengingat adanya peralihan di sisi pelaku usaha, dari brick and mortar atau konvensional ke
digital, dan pasca pandemi sifatnya permanen. "Maka dibutuhkan sebuah mekanisme efektif
untuk mengatasi hal tersebut. Pemerintah dapat menggunakan tarif PPN final, berbeda
dengan tarif PPN normal demi simplifikasi atau kemudahan administrasi, tetapi besarannya
didesain agar tak menyebabkan distorsi antara saluran konvensional dan digital."

Melalui aturan turunan terkait PPN, Fajry menilai bahwa pemerintah baru membuka
ruang pemungutan PPN terhadap jasa dari luar negeri, belum termasuk e-commerce lokal.
Padahal, selama pandemi kenaikan belanja domestik secara digital meningkat pesat.Fajry
menjelaskan bahwa Inggris pun sedang menggodok mekanisme marketplace sebagai
pemungut PPN atas transaksi domestik. Indonesia perlu mengadopsi langkah serupa karena
konsumsi dalam negeri yang tinggi. Menurutnya, langkah menjadikan perusahaan
marketplace sebagai pemungut PPN pernah muncul beberapa tahun lalu melalui Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Namun, aturan itu tak bertahan lama karena dicabut.

Fajry menilai bahwa pencabutan PMK itu sarat unsur politik, karena aturan
pengenaan pajak terbit menjelang masa pemilihan umum. Padahal, dia menilai bahwa
menjadikan marketplace sebagai pemungut pajak tidak mengubah nilai atau mekanisme harga
yang ada. "Sebenarnya dari ketidaktahuan publik saja, jadi publik melihatnya apa-apa
dipajaki, padahal hanya mengubah mekanisme administrasinya saja [pajak yang asalnya
dibayar penjual menjadi dipungut dan dibayarkan e-commerce]," katanya. Adanya agenda
besar dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU

9
HPP), menurut Fajry, menjadi momentum yang tepat untuk mendorong e-commerce sebagai
pemungut pajak. Terlebih, saat ini teknologi sudah jauh berkembang, sehingga pendataan dan
pencatatan akan lebih efisien. "Sekarang dengan ada agenda UU HPP, landasan hukumnya
menjadi lebih kuat. Harus tahun ini [didorong], kalau tidak nanti dibawa ke ranah politik lagi
karena lebih dekat ke pemilu," ujar Fajry.

Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro, Rami Ramdana, dan Drewya
Cinantyan melihat hal serupa, bahwa pemerintah cukup agresif dalam memperluas daftar
barang kena pajak. Kenaikan tarif PPN berpotensi menambah penerimaan pajak Rp60 triliun
atau 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ketiganya menilai bahwa pemerintah
melakukan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti mengenakan pajak pada
sektor ekonomi baru. Bahana menilai bahwa berdasarkan langkah itu, pengenaan pajak
digital atas transaksi e-commerce dan biaya transportasi online akan segera menyusul.
"Kenaikan PPN menargetkan sektor-sektor dengan pertumbuhan tinggi seperti komoditas dan
transaksi digital, yang menyiratkan potensi pendapatan yang kuat pada tahun-tahun
mendatang," tulis Putera, Rami, dan Drewya dalam risetnya. Kepala Sub Direktorat PPN,
Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak
Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung Menjelaskan bahwa pihaknya memang telah
memiliki rencana untuk menjadikan e-commerce sebagai pemungut PPN. Menurutnya,
berbagai pihak seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) terus
mengingatkan Ditjen Pajak bahwa belum terdapat pengaturan pajak yang solid terhadap
ekonomi digital di Indonesia. Penjualan barang secara daring (online) maupun luring (offline)
tidak semata-mata menghilangkan aspek pajak. "Rencananya, akan kami atur, karena ini
masalah penegasan saja, karena mereka memang terutang. Dengan aturan yang saat ini
mungkin [penjual] bisa menghindar, tetapi kalau marketplace menjadi pemungut PPN, tidak
bisa menghindar [untuk menyetorkan PPN]. Ini suatu pekerjaan rumah bagi Ditjen Pajak."

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tingginya perputaran uang di e-commerce berarti banyak pula potensi pajaknya.


Pengenaan pajak terhadap transaksi dagang e-commerce perlu dipertimbangkan karena sejak
Pandemi Covid-19 semakin menyuburkan pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia,
sejalan dengan meningkatnya adaptasi digital di masyarakat luas. Tuntutan dan anjuran untuk
tetap "di rumah aja" membuat masyarakat semakin memanfaatkan e-commerce untuk
berbelanja tanpa perlu keluar rumah.

Pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN wajib mulai melakukan
pemungutan PPN pada bulan berikutnya setelah keputusan penunjukan diterbitkan. Jumlah
PPN yang dipungut adalah sebesar 10 persen, namun pemungutan PPN tidak berlaku
terhadap barang atau jasa yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
dikecualikan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hariani, A. (2022). 1 Mei 2022, “Fintech” dan Aset Kripto Kena PPN dan PPh. Diakses 25
April 2022, dari https://www.pajak.com/

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. (2022). Pemerintah Lanjutkan Insentif PPN DTP
Sektor Perumahan di 2022. Diakses 25 April 2022, dari
https://www.kemenkeu.go.id/

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. (2022). Kemenkeu Perpanjang Insentif PPnBM


Kendaraan bermotor. Diakses 25 April 2022, dari https://www.kemenkeu.go.id/

Pratama, Wibi P. (2022, 8 April). Setelah PPN Naik, Beranikah Sri Mulyani Pajaki E-
Commerce. Tulisan pada https://ekonomi.bisnis.com/

Lomanto, Cindy N., Mangoting, Y. (2013). Perlakuan PPN Atas Transaksi Online. Program
Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Kristen Petra. 3. Diakses dari
https://publication.petra.ac.id

Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. (2020). Kriteria Pelaku E-Commerce yang
Dapat Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN Produk Digital Luar Negeri. Diakses 25
April 2022, dari https://www.pajak.go.id/

Hukumperseroanterbatas. (2016, 22 Maret). Pemberlakuan Perpajakan atas Transaksi


Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Tulisan pada
https://www.hukumperseroanterbatas.com/

Said, Abdul A. (2022, 24 Maret). PPN Naik jadi 11%, Bagaimana Dampaknya pada Daya
Beli Masyarakat. Tulisan pada https://katadata.co.id/

12

Anda mungkin juga menyukai