Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI MINYAK DAN GAS

ANALISIS PERBEDAAN LAPORAN SKK MIGAS (PSC) DAN PHE (PSAK)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1. M. Rifqi Farumi (01031382025173)
2. Muhammad Akmal Setiawan (01031382025169)
3. Muhammad Athallah Rayhan Maladi (01031382025138)
4. Muhammad Salman Hafidz (01031382025180)

DOSEN PENGAMPU : ANISA LISTYA S.E., M.SI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
juga karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Pre-UAS pada Mata Kuliah
Akuntansi Minyak dan Gas yang berjudul Analisis perbedaan laporan SKK MIGAS (PSC) dan
PHE (PSAK).
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Anisa Listya S.E., M.SI selaku dosen pengampu
Mata Kuliah Akuntansi Minyak dan Gas (A) Palembang atas bimbingan yang telah diberikan,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai dengan batas waktu
yang telah ditentukan.
Kami menyadari terdapat banyak keterbatasan dan kekurangan makalah ini karena itu,
kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan juga saran yang membangun kepada
kami, agar kedepannya kami dapat menulis dengan lebih baik.

Palembang, 8 Desember 2022

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................. 3

BAB II: PEMBAHASAN......................................................................................................... 4

2.1 Penjelasan Umum................................................................................................................ 4

2.2 Bentuk Laporan PHE serta Kesepakatan............................................................................ 8

2.3 Bentuk Laporan dan Kesepakatan SKK Migas................................................................ 10

2.4 Kesepakatan Kontrak Minyak dan Gas Bumi (PHE)........................................................ 11

BAB III PENUTUP............................................................................................................... 14

3.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan
Presiden (perpres) nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini
dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat
memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero).


PHE dibentuk berdasarkan hukum negara Republik Indonesia yang merupakan perwujudan
dari strategi pengelolaan kegiatan hulu migas berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 23 November 2001 oleh PT Pertamina (persero).
Berdasarkan regulasi ter sejak tanggal 1 Januari 2008, PHE secara resmi ditugaskan untuk
bertindak selaku strategic operating arm PT Pertamina (persero) melalui berbagai kerjasama
dengan pihak ketiga di dalam maupun di luar negeri, dengan skema joint Operating body -
production sharing contract (JOB - PSC), joint operating agreement - production sharing
contract (JOA - PSC), participating interest/pertamina participating interest (PI/PPI), dan
partnership.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa perbedaan dari laporan SKK MIGAS (PSC) dan PHE (PSAK)?

2) Bagaimana bentuk dari kesepakatan dan pembagian persentase SKK Migas?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui apa perbedaan dari laporan SKK MIGAS (PSC) dan PHE (PSAK).

2) Untuk mengetahui apa bentuk dari kesepakatan dan pembagian persentase SKK Migas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Umum

2.1.1 PT. Pertamina Hulu Energi (PHE)

PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) didirikan berdasarkan peraturan dan perundang-


undangan di Indonesia pada tanggal 28 Desember 2015 untuk mengelola sejumlah wilayah
kerja migas eks-terminasi di wilayah Kalimantan. Kehadiran kami melanjutkan kemitraan
dengan masyarakat setempat yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad melalui
penemuan minyak di lapangan louise-1 sanga-sanga pada tahun 1897.

PHI berada di bawah subholding upstream Pertamina - PT Pertamina Hulu Energi


(PHE), yang bertugas untuk mengelola seluruh aset dan kegiatan usaha hulu migas Pertamina
di wilayah Kalimantan yang terdiri dari 3 Zona yaitu Zona 8, Zona 9, dan Zona 10.

Gambar 1.1

2.1.2 Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas)

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan
Presiden (perpres) nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini
dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat
memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, SKK Migas menyelenggarakan fungsi :

- Memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas
kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak
Kerja Sama.
- Melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama.
- Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan
diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral untuk mendapatkan persetujuan.
- Memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam
poin sebelumnya.
- Memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran.
- Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama, dan
- Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat
memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara.

2.2. Bentuk dari Laporan PHE dan Kesepakatannya


Gambar 1.2

Gambar 1.3

Gambar 1.4
Keterangan :

Penyajian kembali atas perubahan struktur tata kelola dari PHE menjadi PHE Subholding
Upstream. Ekuitas grup pada tanggal 31 Desember 2020 dan 1 Januari 2020 disajikan sebagai
ekuitas unit bisnis yang menggabungkan diri di dalam ekuitas grup sesuai dengan PSAK 38.
Berikut ini merupakan dari berbagai aspek yang dilihat :

Gambar 1.5
Gambar 1.6

Gambar 1.7

2.3. Bentuk dari Laporan SKK Migas dan Kesepakatannya

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (migas) Indonesia dijalankan berdasarkan
Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Skema ini mengoptimalkan
penerimaan negara sekaligus melindungi dari paparan risiko tinggi terutama pada fase
eksplorasi.

Bisnis hulu migas memiliki empat karakter utama. Pertama, pendapatan baru diterima
bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan. Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan
ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih. Ketiga, usaha hulu migas
memerlukan investasi yang sangat besar. Namun, di balik semua risiko tersebut, industri ini
memiliki karakter ke empat, yaitu menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Idealnya,
kontrak yang digunakan adalah yang mampu menyiasati tantangan dan meraih peluang dari
empat karakter tersebut.

Skema PSC pertama kali berlaku tahun 1966 saat PERMINA menandatangani kontrak
bagi hasil dengan independent Indonesian American Oil Company (IIAPCO). Kontrak ini
tercatat sebagai PSC pertama dalam sejarah industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia
dilatarbelakangi oleh keinginan supaya negara berperan lebih besar dengan mempunyai
kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas.

PSC dapat diibaratkan dengan model usaha petani penggarap yang banyak dipraktikkan
di nusantara. Pemerintah adalah pemilik "sawah" yang mengamanatkan pengelolaan lahan
kepada "petani penggarap". Dalam bisnis hulu migas, "petani penggarap" ini adalah perusahaan
migas baik nasional maupun asing. Penggarap ini menyediakan semua modal dan alat yang
dibutuhkan.

Semua pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemilik sawah, karena modal tersebut
akan dikembalikan kelak saat panen. Penggantian ini, yang dalam dunia migas dikenal dengan
istilah cost recovery, hanya dilakukan jika "panen" tersebut berhasil atau ada temuan cadangan
yang komersial untuk dikembangkan.

Jika tidak, semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh penggarap (kontraktor migas). Saat
"panen" tiba, produksi akan dikurangkan terlebih dahulu dengan modal yang harus
dikembalikan, baru kemudian dibagi antara pemilik sawah dengan penggarap sesuai dengan
kesepakatan dalam kontrak.

Demikianlah PSC bekerja. Dengan pola ini, negara bisa memanfaatkan anugrah sumber
daya migas karena modal dan teknologi disediakan oleh investor. Di sisi lain, negara tidak
terpapar risiko kegagalan eksplorasi karena biaya modal dalam kondisi tersebut tidak diganti
dalam skema cost recovery. Pemerintah sebagai perwakilan negara juga memiliki kontrol baik
atas manajemen operasional maupun kepemilikan sumber daya migas.

Manajemen operasional hulu migas dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Migas atau SKK Migas (BP MIGAS) sebagai perwakilan pemerintah
dalam PSC. Dengan adanya institusi ini, kendali atas bisnis hulu migas sepenuhnya di tangan
negara.

Di sisi lain, PSC juga mengatur bahwa sumber daya migas tetap milik negara sampai
titik serah. Berbeda dengan Kontrak Karya yang membagi hasil penjualan migas, dalam sistem
PSC, yang dibagi adalah produksi. Selama sumber daya migas masih berada dalam wilayah
kerja pertambangan atau belum lepas dari titik penjualan yaitu titik penyerahan barang, maka
sumber daya alam migas tersebut masih menjadi milik Pemerintah Indonesia.

PSC sampai saat ini masih dipercaya sebagai model paling ideal untuk Indonesia.
Sistem ini menjamin penguasaan negara atas sumber daya migas sekaligus melindungi negara
dari tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi dalam bisnis hulu migas.

2.4 Kesepakatan Kontrak Minyak dan Gas Bumi (PHE)

Berdasarkan laporan keuangan berupa catatan atas laporan keuangan Pertamina Hulu
Energi (PHE), Kontrak Bagi Hasil (KBH) dibuat oleh kontraktor KBH dengan pemerintah
melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).
Untuk jangka waktu kontrak antara 20-30 tahun. Periode tersebut dapat diperpanjang sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pembagian hasil produksi minyak mentah dan gas bumi
dihitung secara tahunan yang merupakan jumlah lifting minyak mentah dan gas bumi setiap
periode yang berakhir pada 12 tanggal 31 Desember setelah dikurangi kredit investasi, first
tranche petroleum (FTP), dan cost recovery.

Domestic Market Obligation (DMO) untuk minyak bumi, Kontraktor KBH wajib
memenuhi kebutuhan dalam negeri berdasarkan perhitungan setiap tahun yaitu :

1. Mengalikan jumlah minyak mentah yang diproduksi dari wilayah kerja dengan hasil
pembagian antara jumlah kebutuhan minyak mentah dalam negeri sebagai pembilang
dan jumlah seluruh minyak mentah yang diproduksi oleh seluruh perusahaan
perminyakan di Indonesia sebagai penyebut.
2. Menghitung 25% jumlah minyak mentah yang diproduksi dari wilayah kerja KBH.
3. Mengalikan jumlah minyak mentah yang lebih kecil antara hitungan 1 atau 2 dengan
persentase bagi hasil kontraktor. Sedangkan, domestic market obligation (DMO) untuk
gas bumi, Kontraktor KBH wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri Indonesia sebesar
25% dari total gas bumi yang diproduksi dari wilayah kerja kontraktor dikalikan dengan
persentase bagi hasil kontraktor.

Untuk first tranche petroleum (FTP), Pemerintah dan Kontraktor berhak untuk
menerima sebesar 10-20% dari produksi minyak mentah dan gas bumi setiap tahunnya,
sebelum dikurangi dengan pengembalian biaya operasi dan kredit investasi. Berkaitan dengan
persediaan, perlengkapan, dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor KBH untuk kegiatan
operasi minyak mentah dan gas bumi merupakan milik Pemerintah, akan tetapi kontaktor KBH
memiliki hak untuk menggunakan persediaan, perlengkapan, dan peralatan tersebut sampai
dinyatakan surplus atau ditinggalkan dengan persetujuan SKK migas. Dalam menjalankan
kegiatan eksplorasi dan evaluasi minyak dan gas bumi, Pertamina Hulu Energi menggunakan
metode akuntansi yaitu metode successful efforts, yang dimana apabila sumur berhasil
menemukan cadangan terbukti maka biaya yang berkaitan dengan eksplorasi akan
dikapitalisasi. Namun, apabila sumur tidak berhasil menemukan cadangan terbukti maka biaya
yang berkaitan dengan eksplorasi akan dibebankan. Untuk biaya geologi dan geofisika,
termasuk survei seismik untuk tujuan eksplorasi dibebankan pada saat terjadi. Serta dalam
penyusutan dan amortisasi dalam estimasi cadangan minyak dan gas bumi ditentukan
berdasarkan metode unit produksi yaitu dengan rumus nilai buku akhir tahun / estimasi
cadangan awal tahun x produksi di tahun tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, PT Pertamina Hulu Energi
subholding pstream melakukan production sharing contract (PSC) dengan PHE offshore north
west java (ONWJ). PHE ONWJ ini menjadi kontraktor kontrak kerja sama migas pertama di
Indonesia yang menggunakan sistem PSC dan menggunakan skema gross split. Penerapan
keberlanjutan PHE ONWJ mengacu pada kebijakan keberlanjutan PERTAMINA yang
dirumuskan dalam 10 fokus berkelanjutan PERTAMINA, dan diselaraskan dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan (TPB). Selain itu kegiatan usaha PHE ONWJ di sektor hulu migas
bersifat khusus dalam hal kebijakan pemasaran yang ditetapkan SKK Migas dan material
hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan baku. Hal tersebut menjadikan laporan ini tidak
mengungkapkan informasi survei kepuasaan pelanggan dan lainnya.

Berdasarkan kontrak kerjasama yang telah disepakati, seluruh proses yang dilakukan
oleh pihak ketiga dipantau dan diawasi Fungsi HSE dan Operasi Perusahaan yang dilaporkan
secara berkala kepada pihak-pihak berwenang. Perkiraan persentase pembagian PHE ONWJ
menggunakan skema gross split sektor minyak bumi yaitu 57% untuk Negara dan 43% untuk
Kontraktor, sedangkan gross split sektor gas sebesar 52% untuk Negara dan 48% untuk
Kontraktor. Kemudian persentase pembagian menggunakan sistem PSC akan diperkirakan
sebesar 85:15 untuk Minyak Bumi dan 70:30 untuk Sektor Gas Bumi.
DAFTAR PUSTAKA

https://phe.pertamina.com/ContentView.aspx?MenuID=ydRRTTxkdt6Trx91pX1+cA==&Typ
eGroupContent=mELirpUhRYksFj7k8/XBcQ==&NewsCatID=9OYR9kUytIsLilKZieD5xg=
=
https://pertamina.com/id/news-room/news-release/pertamina-tandatanganitiga-psc-
migas
Pertamina | Indonesia Investments indonesia-investments.com
Pertamina Kelola 40 Persen Produksi Migas Nasional | Pertamina
PT. Pertamina Hulu Energi

Anda mungkin juga menyukai