Anda di halaman 1dari 19

3

BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 Tinjauan umum tentang TB paru


2.1.1. Definisi TB paru

Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian

besar kuman TB menyerang paru-paru dan organ tubuh yang lainnya.

Kuman Tuberkulosis atau kuman TB ini memiliki bentuk batang,

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,

Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman

TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan

hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat Dormant,atau tertidur lebih lama dalam beberapa

tahun dan setelah itu dapat menginfeksi (Pusat Informasi Penyakit

Infeksi HIV/ AIDS.2005)

2.1.2 Cara Penularan TB paru


Cara penularan penyakit TB Paru melalui penderita TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe,saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian- bagian tubuh
yang lain. Daya penularan dari seorang Daya penularan dari seorang

Universitas Indonesia
4

penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari


parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman),maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.1.3 Patofisiologi TB paru

Riwayat terjadinya tuberkulosis dibagi dalam beberapa tahap,infeksi


primer dan infeksi pasca primer atau post primary (Pusat Informasi
Penyakit infeksi HIV/ AIDS.2005)

a. Infeksi primer

Proses infeksi M.Tuberkulosis bervariasi pada pejamu yang


berbeda. Penyakit paru biasanya muncul tetapi infeksi dapat terjadi
pada daerah lainnya, meliputi meningitis, ginjal, tulang dan nodus
limfe. Tampaknya semua penularan TB terjadi dari infeksi paru
dengan adanya pelepasan organisme melalui bersin, batuk, tertawa
atau pengeluaran udara. Saat pasien TB batuk, inti droplet terdapat
di udara dan diisap orang lain.Sebagai droplet, organisme dapat
menyerang mekanisme perlindungan di jalan napas dan mencapai
alveoli. Pada keadaan ini dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
infeksi primer. Organisme dilingkupi oleh mikroorganisme
nonpesifik dan disebarkan dari paru melalui hematogen dan sistem
limfa ke seluruh tubuh. Setelah itu organisme dikenali oleh sel T
dan reaksi kekebalan ini tidak membunuh organisme, tapi membuat
periode laten selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Selama keadaan laten, organisme hidup tapi tidak bereproduksi dan
meskipun tidak sakit, pejamu tetap terinfeksi.

b. Tuberkulosis pasca primer atau post primary TB

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan


atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
Universitas Indonesia
5

menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

2.1.4 Manifestasi klinik TB paru

Gejala klinis TB paru sangat bervariasi dari asimptomatik (tidak


menunjukkan gejala) sampai gejala yang sangat berat seperti gangguan
pernapasan dan mental. Gejala berlangsung secara perlahan dan
bertingkat dalam beberapa waktu bahkan beberapa bulan. Secara garis
besar, gejala TB paru dibagi dalam dua garis besar yaitu (Arsep. 2002)

a. Gejala sistemik:

1) Demam ringan dan lama pada malam hari


2) keringat malam
3) badan terasa lemah
4) cepat capek
5) kepala pusing
6) menstruasi yang tidak teratur
7) anoreksia
8) penurunan berat badan
b Gejala respiratorik, antara lain :

1) Batuk berlangsung lama lebih dari tiga minggu (kering, berdahak


dan berdarah). Batuk mula-mula kering menjadi produktif dengan
dahak yang bersifat mukoid atau mukopurulen.
2) Batuk darah akibat terjadi erosi.
3) Sesak napas. Sesak napas jarang dijumpai pada kasus TB paru lanjut,
TB paru dengan efusipleura yang massip atau TB paru dengan
penyakit kardiopulmonar yang mendasarinya. 
4) Nyeri dada bersifat tumpul, adanya nyeri menggambarkan
keterlibatan pleura yang kaya dengan persyarafan. Letak paksa dapat
dijumpai pada kasus dengan efusi pleura,penderita lebih senang
berbaring pada sisi paru yang sakit dibandingkan sisi yang sehat.
Universitas Indonesia
6

2.1.5 Tipe Penderita TB paru

Hasil pengobatan seorang penderita TB paru dapat dikategorikan


sebagai (Veni Hadju dkk.2004) :

a. Kasus baru

Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian

b. Kambuh ( relaps)

Penderita yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah


dinyatakan sembuh kemudian kembali lagi datang berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif

c..Pindahan (transfer in)

Penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/ kota lain. Tindak


lanjutnya yaitu : penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah
(form TB.09) dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil
pengobatan penderita dikirim kembali ke UPK yang baru. Hasil
pengobatan penderita dikirim kembali ke UPK asal, dengan formulir
TB.10.

d.Lalai ( pengobatan setelah Defaulted atau drop out)

Penderita yang yang tidak mengambil obat dua bulan berturut- turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

e. Gagal

1). Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap


positif atau kembali menjadi pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tindak lanjutnya yaitu :
Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori
2 mulai dari awal. Penderita BTA positif dengan pengobatan

Universitas Indonesia
7

ulang dengan kategori 2 dirujuk ke spesialistik atau berikan INH


seumur hidup.

2). Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada


kahir bulan kedua menjadi positif. Tindak lanjutnya dengan
memberikan pengobatan kategori dua mulai dari awal.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik TB paru

Menurut Nadesul tahun 1996 bahwa ada beberapa jenis pemeriksaan


diagnostik TB paru, yaitu ( Rosiyanti. 2006 ) :

a. Pemeriksaan fisik

Pada tahap dini sulit diketahui, tanda- tanda infiltrat


(redup ,bronchial ,ronchi basah), pada pemeriksaan perkusi didapati
hipersonor/ timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara amforik, atropi dan retraksi interkostal
pada keadaan lanjut dan fibrosis, bila mengenai pleura dapat
menyebabkan efusi pleura ( perkusi memberikan suara pekak ),
tanda- tanda penarikan paru dan daifragma serta mediastinum, sekret
disaluran napas dan ronki.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pada tahap ini tampak gambaran bercak- bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas atau bercak nodular. Pada kavitas gambar bayangan
berupa cincin tunggal atau ganda. Pada klasifikasi tampak
bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi. Bayangan
menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian. Kelainan
bilateral terutama dilapangan atas paru dan terdapat bayangan milier.

c. Bronchografi

Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus


atau kerusakan paru karena TB paru.

Universitas Indonesia
8

d. Laboratorium

Darah ( lekosit meninggi ), Laju endap darah (LED) meningkat,


limfositosis. Sputum : pada kultur ditemukan basil tahan asam ( BTA
) . Tes tuberkulin : mantoux tes dengan indurasi 10 – 15 mm.

e. Spirometer

Penurunan fungsi paru- paru ; kavitas vital menurun

f. Teknik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam


berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi kuman meskipun hanya
ada satu mikroorganisme dalam spesimen. Selain itu teknik ini dapat
mendeteksi adanya resistensi.

g.Becton Dickinson Diagnostic Instrumen System (BACTEC)

Deteksi growth indeksi berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari


metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium TB.

h.Enzhyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Deteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.


Pelaksanaanya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.

i.MYCODOT

Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang


direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian
dicelupkan ke dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik
dalam jumlah memadai maka warna sisir berubah.

2.1.7 Pengobatan TB
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakatii

Universitas Indonesia
9

secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah


diketahui, yaitu (Asti,Retno.2010):
•Fase awal harus terdiri dari isoniazid, rifampisin, piranzinamin, dan
etambutol.
•Fase lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin
diberikan selama 4 bulan.
•Isoniazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif
yang pada fase lanjutan yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak
dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko tinggi untuk gagal dan
kambuh, terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV.
•Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi
internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat
(RH), 3 obat (RHZ), dan 4 obat (RHZE) sangat direkomendasikan
terutama jika menelan obat tidak diawasi.
•(ADD) Etambutol boleh dihilangkan pada fase awal pengobatan pasien
dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak mengalami
TB paru luas atau penyakit ekstraparu yang berat, serta diketahui HIV
negatif
•(ADD) Secara umum terapi TB diberikan selama 6 bulan, namun pada
keadaan tertentu (meningitis TB, TB milier dan TB berat lainnya) terapi
TB diberikan lebih lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih
lengkap sesuai dengan derajat penyakitnya.

2.2 Tinjauan umum model konseptual Myra Estrin Levine


2.1.2 Biografi Myra Estrin Levine
Myra Estrin Levine (1920-1996) lahir di Chicago, Illinois. Ia adalah
anak tertua dari tiga bersaudara. Levine mengembangkan minat dalam
perawatan karena ayahnya sering sakit (mengalami masalah
gastrointestinal) dan memerlukan perawatan(George, 2002).
Levine lulus dari Cook County School of Nursing tahun 1944 dan
memperoleh gelar Bachelor Science of Nursing (BSN) dari University
of Chicago pada tahun 1949. Setelah lulus, Levine bekerja sebagai

Universitas Indonesia
10

perawat sipil untuk US Army, sebagai supervisor perawat bedah, dan


administrasi keperawatan. Setelah mendapatkan gelar Master Science of
Nursing (MSN) di Wayne State University pada tahun 1962, ia
mengajar keperawatan di berbagai lembagaseperti University of Illinois
di Chicago dan Tel Aviv University di Israel. Levine menulis 77 artikel
yang dipublikasikan yang termasuk artikel “An Introduction to Clinical
Nursing” yang dipublikasikan berulang kali pada tahun pada tahun
1969, 1973 & 1989.Ia juga menerima gelar doktor kehormatan dari
Loyola University pada tahun 1992(Tomey&Alligood, 2006).
Levine meninggal pada tanggal 20 Maret 1996 di usianya ke 75 tahun.
Levine pribadi menyatakan bahwa ia tidak bertujuan khusus untuk
mengembangkan “Teori keperawatan,” tetapi ingin menemukan cara
untuk mengajarkan konsep-konsep utama dalam Keperawatan Medikal
Bedah dan berusaha untuk mengajarkan siswa keperawatan sebuah
pendekatan baru dalam kegiatan keperawatan. Levine juga ingin
berpindah dari praktek keperawatan pendidikan yang  menurutnya
sangat prosedural dan kembali fokus pada pemecahan masalah secara
aktif dan perawatan pasien (George, 2002).

2.2.2. Konsep Dasar Model Konservasi Levine


Teori keperawatan Myra Levine dirumuskan pada tahun 1966 dan
dipublikasikan pada tahun 1973,menggambarkan klien sebagai mahkluk
hidup terintegrasi  yang saling berinteraksi  dan beradaptasi terhadap
lingkungannya.Lervine percaya bahwa intervensi keperawatan merupakan
aktivitas konservasi , dengan konservasi energy sebagai pertimbangan
utama (Fawcett,1989).Sehat dipandang dari sudut konservasi  energy
dalam lingkup area sebagai berikut , Levine menyebutnya sebagai empat
prinsip konservasi dalam keperawatan :
1.      Konservasi Energi
Tujuan dari konversi energy ini adalah untuk menghindari
penggunaan energy yang berlebihan atau kelelahan.Karena individu

Universitas Indonesia
11

memerlukan keseimbangan energy dan memperbaharui energy


secara konstan untuk mempertahankan aktivitas hidup.Dalam
praktek keperwatan hal ini terlihat di ruang rawat pasien disamping
tempat tidur pasien .
2.      Konservasi Struktur Integritas
Penyembuhan adalah suatu proses pergantian dari intergritas struktur
.Seorang perawat harus membatasi  jumlah jaringan yang terlibat
dengan penyakit melalui perubahan fungsi dan intervensi
keperawatan .
3.      Konservasi integritas personal
Seorang perawat aharus dapat menghargai diri pasien .Hal ini bias
terlihat ketika klien dipanggil dengan namanya .Sikap menghargai
tersebut terjadi karena adanya proses nilai personal yang
menyediakan privasi selama prosedur.
4.      Konservasi Integritas Sosial
Kehidupan berarti komunitas ,social dan kesehatan merupakan
keadaan social yang telah ditentukan .Oleh karena itu ,perawat
berperan menyediakan kebutuhan terhadap keluarga ,membantu
kehidupan religius dan menggunakan hubungan interpersonal .

2.2.3 Model Konseptual Levine dan proses keperawata


Teori perawatan Levine pada pokoknya sama dengan elemen-elemen
proses perawatan. Menurutnya harus selalu mengobservasi klien,
memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan perencanaan dan
mengevaluasi. Semua tindakan ini bertujuan untuk membantu klien.
Menurutnya dalam perawatan klien, perawat dan klien harus bekerja
sama.
Dalam teori Levine, klien dipandang dalam posisi ketergantungan,
sehingga kemampuan klien terbatas untuk berpartisipasi dalam
pengumpulan data, perencanaan, implementasi atau semua fase dari
posisi ketergantungan. Klien membutuhkan bantuan dari perawat untuk
beradaptasi terhadap gangguan kesehatannya. Perawat bertanggung

Universitas Indonesia
12

jawab dalam menentukan besarnya kemampuan partisipasi klien dalam


perawatan.Dalam fase pengkajian, klien dikaji melalui dua metoda yaitu
interview dan observasi. dalam pengkajian berfokus pada klien, keluarga,
anggota lainnya, atau hanya mempertimbangkan penjelasan dari mereka
dalam membantu memecahkan permasalahan kesehatanklien. Hal ini
juga mempengaruhi kesiapan klien dalam menghadapi lingkungan
eksternal. Menurut Levine, jika anggota keluarga membutuhkan suatu
perjanjian maka keluarga harus menjadi sasaran pengkajian. Dalam
pengkajian menyeluruh, perawat menggunakan empat prinsip teori
Levine yang disebut pedoman pengkajian. Perawat menitik beratkan pada
keseimbangan energi klien dan pemeliharaan integritas klien. Kemudian
perawat mengumpulkan sumber energi klien yaitu nutrisi, istirahat
(tidur), waktu luang, pola koping, hubungan dengan anggota
keluarga/orang lain, pengobatan, lingkungan dan penggunaan energi
yakni fungsi dari beberapa sistem tubuh, emosi dan stress sosial dan pola
kerja. Juga data tentang integritas struktur klien yaitu pertahanan tubuh,
struktur fisik, integritas personal (sistem diri klien) yakni keunikan, nilai,
kepercayaan dan integritas sosial yakni : proses keputusan dari klien dan
hubungan klien dengan orang lain serta kesukaran dalam berhubungan
dengan orang lain atau masyrakat.Setelah mengumpulkan semua data,
perawat menganalisa data secara menyeluruh. Analisa ini mencerminkan
keseimbangan kekuatan dan kelemahan dari diri klien pada empat area
pengkajian (prinsip konservasi). Analisa ini juga membutuhkan
pengumpulan data lebih banyak. Dalam menganalisa, konsep dan teori
dari disiplin lain juga sama penekanannya.Dalam fase perencanaan
dimasukkan tujuan akhir. Proses perawatan menekankan kualitas dari
aktivitas klien dan perawat. Bagaimanpun, Levine tidak secara khusus
mengidentifikasikan atau menekankan kebutuhan sebagai tujuan akhir.
Tujuan harus mencerminkan usaha membantu klien untuk beradaptasi
dan mencapai kondisii sehat. Dalam fase perencanaan, perawat harus
menetapkan tujuan :
1.      Menetapkan strategi yang dipakai untuk perencanaan.

Universitas Indonesia
13

2.      Menentukan tingakat perencanaan yang harus dikembangkan untuk


mencapai suatu tujuan
Levine menyatakan perawat harus mempunyai dasar pengetahui praktis,
kemudian tahapan dari perencanaan perawatan harus berdasar dari
prinsip, hukum, konsep, teori, dan pengetahuan tentang diri manusia.
Dalam mengembangkan perencanaan perawat harus meningkatkan
kemampuan partisipasi klien dalam perencanaan perawatan dan
mengidentifikasi tingkat partisipasi klien. Selama fase perencanaan
perawat boleh konsul dengan team kesehatan lain. Pelaksanaan dari
perawatan disebut implementasi. Perawat harus mengawasi respon klien.
Data dikumpulkan kemudian dipakai dalam fase evaluasi. Selama fase
evaluasi perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan
kepada klien.
Teori Levine menyatakan bahwa :
1.      Perawat harus memiliki skill untuk melaksanakan intervensi
keperawatan.
2.      Intervensi perawat mendorong adaptasi klien.
3.      Dalam fase evaluasi perawat memusatkan respon dari klien untuk
melakukan tindakan perawatan.
4.      Perawat mengumpulkan data tentang respon klien untuk menetukan
intervensi perawatan yaitu tentang pengobatan atau support.
Bagaimana teori Levine berfokus pada orang per orang, berorientasi pada
waktu sekarang maupun masa yang akan datang, dan klien dengan
gangguan kesehatan membutuhkan intervensi perawatan.

Universitas Indonesia
14

TIGA KONSEP UTAMA DARI MODEL KONSERVASI

1. Wholeness (Keutuhan)

Erikson dalam Levine (1973) menyatakan wholeness sebagai sebuah


sistem terbuka: “Wholeness emphasizes a sound, organic, progressive
mutuality between diversified functions and parts within an entirety,
the boundaries of which are open and fluent. (Keutuhan menekankan
pada suara, organik, mutualitas progresif antara fungsi yang beragam
dan bagian-bagian dalam keseluruhan, batas-batas yang terbuka)” 
Levine (1973, hal 11) menyatakan bahwa “interaksi terus-menerus
dari organisme individu dengan lingkungannya merupakan sistem
yang ‘terbuka dan cair’, dan kondisi kesehatan, keutuhan, terwujud
ketika interaksi atau adaptasi konstan lingkungan, memungkinkan
kemudahan (jaminan integritas) di semua dimensi kehidupan”.
Kondisi dinamis dalam interaksi terbuka antara lingkungan internal
dan eksternal menyediakan dasar untuk berpikir holistik,  memandang
individu secara keseluruhan.

2. Adaptasi

Adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang bertujuan


mempertahankan integritas individu dalam menghadapi realitas
lingkungan internal dan eksternal. Konservasi adalah hasil dari
adaptasi. Beberapa adaptasi dapat berhasil dan sebagian tidak berhasil.

Levine mengemukakan 3 karakter adaptasi yakni: historis, spesificity,


dan redundancy. Levin menyatakan bahwa setiap individu mempunyai

Universitas Indonesia
15

pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalm aktivitas


kehidupannya yang menunjukkan  adaptasi historis dan spesificity.
Selanjutnya pola adaptasi dapat disembunyikan dalam kode genetik
individu. Redundancy menggambarkan pilihan kegagalan yang
terselamatkan dari individu untuk menjamin adaptasi. Kehilangan
redundancy memilih apakah melalui trauma, umur, penyakit, atau
kondisi lingkungan yang membuat individu sulit mempertahankan
hidup.

a. Lingkungan

Levine memandang setiap individu  memiliki lingkungannya


sendiri baik lingkungan internal maupun eksternal. Perawat dapat
menghubungkan lingkungan internal individu dengan aspek
fisiologis dan patofisiologis, dan lingkungan eksternal sebagai level
persepsi, opersional dan konseptual. Level perseptual melibatkan
kemampuan menangkap  dan  menginterpretasi dunia dengan organ
indera. Level operasional terdiri dari segala sesuatu yang
mempengaruhi individu secara fisiologis meskipun mereka tidak
dapat mempersepsikannya secara langsung, seperti mkroorganisme.
Pada konseptual level, lingkungan dibentuk dari pola budaya,
dikarakteristikkan dengan keberadaan spiritual, dan ditengahi oleh
simbol bahasa, pikiran dan pengalaman.

b. Respon organisme

Respon organisme adalah kemampuan individu untuk beradaptasi


dengan lingkungannya, yang bisa dibagi menjadi  fight atau flight,
respon inflamasi, respon terhadap stress, dan kewaspadaan
persepsi.

1)   Fight-flight merupakan respon yang paling primitif dimana


ancaman yang diterima individu baik nyata maupun tidak,
merupakan respon terhadap ketakutan melalui menyerang atau
menghindar hal ini bersifat reaksi yang tiba-tiba. Respon yang
disampaikan adalah kewaspadaan untuk mencari informasi
untuk rasa aman dan sejahtera.

2)   Respon peradangan atau inflamasi merupakan mekanisme


pertahanan yang melindungi diri dari lingkungan yang
merusak, merupakan cara untuk menyembuhkan diri, respon
individu adalah menggunakan energi sistemik yang ada dalam

Universitas Indonesia
16

dirinya untuk membuang iritan atau patogen yang merugikan,


untuk hal ini sangat dibutuhkan kontrol lingkungan.

3)   Respon terhadap stress menghasilkan respon defensif dalam


bentuk perubahan yang tidak spesifik pada manusia, perubahan
structural dan kehilangan energi untuk beradaptasi secara
bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi, dikarakteristikkan 
dengan pengaruh yang menyebabkan pasien atau individu
berespon terhadap pelayanan keperawatan.

4)   Kewaspadaan perceptual, respon sensori menghasilkan


kesadaran persepsi, informasi dan pengalaman dalam hidup
hanya bermanfaat ketika diterima secara utuh oleh individu,
semua pertukaran energi terjadi dari individu ke lingkungan
dan sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah
laku. Respon ini sangat tergantung kepada kewaspadaan
perceptual individu, hanya terjadi saat individu menghadapi
dunia (lingkungan) baru disekitarnya dengan cara mencari dan
mengumpulkan informasi dimana hal ini bertujuan untuk
mempertahankan keamanan dirinya.

c. Trophicognosis

Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai alternatif untuk


diagnosa keperawatan. Ini merupakan metode ilmiah untuk
menentukan sebuah penentuan rencana keperawatan.

3. Konservasi

Levine menguraikan model Konservasi sebagai inti atau dasar teorinya.


Konservasi menjelaskan suatu system yang kompleks yang mampu
melanjutkan fungsi ketika terjadi tantangan yang buruk. Dalam pengertian
Konservasi juga, bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan
beradaptasi demi mempertahankan keunikan mereka.

2.3 Tinjauan umum penerapan model Levine pada pengkajian keperawatan


Asuhan keperawatan menggunakan model konservasi Levine berfokus
pada manajemen dari keempat respon organismik dalam menerapkan prinsip
– prinsip konservasi.. ( Levine, 1969 dalam Masters 2010 ). Levine
menekankan pada pentingnya observasi dalam praktik keperawatan dimana
observasi bersifat terus – menerus, berulang dan berubah sebagai akibat dari

Universitas Indonesia
17

upaya melakukan pengkajian terhadap keutuhan ( Wholness), adaptasi dan


konservasi.
Levine menggunakan terminology “proses keperawatan” dalam
modelnya namun tidak dalam istilah seperti yang sudah lazim saat ini.
Tentunya ia merekomendasikan perawat menggunakan langkah – langkah
sesuai metode ilmiah dalam rangka menetapkan rujukan pada asuhan
perawatan. Komponen proses keperawatan dalam model konsep Levine
terdiri dari : (1) Trophicognosis, (2) Intervensi, (3) Evaluasi dan intervensi.
Levine menyatakan bahwa konservasi adalah “menjaga bersama – sama”
(keeping together). Prinsip ini yang selanjutnya menjadi pedoman dalam
menyusun intervensi keperawatan yang dapat mempertahankan keutuhan
pasien.
2.2.1 Pengkajian
Klien di kaji melalui dua metoda yaitu interview dan observasi,
pengkajian berfokus pada klien, keluarga, anggota lainnya atau
hanya mempertimbangkan penjelasan dari mereka dalam
membantu memecahkan permasalahan kesehatan klien. Hal ini juga
mempengaruhi kesiapan klien dalam menghadapi lingkungan
eksternal.
Dalam pengkajian menyeluruh, perawat menggunakan empat
prinsip model konservasi dalam pedoman pengkajian. Perawat
menitikberatkan pada keseimbangan energi klien dan pemeliharaan
integritas klien. Kemudian perawat mengumpulkan sumber energi
klien yaitu nutrisi, istirahat (tidur), waktu luang, pola koping,
hubungan dengan anggota keluarga/orang lain, pengobatan,
lingkungan dan penggunaan energi yakni fungsi dari beberapa
sistem tubuh, emosi dan stres sosial, dan pola kerja. Data tentang
integritas struktur klien yaitu pertahanan tubuh, struktur fisik. Data
integritas personal (sistem diri klien) yakni keunikan, nilai,
kepercayaan. Data integritas sosial yakni proses keputusan dari
klien dan hubungan klien dengan orang lain serta kesukaran dalam
berhubungan dengan orang lain atau masyarakat.

Universitas Indonesia
18

Setelah mengumpulkan semua data, perawat menganalisa data


secara menyeluruh. Analisa ini mencerminkan keseimbangan
kekuatan dan kelemahan dari diri klien pada empat area pengkajian
(prinsip konservasi). Analisa ini juga membutuhkan pengumpulan
data lebih banyak. Dalam menganalisa, konsep dan teori dari
disiplin lain juga sama penekanannya.

2.2.2 Trophicognosis/penetapan diagnosa


Diagnosa keperawatan memberikan makna fakta profokatif dan di
hasilkan dengan menggunakan proses ilmiah. Diagnosa
keperawatan d tetapkan berdasarkan pada kebutuhan pasien untuk
di bantu.

2.2.3 Hypothesis/intervensi/tujuan akhir


Proses perawatan menekankan kualitas dari aktivitas klien dan
perawat. Bagaimanapun, Levine tidak mengidentifikasi secara
khusus atau menekankan kebutuhan sebagai tujuan akhir.
Kesimpulannya mutu adalah sangat penting di aplikasikan dalam
teori ini untuk mencapai tujuan klinik. Dasar dari pendapat ini
adalah:
1) Posisi ketergantungan dari klien sebagai akibat dari sakit
atau bantuan kesehatan yang membutuhkan bantuan
perawat
2) Tanggung jawab perawat untuk memonitor kondisi klien
dalam mengatur keseimbangan antara intervensi
keperawatan dan partisipasi klien dalam perawatan
Perawat sebagai individu harus melibatkan klien dalam aktivitas
pengkajian dasar dan kemampuan partisipasi klien dalam mencapai
tujuan akhir. Tujuan harus mencerminkan usaha membantu klien
untuk beradaptasi dan mencapai kondisi sehat. Dalam fase
perencanaan, perawat harus menetapkan tujuan:
1) Menetapkan strategi yang di pakai untuk perencanaan

Universitas Indonesia
19

2) Menentukan tujuan perencanaan yang harus di


kembangkan untuk mencapai tujuan
Levine menyatakan perawat harus mempunyai dasar pengetahuan
praktis, kemudian tahapan dari perencanaan perawatan harus
berdasar dari prinsip, hukum, konsep, teori, dan pengetahuan
tentang diri manusia. Dalam mengembangkan perencanaan perawat
harus meningkatkan kemampuan partisipasi klien dalam
perencanaan perawatan dan mengidentifikasi tingkat partisipasi
klien. Selama fase perencanaan perawat boleh konsul dengan tim
kesehatan lain.

2.2.4 Implementasi
Perawat harus mengawasi respon klien. Data di kumpulkan kemudian
di pakai dalam fase evaluasi. Selama fase evaluasi perawat
bertanggungjawab untuk memberikan perawatan pada klien. Teori
Levine menyatakan bahwa:
1) Perawat harus memiliki skill untuk melaksanakan intervensi
keperawatan
2) Intervensi perawat mendorong adaptasi klien

2.2.5 Evaluasi
Perawat memusatkan respon dari klien untuk melakukan tindakan
keperawatan. Perawat mengumpulkan data tentang respon klien untuk
menentukan intervensi perawatan yaitu tentang pengobatan atau
support. Bagaimana teori Levine berfokus pada orang perorang,
berorientasi pada waktu sekarang maupun masa yang akan datang, dan
klien dengan gangguan kesehatan membutuhkan intervensi
keperawatan.

Universitas Indonesia
20

Tabel-1. Proses keperawatan Berdasarkan Teori Levine dengan


Menggunakan Pendekatan Critical Thinking

PROSES PEMBUATAN KEPUTUSAN


PENGKAJIAN
Kumpulan data–data yang Perawat mengobservasi respon
berhubungan dengan kondisi pasien organismik pasien terhadap sakit,
melalui anamnesa dan observasi membaca rekam medik, mengevaluasi
perubahan terhadap lingkungan, hasil data diagnostik dan mengkaji
dengan prinsip-prinsip konservasi pasien untuk mengetahui kebutuhan
pasien yang perlu dibantu
Perawat mengkaji perubahan
lingkungan pasien baik internal dan
eksternal. Berdasarkan prinsip-prinsip
konservasi, perawat mengkaji:
1. Konservasi energi 1. Keseimbangan antara suplai dan
2. Integritas struktural kebutuhan energi pasien
3. Integritas personal 2. Sistem pertahanan tubuh
4. Integritas sosial 3. Nilai-nilai individu
4. Kemampuan individu untuk
berpartisipasi dalam sistem sosial
Data-data ini adalah fakta-fakta yang
menjadi penyebab/ pendukung
(provocative).

PENILAIAN  Data-data yang menjadi penyebab


/TROPOGNOSIS/PENETAPAN (provocative) kemudian disusun
DIAGNOSA
dimana menggambarkankan
situasi sulit pasien. Penilaian
yang dibuat tentang kebutuhan
pasien untuk dibantu untuk dicari
solusinya) dinamakan
trophicognosis.

HIPOTESIS
 Berdasarkan penilaian, perawat
Merupakan intervensi keperawat
bersama pasien mencari validasi
an dengan tujuan untuk memper
tentang masalahnya. Perawat
tahankan keutuhan (wholeness)
melakukan hipotesis tentang
dan mendukung adaptasi
masalah dan solusinya- hal ini
disebut sebagai rencana asuhan

Universitas Indonesia
21

INTERVENSI  Perawat menggunakan hipotesis


nya untuk melakukan asuhan.
Menguji hipotesis Intervensi yang dibuat berdasar
kan prinsip-prinsip konservasi:
konservasi energi, integritas
struktural, integritas personal dan
integritas sosial. Pendekatan
tujuan adalah mempertahankan
keutuhan (wholeness) dan
EVALUASI medukung adaptasi pasien.

Observasi respon organik


terhadap intervensi yang
dilakukan
 Pengujian hipotesis dievaluasi
dengan cara mengkaji outcome
repon organismik yang dapat dan
tidak mendukung hipotesis.
Outcome asuhan dapat bersifat
terapeutik atau suportif, yang
artinya: hasil perbaikan secara
terapeutik adalah memperbaiki
kesejahteraan individudan hasil
asuhan secara suportif artinya
memberikan kenyamanan. Jika
hipotesis tidak mendukung, maka
rencana dapat direvisi dan hipotesis
yang baru dapat ditegakkan

Sumber: Alligood, M.R. (2010). Nursingtheory utilization & application. Ed.4.


St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai