Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RUTIN

TEORI TERMODINAMIKA TERKAIT FENOMENA DALAM BIDANG KIMIA


Nama : Restina Tiolenta Sihombing
NIM : 4201121017
Kelas : PSPF 2020B
Mata Kuliah : Pengembangan Riset Interdisiplin Fisika
Dosen Pengampu : Rajo Hasim Lubis, S.Pd., M.Pd.

A. Defenisi Termodinamika Kimia


Termodinamika adalah bagian dari fisika yang mempelajari hubungan antara suhu, panas,
dan kerja, termasuk prinsip-prinsip termometri, kalometri, dan transfer kalor, beserta
fenomenanya. Dalam termodinamika, termodinamika kimia adalah kajian matematika
tentang keterkaitan antara kalor dan kerja dengan reaksi kimia atau dengan perubahan
keadaan fisik dalam batas-batas hukum-hukum termodinamika .

B. Penerapan Konsep Termodinamika Pada Bidang Kimia


1. Teko Pemanas Air Elektrik (Heater)
Teko pemanas air elektrik merupakan alat sederhana yang digunakanuntuk
memanaskan air ataupun merebusair. Teko pemanas air elektrik inimempunyai banyak
macamnya ada yang berbentuk seperti termos, adapula yang hanya berbahan plastik dan
juga ada yang menggunakan bahanstainless. Teko yang menggunakan bahan seperti
termos pasti dapatmenyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan yang berbahan
plastik.
Adapun Komponen Yang Ada Dalam Tekopemanas Air Elektrik Ialah Heater
(Pemanas) Yang Merupakan Komponen Utama, Terdiri Ataslilitan (Fillamen) Kawat
Nikelin Yang Disekatoleh Serbuk Asbes Terus Dibungkus Denganpipa Alumunium,
Fungsinya Sebagai Pengubahenergi Listrik Menjadi Panas. Kemudian Sudahbarang Tentu
Ada Pengahantar Listrik Yakniberupa Kabel Yang Di Ujungnya Diberi Stekeruntuk
Mencolokkan Ke Sumber Listrik. Dan Yang Terakhir Adalah Wadah Air
Cara kerja pada teko pemanas air elektrik sangat sederhana yakni pada saat kawat
nikelin mendapatkan arus listrik, tahanan dalam kawat nikelin yang cukup kecil
menyebabkan panas yang relatif besar. Panas yang dihasilkan oleh heater tersebut
kemudian memanaskan air di sekitar heater tersebut. Kemudian air yang dipanaskan di
sekitar heater menjadi lebih renggang molekulnya. Dan hal tersebut memungkinkan air di
permukaan yang lebih dingin mengalir ke dekat heater sehingga panas air dalam teko
tersebut menjadi merata.
2. Mesin Pendingin (Refrigerator)
Mesin pendingin (Refrigerator) ialah suatu rangkaian mesin atau pesawat yang
mampu bekerja untuk menghasilkan suhu atau temperatur dingin (temperatur rendah).
Sesuai dengan kegunaannya mesin pendingin terdiri dari beberapa jenis antara lain:
 Refrigerator untuk keperluan Industri.
 2.Lemari es / Kulkas
 3.Freezer (Pembekuan / pendingin makanan dan minuman).
 Penyejuk ruangan (AC/Air Conditioning).
 Dispenser (untuk menghasilkan air panas dan dingin).
 Kipas angin penyejuk.

Macam-Macam Kegunaan Mesin Pendingin


Selain untuk mengawetkan makanan dan sebagai penyejuk udara di dalam ruangan, mesin
pendingin juga memiliki kegunaan kegunaan lainnya yang lebih spesifik, yaitu:
Pemakaian untuk industri kimia:
1. Pemisahan gas gas dan udara (Air Sparation Plant), yaitu gas N2, 02, dan Ar
2. Pencairan gas Amoniak (Synthetic Amonia Plant), yaitu dengan cam gas ammoniak
dikondensasikan pada suhu Ool 50%F
3. Dehumidification of air, yaitu penurunan kadar uap air di udara dan proses ini
diperlukan juga oleh pabrik 02 (Air Sparation Plant).

Prinsip Kerja Mesin Pendingin


 Dalam menjalani tujuan hidupnya untuk mendinginkan barang-barang yang berada di
dalam dirinya, mesin pendingin memiliki 2 prinsip (sistem) kerja yang utama, yaitu:
 Kerja mendinginkan (cooling)
 Kerja mencairkan es di evaporator (defrost).
 Kedua jenis kerja tersebut (moling dan defrost) harus bekerja baik secara bergantian
agar proses pendinginan di dalam kulkas berjalan optimal sebagaimana mestinya Bila
salah satu atau kedua jenis kerja tersebut terganggu, maka performa kulkas akan
menurun.

3. Cooler
Cooler adalah suatu alat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya over beating
(panas berlebihan) dengan cara mendinginkan suatu fraksi panas dengan menggunakan
media cairan dingin, sehingga akan terjadi perpindahan panas dari fluida yang panas ke
media pendingin tanpa adanya perubahan suhu. Cooler terdiri dari beberapa jenis, dengan
proses yang berbeda-beda, yaitu:
a) Sheel dan Tube Cooler
b) Box Cooler
Prinsip kerja cooler adalah menarik udara segar dari luar, kemudian menyaring dan
mendinginkannya dengan menggunakan CEL PAD schagai Filter. Sehingga debu dan
udara panas dari dalam ruangan akan terdorong keluar. Dengan menggunakan sistem ini
maka akan terjadi pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan, penurunan suhu dan
peningkatan jumlah O2 dalam waktu yang sama.
Kelebihan pengunaan cooler adalah:
 Temperatur udara masuk otomatis turun 5°C dari udara luar.
 100% memakai air sebagai pendingin.
 100% memakai udara segar.
 100% pergantian udara bukan sirkulasi.
 Daya listrik hanya 10 dari AC Konvensional biasa.
Termodinamika

Komposisi setimbang ditentukan oleh G dan K. Pada P dan T konstan, perubahan kimia
akan bergerak ke arah penurunan energi bebas Gibbs. Nilai G akan berubah seiring dengan
perubahan komposisi kimia ketika reaktan menjadi produk. Hubungan tetapan kesetimbangan
(K) dengan suhu menggunakan persamaan Van’t Hoff berikut ini (Fogler, 2006).
Kesetimbangan Kimia
Nilai tetapan kesetimbangan (K) berbanding lurus dengan konversi (X). Pada reaksi
eksotermis reversible, bila suhu dinaikkan (T2 > T1), maka nilai K akan menurun (K2 < K1)
sehingga X2 < X1. Pada reaksi eksotermis reversibel, semakin tinggi suhu konversi
setimbang akan semakin kecil (Prinsip Le Chatelier). Kecepatan reaksi epoksidasi ini
dinyatakan dengan konversi bilangan iodin (IV) (Campanella, 2005). Pada penelitian ini
dilakukan proses epoksidasi asam oleat untuk melihat pengaruh suhu terhadap konversi
reaksi berdasarkan tinjauan termodinamika dan kesetimbangan kimia.
Proses Epoksidasi Asam Oleat
Metode Epoksidasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Epoksidasi In-Situ,
menggunakan pereaksi asam format dan hidrogen peroksida. Mula-mula sejumlah asam oleat
dimasukkan ke dalam reaktor. Dilanjutkan dengan penambahan asam format dan katalis
padat sambil dilakukan pengadukan. Kemudian sejumlah H2O2 encer ditambahkan tetes
demi tetes. Waktu reaksi dihitung mulai selesainya penambahan H2O2 dan suhu stabil
mencapai suhu yang ditetapkan. Perbandingan mol reaktan dibuat berdasarkan perbandingan
mol asam oleat : asam format : hidrogen peroksida. Kemudian terhadap produk epoksi
dilakukan pencucian, dan pemisahan produk. Reaksi epoksidasi dilakukan dengan variasi
temperatur reaksi dan waktu reaksi untuk melihat pengaruhnya terhadap bilangan iodin dan
bilangan oksiran epoksi asam oleat.
Karakteristik Bahan Baku Asam Oleat
Asam oleat terdiri dari senyawa asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam oleat yang
digunakan diperoleh dari distributor oleokimia PT. Cisadane Raya Chemicals. Komposisi
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam asam oleat, berdasarkan
spesifikasi produk asam oleat yang diberikan PT. Cisadane Raya Chemicals, ditampilkan
pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, diperoleh bahwa ± 96,06% asam lemak
penyusun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah asam lemak tidak jenuh.
Asam lemak tidak jenuh ini didominasi oleh asam oleat yaitu 77,61%. Keberadaan asam
lemak tidak jenuh ini ditandai dengan bilangan iodin yang cukup tinggi. Sebelum digunakan
dalam proses, asam oleat di analisa bilangan iodin, diperoleh hasil analisa sebesar 86,9 g I2/
100 g.
Keberadaan ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga menunjukkan bahwa asam oleat yang
digunakan tidak dalam bentuk murni tetapi juga merupakan campuran asam lemak tidak
jenuh (C18:2 dan C18:3). Secara kuantitatif, keberadaan asam lemak jenuh dan tidak jenuh
dapat dilihat pada Tabel 1.

Epoksidasi Asam oleat


Pada penelitian ini telah dilakukan reaksi epoksidasi dengan memvariasikan suhu reaksi
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap bilangan iodin asam oleat terepoksidasi. Variasi
suhu yang dibuat yaitu 60-70oC (Mungroo dkk., 2008), dengan perbandingan mol asam
oleat : asam format : hidrogen Peroksida = 1 : 1 : 2,5, penambahan katalis asam padat sebesar
1%-b/b, dihasilkan produk asam oleat terepoksidasi dengan bilangan iodin terendah 0,08 g
I2/100 g diperoleh dari suhu reaksi 65oC dan waktu reaksi 120 menit. Analisis menunjukkan
bahwa kecenderungan ion iodida untuk melekat pada struktur asam oleat lebih tinggi
daripada asam oleat yang terepoksidasi, yang berarti bahwa ada lebih sedikit lokasi tidak
jenuh yang tersedia dalam struktur sebelumnya.
Analisis tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa sebagian besar ikatan rangkap tak jenuh
ganda (C = C) yang tersedia dalam asam oleat bahan baku telah dipecah dan diubah menjadi
struktur cincin oksiran. Gambar 1menunjukkan bahwa nilai yodium berkurang per satuan
waktu dengan meningkatkan suhu dan waktu reaksi.

Gambar 3. menunjukkan spektrum FTIR epoksi asam oleat yang dihasilkan pada penelitian
ini. Pada spektrum tersebut terlihat adanya serapan pada bilangan gelombang 2913 cm-1
yaitu serapan spesifik untuk ikatan C-H, bilangan gelombang 3326 cm-1 yaitu serapan
spesifik ikatan hidroksil (O-H), bilangan panjang gelombang 1702 cm-1 serapan spesifik
untuk gugus karboksil (C=O).
DAFTAR PUSTAKA
Maisaroh dan Wahyu Purwanto. 2019. Tinjauan Termodinamika Dan Kesetimbangan Kimia
Dalam Hubungan Perubahan Suhu Terhadap Konversi Reaksi Epoksidasi Asam Oleat
Berbasis Sawit. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ.
Jakarta.
Subhan. 2013. Kimia Dasar II. Dua satu press : Ambon.

Anda mungkin juga menyukai