Anda di halaman 1dari 5

Standar Pendidikan di Indonesia diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada

delapan Standar Pendidikan Nasional (SNP). Standar tersebut adalah standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar evaluasi, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana. Kedelapan standar harus
dicapai dalam penyelenggaraan Pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya ternyata terdapat banyak masalah yang dihadapi. Contohnya saja, persoalan
sarana dan prasarana yang tidak layak. satu dari enam ruang kelas Sekolah Dasar rusak.3
Setidaknyaada 6,6 juta anak yang terancam bahaya karena belajar di ruang kelas yang rusak dan
bisa roboh kapan saja.4 Pada periode masa sidang 2016 lalu, Komisi X telah membentuk Panitia
Kerja (Panja) Sarana dan Prasarana, ditemukan banyak sekali masalah sarana dan prasarana yang
tidak memadai.5 Terutama persoalan tidak layaknya ruang kelas serta bangunan sekolah, selain
itu juga kurangnya fasilitas belajar, perpustakaan, labolatorium, ruang praktik di SMK, dan
banyak masalah lainnya. ciri pendidikan, antara lain, yaitu:

a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat


untuk kepentingan hidup.

b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi
(materi), strategi, dan teknik penilaiannya yang sesuai.

c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (formal
dan non formal).

Apabila dikaitkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, pendidikan diarahkan
untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu mengembangkan manusia sebagai mahluk
individu, mahluk sosial, makhluk susila, dan mahluk beragama (religius).22 Dari beragam
batasan pendidikan yang diberikan oleh para ahli, bahwa meskipun berbeda secara redaksional
namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di
dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan,
tuntunan atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik,
tujuan dan sebagainya. Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan pendidikan tersebut,
ada beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami, yaitu:
a. Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik yang berlangsung terus sampai anak
didik mencapai pribadi dewasa susila. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Bila
anak didik sudah mencapai pribadi dewasa susila, maka ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri
bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya.

b. Pendidikan merupakan perbuatan manusiawi. Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang
dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu

kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1)kelemahan pada lembaga
pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum sertatidak berfungsinya guru dan
lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikansebagaimana mestinya, (2) kehidupan
keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaanmasyarakat yang tidak kondusif .Tidak
berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dariperan guru yang
sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan(transfer of
knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmupengetahuan dan
kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadianguru/dosen sendiri banyak
tidak lagi pantas diteladani. Arah dan bentuk transformasi sistem pendidikan nasionaldari waktu
ke waktu banyak dipengaruhi oleh pergantian kepemimpinan nasional. Sehingga problematika di
bidang Pendidikan belum dapat terselesaikan.Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan
yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diujudkan dengan
melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma.

Setidaknya menurut Mulyana, ada 3 landasan yang harus dipahami dalam menggagas pendidikan
nilai sebagai berikut:

1. Landasan Filosofis

Sebagian besar filosof menganggap bahwa manusia adalah hewan yang dapat didik (animal
ecadendum), dan adapula yang berpendapat bahwa hakekat manusia justru terletak pada
semangat spiritualnya dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan, yang dalam puncak
kehakikiannya adalam manusia yang beragama. Phenix dalam bukunya Realms of Meaning
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyana mengungkapkan, terdapat dua langkah penting dalam
mengungkap hakekat manusia. Pertama adalah mengidentifikasi interpretasi wilayah kajian ilmu
Kimia, Fisika, Biologi, Psikologi, Sosiologi, Ekonomi, Politik, Antropologi, Linguistik,
Geografi, Seni, Moral, Sejarah dan Teologi dalam menjelaskan hakekat manusia. Kedua,
melakukan rekonstruksi pengertian tentang hakekat manusia berdasarkan sejumlah tafsiran yang
diajukan ahli dari berbagai disiplin ilmu, yang pada akhir analisisnya Phenix mengambil suatu
kesimpulan bahwa hakekat manusia terletak daam dunia kehidupan makna-makna.

Berdasarkan asumsi bahwa makna memiliki kesejajaran arti dengan nilai, maka landasan
filosofis pendidikan nilai yang dapat ditegakkan pada dua kemungkinan posisi, yaitu: Pertama,
filsafat pendidikan nilai pada dasarnya tidak berpihak pada salah satu kebenaran tentang hakekat
manusia yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran, karena nilai adalah esensi hakekat manusia
yang dapat mewakili semua pandangan. Kedua, filsafat pendidikan nilai berlaku selektif terhadap
kebenaran hakekat manusia yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran tertentu, karena nilai selain
sebagai esensi hakekat manusia juga menyangkut substansi kebenarannya yang dapat berlaku
kontekstual dan situasional.

2. Landasan Psikologis

Pendidikan nilai dari sudut pandang psikologis selalu menelaah manusia sebagai seorang
individu yang tampil secara unik. Keunikan tersebut dapat dilihat dari segi mental dan
perilakunya yang pada hakekatnya berimplikasi pada asumsi psikologis berikutnya yakni tidak
ada seorang pun anak manusia yang sama persis dengan anak manusia lainnya. Psikologi selalu
mencoba menarik batas-batas kemiripan melalui kaidah-kaidah perkembangan mental manusia
beserta ciri-ciri perilakunya. Psikologi juga memahami bahwa motivasi sebagai salah satu
penyebab timbulnya perilaku atau tindakan tertentu dalam diri manusia, sebagaimana
dibahasakan oleh Kretch sebagai kekuatan psikis yang mendorong seseorang dalam memulai
sesuatu, bertindak, atau mempertahankan perilakunya. Sekaitan dengan pendidikan nilai,
motivasi dipandang mampu menunjukkan dorongan-dorongan psikologis dan membawa manusia
bergerak secara dinamis dalam suatu kontinuum yang menempatkan nilai pada ujung
pertimbanagn psikologis. Implikasinya adalah pendidikan nilai harus mampu membangkitkan
motivasi peserta didik ke arah tindakan yang didasarkan pada pilihan kebenaran, kebajikan, dan
estetika, dan harus berlangsung secara kontinyu dan terinternalisasi pada diri peserta didik.

3. Landasan Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa ada keterlibatan orang lain
disekelilingnya, atau melibatkan orang lain. Manusia dituntut untuk hidup secara harmonis
dalam lingkungan masyarakatnya (homo concors) dan secara mutlak tidak mementingkan dirinya
sendiri (absolute egoism) atau juga mementingkan orang lain (absolute altruism). Durkheim
sebagaimana dikutip oleh Mulyana menyatakan bahwa kedua karakteristik ini merupakan batas
ideal yang tidak pernah dicapai dalam realitas kehidupan manusia.

Pendidikan nilai dalam ranah sosial sebagai sebuah proses penyadaran bagi peserta didik, harus
dirancang dengan mengangkat nilai-nilai kehidupan sosial yang aktual dan kontekstual. Peserta
didik haus diberi kesempatan untuk memeriksa, mempertimbangkan, dan membuat keputusan
atas isu-isu sosial serta bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

4. Landasan Estetik

Manusia sebagai makhluk estetika (memiliki cita rasa keindahan) harus berkembang sesuai
dengan potensi-potensinya dalam menilai obyek-obyek yang memiliki nilai seni atau dalam
menuangkan karya seni. Pada tingkatan tertentu, cita rasa estetika akan berkembang secara
subyektif, dalam arti setiap orang dapat mengekspresikan kualitas dan intensitas keindahan yang
berbeda.

Maxine Greener sebagaimana dikutip oleh Mulyana menyatakan, nilai estetika perlu dibelajarkan
kepada peserta didik agar mereka mengetahui bagaimana cara belajar yang bermakna. Sehingga,
baik pendidik dan peserta didik melibatkan proses pemahaman rasa, pilihan pribadi, dan tatanan
bentuk yang erat kaitannya dengan karakteristik estetika. Greene menggarisbawahi pentingnya
vital center, yakni suatu titik ketika proses belajardiperlakukan sebagai ajang penyadaran nilai-
nilai keindahan dan penyertaan timbangan rasa secara optimal.
Daftar Pustaka

Hermanto, B. (2020). Perekayasaan sistem pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan


bangsa. Foundasia, 11(2).

Alawiyah, F. (2017). Standar nasional pendidikan dasar dan menengah. Aspirasi, 8(1), 81-92.

Rahmat, A. (2014). Pengantar Pendidikan: Teori, Konsep, dan Aplikasi. Gorontalo: Ideas
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai