Anda di halaman 1dari 33

PENGENDALIAN ORGANISME

PENGGANGGU TANAMAN TEBU

1 |R & D P T S M S
I. PENGENDALIAN HAMA

Hama adalah gangguang pada tanaman yang disebabkan oleh binatang dan
menyebabkan kerugian secara ekonomis. Pengendalian hama bisa dilaksanakan
secara kultur teknis (sanitasi kebun, pengolahan lahan intensif), secara mekanis
(pengambilan telur, larva, serangga), secara hayati (pelepasan parasit, patogen
dan predator, jantan mandul).
Hama penting di tanaman tebu di antaranya adalah penggerek, boktor, tikus,
kutu bulu putih, ulat grayak, uret, dan belalang.

1. Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga Exceptalis)


Tanda-tanda serangan :
- Lorong gerek pada tulang daun.
- Deretan lubang gerekan melintang di helai daun.
- Titik tumbuh mati, daun muda yang menggulung kuning atau kering.
- Lubang keluar ngengat pada ruas muda.
- Setiap batang berisi satu ekor penggerek.

Kerugian :
Kematian karena serangan penggerek pucuk yang terjadi pada 5, 4, 3, 2,
dan 1 bulan sebelum tebang menyebabkan kerugian gula berturut-turut 77 %,
58 %, 46 %, 24 %, dan 15 %.

2 |R & D P T S M S
Pencegahan :
- Menggunakan bibit yang bebas penggerek.
- Menanam varietas yang tahan penggerek pucuk (KK, PSJT 941, PS 864).
- Menjaga kebersihan kebun dari tanaman gelagah (Saccharum
Spontaneum).

Pengendalian :
Biologis : Pelepasan Parasitoid (Trichogramma Japonicum, Elasmus)
- Dilakukan 8 kali pelepasan, dengan interval 1 minggu, mulai umur 1,5
sampai 4 bulan.
- Dosis pelepasan 100 pias per hektar. Pelepasan pertama 16 pias per
hektar, sedang selanjutnya cukup 12 pias per hektar tiap minggu.
- Jarak pemasangan pias satu dengan lainnya 25-30 meter.
- Pemasangan pias di kebun pada pagi hari jam 07.00.
Mekanis : Rogesan, Pengumpulan telur penggerek
Rogesan dilakukan dengan cara memotong pucuk tebu yang terserang
tanaman, mulai dari pucuk kemudian turun ke bawah setiap 5 cm. Rogesan
dihentikan jika telah ditemukan ulat penggerek pucuk.
Pengumpulan telur penggerek pucuk bisa dilakukan dengan
mengumpulkan telur-telur penggerek pucuk yang biasanya terdapat di daun
bagian bawah.

3 |R & D P T S M S
Kimiawi : Suntikan Carbofuran, Penaburan Carbofuran di tanah
Jika terdapat serangan ≥ 400 batang per hektar maka dilakukan
penyuntikan carbofuran setiap 2 minggu dengan dosis sekali suntik ± 30 butir
granulair carbofuran tiap tanaman terserang, sehingga dibutuhkan ± 0,5 – 1
kg per hektar carbofuran. Penyuntikan dihentikan jika serangan ≤ 200 batang
per hektar, atau jika tanaman telah terlalu tinggi (5-6 bulan).
Dosis aplikasi carbofuran 25 kg per hektar, bisa dilaksanakan
berbarengan dengan kegiatan tanam. Sedangkan pada umur tanaman sampai
dengan 5 bulan, dengan cara dijugal 2 lubang per meter.

2. Penggerek Batang Tebu (Chillo Auricilius, Chilo Sacchariphagus)


Tanda-tanda Serangan :
- Bercak-bercak putih bekas gesekan pada daun, kulit luar daun tidak
tembus.
- Lorong gerekan pada bagian dalam pelepah.
- Lorong gerekan pada ruas-ruas.
- Kadang-kadang titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering.
- Satu batang biasanya terdapat lebih dari satu penggerek.

4 |R & D P T S M S
Kerugian :
Setiap persen kerusakan ruas menimbulkan kerugian gula sebesar 0,5 %.

5 |R & D P T S M S
Pencegahan :
- Menanam varietas yang tahan penggerek batang (BL, KK, PSJT 941,
PS 864).
- Menjaga kebersihan kebun dari tanaman gelagah (Saccharum
Spontaneum) dan rumput-rumputan.
Pengendalian :
Biologis : Pelepasan Parasitoid (Trichogramma Sp., Aphanteles Sp.)
- Petunjuk pelaksanaannya sama dengan cara pelepasan parasit
Trichogramma Japonicum untuk pengendalian hama penggerek pucuk
tebu.
- Spesies yang dilepas disesuaikan dengan jenis setempat yang dominan di
kebun.
Kimiawi : Penyemprotan Insektisida
- Sasaran penyemprotan insektisida adalah kupu penggerek dan ulat (larva)
penggerek yang masih ada di daun.
- Pemantauan dilaksanakan mulai umur tanaman 3 bulan dengan interval
1 minggu sekali.
- Aplikasi dilaksanakan jika serangan telah mencapai 5 %.
- Aplikasi diulang setiap 2 minggu, dan dihentikan < 5 %, atau tanaman
sudah terlalu tinggi (umur 5-6 bulan).
- Insektisida yang dapat digunakan, antara lain Poksindo 200 EC (dosis
3 liter per hektar).

3. Boktor (Dorysthenes Sp.)


Tanda-tanda Serangan :
- Daun menguning dan kering seperti gejala kekeringan.
- Tanda-tanda serangan akan nampak jelas pada bulan Mei-Oktober
(musim kemarau).
- Batang tebu yang terserang, bila dicabut pada pangkal batang akan
berlubang bekas lorong gerek larva Boktor.
- Batang tebu yang terserang akan mati.

6 |R & D P T S M S
Kerugian :
Tanaman PC yang terserang hama Boktor bila cepat ditebang tidak
menimbulkan kerugian yang berarti, namun pada tanaman RC berikutnya,
produksinya akan rendah (bisa turun sampai 25 %), karena teba jangan
(banyak gap) akibat serangan hama Boktor.

7 |R & D P T S M S
Pengendalian :
Mekanis : Pengumpulan hama Boktor secara manual
- Pengolahan lahan secara intensif (bajak, garu, kair), yang bertujuan
merusak habitat larva hama Boktor. Kemudian diikuti dengan
pengumpulan larva hama Boktor secara manual.
- Sanitasi tunggul tebu, dikeluarkan dari kebun, kemudian dicacah dan
dibakar.
- Penagkapan imago (bentuk kumbang) dari hama Boktor yang biasa
muncul di awal musim hujan.
Biologis : Menggunakan jamur parasit Metarhizium Sp
- Jamur parasit Metarhizium Sp. yang ditabur pada dasar kairan pada saat
kegiatan tanam.
- Jamur parasit Metarhizium Sp. dapat diinokulasikan ke dalam pupuk
organik.

8 |R & D P T S M S
4. Tikus (Rattus Sp.)
Tanda-tanda Serangan :
- Luka-luka bekas gerekan pada pucuk tanaman, atau pada batang tebu.
- Batang tebu patah-patah pada tempat yang dikerat.

9 |R & D P T S M S
Pencegahan :
Menjaga kebersihan kebun dan sekitarnya dari sampah dan tanaman
perdu yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian tikus.
Pengendalian :
Gropyokan
- Dilaksanakan segera setelah panen tanaman padi dan pada saat
pengolahan lahan.
- Pembongkaran lubang tikus pada siang hari dan malam hari dengan
bantuan anjing pelacak.
Pengasapan/Emposan
- Dilaksanakan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai panen.
- Pengasapan menggunakan alat penghembus, yang berisi merang dan
belerang yang dibakar. Campuran antara 100 gram merang dan 10 gram
belerang cukup untuk 10 lubang tikus.
Pengumpanan
- Umpan Tikus dibagi menjadi 2 macam, yaitu umpan akut dan umpan anti
koagulan (kronis).
- Umpan akut digunakan jika serangan sudah parah (intensitas
serangan > 50 %) dan dimaksudkan untuk menurunkan
serangan Tikus secara cepat. Kelemahan umpan ini adalah jika dipakai
dalam waktu lama, akan mengakibatkan tikus tidak mau makan umpan
lagi. Umpan akut pada umumnya berbahan aktif Fosfit dan Arsen.
- Umpan anti koagulan paling banyak dipakai. Tikus akan mati dalam waktu
3-5 hari setelah makan umpan. Umpan ini tidak menyebabkan Tikus jera.
- Umpan diletakkan pada mulut lubang Tikus,”jalan Tikus”, dan galengan
sawah, dengan jarak setiap umpan 5-10 meter.
- Racun anti koagulan yang sering dipakai yaitu Klerat atau Rhokus dengan
dosis 1-2 kg per hektar, atau 40 gram per tempat umpan.

5. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna Lanigera Zehntner)


Tanda-tanda Serangan :
- Tampak koloni kutu berwarna putih di bawah helai daun.
- Permukaan helai daun sebelah atas tertutup lapisan jamur (cendawan
jelaga) berwarna hitam
- Pada serangan berat, daun kuing sampai kering.
Kerugian :
Pada serangan berat, dapat menimbulkan kerugian gula sampai 40 %.
Pencegahan :
Menjaga kebersihan sekitar kebun dari tanaman gelagah.

10 |R & D P T S M S
Pengendalian :
Biologis : Pelepasan Kerawai Parasit (Encarsia Flavoscutellum Zehnt.)
- Daun tebu yang terserang kutu dari kebun yang persen parasitnya tinggi
(≥ 40 %) dipotong dan ditempelkan pada tanaman yang terserang kutu
di kebun lain yang persen parasitnya lebih rendah (≤ 20 %).
- Bila persentase parasit hasil pengamatan contoh ≥ 40 %, maka tidak
perlu ada tindakan pengendalian.
Mekanis : Memotong dan mengulas daun terserang
- Dilaksanakan jika popolasi hama Kutu Bulu Putih masih sedikit (0-20 %),
dan tanaman masih rendah.
- Daun yang terserang kutu dipotong, dimasukkan ke dalam kantong
plastik, dan dimusnahkan di luar kebun.
- Cara lainnya adalah dengan mengulas daun dengan kain basah atau
tanah.
Kimiawi : Penyemprotan insektisida
- Hanya dilakukan jika secara biologis persentase parasit ≤ 20 %, atau
tanaman sudah tinggi.
- Jenis insektisida yang bisa digunakan : Total 40 EC, Hamasid 25 EC,
Bandrol 400 EC, Detacron 500 EC, dan Samida 15 WP.
- Untuk areal yang sangat luas dan merata, dapat menggunakan
pengabutan menggunakan alat seperti Swing Fog atau Dyna Fog.

11 |R & D P T S M S
6. Uret (Lepidiota Stigma F.)

Tanda-tanda Serangan :
- Tanaman layu, daun kuning, kemudian kering dan mati.
- Bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek.
- Bagian pangkal batang serta sekitar daerah perakaran terdapat uret.
Pencegahan :
Pergiliran tanaman tebu dengan padi sawah dan palawija jika
memungkinkan.
Pengendalian :
Mekanis : Pengumpulan hama Boktor secara manual
- Pengolahan lahan secara intensif (bajak, garu, kair), yang bertujuan
merusak habitat larva hama Uret. Kemudian diikuti dengan pengumpulan
larva hama Uret secara manual.
- Sanitasi tunggul tebu, dikeluarkan dari kebun, kemudian dicacah dan
dibakar.
- Penangkapan imago (bentuk kumbang) dari hama Boktor yang biasa
muncul di awal musim hujan.
Biologis : Menggunakan jamur parasit Metarhizium Sp.
- Jamur parasit Metarhizium Anisopliae. yang ditabur pada dasar kairan
pada saat kegiatan tanam.
- Jamur parasit Metarhizium Anisopliae. dapat diinokulasikan ke dalam
pupuk organik.

12 |R & D P T S M S
7. Ulat Grayak (Leucania Sp., Anticyra Combusta, Spodoptera Sp.)

Tanda-tanda Serangan :
- Luka-luka pada daun muda maupun daun tua.
- Arah gerekan dari tepi daun, tulang daun tidak digerek.
- Pada serangan berat, helai daun habis, tinggal tulang daun saja.
Kerugian :
Terganggunya proses fotosintesi, sehingga berpengaruh terhadap
perkembangan fisiologis tanaman.
Pengendalian :
Kimiawi : Penyemprotan insektisida
- Jenis insektisida yang bisa digunakan adalah insektisida kontak/perut
dengan cara pengabutan : Total 40 EC, Hamasid 25 EC, Bandrol 400 EC,
Detacron 500 EC, dan Samida 15 WP.
- Penyemprotan dianjurkan pada malam hari, karena pada malam hari, ulat
Grayak aktif beraktivitas.

13 |R & D P T S M S
8. Belalang (Valanga Nigricornis, Locusta Migratoria)

Tanda-tanda Serangan :
- Luka-luka pada daun muda maupun daun tua.
- Arah gerekan dari tepi daun, tulang daun tidak digerek.
- Pada serangan berat, helai daun habis, tinggal tulang daun saja.
Kerugian :
Terganggunya proses fotosintesi, sehingga berpengaruh terhadap
perkembangan fisiologis tanaman.
Pengendalian :
Kimiawi : Penyemprotan insektisida
- Jenis insektisida yang bisa digunakan adalah insektisida kontak/perut
dengan cara pengabutan : Total 40 EC, Hamasid 25 EC, Bandrol 400 EC,
Detacron 500 EC, dan Samida 15 WP.
- Penyemprotan dianjurkan pada malam hari, karena pada malam hari, ulat
Grayak aktif beraktivitas.

14 |R & D P T S M S
I. PENGENDALIAN PENYAKIT

1. Penyakit Luka Api (Smoth)

Penyebab :
Jamur Ustilago Scitaminea.
Gejala :
- Daun termuda berubahbentuk dan fungsinya. Bentuk bulat memanjang
menyerupai cambuk, berwarna hitam, berukuran sebesar pensil. Pada
cambuk tersebut menempel berjuta-juta spora cendawan.
- Pada infeksi awal, pertumbuhan tanaman tebu menyerupai rumput, daun
kecil dan sempit, batang kecil dan memanjang.
Cara Penularan :
- Melalui bibit yang berasal dari tanaman berpenyakit luka api.
- Melalui spora yang terbawa oleh angin, air, tebu giling, pekerja, alat
transfortasi, dan alat pertanian.
Kerugian :
Kerugian bervariasi, antara tidak berarti sampai besar sekali.
Pengendalian :
- Penanaman varietas tebu yang tahan penyakit Luka Api, seperti KK dan
PS 862.

15 |R & D P T S M S
- Pemusnahan rumpun tebu yang berpenyakit Luka Api.
- Penggunaan bibit sehat, dapat diperoleh dengan perendaman bibit tebu
dalam larutan Bayleton 250 EC selama 2 jam, dengan dosis 2 ml per liter
air.
- Tidak membawa tanaman sakit ke daerah lain yang belum terserang.

2. Penyakit Pembuluh (Ratoon Stunting Diseases)

Penyebab :
Bakteri Clavibacter Xyli.
Gejala :
- Gejala khas adalah pewarnaan jingga kemerahan pada berkas-berkas
pembuluh yang terdapat pada buku-buku apabila batang tebu menjelang
masak dibelah membujur.
- Pertumbuhan tanaman, terutama pada tanaman keprasaan mengalami
kekerdilan.
Cara Penularan :
- Melalui bibit yang berasal dari tanaman berpenyakit Pembuluh.
- Melalui nira batang tanaman sakit yang menempel pada pisau pemotong
bibit atau alat pertanian lainnya.
Kerugian :
Kerugian hablur mencapai 10 % pada tanaman PC, dan akan meningkat
pada tanaman RC.

16 |R & D P T S M S
Pengendalian :
- Penggunaan bibit sehat yang dapat diperoleh dengan cara perawatan air
panas 500 selama 2 jam pada bibit di tingkat KBN dan KBI.
- Desinfeksi pisau pemotong bibit tebu dan alat lainnya denga larutan Lysol
20 %, atau larutan desinfektan lainnya.

3. Penyakit Mozaik

Penyebab :
Sugar Cane Mozaic Virus (SCMV).
Gejala :
Pada helai daun muda timbul noda-noda, atau garis-garis berwarna hijau
muda atau kekuningan, sejajar dengan berkas pembuluh. Gejala tersebut
paling jelas terlihat pada daun muda, kadang-kadang ada pewarnaan merah
pada daun tua.
Cara Penularan :
- Melalui bibit yang berasal dari tanaman berpenyakit Mozaik.
- Ditularkan melaui kutu jagung Rhopalosiphus Maidis, dari tanaman sakit
ke tanaman sehat.
Kerugian :

17 |R & D P T S M S
Kerugian bervariasi, pada tingkat infeksi ≥ 50 %, berat tebu dan hablur
≥ 9 %.

Pengendalian :
- Penanaman varietas tebu yang tahan penyakit Mozaik.
- Penggunaan bibit sehat, dapat diperoleh dengan cara menseleksi kebun
bibit sebulan sekali. Jika tingkat serangan ≤ 5 %, dapat digunakan
sebagai kebun bibit, dengan syarat rumpun sakit dimusnahkan. Jika
tingkat serangan > 5 %, kebun bibit diganti katagorinya menjadi kebun
tebu giling.
- Pembersihan kebun tebu dari gulma inang kutu jagung.

4. Penyakit Blendok (Leaf Scald)

Penyebab :
Bakteri Xanthomonas Albilineans.
Gejala :
Pada helai daun terjadi satu atau lebih garis atau jalur khlorotis searah
tulang daun, dari pangkal tengah daun ke tepi daun. Kemudian diikuti dengan
mengeringnya sebagian atau seluruh jalur. Pada serangan parah, dapat terjadi
siwilan-siwilan dan akhirnya tanaman mengering dan mati.
Cara Penularan :
- Melalui bibit yang berasal dari tanaman berpenyakit Blendok.
18 |R & D P T S M S
- Melalui pisau pemotong bibit, atau alat pertanian lainnya.
Kerugian :
Dapat besar sekali terutama pada varietas tebu yang peka.
Pengendalian :
- Penanaman varietas tebu yang tahan penyakit Blendok.
- Penggunaan bibit sehat yang berasal dari tanaman yang sehat.
- Disinfeksi pisau pemotong bibit tebu dengan larutan Lysol 15-20 %, atau
larutan disinfektan lainnya.

5. Penyakit Daun Hangus (Leaf Scorch)

Penyebab :
Jamur Slagonospora Sacchari.
Gejala :
Pada daun terdapat suatu bentuk elip memanjang dikelilingi oleh suatu
warna kuning, sering saling bersambung, bagian tengah kemudian mengering.
Pada cuaca kering, daun-daun terlihat seperti terbakar.
Cara Penularan :
- Melalui spora jamur yang disebarkan pada waktu ada air, atau hujan, dan
angin.
- Kelaras daun sakit yang masih terdapat pada bibit tebu dapat membawa
spora-spora jamur.
Kerugian :

19 |R & D P T S M S
- Di Taiwan pada varietas CO 290, penurunan berat tebu dan hablur
masing-masing 17 % dan 13 %.
- Di Philipina pada varietas H37-1933, penurunan hablur sebesar 25 %.
Pengendalian :
Penggunaan varietas tebu yang tahan penyakit Daun Hangus. Hasil
pengujian di Taiwan, varietas yang tahan antara lain PS 56 dan PS 57.

6. Penyakit Pokahbung

Penyebab :
Jamur Gibberella Moniliformis.
Gejala :
- Stadium 1 : terlihat klorosis pada pangkal daun disertai dengan bintik-
bintik nekrosis berwarna coklat, daun tidak dapat membuka sempurna.
- Stadium 2 : pada batang tebu terbentuk rongga-rongga memanjang dan
bersekat melintang, sehingga menyerupai anak tangga. Ruas menjadi
pendek dan membengkok.
- Stadium 3 : titik tumbuh membusuk dan batang tebu mati.
Cara Penularan :
Melalui spora jamur yang disebarkan pada waktu ada air, hujan, angin,
tebu giling, pekerja, alat trasport, dan alat pertanian.
Kerugian :

20 |R & D P T S M S
Kerugian hablur pada tiap 1 % pada stadium 3 adalah sebesar
0,35-0,85 %.
Pengendalian :
- Penggunaan varietas tebu yang tahan penyakit Pokahbung.
- Sanitasi kebun untuk menekan perkembangan jamur penyebab penyakit
Pokahbung.
- Penggunaan fungisida belum dianjurkan karena tidak ekonomis.

7. Penyakit Noda Kuning (Yellow Spot)

Penyebab :
Jamur Mycovello Koepkei.
Gejala :
- Pada daun muda timbul noda-noda yang berwarna kuning pucat,
kemudian berubah menjadi kuning segar.
- Selanjutnya di dalam noda-noda tersebut timbul titik-titik atau garis yang
berwarna merah, kadang-kadang sebagian atau seluruh noda itu
berwarna merah darah.
- Warna noda hanya jelas kelihatan pada bagian atas dari daun.
- Noda-noda tidak mengering lebih dahulu dari bagian daun yang sehat.
Cara Penularan :

21 |R & D P T S M S
Melalui spora jamur yang disebarkan oleh angin di dataran tinggi yang
lembab.
Kerugian :
Kerugian hablur mencapai 15-25 % pada varietas yang peka.
Pengendalian :
- Penggunaan varietas tebu yang tahan penyakit Noda Kuning.
- Sanitasi kebun antara lain dengan pelaksanaan kletekan, sehingga
kelembaban kebun berkurang dan perkembangan jamur bisa ditekan
- Penggunaan fungisida belum dianjurkan karena tidak ekonomis.
8. Penyakit Karat (Rust)

Penyebab :
Jamur Puccinia Kuehnii dan Puccinia Melanochepala.
Gejala :
- Pada daun terlihat garis-garis pendek membujur yang mula-mula
berwarna jingga kemudian berubah menjadi coklat.
- Garis-garis coklat ini dapat dilihat dengan mudah pada kedua sisi daun.
Sedangkan pada sisi bawah terbentuk tonjolan-tonjolan yang terasa kasar
kalau diraba (seperi benda yang berkarat).
Cara Penularan :
Melalui spora jamur yang berasal dari daun tua yang sakit dapat
menyerang varietas yang peka sejak umur 2 bulan di daerah dataran tinggi
yang lembab, atau lahan bekas rawa.
Kerugian :
22 |R & D P T S M S
Kerugian hablur mencapai 10-40 % pada varietas yang peka.
Pengendalian :
- Penggunaan varietas tebu yang tahan penyakit Noda Kuning.
- Sanitasi kebun antara lain dengan pelaksanaan kletekan, sehingga
kelembaban kebun berkurang dan perkembangan jamur bisa ditekan
- Penggunaan fungisida belum dianjurkan karena tidak ekonomis.

II. PENGENDALIAN GULMA

Gulma tumbuh bersama tebu, dan mengganggu tebu dengan menyaingi


penyerapan hara dan air, menyaingi ruang tumbuh, dan merebut sinar matahari,
sebagai tanaman inang hama dan penyakit, serta menggangu pelaksanaan
pemeliharaan lainnya. Tebu peka terhadap gangguan gulma terutama pada 3
bulan pertama masa pertumbuhannya.
1. Jenis-jenis Gulma
Menurut penelitian, dilahan tegalan di pulau jawa, dapat menurunkan
berat tebu sampai 54 %. Secara garis besar, gulma dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu gulma daun sempit, gulma daun lebar, dan teki-tekian.
Gulma daun sempit adalah spesies gulma yang daun-daunnya berbentuk
garis, memanjang dan sempit, atau berbentuk pita.

23 |R & D P T S M S
Gulma daun lebar adalah spesies gulma yang daun-daunnya berbentuk
bulat panjang, bulat telur, jantung, anak panah, elips, dan segitiga.

24 |R & D P T S M S
Gulma teki-tekian adalah spesies gulma yang memiliki penampang lintang
batang berbentuk segitiga, dan berdaun berbentuk garis.

25 |R & D P T S M S
Gulma alang-alang adalah spesies gulma rumput-rumputan yang tumbuh
menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah,
dengan helai daun berbentuk pita panjang.

2. Kepekaan Gulma Terhadap Herbisida


Kepekaan gulma dipengaruhi oleh berbagai macam bahan aktif yang
terkandung dalam herbisida.

26 |R & D P T S M S
Kepekaan gulma juga dipengaruhi oleh fase pertumbuhan gulma. Gulma
baru pada fase perkecambahan sangat peka terhadap aplikasi herbisida, dan
semakin kurang peka terhadap herbisida seiring dengan pertumbuhan gulma.

3. Ambang Batas Penutupan Gulma


Kriteria gangguan gulma pada tebu umur 1-6 bulan di lahan kering dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

27 |R & D P T S M S
Kriteria tersebut hanya berlaku untuk gulma yang tidak merambat atau
melilit. Gulma merambat atau melilit harus segera dikendalikan secara manual
agar tidak menutupi tajuk tebu.

a. Pengendalian Gulma secara Budidaya


Pengendalian gulma secara budidaya dilaksanakan melalui kegiatan
pengolahan lahan (bajak, garu, chissel, subsoiler, bumbun), dan dengan
kegiatan pengelolaan drainase (kuras got).
Kegiatan pengolahan lahan akan menekan pertumbuhan gulma. Kegiatan
bumbun pun sebaiknya dilaksanakan tepat waktu, sehingga gulma yang akan
tumbuh dapat tertekan, dan sebaliknya memperluas zona perakaran tanaman
tebu. Kegiatan drainase akan mengakibatkan kebun menjadi kering, sehingga
pertumbuhan gulma akan juga tertekan.

b. Pengendalian Gulma secara Manual (Penyiangan)


Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan jika tenaga kerja cukup
tersedia dan murah. Alat yang digunakan dapat berupa cangkul, kored, arit,
dan lain-lain.

28 |R & D P T S M S
Waktu terbaik untuk penyiangan adalah sebelum kegiatan tanam dengan
membuat kasuran tanam, sebelum pemupukan, dan sebelum sulam atau
bumbun.
Cara penyiangan sebaiknya dengan mencabut gulma sampai ke akar dan
dibawa keluar dari dapuran tebu, atau bisa juga dengan memotong gulma
pada pangkal batangnya.

c. Pengendalian Gulma secara Kimiawi (Herbisida)


Herbisida adalah bahan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan untuk
mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu.

29 |R & D P T S M S
1. Cara Kerja Herbisida :
- Herbisida selektif, yaitu herbisida yang dapat mematikan gulma,
sedangkan bila mengenai tanaman tebu tidak mati.
- Herbisida non selektif, yaitu herbisida yang dapat meracuni semua
tumbuhan termasuk tebu.
2. Bahan Aktif Herbisida :
Jenis-jenis herbisida dibedakan sesuai bahan aktifnya, yaitu
Paraquat (Gramoxone, Paraxone, Noxone, Paratop, Paranox), 2.4. D.
Amina (Sidamin, Promin, Aladin, Mega9), Diuron (Sidaron, Bimaron),
Ametrin (Amegrass, Akotrin, Kresnatop), Glyphosat (Sando Up, Best Up,
Farm Up), dan Amonium Glufosinat (Basta, Trabast, Kenbast).
3. Cara Kerja Herbisida :
- Herbisida kontak, yaitu herbisida yang dapat meracuni/merusak
jaringan tanaman bila herbisida tersebut mengenai jaringan
tumbuhan (gulma).
- Herbisida sistemik, yaitu herbisida yang meresap ke bagian tubuh
tertentu lalu menyebar ke seluruh jaringan lain dan merusak jaringan
yang hidup.
4. Waktu Aplikasi Herbisida :
- Herbisida Pra Pengolahan Lahan, yaitu herbisida yang diaplikasikan
pada vegetasi secara total agar mudah dalam pembersihan lahan,
misalnya : Glyphosat.

30 |R & D P T S M S
- Herbisida Pra Tanam, yaitu herbisida yang diaplikasikan saat
tanaman belum ditanam, tetapi tanah sudah diolah dan gulma telah
tumbuh, misalnya : Glyphosat.
- Herbisida Pra Tumbuh (Pre Emergence), yaitu herbisida yang
diaplikasikan setelah bibit ditanam, tetapi belum berkecambah, dan
gulma pun belum tumbuh, misalnya : Ametrin dan Diuron.
- Herbisida Pasca Tumbuh (Post Emergence), yaitu herbisida yang
diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat fase
perkecambahan, jadi dapat diaplikasikan saat tanaman masih muda
atau sudah tua, misalnya : Paraquat dan 2.4. D. Aminan.

5. Standard Operating Procedure (SOP) Aplikasi Herbisida


a. Persiapan Herbisida
- Lakukan pengamatan kondisi dan jenis gulma di kebun untuk
menentukan jenis dan dosis herbisida.
- Lakukan pengecekan peralatan sebelum aplikasi.
- Aplikasi herbisida dilakukan saat kondisi tanah sudah mapan dan
cukup lembab.
- Aplikasi herbisida dilakukan pada pagi hari jam 06.00-10.00 (kondisi
angin tidak kencang dan cuaca cerah).
- Siapkan air sebagai pelarut, drum kapasitas 200 liter, gelas ukur,
pengaduk, timbangan, bak tampung, bendera penanda, dan ember
ukuran 10 liter.
- Persiapan tangki air, bahan herbisida, dan knapsack sprayer satu hari
sebelum aplikasi herbisida.

b. Aplikasi Herbisida Menggunakan Knapsack Sprayer


- Gunakan air pelarut dengan volume semprot 300 liter per hektar.
- Siapkan bahan herbisida sesuai dengan dosis dan kapasitas yang
telah ditentukan.
- Letakkan drum di setiap jalan in field pada petak.
- Larutkan setiap jenis herbisida (satu per satu) sesuai jumlah yang
diperlukan, menggunakan ember plastik dan diaduk sampai homogen.
- Masukkan larutan herbisida tersebut ke dalam drum yang telah diisi
air sejumlah 200 liter (untuk 0,70 hektar).
- Aduklah larutan herbisida pada drum setiap akan dituangkan ke
dalam knapsack spayer.
- Satu knapsack sprayer volume 15 liter digunakan untuk 400 meter,
atau 8 baris tanaman tebu, dimana setiap baris panjangnya 50 meter.
- Cek dan bersihkan semua peralatan untuk dibawa kembali ke gudang
penyimpanan.

31 |R & D P T S M S
6. Pencampuran Herbisida :
Pencampuran herbisida disebabkan karena di lapangan jarang terjadi
populasi spesies gulma tunggal, bertujuan meningkatkan kemanjuran
herbisida, dan mencegah resistensi gulma terhadap herbisida tertentu.

Pra syarat aplikasi herbisida yang telah dicampurkan :


1. Pre Emergence
- Kondisi tebu belum tumbuhsampai dengan umur 4 minggu.
- Kondisi lahan bersih, gulma belum tumbuh.
- penutupan gulma 0 %.
- Kondisi lahan lembab (lebih baik jika semalam hujan, dan terik
saat aplikasi).
2. Early Post Emergence
- Kondisi tebu belum tumbuh sampai dengan umur 4 minggu.
- Gulma mulai tumbuh 4-6 daun.
- Penutupan gulma ≤ 40 %.
- Kondisi lahan lembab (lebih baik jika semalam hujan, dan terik
saat aplikasi).
3. Post Emergence I
- Umur tebu 1-2 bulan.
- Gulma mulai tumbuh 10-12 daun.
- Penutupan gulma ≤ 60 %.
- Kondisi lahan lembab (lebih baik jika semalam hujan, dan terik
saat aplikasi).

32 |R & D P T S M S
4. Post Emergence II
- Umur tebu 2-3 bulan.
- Gulma tumbuh lebat.
- Penutupan gulma 100 %.
5. Post Emergence III
- Tebu telah beruas umur ≥ 4 bulan.
- Gulma tumbuh lebat.
- Penutupan gulma 100 %.
6. Sanitasi/Pra Tanam
- Dilaksanakan sebelum tanam dan sanitasi sekitar kebun.
- Gulma tumbuh lebat.
- Penutupan gulma 100 %.

7. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menggunakan Herbisida :


- Lakukan aplikasi herbisida pada fase awal dari daur hidup gulma,
agar gulma mudah terbunuh oleh herbisida.
- Perlakuan herbisida tanpa diikuti kegiatan pemeliharaan lainnya
seperti bumbun dan kuras got, maka hasilnya tidak akan optimal.
- Perlu dicegah kontak langsung dengan herbisida. Selama
penyemprotan dilarang merokok, minum, dan makan. Bila herbisida
terkena mata, maka segera bilas dengan air bersih yang banyak dan
segera dibawa ke dokter.
- Setelah selesai kegiatan herbisida, tangan harus dicuci yang bersih
dengan sabun, sprayer pun harus dikosongkan dan dicuci dengan
bersih.

33 |R & D P T S M S

Anda mungkin juga menyukai