Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM AGRONOMI UMUM

Zahra Nurul Izmi (J0307201033)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
A. Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)
Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan tanaman semusim atau dua
musim yang termasuk dalam famili Brassicaceae. Bentuk daunnya bulat telur
sampai lonjong dan lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal,
akar tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut. Kubis
pada umumnya ditanam di daerah yang berhawa sejuk, di dataran tinggi 800–
2000 mdpl dan bertipe iklim basah, namun terdapat pula varietas yang dapat
ditanam di dataran rendah atau 200 mdpl. Pertumbuhan optimum didapatkan
pada tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah antara
6–7. Waktu tanam Balai Penelitian Tanaman Sayuran 78 yang baik pada awal
musim hujan atau awal musim kemarau. Namun kubis dapat ditanam
sepanjang tahun dengan pemeliharaan lebih intensif.
B. Jenis-jenis OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan cara
pengendalian pada tanaman kubis.
1. Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L)
Larva (ulat) muda yang baru menetas, mengorok daun kubis selama 2 - 3
hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau
permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga
daun seperti berjendela dan akhirnya sobek serta membentuk lubang.
Apabila tingkat populasi larva tinggi hampir seluruh daun dimakan dan
hanya tulang daun yang ditinggalkan.
Pengendalian dengan kultur teknik yaitu dengan melakukan pergiliran
tanaman yang bukan famili brassicaceae, tumpang sari tanaman kubis
dengan tomat, daun bawang dan jagung, serta penanaman tanaman
perangkap seperti Rape di sekeliling kebun. Pengendalian secara mekanis
dengan membuat perangkap ngengat berupa sex feromon sintesis yang
disebut ugratus Ungu yang dipasang di sekitar kebun kubis. Sedangkan
pengendalian secara kimiawi dengan cara pemberian insektisida kimia
selektif yang efektif tetapi mudah terurai seperti Dipel WP, Bactospeine
WP, Florbac FC, atau penyemprotan insektisida biologi berbahan aktif
Bacillus thuringiensis.
2. Ulat Krop Kubis (Crocidolomia binotalis)
Ulat ini menyerang daun muda sampai habis sampai tidak tersisa, tanaman
menjadi rusak dengan adanya kotoran yang masih menempel pada daun.
Biasanya ulat berada pada bagian bawah daun karena mereka cenderung
menghindari cahaya, jika diganggu agak malas untuk bergerak. Pada hari
keempat dan kelima larva akan memakan daun dari bagian bawah dan akan
menyebabkan kerusakan yang parah pada daun sebelum ulat bergerak pada
pusat tanaman.
Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan menanam pada waktu
musim hujan karena populasi hama ini paling rendah (sedikit).
Penyemprotan dengan ekstrak biji nimba dan tuba. Pengendalian secara
fisik yaitu dengan cara kelompok telur dan larva yang baru saja menetas
diambil dan dimusnahkan. Gerombolan ulat tersebut dapat diambil dengan
lidi yang diruncingi dan mengambil telur beserta sedikit daun, kemudian
dimasukkan dalam suatu wadah untuk diberikan pada ayam atau
dimusnahkan dengan cara dibakar. Sedangkan pengendalian secara kimiawi
yaitu dengan Penyemprotan larutan Insektisida berbahan aktif, seperti
Agrimec 18 EC, Amcomec 18 EC, Amect 18 EC, Calebtin 18 EC, Crespo
18 EC, Demolish 18 Ec, Dimec 18 EC, Isigo 18 EC, Matros 18 EC dan
sebagainya.

3. Ulat Grayak (Spodoptera litura)


Pada serangan awal terlihat daun berlubang-lubang, dan kemudian jika
dibiarkan akhirnya hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama ini
menyerang secara bergerombol karenanya disebut ulat tentara. Serangan
berat, biasanya terjadi saat musim kemarau, ketika ulat yang masih kecil
sangat aktif makan yang mengakibatkan bagian daun tanaman yang tersisa
tinggal epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja, kemudian jika ulat
sudah besar akan memakan semua tulang daun sehingga menyebabkan
tanaman menjadi gundul.
Pengendalian dilakukan secara kultur teknik dan kimia. Secara kultur teknik
yaitu dengan pergiliran tanaman dengan famili yang berbeda atau
melakukan pola tumpangsari dengan tanaman beda family dan pengolahan
tanah yang baik (selama 1 bulan) untuk mengangkat kepompomg hama dari
dalam tanah agar mati terjemur oleh sinar matahari. Secara kimia dengan
penyemprotan insektisida dengan bahan aktif lamda sihalotrin, emamektin,
beta siflutrin, deltametrin, asefat, dll.

4. Kutu Daun (Myzus persicae & Aphis gossipy)


Gejala awal berupa bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman
mengering, keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu
dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk
dan menghisap cairan daun muda serta bagian tanaman yang masih muda
(pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung madu, sehingga
mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat
menghambat proses fotosintesa. Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun
persik sebagai hama langsung maupun sebagai vektor virus dapat mencapai
25 – 90%.
Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan memetik daun yang terkena
serangan, kemudian musnahkan bisa dengan dibakar atau dikubur di dalam
tanah, merawat kebersiah kebun dan penggunaan plastik mulsa. Hindari
penanaman cabe yang berdekatan dengan tanaman terong, semangka,
kacang panjang dan melon. Secara kimiawi yaitu dengan cara penyemprotan
pestisida yang mengandung diafenthiuronatau fipronil, abamektin,
emamektin, dll. Penyemprotan lebih baik dilakukan pada sore hari.

5. Ulat Jengkal (Hyposidra talaca)


Ulat jengkal (kilan) menyerang daun, pucuk daun, bunga dan pentil kakao.
Daun yang terserang nampak berlubang-lubang dan pucuk tanaman gundul,
sehingga tinggal tulang daunnya saja. Serangan ulat jengkal ini sangat
merugikan, terutama bila menyerang pada stadium bibit atau tanaman muda.
Pengendalian secara kimia yaitu dengan pemberian perisida yang berbahan
aktif Carbaryl (Sevin), Permethrin, Pyrethrins, Cyfluthrin dan Spinosad.
Secara mekanis yaitu ulat dan kepompong dimusnahkan. Pemangkasan pada
waktu ulat masih kecil, kemudian dimusnahkan.

6. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)


Tanaman yang terserang akan rebah, terkadang hanya tersisa batang
bawahnya saja. Ketika siang hari, ulat tanah bersembunyi di dalam tanah
tersebut, dan ketika malam hari ulat ini baru mulai menyerang tanaman
yang dibudidayakan. Karena sasaran serangnya adalah batang pokok
tanaman, gejala yang ditimbulkan pun sangat mudah diidentifikasi. Gejala
tersebut adalah rusaknya atau bahkan terpotongnya batang pokok tanaman
yang diserang. Potongan terletak tepat diatas permukaan tanah.
Pengendalian secara mekanis yaitu dengan pembongkaran pada tanah
kemudian ulatnya dibunuh. Sedangakan secara kimiawi yaitu dengan
pemberian insektisida granul (berbentuk butiran) ditaburkan pada sekitar
atau di samping pokok tanaman pada sore atau malam hari. Dosisnya sekitar
0,3 – 0,4 gram per tanaman atau sekitar 6 kg untuk 1 hektarnya. Biasanya
insektisida granul yang digunakan adalah Curater 3 G dan Furadan 3 G.

Anda mungkin juga menyukai