SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2020 A. Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.) Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan tanaman semusim atau dua musim yang termasuk dalam famili Brassicaceae. Bentuk daunnya bulat telur sampai lonjong dan lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal, akar tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut. Kubis pada umumnya ditanam di daerah yang berhawa sejuk, di dataran tinggi 800– 2000 mdpl dan bertipe iklim basah, namun terdapat pula varietas yang dapat ditanam di dataran rendah atau 200 mdpl. Pertumbuhan optimum didapatkan pada tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah antara 6–7. Waktu tanam Balai Penelitian Tanaman Sayuran 78 yang baik pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Namun kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan pemeliharaan lebih intensif. B. Jenis-jenis OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan cara pengendalian pada tanaman kubis. 1. Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L) Larva (ulat) muda yang baru menetas, mengorok daun kubis selama 2 - 3 hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga daun seperti berjendela dan akhirnya sobek serta membentuk lubang. Apabila tingkat populasi larva tinggi hampir seluruh daun dimakan dan hanya tulang daun yang ditinggalkan. Pengendalian dengan kultur teknik yaitu dengan melakukan pergiliran tanaman yang bukan famili brassicaceae, tumpang sari tanaman kubis dengan tomat, daun bawang dan jagung, serta penanaman tanaman perangkap seperti Rape di sekeliling kebun. Pengendalian secara mekanis dengan membuat perangkap ngengat berupa sex feromon sintesis yang disebut ugratus Ungu yang dipasang di sekitar kebun kubis. Sedangkan pengendalian secara kimiawi dengan cara pemberian insektisida kimia selektif yang efektif tetapi mudah terurai seperti Dipel WP, Bactospeine WP, Florbac FC, atau penyemprotan insektisida biologi berbahan aktif Bacillus thuringiensis. 2. Ulat Krop Kubis (Crocidolomia binotalis) Ulat ini menyerang daun muda sampai habis sampai tidak tersisa, tanaman menjadi rusak dengan adanya kotoran yang masih menempel pada daun. Biasanya ulat berada pada bagian bawah daun karena mereka cenderung menghindari cahaya, jika diganggu agak malas untuk bergerak. Pada hari keempat dan kelima larva akan memakan daun dari bagian bawah dan akan menyebabkan kerusakan yang parah pada daun sebelum ulat bergerak pada pusat tanaman. Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan menanam pada waktu musim hujan karena populasi hama ini paling rendah (sedikit). Penyemprotan dengan ekstrak biji nimba dan tuba. Pengendalian secara fisik yaitu dengan cara kelompok telur dan larva yang baru saja menetas diambil dan dimusnahkan. Gerombolan ulat tersebut dapat diambil dengan lidi yang diruncingi dan mengambil telur beserta sedikit daun, kemudian dimasukkan dalam suatu wadah untuk diberikan pada ayam atau dimusnahkan dengan cara dibakar. Sedangkan pengendalian secara kimiawi yaitu dengan Penyemprotan larutan Insektisida berbahan aktif, seperti Agrimec 18 EC, Amcomec 18 EC, Amect 18 EC, Calebtin 18 EC, Crespo 18 EC, Demolish 18 Ec, Dimec 18 EC, Isigo 18 EC, Matros 18 EC dan sebagainya.
3. Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Pada serangan awal terlihat daun berlubang-lubang, dan kemudian jika dibiarkan akhirnya hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama ini menyerang secara bergerombol karenanya disebut ulat tentara. Serangan berat, biasanya terjadi saat musim kemarau, ketika ulat yang masih kecil sangat aktif makan yang mengakibatkan bagian daun tanaman yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja, kemudian jika ulat sudah besar akan memakan semua tulang daun sehingga menyebabkan tanaman menjadi gundul. Pengendalian dilakukan secara kultur teknik dan kimia. Secara kultur teknik yaitu dengan pergiliran tanaman dengan famili yang berbeda atau melakukan pola tumpangsari dengan tanaman beda family dan pengolahan tanah yang baik (selama 1 bulan) untuk mengangkat kepompomg hama dari dalam tanah agar mati terjemur oleh sinar matahari. Secara kimia dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif lamda sihalotrin, emamektin, beta siflutrin, deltametrin, asefat, dll.
4. Kutu Daun (Myzus persicae & Aphis gossipy)
Gejala awal berupa bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman mengering, keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk dan menghisap cairan daun muda serta bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa. Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun persik sebagai hama langsung maupun sebagai vektor virus dapat mencapai 25 – 90%. Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan memetik daun yang terkena serangan, kemudian musnahkan bisa dengan dibakar atau dikubur di dalam tanah, merawat kebersiah kebun dan penggunaan plastik mulsa. Hindari penanaman cabe yang berdekatan dengan tanaman terong, semangka, kacang panjang dan melon. Secara kimiawi yaitu dengan cara penyemprotan pestisida yang mengandung diafenthiuronatau fipronil, abamektin, emamektin, dll. Penyemprotan lebih baik dilakukan pada sore hari.
5. Ulat Jengkal (Hyposidra talaca)
Ulat jengkal (kilan) menyerang daun, pucuk daun, bunga dan pentil kakao. Daun yang terserang nampak berlubang-lubang dan pucuk tanaman gundul, sehingga tinggal tulang daunnya saja. Serangan ulat jengkal ini sangat merugikan, terutama bila menyerang pada stadium bibit atau tanaman muda. Pengendalian secara kimia yaitu dengan pemberian perisida yang berbahan aktif Carbaryl (Sevin), Permethrin, Pyrethrins, Cyfluthrin dan Spinosad. Secara mekanis yaitu ulat dan kepompong dimusnahkan. Pemangkasan pada waktu ulat masih kecil, kemudian dimusnahkan.
6. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Tanaman yang terserang akan rebah, terkadang hanya tersisa batang bawahnya saja. Ketika siang hari, ulat tanah bersembunyi di dalam tanah tersebut, dan ketika malam hari ulat ini baru mulai menyerang tanaman yang dibudidayakan. Karena sasaran serangnya adalah batang pokok tanaman, gejala yang ditimbulkan pun sangat mudah diidentifikasi. Gejala tersebut adalah rusaknya atau bahkan terpotongnya batang pokok tanaman yang diserang. Potongan terletak tepat diatas permukaan tanah. Pengendalian secara mekanis yaitu dengan pembongkaran pada tanah kemudian ulatnya dibunuh. Sedangakan secara kimiawi yaitu dengan pemberian insektisida granul (berbentuk butiran) ditaburkan pada sekitar atau di samping pokok tanaman pada sore atau malam hari. Dosisnya sekitar 0,3 – 0,4 gram per tanaman atau sekitar 6 kg untuk 1 hektarnya. Biasanya insektisida granul yang digunakan adalah Curater 3 G dan Furadan 3 G.