FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016
i
Prosiding
PERAN DOKTER HEWAN DALAM PENINGKATAN KESEHATAN HEWAN,
LINGKUNGAN, DAN MANUSIA
ISBN: 978-602-73684-1-5
Design Cover:
Drh. Dito Anggoro, M.Sc.
Diterbitkan oleh:
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada
2016
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb
Peran Dokter Hewan dalam Peningkatan Kesehatan Hewan, Lingkungan dan Manusia
Peningkatan kejadian zoonosis di masa depan akan terus meningkat, hal ini disebabkan
karena Indonesia termasuk ke dalam negara berkembang. Di negara-negara berkembang,
tingkat kontak antara manusia dengan satwa liar menjadi kekhawatiran utama. Perburuan
satwa liar yang terus meningkat menyebabkan lebih banyak lagi manusia kontak dengan
daging segar (bushmeat) yang berasal dari satwa liar yang berpotensi menyebarkan
zoonosis. Dalam hal produksi ternak intensif seperti industri peternakan sapi perah, sapi
potong, babi atau ayam juga dapat mengarah kepada penyebaran penyakit dan patogen yang
lebih cepat antar kelompok dan terlebih lagi penularan kepada mahaiswa apabila tidak
dikelola dengan baik.
Undang-undang No. 41 Tahun 2014, menjelaskan bahwa Otoritas Veteriner adalah
kelembagaan Pemerintah dan pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis
kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesian dokter hewan dan dengan mengarahkan
semua lini kemampuan profesi mulai dari identifikasi masalah, penentuan kebijakan,
koordinasi pelaksanaan kebijakan, hingga prosedur pengendalian teknis operasional di
lapangan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan di atas Seminar Nasional “Peran Dokter Hewan
dalam Peningkatan Kesehatan Hewan, Lingkungan, dan Manusia” dilaksanakan sebagai
salah satu rangkaian Lustrum ke 14 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
Seminar Nasional ini diikuti oleh pemakalah yang mencakup lebih dari 7 propinsi di Indonesia.
Semoga prosiding ini memberi manfaat bagi kemajuan bangsa khususnya dalam bidang
veteriner.
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada
iii
Prosiding
PERAN DOKTER HEWAN DALAM PENINGKATAN KESEHATAN HEWAN,
LINGKUNGAN, DAN MANUSIA
Reviewer:
- Dr. Drh. Maxs Urias E. Sanam, M.Sc. (Universitas Cendana)
- Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M.Biomed. (Universitas Indonesia)
- Dr. drh. Hera Maheswari, MSc. (Institut Pertanian Bogor)
- Dr. Adi Suratman (Universitas Udayana)
- Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, MP. (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Tri Untari, M.Si. (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Yanuartono, MP. (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Penny Humaidah H., M.Biotech. (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Dwi Priyo Widodo, MP. (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. drh. Claude Mona Airin, MP. (Universitas Gadjah Mada)
- Endah Choiriyah, SIP., M.Si. (Universitas Gadjah Mada)
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar ............................................................................................................... iii
Review Proceeding ......................................................................................................... iv
Daftar Isi …..…………………...…………………………………………………………….… v
v
POTENSI KRIM BRASSICA OLERACEA VAR CAPITATA F. RUBRA SEBAGAI
ANTIFUNGI DERMATOFITOSIS
Muhammad Kholish Naf’an, Sarah Nuraida Setyaputri, Endah Purwati, Nimas Hapsari,
Ratna Nurhayati, Siti Isrina Oktavia Salasia......................................................................... 58
EVALUASI STATUS KALSIUM DAN FOSPOR DARAH PADA SAPI SEHAT DAN
SAPI AMBRUK DI WILAYAH GUNUNG KIDUL
Hary Purnamaningsih, Soedarmanto Indarjulianto,Retno Widyastuti, Ika Tuti ................... 91
vi
PENGARUH WAKTU KOLEKSI TERHADAP KUALITAS EJAKULAT KALKUN
Mario Bravian Perkasa, Redy Ardian Kustopo, Muhammad Najib Nasaqi, Sri Gustari….. 118
DETEKSI MUTASI GEN NAV DOMAIN II DAN III SEGMEN 6 Aedes aegypti DARI
DENPASAR, BALI
Penny Humaidah H, Vika Ichsania N, Ni Made Ritha Krisna Dewi, Anis Widyasari,
168
Purwati……………………………………………………………………………………….....…..
vii
TINGKAT RESISTENSI AVIBACTERIUM PARAGALLINARUM PENYEBAB
INFECTIOUS CORYZA (SNOT) ISOLAT LOKAL DARI BERBAGAI UNGGAS
TERHADAP ANTIBIOTIK
Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, Charles Rangga Tabbu, Sidna Artanto,
Dwi Cahyo Budi Setyawan, Vinsa Cantya Prakasita, Lynda Nugrahaning Imanjati …....…. 172
P o s t e r ………………………………………………………………………………………… 202
LAPORAN KASUS:
DERMATOFITOSIS DAN PENANGANANNYA PADA ANJING GERMAN SHEPHERD
Deden Nur Sidik, Sitarina Widyarini, Alfarisa Nururrozi, Soedarmanto Indarjulianto ……… 203
LAPORAN KASUS:
DIAGNOSIS DAN TERAPI CONJUNGTIVITIS, RHINITIS, SCABIES DAN
ANKILOSTOMIASIS PADA KUCING
Fathurrahman Fajri, Dwi Priyo Widodo, Soedarmanto Indarjulianto ……………….......……… 205
viii
PEMETAAN KASUS KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK (KODIL)
DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOTERAN HEWAN
PERIODE 2014-2015
Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, Widya Asmara, Surya Amanu, Tri Untari, Michael
Haryadi Wibowo, Sidna Artanto ………………………………………………………………… 213
IDENTITAS LARVA 3 INFEKTIF CACING STRONGYL DI WILAYAH Daerah Istimewa
Yogyakarta 215
Maulana Supama P., Penny Humaidah H. ……………………………………………………..
ix
KONDISI KLINIS, PROFIL FUNGSI HATI DAN GINJAL
SAPI POSITIF LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN KULON PROGO
DAN SLEMAN
1
Guntari Titik Mulyani
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada
Email : guntari@ugm.ac.id
ABSTRAK
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis akut yang ditemukan hampir di seluruh dunia,
terutama di belahan bumi beriklim tropik dan subtropik. Ruminansia dapat terjangkit
leptospirosis dan menjadi sumber penularan bagi manusia. Gejala klinis leptospirosis pada
sapi sangat bervariasi, mulai dari yang ringan, infeksi tidak tampak, sampai infeksi akut yang
dapat menyebabkan kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala
klinis, fungsi hati, dan fungsi ginjal sapi positif leptospirosis. Sebanyak 53 ekor sapi positif
leptospirosis dengan pemeriksaan Microscopic Agglutination Test (MAT) dari daerah Kulon
Progo dan Sleman digunakan sebagai obyek penelitian. Pemeriksaan klinis meliputi keadaan
umum: pemeriksaan pulsus, nafas, suhu, Body Scor Condition (BCS), dan pemeriksaan
khusus pada setiap sistem. Darah sebanyak 5 ml dikoleksi untuk diambil serumnya guna
pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), serta Kadar Blood Ureum Nitrogen dan Kreatinin. Data hasil
pemeriksaan dan pengukuran dianalisis secara deskriptif. Sapi positif leptospirosis
teridentifikasi disebabkan oleh 8 serovar Leptospira, sebagian besar (43,4%) disebabkan
serovar Hardjo. Sebanyak 4 sapi (7,5%) terinfeksi lebih dari 1 serovar Leptospira. Hasil
pemeriksaan klinis memberikan gambaran bahwa semua sapi dalam kondisi sehat. Hasil uji
fungsi hati menunjukkan 2 sampel (3,8%) memiliki kadar SGOT di atas normal, dan 10 sampel
(18,9%) memiliki kadar SGPT di atas normal. Hasil uji fungsi ginjal menunjukkan 8 sampel
(15,1%) memiliki kadar kreatinin di atas normal, namun tidak satupun sampel memiliki kadar
BUN di atas normal. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa leptospirosis pada sapi
di Kulon Progo dan Sleman bersifat subklinis, dan tidak selalu menimbulkan gangguan fungsi
hati maupun ginjal.
12
LATAR BELAKANG
MATERI METODE
Sapi sebanyak 53 ekor sapi yang positif leptospira dari kabupaten Sleman dan
Kulonprogo yang positif didiagnosis leptospirosis dilakukan pemeriksaan klinis diawali dengan
anamnesis, keadaan umum, pemeriksaan pulsus, nafas, suhu, kondisi tubuh dan pemeriksaan
semua sistem. ditetapkan berdasarkan pemeriksaan MAT. Isolat sebanyak 53 teridiri dari 23
13
(43,4%) serovar Hardjo, 12 (22,6%) Ichterohaemorrhagiae, 8 (15,1%) Rachmati, 5 (9,4%)
Bataviae, 3 (5,7%) Javanica, 2 (3,8%) Pyrogenes, dan 2 (3,8%) Canicola Profil Klinis
didapatkan dengan melakukan pemeriksaan secara langsung, Profil ginjal dan hati didapatkan
dengan menggunakan kit Roche dan photometer 4010. Darah sebanyak 5 ml dikoleksi untuk
diambil serumnya guna pemeriksaan SGOT, SGPT, BUN, dan Kreatinin. Pengukuran SGPT
dan SGOT menggunakan kit Roche/ Hitachi Cobas C System dan photometer 4010.
Pengukuran kadar BUN dan kreatinin dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer
atau analyzer kimiawi. Semua pengukuran dilakukan di laboratorium klinik Prodia, Yogyakarta.
Dari MAT diketahui 53 sapi positif leptospirosis disebabkan oleh 8 serovar Leptospira,
yaitu 23 (43,4%) serovar Hardjo, 12 (22,6%) Ichterohaemorrhagiae, 8 (15,1%) Rachmati, 5
(9,4%) Bataviae, 3 (5,7%) Javanica, 2 (3,8%) Pyrogenes, dan 2 (3,8%) Canicola. Sebanyak
4 sapi (7,5%) terinfeksi lebih dari 1 serovar Leptospira. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan
semua sapi dalam kondisi sehat. Menurut Bolin (2003) gejala klinis leptospirosis sangat
tergantung dari serovar dan kepekaan hospes, pada hewan muda gejala klinis lebih tampak.
Banyak infeksi Leptospira bersifat subklinis yang hanya bisa diketahui dengan mendeteksi
adanya antibodi dalam tubuh. Infeksi yang agak ringan biasanya berasal dari sapi yang
terinfeksi serovar Hardjo. Leptospira serovar Pomona pada sapi sering menimbulkan demam
akut yang disertai dengan anemia hemolitika, hemoglobinuria, dan abortus pada sapi bunting
(Bradley, 1999).
Sebanyak 10 sapi positif leptospirosis (19%) mengalami peningkatan kadar SGPT.
Sapi yang terinfeksi serovar Harjo dan Ichterohaemorragiae sekaligus memperlihatkan kadar
SGPT tertinggi, yaitu 165 U/L (3,5 kali dari rerata). Kadar SGOT yang tinggi dijumpai pada dua
sapi (3,8%) yang terinfeksi serovar Celledoni dan Ichterohamorhagiae. Menurut Kaneko and
Cornelius (1980) tingginya kadar SGOT tidak selalu disebabkan oleh nekrosis hati, namum
bisa karena kondisi penyakit, nutrisi hewan, ataupun nekrosis jaringan. Dalam hati, Leptospira
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer disertai dengan kolestasis intrahepatik
(Seguro et al.,1990; Burth et al., 2005). Attia (2014) melaporkan bahwa sapi yang terinfeksi
Leptospira mengalami peningkatan enzim SGOT dan SGPT secara signifikan karena
pembebasan toxin atau reaksi imunologik.
Tidak satupun sapi memiliki kadar BUN di atas normal. Sebanyak 8 sapi (15%)
mengalami peningkatan kadar kreatinin. Kenaikan kadar ureum dalam darah disepakati
sebagai akibat dari kerusakan ginjal hanya jika disertai dengan hasil pemeriksaan urin
(urinalisis) yang mendukung dan diperkuat dengan gejala klinis pendukung diagnosis (Dukes,
1977). Gangguan ginjal akibat infeksi leptospirosis merupakan komplikasi yang sering dan
ditandai dengan kerusakan pada interstitial dan tubular karena efek nefrotoksik dan toxin
14
Leptospira yang menginduksi respon imun (Cerqucira et al., 2008). Gangguan tersebut dapat
bervariasi dari subklinis sampai gangguan ginjal akut yang parah, yang biasanya diikuti
dengan peningkatan BUN dan kreatinin (Daher et al., 2004). Pada penelitian ini, sapi yang
mengalami kenaikan kadar kreatinin tidak memberikan gejala klinis. Menurut Maxie (1993) dan
Uzal et al. (2002) Lesi Focal Chronic Interstitial Nephritis umum ditemukan pada ternak yang
sehat secara klinis.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa leptospirosis pada sapi di Kulon Progo dan
Sleman bersifat subklinis. Leptospirosis pada sapi tidak selalu menimbulkan gangguan fungsi
hati maupun ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Attia, E.R.H., and Mosallam, T.E. 2014. Serological and Biochemical Studies on Bovine
Leptospirosis. Med. Journal. Vol 60(141), 171-175.
Bolin, C.A. 2003. Diagnosis and Control of Bovine Leptospirosis in Proceeding of 6th Western
Dairy Management Conference. 12-14, 155-159
Bover, P., and Yersin . 1999. Factor Assosiated with Clinical Leptospirosis, A Population
Based-Control Study in Seychelles, American Journal Tropical Medicine and Hygiene,
583-590.
Burth, P., Younes-Ibrahim, M., Santos, MC., Castro-Faria, NHC., and De-Casto, F.M.V. 2005.
Role of nonesterified fatty acids in pathophysiological processes of leptospiral infection.
J.Infect Dis. 191(1), 51-57.
Cerqueira, T.B., Athanazio, D.A., Spichle,r A.S., and Seguro, A.C. 2008. Renal involvement in
leptospirosisnew insights into pathophysiology and treatment. Braz J Infect Dis. 12,
248–252.
Daher, E.D.F., Abreau, K.L.S., and Junior, G.B.S. 2010. Leptospirosis-Associated Acute
Kidney Injury. J Bras Nefrol . 32(4):400-407
Dukes, H.H. 1977. Dukes Physiology of Domestic Animal. Swenson MJ, editor. Ed ke-9.
London: Cornell University Press.
Ellis, W.A ., J.J . Obrien, S .O. Nell and D .G. Bryson. 1986 . Bovine leptospirosis: experimental
serovar hardjo infection. Vet. Microbiol. 11, 293-299.
Ettinger, S. 1989. Text book of Veterinary Internal Medicine. WB. Saunders co., Philadelphia,
PA.
15
Faine, S. 1982. Guidelines for the Control of Leptospirosis. World Health Organization,
Geneva. 171
Kaneko, J.J., and Cornelius, C. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. 3 ed.
Academic Press, New York.
Maxie, M.G. 1993. Pathology of Domestic Animals. Di dalam: Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer
N. Pathology of Domestic Animals. Fourth Edition. Vol.4.California. USA: Academic
Press.
Rad. M.A ., A. Zeinali, J. Vand Yous Ofi, A.H. Tabatabayi and S. Bokaie. 2004. Seroprevalence
and bacteriological study of canine leptospirosis in Tehran and its suburban areas.
Iranian J. Vet. Res. University of Shiraz 5(2) Ser. (10), 1383, 73-80.
Sasaki, D.M., Pang, L., Minette, H.P., Wakida,C.K., Fujimoto,W.J., Manea, S.J., Kunioka, R,
and Middleton, C.R. 1993. Active Suveillence and Risk Factor for Leptospirosis in
Hawai. Am. J. Trop. Med. Hyg. 48(1), 35-43.
Seguro, A.C., Lomar, A.V., and Rocha, A.S. 1990. Acute renal failure of leptospirosis:
nonoliguric and hypokalemic forms. Nephron 55(2), 146–151.
Uzal, F.A., Dobrenov, B., Smythe, L., Norris, M., Dohnt, M., and Symonds, M. 2002. A study
of White spotted Kidneys in Cattle, Veterinary Microbiology 86, 369-375.
WHO. 2003. Human Leptospirosis: Guidance for Diagnosis, surveillance and control. WHO
Library Catalouing-in-Publication Data, Malta. 51.
16