Anda di halaman 1dari 36

EPIDEMIOLOGI INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA DI INDONESIA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

GUNTUR GURITNO

NPM: 19700065

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021/2022
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI

EPIDEMIOLOGI INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA DI INDONESIA

Oleh:

Guntur Guritno

NPM: 19700065

Telah diuji pada

Hari : ………………………….

Tanggal : .…………………………

Dan dinyakan lulus oleh:

Pembimbing Penguji

Prof. Soedarto, dr., DTM&H., PhD., SpPark Dr. Wike Herawaty, drg., M.Kes
NIK NIK

ii
HALAMAN PESETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

EPIDEMIOLOGI INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:
Guntur Guritno

NPM: 19700065

Menyetujui untuk diuji


Pada tanggal:……………………….

Pembimbing Penguji

Prof. Soedarto, dr., DTM&H., PhD., SpPark Dr. Wike Herawaty, drg., M.Kes
NIK NIK

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penuIis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dimana

atas berkat serta karunia-NyaIah, penuIis mampu menyeIesaikan ProposaI Tugas

Akhir dengan juduI “Epidemiologi Infeksi Trichuris Trichiura di Indonesia”.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami epidemiologi infeksi trichuris trichiura

di Indonesia. Tugas Akhir ini dapat terseIesaikan karena dukungan dari berbagai

pihak. OIeh sebab itu pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa teIah mengaruniakan nikmat dan hidayanya kepada

penuIis sehingga penuIis dapat menuIis tugas akhir ini dengan baik.

2. Prof. Suhartati, dr., MS., Dr., sebagai Dekan FakuItas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya yang teIah memberikan kesempatan kepada

penuIis menuntut iImu di FakuItas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya.

3. Prof. Soedarto, dr., DTM&H., PhD., SpPark sebagai dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan dalam menyeIesaikan

Tugas Akhir ini.

4. Dr. Wike Herawaty, drg., M.Kes sebagai dosen penguji Tugas Akhir yang

teIah memberikan masukan dan arahan daIam mengerjakan Tugas Akhir ini.

Segenap Tim Pelaksana Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memfasilitasi proses penyelesaian

Skripsi.

5. Seluruh keluarga besar saya dan teman-teman yang telah memberikan doa

iv
dan dukunga ndalam menyelesaikan tugas akhir ini.

PenuIis sangat menyadari bahwa penuIisan Tugas Akhir ini masih banyak

memerlukan kritik dan saran supaya lebih sempurna lagi, oIeh karena itu penuIis

sangat mengharapkan segaIa masukan demi lebih baiknya tuIisan ini.

Akhirnya penuIis sangat berharap semoga Poposal Tugas Akhir ini akan

memberikan manfaat untuk pembaca dan pihak yang terkait

Surabaya, 3 November 2021

PenuIis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

HALAMAN PESETUJUAN................................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

DAFTAR ISI..........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL............................................................ix

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan masalah....................................................................................6

C. Tujuan......................................................................................................6

D. Manfaat....................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8

A. Trichuris Trichiura..................................................................................8

BAB III METODE LITERATURE REVIEW..................................................15

A. Desain Penelitian...................................................................................15

B. Kriteria inklusi dan eklusi.....................................................................15

C. Strategi pencarian literatur....................................................................16

D. Sintesis data...........................................................................................17

E. Penelusuran Jurnal.................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel III. 1. Kriteria Inklusi Penelitian................................................... 16

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Telur Trichuris trichiura.................................................. 10

Gambar II. 2 Siklus Hidup Trichuris trichiura...................................... 12

Gambar II.3 Trichuris trichiura betina dan jantan................................ 13

Gambar III.1 Diagram Alur Review Jurnal........................................... 18

viii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

Singkatan

BAB : Buang Air Besar

CR : Case Ratio

ERR : Enginering Research Result

GIS : Geographical Information System

PC : Chemotherapy Preventif

POMP : Pemberian Obat Massal Pencegahan

STH : Soil Transmitted Helminthes

WHO : World Health Organizations

Symbol

% : persen

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang masih

menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, kondisi sanitasi

lingkungan yang kurang baik adalah penyebab utama. Salah satu penyakit

dengan insidennya masih tinggi adalah infeksi kecacingan (Hairani et al.,

2016).

Kecacingan adalah kondisi dimana masuknya parasit (cacing) ke

dalam tubuh manusia dan menyebabkan penyakit tersebut. Penyakit

kecacingan yang paling sering ditemukan antara lain penyakit infeksi cacing

usus yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthes) (Hairani et

al., 2016; Anwar, 2013). Spesies nematoda yang termasuk dalam golongan

Soil Transmitted Helminthes (STH) salah satunya adalah Trichuris trichiura

(cacing cambuk) (Natadisastra dkk, 2009). Trichuris trichiura adalah jenis

cacing cambuk yang menyebabkan kecacingan pada manusia. Penyakit ini

merupakan penyakit endemik dan kronik yang tidak berbahaya, namun bisa

mengganggu kesehatan manusia dan dapat menurunkan kualitas sumber daya

manusia. Penyakit ini mayoritas menyerang anak-anak sehingga

menyebabkan tumbuh kembang anak terganggu terutama mengganggu

perkembangan motorik anak.

1
2

Menurut World Health Organizations (WHO) memberikan gambaran,

870 juta anak tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi. Wilayah yang paling

terkena dampak dunia termasuk Afrika, Asia Selatan, dan Selatan America.

Anak-anak dengan kuku Panjang atau tidak terpotong, kebiasaan tidak

mencuci tangan sebelum makan, bertelanjang kaki, kebiasaan menggigit

kuku, dan mengisap jempol memiliki pengaruh yang signifikan hubungan

dengan infeksi parasit. Ketika sekolah anak-anak lebih mudah sekali terkena

penyakit cacingan saat bermain di halaman sekolah. Tangan mereka menjadi

terkontaminasi dengan tanah, dan akan terinfeksi ketika mereka memasukkan

jari yang terkontaminasi dengan cacing ke dalam mulut (Riaz, 2020).

World Health Organizations (WHO) memperkirakan bahwa

kecacingan yang ditularkan melalui tanah berkontribusi sebagai penyebab

kecacatan terhadap 5,18 juta penderita keccaingan di dunia pada tahun 2010

dan Soil Transmitted Helminthes (STH) ini termasuk cacing tambang

(Necator americanus dan Ancyclostoma duodenale), cacing cambuk

(Trichuris trichiura), dan cacing gelang (Ascaris lumbricoides) (Riaz, 2020).

Asia Tenggara termasuk Indonesia sangat sesuai untuk perkembangan parasit

karena letak geografis yang beriklim tropis. Geographical Information

System (GIS) menyatakan penyebaran Soil Transmitted Helminthes (STH)

seluruh pulau di Indonesia , dengan prevalensi tertinggi terdapat di Papua dan

Sumatera Utara yaitu sekitar 50% hingga 80%. Prevalensi, intensitas tertinggi

pada anak presekolah dan Sekolah Dasar. Pada penelitian yang dilakukan
3

Kapti dkk yang bertempat di Bali didapatkan pada rentang waktu 2003

sampai 2007 prevalensi infeksi cacing usus pada anak Sekolah Dasar maupun

anak sebelum sekolah di daerah Bali tergolong tinggi tepatnya berkisar di

antara 40,94% sampai 92,4%. Daerah atau lingkungan dengan suhu yang

tinggi, kelembaban tinggi dan kurangnya sanitasi membuat parasit itu

berkembang biak dengan cepat dan sangat menguntungkan bagi Soil

Transmitted Helminthes (A.lumbricoides, T.trichiura, hookworm dan

S.stercoralis) untuk dapat melangsungkan siklus hidupnya (Dewi, 2017).

Berdasarkan jurnal penelitian oleh Niluh Gede Dian Ratna Dewi pada

tahun 2017, beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan antara

lain: faktor sosial ekonomi, status gizi, penataan kesehatan lingkungan,

higienitas, sanitasi serta pendidikan dan perilaku individu. Suatu penelitian di

Ethiopia sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi yang buruk merupakan

penyebab utama infeksi cacing usus (Sorensen W, 2011 dalam Niluh Gede

Dian Ratna Dewi, 2017). Infeksi cacing berpengaruh juga pada faktor sanitasi

contohnya adalah sanitasi pribadi yang sangat rendah (perilaku hidup bersih

dan sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah Buang

Air Besar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di tempat sembarangan

yang kebersihannya tidak dapat dikendalikan, perilaku BAB yang

sembarangan sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran tanah dan

lingkungan oleh feses yang ada telur cacingnya serta ketersediaan air bersih

yang tadak memadai. (Mara, 2010).


4

Beberapa faktor diatas seringkali menyebabkan munculnya infeksi

yang dapat menyebabkan peradangan, gangguan gizi dan sistem kekebalan

tubuh dan akhirnya dapat menyebabkan keterbelakangan perkembangan fisik

dan mental pada anak dan kapasitas dan kualitas fisik/kerja yang terbatas.

Pada saat ini, Chemotherapy Preventif (PC) yang dapat diterapkan adalah

dengan diberikannya obat anthelmintik secara berkala kepada pernderita yang

sebabkan terkena infeksi kecacingan tanpa diagnosis sebelumnya, sebagai

dasar pengendalian cacing yang diajukan oleh World Health Organisasi

(WHO) akan mengurangi beban STH. Pengendalian Cacing (PC)

diimplementasikan dengan cara Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP)

tahunan dan target yang direkomendasikan pada populasi telah diperluas, dari

hanya anak usia sekolah sampai anak yang lebih muda (usia 1-5 tahun),

remaja putri (10–19 tahun), wanita usia subur (15–49 tahun) dan wanita hamil

setelah trimester pertama di daerah dengan prevalensi STH 20%. Dua kali

setahun frekuensi POMP direkomendasikan dalam kasus prevalensi tinggi (>

50%). Albendazole, salah satu dari dua obat utama digunakan untuk POMP,

dianggap aman dan dapat digunakan dengan baik, namun obat albendazole ini

tidak pas atau tidak tepat untuk menghambat infeksi. Pemakaian Albendazole

ini menunjukkan angka kesembuhan tinggi yang memuaskan (CR) (96%) dan

tingkat pengurangan telur (ERR) (> 98%) terhadap A. lumbricoides, tetapi

keefektifan terhadap cacing tambang lebih rendah (CR = 80% dan ERR =

90%) dan terhadap Trichuris trichiura sangat rendah dengan CR 31% dan

ERR 50%. Selain itu, obat ini telah digunakan selama lebih dari tiga decade,
5

dan selama penggunaannya menunjukkan tren penurunan insidensi dari waktu

ke waktu, meskipun resistensi sejauh ini belum didokumentasikan

penggunaannya pada manusia. Penggunaan albendazole mempunyai

keefektifan yang masih kurang, terutama terhadap Trichuris trichiura, potensi

munculnya resistensi dari penggunaan jangka panjang, baik untuk kebutuhan

darurat untuk pengembangan baru pengobatan terhadap infeksi STH, tetapi

juga kebutuhan untuk mengoptimalkan skema pengobatan saat ini. Pemberian

obat standar bersama dengan obat cacing lainnya, seperti ivermectin, bisa

menjadi cara untuk mencapai dampak universal pada semua spesies STH

(Patel dkk, 2019).

Upaya terapi dengan pengobatan anthelmintic yang masih belum

memberikan prognosa yang baik dan berdampak terhadap penurunan kasus

infeksi kecacingan di Indonesia, karena menurut penelitian lain oleh

Elmiyanti tahun 2018 menyatakan dalam jurnalnya bahwa penyakit

kecacingan di Indonesia mempunyai prevalensi yang masih tinggi dengan

persentase 45-46% dan banyak menyerang anak-anak karena pada usia anak

banyak bermain di area tanah, yang menjadi tempat hidup cacing, sehingga

masih banyak pula kasus gangguan tumbuh kembang pada anak yang

menjadikan pertumbuhan anak di Indonesia sering dikatakan lambat. Maka

dari itu, berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan

literature review tentang epidemiologi infeksi Trichuris trichiura di

Indonesia.
6

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah salam studi

literature ini yaitu bagaimana epidemiologi infeksi Trichuris trichiura di

Indonesia?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memahami epidemiologi infeksi Trichuris trichiura di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi penyakit yang disebabkan Trichuris trichiura.

b. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat yang terinfeksi Trichuris

trichiura.

c. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi Trichuris

trichiura.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi

Dapat memberikan gambaran pengetahuan bagi peserta didik tentang

bagaimana kondisi penyakit kecacimgan di Indonesia sampai saat ini.

2. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan wawasan tentang apa itu penyakit kecacingan dan

dampaknya bagi manusia baik dewasa dan anak-anak, sehingga

masyarakat mampu melakukan pencegahan penyakit kecacingan.


7

3. Bagi Pengembangan Ilmu

Dapat memberikan bahan baca atau referensi pengetahuan mengenai

kondisi endemik kecacingan Trichuris trichiura di Indonesia, sehingga

dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan.

4. Bagi Diri Peneliti

Dapat menambah wawasan agar pengetahuan lebih luas dan mengasah

kemampuan, dalam melakukan review pada jurnal-jurnal penelitian baik

nasional maupun jurnal internasional, serta dapat memberikan penjelasan

menyeluruh tentang bagaimana perkembangan penyakit kecacingan di

Indonesia, baik angka kejadian, dan dampak bagi kelangsungan hidup

masyarakat Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Trichuris Trichiura

Trichuris trichiura (cacing cambuk). Cacing Trichuris trichiura ini

secara menyeluruh berbentuk seperti cambuk maka dari itu cacing ini sering

disebut dengan cacing cambuk . Trichuris trichiura merupakan nematoda

usus penyebab penyakit trikuriasis. Trikuriasis merupakan beberapa penyakit

cacing yang banyak menginfeksi pada manusia. Sekitar 900 juta orang pernah

terinfeksi dengan cacing ini (Soedarmo dkk., 2010). Ketika cacing tumbuh

besar dan menjadi cacing dewasa, cacing ini akan melekat pada mukosa usus

penderita terutama di daerah sekum dan kolon, dengan membenamkan

kepalanya didalam dinding usus. Cacing cambuk ini kadang-kadang

ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal (Soedarto, 2011).

Hospes cacing Trichuris trichiura ini adalah manusia. Cacing ini bersifat

kosmopolit, pada daerah panas, kotor, sanitasi yang kurang dan lembab

cacing ini mudah ditemukan, seperti di Indonesia (Supali, 2008).

Infeksi Trichuris trichiura sangat sering terjadi di daerah tropis dan

prevalensinya sanyak banyak (lebih dari satu miliar manusia yang sudah

terinfeksi cacing ini). Di Amerika Serikat dan sekitarnya, cacing cambuk

jenis nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi seseorang setelah

Enterobius. Umumnya, cacing ini baanyak ditemukan di daerah beriklim

8
9

tropis, dimana iklim tropis sangat identic dengan hangat, hujan deras, dan

kondisi sanitasi yang jelek atau tidak bagus dengan polusi tanah. Biasanya

anak-anak sekolah dasar maupun prasekolah akan lebih sering terinfeksi

cacing cambuk dari pada orang dewasa dikarenakan anak-anak memiliki

kecenderungan senang bermain yang kotor dan tidak mencuci tangan sehabis

main sehingga lebih besar untuk kontak fisik dengan tanah yang

terkontaminasi karena sering bermain di tanah, di mana tanah itu adalah

tempat berkembang biaknya cacing cambuk (Bogitsh dkk, 2005). Klasifikasi

Trichuris trichiura adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Enoplida

Famili : Trichuridae

Genus : Trichuris

Spesies : Trichuris trichiura (Irianto, 2009).

Panjang cacing Trichuris trichiura dewasa kurang lebih 4 cm dan

cacing betina dewasa panjangnya kurang lebih 5 cm. Bagian anteriornya pun

halus seperti cambuk, tetapi bagian ekor lurus berujung tumpul. Tiga perlima

bagian anterior tubuh cacing berukuran kecil seperti cambuk. Dua perlima

bagian posterior tubuh cacing melebar, bagian yang melebar ini berisi usus

dan alat reproduksi. Bagian posterior cacing betina bentuknya membulat

tumpul. Vulva cacing terletak di perbatasan bagian tubuh anterior dengan


10

bagian tubuh posterior. Bagian posterior cacing jantan melingkar dan terdapat

satu spikulum dengan selubung yang retraktil (Margono, 2008).

Morfologi cacing Trichuris trichiura terdiri dari 3 per 5 bagian

anterior tubuhnya halus seperti benang dan diujungnya terdapat kepala,

esophagus sempit berdinding tipis terdiri dari satu sel, tidak memiliki bulbus

esophagus. Untuk menancapkan diri pada mukosa usus dilakukan oleh bagian

anterior yang halus. 2 per 5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus, dan alat

kelamin cacing. Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek daripada betina,

cacing jantan berukuran (3-4 cm) dari pada betina dengan ujung posterior

yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan

ujung posterior berbentuk bulat. Telur berukuran 30–54x23 mikron dengan

bentuk yang sangat khas seperti tong (lonjong) (barrel shape) dan pada kedua

ujungnya yang berwarna transparan”.

Gambar II. 1 Telur Trichuris trichiura


11

Telur yang keluar bersama kotoran manusia ini adalah telur dalam

keadaan yang belum sempurna (belum membelah) sehingga telur ini tidak

infektif. Telur ini perlu pematangan di tanah dikarenakan di tanah cenderung

lebih hangat dan curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi pematangan

telur cacing, pematangan diperkirakan sekitar 3 sampai 5 minggu sampai

terbentuk telur infektif yang berisi embrio di dalamnya yang nantinya embrio

ini akan menjadi telur cacing. Manusia dapat terinfeksi jika telur yang infektif

ini tertelan hingga ke usus halus. Selanjutnya di bagian proksimal usus halus

setelah itu telur akan menetas, keluar menjadi larva dan menetap selama 3-10

hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap dalam

beberapa tahun ketika di usus besar ini lah cacing juga bisa menginfeksi

penderita. Namun, dapat diketahui bahwa larva tidak mengalami perpindahan

dalam sirkulasi darah ke paru-paru (Rusmartini, 2009).

Telur cacing Trichuris trichiura bentuknya seperti guci biasanya

berukuran 50x25 mikron, kulit bagian luar berwarna kuning, kulit bagian

dalam transparan dan kedua kutubnya mempunyai operculum, yaitu menon

jol di dinding dan mempunyai penutup warnyanya jernih, terdiri atas dua

lapis disebut dengan mukoid plug (Gambar 2) (Natadisastra dkk, 2009). Telur

cacing cambuk dapat menginfeksi melalui makanan yang terkontaminasi telur

cacing (tidak dicuci dengan bersih atau dimasak kurang matang). Larva ini

nantinya akan menetas di dalam duodenum (bagian dari usus halus) kemudian

menetas, menembus dan berkembang di mukosa usus halus, serta menjadi

dewasa di sekum, akhirnya melekat pada mukosa usus besar.


12

Siklus ini berlangsung selama kurang lebih 3 bulan. Cacing dewasa

akan hidup selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan

menghasilkan 3.000 sampai 20.000 telur setiap harinya (Lubis, 2012). Telur

yang telah dibuahi selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh manusia atau

hospes bersama dengan kotoran manusia. Telur tersebut akan matang dalam

waktu 3 sampai 6 minggu pada lingkungan yang sesuai sehingga, yaitu pada

tanah lembab dan tempat yang teduh sehingga cacing dapat berkembang biak

dengan baik. Telur matang secara sempurna adalah telur yang berisi larva dan

merupakan bentuk infektif dari Trichuris trichiura.

Gambar II. 2 Siklus Hidup Trichuris trichiura

Masa pertumbuhan di mulai dari telur yang tertelan oleh manusia,

selanjutnya cacing dewasa betina meletakkan telur kurang lebih selama 30

sampai 90 hari (Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI, 2008). Hospes

definitive cacing ini adalah manusia dan Trichuris trichiura tidak


13

membutuhkan hospes intermediet (Natadisastra dkk, 2009). Telur yang

dihasilkan tidak akan berkembang bila berada di lingkungan yang terpapar

sinar matahari secara langsung dan akan mati bila berada pada suhu dibawah

-9◦C atau diatas 52◦C. Cacing cambuk dewasa umumnya ditemukan pada

epitel sekum atau kolon. Akan tetapi, pada infeksi berat cacing dewasa juga

bisa ditemukan pada apendiks, rektum, atau bagian distal ileum (Stephenson,

2013).

Gambar II. 3 Trichuris trichiura betina dan jantan

Infeksi ringan oleh Trichuris trichiura umumnya tidak ditemukan

gejala atau disebut asimtomatik. Gastrointestinal yang nonspesifik akan

menunjukan gejala mual, muntah, nyeri abdomen, diare dan konstipasi, yaitu

infeksi lebih berat atau akut (Prasetyo & Tantular, 2011). Pasien yang

mengalami infeksi kronis Trichuris trichiura menunjukan gejala klinis seperti

anemia, tinja yang bercampur darah, sakit perut, kekurangan berat badan dan

prolaps rectal yang berisi cacing pada mukosa rectum (Irianto, 2009). Cacing
14

dewasa di dalam kolon dan rektum memasukan kepalanya ke dalam mukosa

usus sehingga mengakibatkan iritasi dan luka. Cacing cambuk dewasa

menghisap darah setelah itu akan menyebabkan luka pada mukosa usus,

sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan anemia (Prasetyo & Tantular,

2011). Diterapkan pencegahan untuk mengurangi infeksi Trichuris trichiura

dengan cara memutus rantai infeksi Trichuris trichiura dengan diberikannya

obat pada anak yang terinfeksi Trichuris trichiura dan memberi pemahaman

kepada keluarga penderita maupun penderita akan pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat (Irianto, 2013).

Trichuris trichiura termasuk kelompok cacing yang ditularkan melalui

tanah dalam bentuk yang sudah infektif. Infeksi cacing ini bisa disebut

Trichuriasis. Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat yang

lingkungannya kumuh, miskin dengan fasilitas sanitasi yang kurang baik.

Prevalensi infeksi berhubungan dengan usia, tertinggi adalah anak-anak usia

6 sampai 12 tahun berarti bisa dikatakan anak anak sekolah dasar. Transmisi

dipercepat dengan sanitasi yang buruk dan tanah yang hangat, karena cacing

ini sangat suka didaerah yang seperti itu. Tangan dapat terkontaminasi dengan

telur cacing jika seseorang melakukan kontak langsung dengan tanah dan

tidak mencuci tangan, memegang makanan dan langsung memakannya

sehingga cacing ini bisa tertelan (Notoatmodjo, 2010). Pencegahan yang

utama dapat dilakukan secara personal dengan cara :

a. Membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran

lingkungan oleh telur cacing.


15

b. Mencuci tangan sebelum makan menggunakan sabun.

c. Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum

dikonsumsi.

d. Masyarakat di edukasi masalah penyakit kecacingan. (Hadidjaja,

2011).
BAB III

METODE LITERATURE REVIEW

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah Literature Review atau tinjauan pustaka.

Studi literature review adalah cara yang dipakai untuk megumpulkan data

atau sumber yang berhubungan pada sebuah topik tertentu yang bisa didapat

dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, internet, dan pustaka lain.

B. Kriteria inklusi dan eklusi

1. Tipe Studi

Desain penelitian yang diambil dalam penulusuran ilmiah ini adalah Mix

methods studi, survey studi, experimental studi, cross sectional studi,

analisis komparasi, kualitatif studi, analisis korelasi.

2. Tipe intervensi

Intervensi utama yang ditelaah pada penulusuran ilmiah ini adalah

epidemiologi infeksi Trichuris trichiura di Indonesia.

3. Hasil Ukur

Outcome yang di ukur dalam penulusuran ilmiah ini adalah epidemiologi

infeksi Trichuris trichiura di Indonesia.

16
17

C. Strategi pencarian literatur

Penelusuran artikel publikasi pada academic search complete,

medline with full text, Proquest dan Pubmed, EBSCO menggunakan beberapa

kata kunci yang dipilih yakni : Epidemiologi, Trichuris trichuria. Artikel atau

jurnal yang sudah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi diambil untuk

selanjutnya dianalisis. Literature Review ini menggunakan literatur terbitan

tahun 2013-2018 yang dapat diakses fulltext dalam format pdf dan scholarly

(peer reviewed journals).

Kriteria jurnal yang direview adalah artikel jurnal penelitian berbahasa

Indonesia dan Inggris dengan subyek manusia berbagai umur, jenis jurnal

artikel penelitian bukan literature review dengan tema epidemiologi Trichuris

trichiura. Jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan terdapat

epidemiologi Trichuris trichiura dari angka kejadian, hasil penelitian yang

dilakukan review. Kriteria jurnal yang terpilih untuk review adalah jurnal

yang didalamnya terdapat tema epidemiologi Trichuris trichiura.

Kritera inklusi penelitian dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel III. 1 Kriteria Inklusi Penelitian

Jangka waktu Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 5


tahun

Waktu (2011-2021)

Bahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Subyek Manusia Semua Umur

Jenis jurnal Original artikel penelitian (bukan review


penelitian) Tersedia full text
18

Tema isi jurnal Tema epidemiologi, Trichuris trichiura

D. Sintesis data

Literature review ini di sintesis menggunakan metode naratif dengan

mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil

yang diukur untuk menjawab tujuan Jurnal penelitian yang sesuai dengan

kriteria inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi

nama peneliti, tahun terbit jurnal, negara penelitian, judul penelitian, metode

dan ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan jurnal penelitian tersebut

nantinya akan dimasukan ke dalam tabel diurutkan sesuai alphabet dan tahun

terbit jurnal dan sesuai dengan format tersebut di atas. Untuk lebih

memperjelas analisis abstrak dan teks penuh jurnal dibaca dan dicermati.

Ringkasan jurnal tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap isi

yang terdapat di dalam tujuan penelitian dan hasil atau temuan penelitian.

Analisis yang di pakai menggunakan 28 analisis isi jurnal, kemudian

dilakukan koding terhadap isi jurnal yang direview menggunakan. Data yang

sudah terkumpul kemudian dicari persamaan dan perbedaannya lalu dibahas

untuk menarik kesimpulan.

E. Penelusuran Jurnal

Berdasarkan hasil penelusuran di Google Schoolar, Pub Med, Ebsco

dan Proquest dengan kata kunci Trichuris trichiura. Peneliti menemukan


19

2536 jurnal yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Sebanyak 453 jurnal dari

jurnal yang ditemukan sesuai kata kunci pencarian tersebut kemudian

dilakukan skrining, 187 jurnal dieksklusi karena tidak tersedia artikel full

text. Asesment kelayakan terhadap 266 jurnal full text dilakukan, jurnal yang

duplikasi dan tidak sesuai kriteria inklusi dilakukan eksklusi sebanyak 231,

sehingga didapatkan 35 jurnal full text yang dilakukan review.

2536 jurnal ditemukan lewat internet


sesuai kata kunci

453 jurnal dilakukan skrining 187 jurnal dieksklusi

231 jurnal full text dieksklusi


266 jurnal full text dilakukan asasemen karena duplikasi dan tidak sesuai
kelayakan kriteria inklusi

35 jurnal full text dilakukan review

Gambar III. 1 Diagram Alur Review Jurnal

F. Kerangka Pendekatan Masalah

Kerangka konsep dari penelitian menggunakan kosnep segitiga epidemiologi

yang dapat di lihat sebagai berikut :


20

Epidemiologi infeksi
Trichuris trichiura

Pengumpulan data relevan

Faktor resiko

Host Enviroment Agent

Mencuci tangan Struktur Tanah, Iklim Jangan menggunakan


sebelum makan dan temperatur kotoran sebagai pupuk
menggunakan sabun, lingkungan untuk tanaman, berikan
makanan dimasak kemoterapi dosis tinggi
terlebih dahulu, setiap 6 bulan sekali
Membuang tinja pada
tempatnya sehingga
tidak membuat
pencemaran
lingkungan oleh telur
cacing.

Gambar III.1 Diagram Pendekatan Masalah


21

Berdasarkan kerangka pendekatan masalah diatas, maka tujuan studi

litetatur review ini bertujuan untuk mengetahui tentang epidemiologi infeksi

Trichuris trichiura.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, YA. Irawati, N. Masri, M. 2016. Hubungan Antara Higiene Perorangan


Dengan Infeksi Cacing Usus (Soil Transmitted Helminths) Pada Siswa
SDN 25 dan SDN 28 Kelurahan Purus Kota Padang Sumatera Barat Pada
2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 5 (3), 600-607.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.584
Bedah, S. Syafitri, A. 2018. Infeksi Kecacingan Pada Anak Usia 8-14 Tahun Di
Rw 007 Tanjung Lengkong Kelurahan Bidaracina, Jatinegara, Jakarta
Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10 (1), 20-31. https://doi.org/10.37012
Bogitsh, B. J., C. E. Carter., T. N. Oeltmann. 2005. Human Parasitology.
Elsevier. London.
Charisma, AM. Dewantari, VB. Anwari, F. 2021. Survei Kebersihan Personal
Dengan Keberadaan Telur Trichuris Trichiura Pada Kuku Petugas
Kebersihan di Krian, Sidoarjo. Jurnal Media Analis Kesehatan, 12 (1), 1-
8. https://doi.org/10.32382/mak.v12i1.1714
Dewi, Ni Luh Gede Dian Ratna. Laksmi, DAAS. 2017. Hubungan Perilaku
Higienitas Diri Dan Sanitasi Sekolah Dengan Infeksi Soil Transmitted
Helminths Pada Siswa Kelas Iii-Vi Sekolah Dasar Negeri No. 5 Delod
Peken Tabanan Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 6 (5) , 1-4.
Dige, A. Rasmussen, TK. Nejsum, P. Madsen, RH. Williams, AR. Aghnolt, J.
Dahlerup, JF. Hvas, CL. 2016. Mucosal and systemic immune modulation
by Trichuris trichiura in a self-infected individual . Original Paper, 1-19.
https://doi.org/10.1111/pim.12394
Dunn, JC. Turner, HC. Tun, A. Anderson, RM. 2016. Epidemiological surveys
of, and research on, soil-transmitted helminths in Southeast Asia: a
systematic review. Dunn et al. Parasites & Vectors, 9:31, Page 1-13.
https://doi.org/10.1186/s13071-016-1310-2
Elmiyanti. Marzuki, S. Afriliany, CW. 2018. Hubungan Kebersihan Dengan
Kejadian Cacingan Pada Anak Balita di Kecamatan Krueng Barona Jaya
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017. JURNAL ACEH MEDIKA, 2 (1),
14-18. https://doi.org/10.18535/jmscr/v5i10.88
Else, JK. Keiser, J. Holland, CV. Grencis, RK. Sattelle, DB. Fujiwara, RT. Bueno,
LL. Asaolu, SO. Sowemimo, OA. Cooper, PJ. 2020. Whipworm and
roundworm infections. Nature Reviews | Disease Primers, 6:44, Page 1-23.
https://doi.org/10.1038/s41572-020-0171-3

22
23

Hadidjaja P., & Margono S. S. 2011. Dasar Parasitologi Klinik Edisi 1. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hairani, B. Indriyati, L. 2016. Prevalensi Trichuriasis pada Anak di Sekolah


Dasar Negeri Harapan Maju: Studi Kasus di Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Vektor Penyakit, 10 (1), 25-32.
http://dx.doi.org/10.22435/vektorp.v10i1.6254.25-32

Hansen, EP. Tejedor, AM. Hansen, TVA. Dahlerup, JF. Nejsum, P. 2015. Faecal
egg counts and expulsion dynamics of the whipworm, Trichuris trichiura
following self-infection. Journal of Helminthology, Cambridge University
Press 2015, page 1 of 5. . https://doi.org/10.1017/S0022149X1500019X

Helmalia, F. Fadhliani. 2019. Pemeriksaan Feses Untuk Penentuan Infeksi


Parasit Di RSUD Langsa. Jurnal Biologica Samudra 1 (2): 16-21.

Irianto, K. 2009. Parasitologi, Berbagai Penyakit Yang Mempengaruhi


Kesehatan manusia, Yrama Widya. Bandung

Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis: Medical Parasitolog. Bandung: Alfabeta

Ishizaki, Y. Kawashima, K. Gunji, N. Onizawa, M. Hikichi, T. Hasegawa, M.


Ohira, H. 2021. Trichuris trichiura Incidentally Detected by Colonoscopy
and Identified by a Genetic Analysis: A Case Report. Intern Med Advance
Publication, 1-5. https://doi.org/10.2169/internalmedicine.8012-21

Izurieta, R. Ortiz, MR. Capello, TO. 2018. Trichuris Trichiura. Global Water
Pathogen Project, Page 1-23.

Jodjana, E. Majawati, ES. 2017. Gambaran Infeksi Cacing Trichuris trichiura


pada Anak di SDN 01 PG Jakarta Barat. J. Kedokteran Meditek, 23 (61),
32-40.

Juhairiyah. Indriyati, L. Hairani, B. Fakhrizal, D. 2020. Kontaminasi Telur Dan


Larva Cacing Usus Pada Tanah Di Desa Juku Eja Kabupaten Tanah
24

Bumbu. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia 19 (2), 127-132.


https://doi.org/10.14710/jkli.19.2.127-132

Krishnandita, M. Swastika, IK. Sudarmaja, IM. 2019. Prevalensi Dan Tingkat


Pengetahuan Mengenai Infeksi Soil Transmitted Helminth Pada Siswa
Sdn 4 Sulangai, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Medika Udayana, 8 (6),
1-10.

Lubis, A.D. 2012. Perbandingan Efektivitas Albendazole 5 Dan 7 Hari Pada


Infeksi Trichuris trichiuria. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/33859

Mara, D. Lane, J. Scott, B. Trouba, D. 2010. Sanitation and Health. PLoS Med
7(11): e1000363. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1000363

Margono SS, Supali T, Abidin SAN. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran ed
4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Cetakan ke-4.
Jakarta: Balai penerbit FKUI

Margono S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.

Mau, F. Mulatsih. 2017. Prevalence and Intensity of Soil-Tansmitted Helminth


Infections Among Elementary School Students in West Sumba and Central
Sumba Districts East Nusa Tenggara, Indonesia. Journal Of Medical
Science And Clinical Research, Vol. 5, 28988-28994.
https://doi.org/10.18535/jmscr/v5i10.88

Mulyowati, T. 2017. Identifikasi Telur dan Larva Nematode Usus Golongan Soil
Transmitted Helmint pada Feces Anak Kelompok Bermain Al Kautsar
Mojosongo Kecamatan Jebres Surakarta. Biomedika, 10 (1), 19-22.

Nasution, RKA. Nasution, BB. Lubis, M. Lubis, IND. 2019. Prevalence and
Knowledge of Soil-Transmitted Helminth Infections in Mandailing Natal,
North Sumatera, Indonesia. Macedonian Journal of Medical Sciences, 7
(20) : 3443-3446. https://dx.doi.org/10.3889%2Foamjms.2019.441
25

Natadisastra et al. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. EGC. Jakarta

Ningsi, RW. Hasanuddin, ARP. Risnawati. 2021. Identifikasi Infeksi Kecacingan


Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonto Bangun. Jurnal TLM
Blood Smear, 2 (1), 13-18.

Novianty, S. Pasaribu, HS. Pasaribu, AP. 2018. Faktor Risiko Kejadian


Kecacingan pada Anak Usia Pra Sekolah. J Indon Med Assoc, 68 (2), 86-
92. https://doi.org/10.47830/jinma-vol.68.2-2018-91

Nurhalina. Desyana. 2018. Gambaran Infeksi Kecacingan Pada Siswa SDN 1-4
Desa Muara Laung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan
Tengah Tahun 2017. Jurnal Surya Medika, 3 (2), 41-53.
https://doi.org/10.33084/jsm.v3i2.97

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Paisal. Hairani, B. Haryanti, E. Indriyati, L. 2017. Dampak Tingginya Prevalensi


Trichuris Trichiura Terhadap Kebijakan Pengobatan Massal Kecacingan
di Tiga SD Di Kabupaten Tanah Bumbu. Jurnal Kebijakan Pembangunan,
12 (1), 77-83.

Patel, C. Hurlimann, E. Keller, L. Hattendorf, J. Sayasone, S. Ali, SM. Ame, SM.


Coulibaly, JT. Keiser, J. 2019. Efficacy and safety of ivermectin and
albendazole co-administration in school aged children and adults infected
with Trichuris trichiura: study protocol for a multi-country randomized
controlled double-blind trial. Patel et al. BMC Infectious Diseases,
19:262, Page 1-10. https://doi.org/10.1186/s12879-019-3882-x

Prasetyo, H. Tantular. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Parasit Usus.


Jakarta: Sagung Seto
26

Phosuk, I. Sanpool, O. Thanchomnang, T. Sadaow, L. Rodpai, R. Anamnart, W.


Janwan, P. Wijit, A. Laymanivong, S. Aung, WPP. Intapan, PM.
Maleewong, W. 2018. Molecular Identification of Trichuris suis and
Trichuris trichiura Eggs in Human Populations from Thailand, Lao PDR,
and Myanmar. Am. J. Trop. Med. Hyg, 98 (1) pp. 39-44.
https://doi.org/10.4269/ajtmh.17-0651

Riaz, M. Aslam, N. Zainab, R. Rehman, AU. Rasool, G. Ullah, MI. Daniyal, M.


Akram, M. 2020. Prevalence, risk factors, challenges, and the currently
available diagnostic tools for the determination of helminths infections in
human. European Journal of Inflammation, Vol 18: 1-15.
https://doi.org/10.1177/2058739220959915

Rihibiha, DD. Aqmalia, RN. 2021. Identifikasi Telur Cacing Nematoda Usus
Pada Siswa SDN Cimerang Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Ilmiah
Analis Kesehatan, 7 (1), 9-15. https://doi.org/10.37012/anakes.v7i1.454

Rivero, J. Sanchez, AMG. Zurita, A. Cutillas, C. Callejon, R. 2020. Trichuris


trichiura isolated from Macaca sylvanus: morphological, biometrical, and
molecular study. Rivero et al. BMC Veterinary Research, 16:445, Page 1-
19. https://doi.org/10.1186/s12917-020-02661-4

Rusmartini T. 2009. Penyakit Oleh Cacing Usus. Dalam: Natadisastra D, Agoes


R (Eds). Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang
Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soedarmo, Sumarmo, S., Herry G, Sri Rezeki SH, Hindra IS. 2010. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Soedarto. 2011. Buku Ajar Helmintologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga


Universitas Press

Stephenson, J., 2013. The Oligochaeta. Oxford: Oxford University Press

Staf pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Buku Ajar Parasitologi


27

Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Subahar, R. Patiah, P. Widiastusi. Aulung, A. Wibowo, H. 2017. Prevalensi Dan


Intensitas Infeksi Ascaris lumbricoides DAN Trichuris trichiura pada
anggota keluarga di Jakarta dan Cipanas, Jawa Barat. Jurnal Profesi
Medika, 11 (1), 16-25. http://dx.doi.org/10.33533/jpm.v11i1.208

Supali T, Margono SS, Abidin SAN. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran ed
4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Cetakan ke-4.
Jakarta: Balai penerbit FKUI

Suriani, E. Irawati, N. Lestari, Y. 2019. Analisis Faktor Penyebab Kejadian


Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Buaya Padang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 81-88.
. https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1121

Syahrir, S. Aswadi. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Kecacingan Pada Siswa SDN Inpres No. 1 Wora Kecamatan Wera
Kabupaten Bima. Higiene, 2 (1), 41-48.

Trasia, RF. 2021. Dampak Lingkungan Terhadap Kejadian Infeksi Parasit. Jurnal
Envi Science, 5 (1), Page 20-24. https://doi.org/10.30736/5ijev.v5iss1.244

Viswanath, A. Yarrapu, SNS. Williams, M. 2021. Trichuris Trichiura. Treasure


Island (FL): StatPearls Publishing, 1-3.

Zahara, NAS. 2021. Tingkat Praveleansi Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar
Di Beberapa Daerah Indonesia. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3
(2), 283-290. https://doi.org/10.37287/jppp.v3i2.3

Anda mungkin juga menyukai