Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia

4.1.1. Subsistem Hulu

Menurut Sudaryanto (2006), Subsistem hulu merupakan kegiatan yang

mencakup semua kegiatan usahatani mulai dari perencanaan, pengelolahan,

pengadaan bahan baku, penyaluran hasil pertanian dan pemanfaatan teknologi

untuk mendapatkan hasil usahatani yang optimal. Aspek-aspek yang ditangani

dalam subsistem hulu meliputi penyediaan sarana produksi pertanian dan

pembelian bahan baku seperti: benih, bibit, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat-

alat pertanian, dan bahan bakar mesin. Berikut fungsi subsistem agribisnis hulu:

1. Fungsi Subsistem Agribisnis Hulu

Subsistem agribisnis hulu meliputi beberapa fungsi sebagai berikut:

a. Menyediakan berbagai sarana produksi pertanian untuk menghasilkan

produk yang optimal dan berkualitas.

b. Memfasilitasi proses pembelajaran usahatani bagi petani dan

mempermudah petani dalam merintis usahatani, karena mendapatkan

bimbingan secara materi maupun teknis.

c. Memberikan bimbingan berupa manajemen dalam mengembangkan

usahatani.

d. Memberikan informasi agribisnis prakris untuk para petani dalam

mengelola usahatani hingga pasca panen.

35
36

4.1.2. Subsistem Usahatani Kedelai

Subsistem agribisnis usahatani kedelai merupakan subsistem yang

berkaitan dengan pembuatan, penyaluran, pengelolahan dan pengadaan sarana

produksi pertanian. Sarana produksi yang dilakukan pada subsistem usahatani

kedelai meliputi pemilihan benih kedelai yang unggul, pemilihan lahan,

penanaman, penggunaan alat-alat pertanian, penggunaan pupuk, pestisida,

pemeliharaan, pengairan, merawat tanaman dan panen. Kegiatan persiapan lahan

tanam kedelai umumnya dilakukan oleh petani dengan tiga cara yaitu tanpa

melakukan olah tanah yang dipraktekan pada bekas lahan padi dan jagung,

pengolahan tanah minimal dipraktekan pada tanah berpasir, tanah ringan dan

pengolahan tanah maksimum yang dipraktekan pada tanah berat seperti latosodan

grumosol. Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum musim tanam

(Setyono, 2014).

Pengembangan usahatani kedelai dapat dilakukan dengan meningkatkan

usaha hasil pertanian. Pengembangan budidaya bisa dilakukan dilahan kering

maupun sawah dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, perluasan

lahan tanaman, sistem produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

4.1.3. Subsistem Hilir dan Pemasaran

Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan pasca panen yang meliputi

pengumpulan produk usahatani, pengolahan, penyimpanan hingga pemasaran.

Produk yang dihasilkan dari usahatani sebagian akan di distribusikan langsung ke

konsumen dan sebagian lainnya akan diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan
37

produk pertanian biasanya dilakukan oleh industri makanan dan minuman yang

berskala kecil maupun besar (Sari, 2011).

Kegiatan pengolahan kedelai diabagi menjadi dua yaitu produk fermentasi

dan non fermentasi. Produk fermentasi kedelai seperti kecap, tempe, oncom,dan

tauco, sedangkan olahan kedelai non fermentasi seperti tepung kedelai, tahu, susu

kedelai, dan kembang tahu, berikut klasifikasi produk olahan kedelai pada

Gambar 1 sebagai berikut:

Kedelai

Fermentasi Non-Fermentasi

Tradisional Modern Tradisional Modern

1. Tempe 1.Soygurt 1. Tahu 1. Susus Kedelai


2. Kecap 2.Keju kedelai 2. Kembang Tahu 2. Tepung Kedelai
3. Tauco 3. Daging Tiruan
4. Minyak Kedelai

Gambar 1. Klasifikasi Produk Olahan Kedelai

Pemasaran hasil pertanian merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan

oleh petani untuk menjual produksinya. Petani masih mengandalkan pasar

konvensional dan tengkulak yang menyebabkan lemahnya posisi tawar petani

dalam menjual hasil pertaniannya dengan harga yang optimal. Petani juga

memiliki keterbatasan akses informasi harga untuk produk yang akan dipasarkan.

Kondisi ini menjadi kendala dalam meningkatkan pendapatan para petani. Posisi
38

ini ini juga membuat petani kesulitan dalam membiayai usahataninya, sehingga

petani terpaksa meminjam uang kepada rentenir yang pencairan dananya lebih

cepat dan praktis. Hal ini semakin melemahkan petani dalam bergegoisasi harga,

sehingga ada keterpaksaan petani untuk menjaul hasil panenya ke tengkulak. Hal

ini didorong atas kebutuhan rumah tangga dan membayar hutang untuk

usahataninya. Petani perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam rangka

terciptanya harga kedelai yang wajar untuk meningkatkan pendapatan petani.

Berikut ini adalah gambaran secara umum rantai pemasaran kedelai adalah seperti

disajikan pada Gambar 3:

Petani Importir

Pedagang KOPTI
Pengumpul Desa

Grosir Pengecer Pengolah

Konsumen Akhir

Gambar 2. Rantai Pemasaran Kedelai di Indonesia.

Kedelai di Indonesia dari tempat produksi hingga ke tempat pengolahan baik

industri dengan tingkat skala kecil maupun besar dijual melalui pedagang

pengumpul ditingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai provinsi hingga ke

konsumen akhir. Kedelai yang dijual dipasar merupakan kedelai lokal dan kedelai

impor, namun sebagian besar kedelai yang dijual oleh pedagang dalam negeri

adalah kedelai impor. Kedelai impor umumnya langsung dibeli oleh KOPTI
39

(Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia), dan selanjutnya dijual ke pengrajin

tempe dan tahu. Kedelai lokal yang berasal dari petani kemudian dijual ke

pedagang pengumpul desa atau kecamatan hingga kabupaten, kemudian dijual

lagi ke pedagang grosir. Kedelai yang sudah berada dipedagang grosir kemudian

dijual lagi ke pengecer maupun KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe

Indonesia), selanjutnya kedelai dijual lagi ke industry pengolahan sampai

konsumen akhir.

4.1.4. Subsistem Penunjang

Subsistem penunjang merupakan kegiatan yang mendukung pelaksanaan

dalam mengembangkan subsitem agribisnis. Peran lembaga pendukung ini sangat

penting untuk menciptakan agribisnis yang kompetitif. Lembaga pendukung yang

menunjang agribisnis kedelai lokal diantaranya yaitu:

1. Pemerintah

Peran lembaga pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah memiliki

wewenang dalam meningkatkan dan mengembangkan agribisnis kedelai

lokal yang kompetitif.

2. Perguruan Tinggi

Lembaga perguruan tinggi sangat penting dalam mengembangkan

agribisnis kedelai lokal. Lembaga perguruan tinggi bisa berperan dalam

memberikan kontribusi untuk menghasilkan inovasi-inovasi teknologi

ramah lingkungan dalam mengembangkan agribisnis kedei lokal.


40

3. Penyuluhan

Lembaga penyuluhan berperan dalam memberikan informasi dan

pembinaan dalam budidaya pertanian bagi para petani maupun kelompok

tani.

4. Lembaga Pemasaran dan Distribusi

Peran lembaga ini sangat penting dalm keberhasilan pengembangan

agribisnis, karena berfungsi sebagai fasilitator dalam menghubungkan

antara produsen dan konsumen.

5. Lembaga Riset Agribisnis

Lembaga riset ini sebagai sistem pendukung dalam mengembangkan

inovasi-inovasi pertanian pada sistem agribisnis.

6. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)

BATAN merupakan salah satu pengembangan varietas kedelai yaitu

dengan melakukan mutasi dengan bantuan sinar gamma yang dapat

dimanfaatkan oleh petani dan masyarakat lainnya, oleh karena itu petani

dapat memperoleh pilihan varietas lainnya dengan sifat unggul selain

varietas dari hasil penelitian Puslitbang.

4.2. Impor Kedelai Indonesia

Aktivitas perdagangan komoditas pertanian yang terdiri dari ekspor dan

impor sangat ditentukan oleh keseimbangan produksi dan konsumsi dalam negeri.

Indonesia juga melakukan perdagangan luar negeri (impor) komoditas pertanian

salah satunya kedelai. Tahun 1970-1974 perdagangan komoditas kedelai di

Indonesia mengalami surplus, namun sejak tahun 1976 perdagangan di Indonesia


41

mengalami defisit. Hal ini dikarenakan Indonesia belum bisa mencukupi

kebutuhan kedelai dalam negeri. Indonesia menghadapi defisit yang terus

meningkat dimana volume impor lebih besar. Masalah ini muncul sejak adanya

krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia telah melakukan perjanjian dan

menandatangani LOI (Letter Of Intent) IMF importir swasta bebas melakukan

impor kedelai. Kebijakan tersebut diperparah oleh kebijakan pemerintah Amerika

Serikat yang telah memberikan kemudahan kredit tanpa bunga selama enam

bulan. Hal ini sangat menguntungkan bagi kedelai impor yang telah menguasai

pasar dalam negeri.

Kebijakan impor kedelai dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kedelai yang

tidak bisa diproduksi didalam negeri. Ketergantungan impor kedelai menjadi

ancaman serius bagi para petani kedelai. Harga kedelai impor yang lebih murah

dari pada harga kedelai lokal membuat para petani di Indonesia enggan

melakukan budidaya tanaman kedelai sehingga beralih ke tanaman lainnya seperti

jagung. Rendahnya harga impor disebabkan oleh kemampuan negara lain yang

mampu memproduksi kedelai lebih tinggi seperti Amerika Serikat, China, Brazil

dan lain-lain. Rendahnya teknologi, luas lahan semakin berkurang dan biaya

produksi kedelai yang semakin rendah mengakibatkan produksi kedelai dalam

negeri tidak mencukupi konsumsi masyarakat terhadap kedelai.


42

Grafik 1. Nilai Impor Kedelai

Sumber: BPS, 2020

Impor kedelai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, BPS

menunjukkan bahwa impor kedelai sejak tahun 2013-2017 megalami kenaikan

seperti terlihat pada grafik diatas. Tahun 2018 bulan januari-juni impor kedelai

telah mencapai 1,17 juta ton atau 43,7% dari jumlah keseluruhan impor tahun

sebelumnya. Hal ini Indonesia harus mewujudkan swasembada kedelai agar tidak

tergantung terhadap impor kedelai, maka pemerintah harus mempunyai keseriusan

dan komitmen dalam pencapaian swasembada kedelai. Program tersebut harus

difokuskan kepada tiga aspek penting secara simultan yaitu: a). peningkatan

produktivitas kedelai, b) perluasan lahan tanama kedelai, dan c). intensitas harga

kedelai.

4.3. Gambaran Umum Kondisi Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 1963

di era Orde Lama dan tahun 1998 saat terjadi krisis finansial Asia. Krisis ekonomi

tersebut dibarengi dengan kerusuhan aksi masyarakat di seluruh tanah air dan

membuat perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan negatif sebesar (-


43

13,13%). Sejak tahun 1961 perekonomian Indonesia secara umum mengalami

pertumbuhan dan hanya dua kali mengalami kontraksi. Pertumbuhan PDB

(Produk Domestik Bruto) Indonesia paling tinggi dicatat pad a tahun 1968 atau

era Orde Baru, yaitu mencapai 10,92%, sedangkan di era reformasi pertumbuhan

ekonomi Indonesia tertinggi pada tahun 2007 sebesar 6,35%.

Grafik 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sumber: BPS, 2020

Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah yaitu

minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Hasil pertanian Indonesia

cukup melimpah terutama beras, teh, karet, kopi, dan rempah-rempah. Pertanian

menjadi salah satu sektor dalam struktur produk domestic bruto (PDB) Indonesia.

Struktur sektor pertanian sebesar 13,45% atau dua tertinggi setelah sektor industri.

Hal tersebut bisa dilihat dari grafik dibawah ini:


44

Grafik 3. Struktur Produk Domestik Bruto

Sumber: BPS, 2020.

Tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi sektor pertanian menempati posisi

kedua setelah sektor industry yakni sebesar 3,08 dari tahun sebelumnya, namun

pertumbuhan tersebut mengalami penurunan dari kuartal III 2019 sebesar 3,66%.

Badan pusat statistic menyatakan bahwa terdapat penurunan produksi tanaman

pangan akibat musim kemarau yang akibatnya tanaman pangan pada kuartal III

2019 negatif 4,81%. Angka ini menurun dari kuartal II 2019 yang sebesar 5,13%

dan kuartal III 2018 sebesar 3,08%, untuk tanaman hortikultura tumbuh 5,07%

dan perkebunan sebesar 4,98%.

4.4. Gambaran Umum Kondisi Pertanian Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam sangat

melimpah diantaranya sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.

Sektor pertanian merupakan kegiatan bercocok tanam seperti perkebunan,

tanaman pangan, dan hortikultura yang dilakukan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sektor pertanian juga sangat penting dan strategis

dalam pembangunan ekonomi Indonesia, karena penyediaan bahan baku industri,


45

bahan naku pangan, pakan untuk ternak, penyerapan tenaga kerja, dan sumber

pendapatan masyarakat terutama para petani. Sektor pertanian masih dipandang

sebelah mata dan kurang memndapat perhatian serius dari pemerintah dalam

pembangunan negara, mulai dari kredit, proteksi dan kebijakan lain yang tidak

dapat menguntungkan dalam sektor pertanian. Pembangunan pertanian di

Indonesia saat ini masih belum menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari

tingkat kesejahteraan petani dan kontribusi pendatan nasional (Khudori, 2010).

Pelaksanaan pembangunan pertanian masa lampau hanya menekankan

tujuan kemajuan ekonomi yang banyak mengakibatkan kerusakan lingkungan dan

maslah sosial. Permasalahan pertanian masa lampau hanya terfokus pada

usahatani dan lemahnya dukungan kebijakan mikro, akibatnya usahatani di

Indonesia didominasi oleh: a). usaha skala kecil dengan modal yang terbatas, b).

sangat dipengaruhi oleh musim, c). teknologi yang masih sederhana, d). pasar

komonditas pertanian masih monopsony atau oligopsoni yang dipengaruhi dan

dikuasai oleh pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang berdampak

kerugian pada petani. e). rendahnya penyediaan benih unggul bagi petani dan

berbagai kasus lainnya. Peran pemerintah harus lebih serius dalam menyelesaikan

permasalahan pertanian di negeri ini demi mewujudkan pembangunan pertanian

yang lebih maju dan mensejahterahkan masyarakat dan petani di Indonesia (Astuti

& Rozikin, 2015).

Pembangunan pertanian Indonesia diarahkan untuk menuju pertanian

berkelanjutan (sustainable agriculture). Pembanguna pertanian juga termasuk

pembangunan perdesaan yang berkelanjutan karena mempunyai peran strategis


46

dalam pembangunan pertanian dan menjadi pembicaraan oleh semua negara.

Pendekatan pembangunan berkelanjutan adalah kegiatan pembangunan yang

memadukan aspek ekonomi, social dan lingkungan. Globalisasi ekonomi telah

mendorong dalam meningkatkan pembangunan pertanian kedepan yang diarahkan

pada paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan yang berada dalam ranah

pembangunan manusia. Pembanguna pertanian ini bergantung pada kemampuan

suatu bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan

memperhatikan potensi kelestarian lingkungan (Rivai, 2011).

Anda mungkin juga menyukai