Anda di halaman 1dari 11

KODE ETIK KEHUMASAN

M.Syifa’uddin, Nur Baeti, Nailatur Rosyidah, Putri Amalia Avkha Salsabila

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN Walisongo, Semarang

Abstrak

Setiap orang dengan profesi tertentu harus dan bahkan mutlak memiliki kode etik sebagai
acuan perilaku dalam pelaksanaan peran (role) dan fungsi (function) profesinya dari masing-
masing kode etik mengikat, baik normatif dan etis, juga tanggung jawab dan kewajiban moral
bagi anggota profesi terlibat dalam kinerja aktivitas kehidupan mereka di masyarakat.
Begitupun dengan profesi Humas, tentu saja terdapat kode etik yang menjadi landasan acuan
prilaku dalam pelaksaan profesinya. Memahami pengertian kode etik Kehumasan dan aspek
hukum dalam kegiatan komunikasi penting bagi praktisi Kehumasan/PR dalam menjalankan
peran dan fungsinya untuk menciptakan citra yang baik bagi dirinya sendiri (good
performance).

Kata Kunci : Kode etik, Kehumahasan, Komunikasi

A. Kode Etik Humas

Dalam bukunya Hand Book of Public

Relations (1971) Howard Stephenson mengatakan bahwa definisi profesi humas adalah
"kegiatan humas atau public relations merupakan profesi secara praktis memiliki seni
keterampilan atau pelayanan tertentu yang berlandaskan latihan, kemampuan, dan
pengetahuan serta diakui sesuai dengan standar etikanya".
Menurut G. Sachs dalam bukunya The Extent and Intention of PR and Information Activities
terdapat tiga konsep penting dalam etika kehumasan sebagai berikut:

1. The Image, the knowledge about us and the attitudes toward us the our different
interest groups have.
(Citra, pengetahuan tentang kita dan sikap terhadap kita yang dimiliki kelompok
kepentingan kita yang berbeda)
2. The Profile, the knowledge about an attitude towards, we want our various interest
group to have.
(Profil, pengetahuan tentang sikap terhadap, yang ingin kita miliki dari berbagai
kelompok kepentingan kita)
3. The Ethics is branch of philosophy, it is a moral philosophy or philosophical thinking
about morality. Often used as equivalent ti right or good.
(Etika adalah cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filosofis tentang
moralitas. Sering digunakan sebagai padanan ti benar atau baik)

Dari penjelasan di atas dapat dibuat pengertian bahwa citra adalah cara orang
memberikan kesan yang baik atau buruk bagi kita. Penampilan selalu diarahkan ke depan
tentang bagaimana kita sebenarnya berharap tentang keadaan diri kita, sedangkan
pembahasan etika adalah referensi untuk kode perilaku moral baik dan benar dalam
menjalankan profesi kehumasan.

B. Kenapa Perlu Kode Etik Kehumasan?

Kode Etik Humas adalah suatu keharusan untuk semakin disosialisasikan, setidaknya
di antara praktisi humas. Tak jarang, citra negatif pada Humas karena perilaku praktisi
Humas itu sendiri. Untuk itu, salah satu caranya untuk meningkatkan citra ini adalah
internalisasi yang lebih besar dari ketentuan yang terkandung dalam Kode Etika Humas.

Secara umum, kode etik merupakan pedoman untuk profesi, yang dibuat berdasarkan
aturan moral. Jadi kode etik sebenarnya sesuatu yang mulia karena panduan moral bagi
pegulat profesi. Memiliki kode etik operasional dan pada tahun 1987, Humas diperingkat

keenam sebagai profesi yang banyak dirawat di institusi kesehatan mental.


C. IPRA (International Public Relations Association)

Pada tahun 1965, pada pertemuan International Public Relations Association (IPRA)
di Athena, Yunani menerbitkan Code of Athens atau Kode Etik Internasional untuk
memperkuat kode etik praktisi kehumasan Kode Etik IPRA (IPRA Code of Conduct), dan
pada November 1991, selain itu juga kode etik IPRA. Didirikan oleh IPRA Nairobi Code For
Communication On Environment and Development.

Perkembangan selanjutnya memberikan kode etik IPRA inspirasi sehingga dapat di-
ratifikasi ke berbagai organisasi profesi PR/PR keliling dunia. Organisasi kehumasan di
Indonesia juga telah mengadopsi hal ini, misalnya organisasi profesi Perhumas (Perhimpunan
Humas Indonesia) yang didirikan pada tanggal 15 Desember 1972. Pada kesempatan
Konvensi Humas Nasional di Bandung pada akhir tahun 1993 diterbitkan “Kode Etik
Kehumasan Indonesia” (KEKI) yang berisi atau materi dari bab setelah bab, kode etik tidak
jauh berbeda dengan pedoman moral kode etik IPRA.

Kode Etik IPRA (International Public Relations Association) yang telah diperbarui di
Teheran, Iran pada tanggal 17 April 1968, secara normatif dan etis memuat butir-butir terdiri
dari satu mukadimah dan berisikan 13 pasal. Secara garis besar kode etik IPRA mencakup
butir-butir pokok sebagai Standard Moral of Public Relations sebagai berikut:

1. kode perilaku;

2. kode moral;

3. menjunjung tinggi standar moral;

4. memiliki kejujuran yang tinggi;

5. mengatur secara etis mana yang boleh diperbuat dan tidak boleh diperbuat oleh
Profesional PR/Humas.

Pedoman standar moral dari kode etik IPRA tersebut di atas sebenarnya cukup
sederhana dan hanya berisi pokok-pokok utama yang memiliki fleksibilitas tinggi dan mudah
divalidasi dalam kode etik setiap organisasi profesi kehumasan di setiap negara yang telah
menjadi anggota International Public Relations Professional Organization (IPRA) maupun
negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations).
Organisasi Profesi Humas Internasional (IPRA) didirikan di  London, Inggris pada
tahun 1955 dan bermarkas di Jenewa, Swiss. Organisasi tersebut telah memperoleh
pengakuan atau berada di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang kini
memiliki keanggotaan sedikitnya 77 negara di dunia. Perbandingan  keanggotaannya yaitu
dari Eropa 54 persen, Asia dan Australia 20 persen, Amerika Serikat 14 persen, dan Timor
Tengah serta Afrika 12 persen. Landasan patokan utama dari etika profesi dan kode etik
IPRA adalah berdasarkan prinsip-prinsip dasar PBB sebagai berikut:

1. The Universal Declaration of Human Right (Menghormati dalam pelaksanaan tugas


profesinya dengan  memperhatikan prinsip-prinsip moral dari deklarasi umum tentang hak-
hak asasi manusia).

2. Human Dignity (Menghormati dan menjunjung tinggi martabat manusia serta mengakui
hak setiap pribadi untuk menilai).

Secara lengkap kode etik (Code of Ethics) dan kode perilaku (Code of Conduct) yang
dikeluarkan oleh International Public Relations Associations (IPRA), dalam Sidang
Umumnya di Venesia, Mei 1961, yaitu sebagai berikut:

1. The Universal Declaration of Human Right (Menghormati dalam pelaksanaan tugas


profesinya dengan memperhatikan prinsip-prinsip moral dari deklarasi umum tentang hak-
hak asasi manusia).

2. Human Dignity (Menghormati dan menjunjung tinggi martabat manusia serta mengakui
hak setiap pribadi untuk menilai). Secara lengkap kode etik (Code of Ethics) dan kode
perilaku (Code of Conduct) yang dikeluarkan oleh International Public Relations
Associations (IPRA), dalam Sidang Umumnya di Venesia, Mei 1961, yaitu sebagai berikut:

I. Integritas Pribadi dan Profesional

1. Diterima bahwa integritas pribadi berarti bahwa terpeliharanya standar moral yang tinggi
maupun reputasi yang baik.

2. Sedangkan integritas profesional berarti ketaatan pada anggaran dasar, peraturan,


khususnya kode etik tersebut, sebagaimana disetujui oeh IPRA.
II. Perilaku terhadap Klien dan Pimpinan

1. Seorang anggota mempunyai kewajiban umum berhubungan secara jujur dan adil atau
pimpinannya, baik sebelumnya maupun sesudahnya

2. Seorang anggota hendaknya tidak mewakili kepentingan yang berlawanan atau persaingan
tanpa persetujuan dari pihak yang bersangkutan

3. Seorang anggota hendaknya menjaga kepercayaan yang diberikan oleh klien atau
pimpinan, baik sebelumnya maupun yang sekarang

4. Seorang anggota hendaknya tidak melakukan tindakan yang cenderung merendahkan


martabat pihak klien atau pimpinannya.

5. Dalam pemberian jasa pelayanan bagi klien atau pimpinannya, seorang anggota hendaknya
tidak menerima imbalan, komisi, atau bentuk apa pun dari pihak mana pun, selain pihak klien
atau pimpinannya yang telah memperoleh penjelasan fakta yang lebih lengkap

6. Seorang anggota hendaknya tidak mengusulkan kepada calon klien atau calon
pimpinannya bahwa pembayaran atau kompensasi lainnya tergantung pada pencapaian hasil-
hasil tertentu, atau tidak menyetujui perjanjian apa pun yang mengarahkan dengan akibat
yang sama.

III. Perilaku terhadap Publik dan Media Massa

1. Seorang anggota hendaknya melakukan kegiatan profesionalnya sejalan dengan


kepentingan public dan dengan penuh hormat demi menjaga martabat baik anggota
masyarakat

2. Seorang anggota hendaknya tidak melakukan kegiatan dalam praktik apa pun yang dapat
merusak integritas saluran komunikasi massa

3. Seorang anggota hendaknya tidak menyebarluaskan dengan sengaja informasi palsu dan
dapat menyesatkan masyarakat

4. Seorang anggota hendaknya di setiap waktu berusaha memberikan gambaran seimbang dan
terpercaya terhadap kepentingan organisasi yang dilayaninya

5. Seorang anggota hendaknya tidak membentuk organisasi apa pun untuk tujuan tertentu
selain untuk kepentingan pribadu dari pihak kliennya atau pimpinannya. Demikian juga
hendaknya tidak memanfaatkan organisasi demi tujuan yang tidak dapat di
pertanggungjawabkan demi kepentingan pribadi

IV. Perilaku terhadap Rekan Seprofesi

1. Seorang anggota hendaknya tidak dengan sengaja mencemarkan reputasi atau tindakan
rekan seprofesi lainnya.

Namun, jika memiliki bukti bahwa anggota lain telah melakukan kesalahan yang tidak etis,
melanggar hukum, atau tidak jujur melanggar kode etik, hendaknya menyampaikan informasi
tersebut ke Dewan IPRA.

2. Seorang anggota hendaknya tidak berupaya mendesak klien atau pimpinannya untuk
menggantikan rekan seprofesinya

3. Seorang anggota hendaknya bekerja sama dengan anggota lainnya dalam menegakkan dan
melaksanakan kode etik PR ini

D. IAB (international Association of Business Communicators)

Karena ratusan ribu komunikator bisnis di seluruh dunia melakukan aktivitas yang
mempengaruhi kehidupan jutaan orang, dan karena kekuatan komunikasi ini mencakup
tanggung jawab sosial, Asosiasi Komunikator Bisnis Internasional telah mengembangkan
Kode Etik untuk komunikator profesional. Pedoman ini didasarkan pada tiga prinsip
komunikasi profesional yang terpisah namun saling terkait yang berlaku di seluruh dunia.
Prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa masyarakat yang adil diatur oleh penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan hukum bahwa etika, kriteria untuk menentukan apa yang
benar dan apa yang salah, dapat disepakati oleh anggota organisasi bahwa memahami
masalah ini membutuhkan kepekaan terhadap norma-norma budaya

Ketiga prinsip tersebut adalah:

1. Komunikasi profesional adalah legal (sah)

2. Komunikasi profesional adalah etis

3. Komunikasi profesional adalah bermutu


Dengan mengakui ketiga prinsip ini, IABC akan

• Melakukan komunikasi yang bukan hanyalegal tetapi juga etis dan sensitif terhadap nilai
kultural dan keyakinan . 

• Melakukan komunikasi yang benar, akurat, dan adil yang saling menghormati dan saling
memahami

• Tunduk pada pasal-pasal dalam kode etik komunikator profesional IABC

Pasal-pasal

1. Komunikator profesional menjagakredibilitas dan kehormatan profesi mereka dengan


melakukan praktik komnikasi yang jujur, terus terang, dan tepat waktu dan menjaga agar arus
informasi penting sesuai dengan kepentingan publik

2. Komunikator profesional menyebarkan informasiyang akurat dan segera melakukan


koreksi terhadap kekeliruan informasi yang menjadi tanggung jawab mereka.

3. Komunikator profesional memahami dan mendukung prinsip kebebasan berbiacara,


kebebasan berkumpul dan akses kepasar ide yang terbuka, dan bertindak sesuai dengan
prinsip tersebut

4. Komunikator profesional peka terhadap nilai kultural dan keyakinan dan melukan aktivitas
yang adil dan seimbang yang mendorong dan membantu pemahaman yang saling bermanfaat

5. Komunikator profesional menahan diri untuk tidak ikut serta dalam aktivitas apa pun yang
dianggap komunikator sebagai kegiatan yang tidak etis

6. Komunikator profesional mentaati hukum dan kebujakan publik yang mengatur aktivitas
profesional mereka dan peka terhadap kandungan dan semua hukum dan peraturan dan
seandainya ada pelanggaran terhadap hukum atau kebijakan publik, apa pun alasannya akan
segera berginak untuk memperbaiki situasi

7. Komunikator profesional mengakui pernyataan atau ekspresi unik yang dipinjam dari
bidang lain danmenyebutkna sumber dan tujuan dari semua informasi yang disebarkan ke
publik
8. Komunikator profesional melindungi informasi rahasian dan pada saat yang sama, tunduk
pada semua ketentuan hukum untuk mengungkapkan informasi yang memengaruhi
kesejahteraan orang lain

9. Komunikator profesional tidak menggunakan informasi rahasia yang didapatkan dari


aktivitas profesional demi keuntungan pribadi dan tidak akan mewakili kepentingan yang
saling bersaing atau berkonflik tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat.

10. Komunikator profesional tidak menerima pembayaran atau hadiah yang tidak transparan
untuk pelayanan profesionaldari siapa saja selain klien atau karyawan

11. Komunikator profesional tidak menjami akibat yang berada di luar kekuasaan praktisi

12. Komunikator profesional harus jujur bukan hanya terhadap orang lain, tetapi juga yang
paling penting jujur terhadap diri mereka sendiri sebagai individu sebab seorang proseional
menari kebenaran dan mengatakan kebenaran kepada diri sendiri lebih dahulu.

E. Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Berikut adalah kemungkinan sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran kode
etik :

1. Mendapat peringatan

• Pada tahap ini, si pelaku akan mendapatkan peringatan halus, misal jika seseorang
menyebutkan suatu instansi terkait (namun belum parah tingkatannya) bisa saja ia akan
menerima email yang berisi peringatan, jika tidak diklarifikasi kemungkinan untuk berlanjut
ke tingkat selanjutnya, seperti peringatan keras ataupun lainnya

2. Pemblokiran

• Mengupdate status yang berisi SARA, mengupload data yang mengandung unsur
pornografi baik berupa image maupun gift, seorang programmer yang mendistribusikan
malware. Hal tersebut adalah contoh pelanggaran dalam kasus yang sangat berbeda- beda,
kemungkinan untuk kasus tersebut adalah pemblokiran akun di mana si pelaku melakukan
aksinya. Misal, sebuah akun pribadi sosial yang dengan sengaja membentuk grup yang
melecehkan agama, dan ada pihak lain yang merasa tersinggung karenanya, ada
kemungkinan akun tersebut akan dideactivated oleh server. Atau dalam web/blog yang
terdapat konten porno yang mengakibatkan pemblokiran web/blog tersebut

3. Hukum Pidana/Perdata

• “Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan
pembatalan Nama Domain dimaksud” (Pasal 23 ayat 3)

• “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya” (Pasal 33)

• “Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan”


(Pasal 39)

• Adalah sebagian dari UUD RI No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
(UU ITE) yang terdiri dari 54 pasal. Sudah sangat jelas adanya hukum yang mengatur tentang
informasi dan transaksi yang terjadi di dunia maya, sama halnya jika kita mengendarai motor
lalu melakukan pelanggaran misal dengan tidak memiliki SIM jelas akan mendapat
sanksinya, begitu pun pelanggaran yang terjadi dalam dunia maya yang telah dijelaskan
dimulai dari ketentuan umum, perbuatan yang dilarang, penyelesaian sengketa, hingga ke
penyidikan dan ketentuan pidananya telah diatur dalam UU ITE.

F. Studi Kasus

Kasus lumpur Lapindo Brantas

Lebih dari lima tahun kasus lumpur Lapindo belum usai.  Lapindo yang dimiliki oleh Bakrie
Group ini memang memiliki sumberdaya politik ekonomi yang dapat perpengaruh di
Indonesia, bahkan Bakrie Group dapat menciptakan opini public mengenai lumpur Lapindo
itu sendiri melalui media yang dimiliki. Pada 22 Oktober 2008 Lapindo Brantas mengadakan
siaran pers mengenai hasil para ahli geologi di London. Pada konfrensi tersebut Lapindo
menyewa perusahan Public Relation  untuk mengabarkan bahwa peristiwa tersebut bukan
dari kesalahan Lapindo. Lapindo mengeluarkan statement bahwa kejadian tersebut akibat dari
bencana alam, akan tetapi sejumlah ahli geolog dan LSM yang peduli terhadap kasus lumpur
Lapindo ini tetap menganggap bahwa kejadian pengeboran Lapindo yang menjadi pemicu
tragedy tersebut. Lapindo terus menutupi fakta dengan berbagai cara termasuk membuat iklan
serta memecah belah warga memalui masalah ganti rugi hal tersebut dilakukan untuk
mengarahkan pada opini public.

Dari kasus tersebut, maka PR Lapindo Brantas dapat dinyatakan telah melanggar kode etik
profesi Public relation, yaitu :

1. Penyebaran informasi ; “seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan
tidak bertanggungjawab, informasi yang palsu atau yang meyesatkan, dan sebaliknya justru
akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban
menjaga dan ketepatan informasi.” Lapindo dikatakan melanggar pasal tersebut karena
Lapindo menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta.

2. Media Komunikasi ; “seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat
merugikan integritas media komunikasi”. Lapindo dapat dikatakan melanggar pasal berikut
karena Lapindo yang merupakan milik Bakrie Group dapat menciptakan opini public sendiri
mengenai lumpur Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki sehingga informasi yang
diberikan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan tetapi tidak menjatuhkan citra Lapindo.

Kesimpulan

• Pada tahun 1965, pada pertemuan International Public Relations Association

(IPRA) di Athena, Yunani menerbitkan Code of Athens atau Kode Etik Internasional untuk
memperkuat kode etik praktisi kehumasan Kode Etik IPRA (IPRA Code of Conduct).

• IAB (international Association of Business Communicators) mengembangkan Kode Etik


untuk komunikator profesional karena ratusan ribu komunikator bisnis di seluruh dunia
melakukan aktivitas yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang, dan karena kekuatan
komunikasi ini mencakup tanggung jawab sosial

• Kode Etik Humas adalah suatu keharusan untuk semakin disosialisasikan, setidaknya di
antara praktisi humas. Tak jarang, citra negatif pada Humas karena perilaku praktisi
Humas itu sendiri.
Daftar Pusaka

Syifuddin Zuhri. Etika Profesi Public Relations.UPN Jatim Respository

Indrawadi Tamim. Etika Komunikasi Aparatur Humas dan Protokol. Jurnal Komunikologi,
No.1, Vol.5

I Dewa Ayu H dan Ni Ketut Sri R. ETIKA Profesi dan Profesionalisme Public Relations.
IHDN Denpasar

Dinda Cata Naya A. Kode Etik IABC

Nadia Sasmita. Etika Profesi Public Relations. Universitas Negeri Yogyakarta

M. Hanif, Egy Haekal, Angga Laraspati. 2014. Contoh Kasus Penyelewengan Kode Etik PR.
Universitas Padjajran

Anda mungkin juga menyukai