Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Kode Etik Konselor

Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai Yang mengatur mengarahkan
perbuatan atau tindakan dalam suatu Perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau
anggotanya, dan Interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik konselor merupakan landasan moral dan pedoman tingkah Laku profesional yang
dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap Anggota profesi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Kode Etik konselor Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota
organisasi Tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota.187

B. Etika, Moral, Norma dan Nilai

Istilah etika, moral, norma dan nilai sering tidak bisa dibedakan secara jelas, dan seiring mengacu
pada hukum yang berlaku secara umum di masyarakat.

1. Etika

Menurut Bertens (1999:6) etika mempunyai tiga arti: Pertama, etika dalam arti nilai-nilai atau
norma-norma moral yang yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa dirumuskan juga sebagai sistem nilai yang dapat berfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua, etika dalam arti kumpulan asas
atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dalam arti ilmu tentang baik
atau buruk.

Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. Menurut Algernon D. Black (1990:11) etika adalah
ilmu yang mempelajari cara manusia memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik. Etika
mempertanyakan pandangan orang dan mencari kebenarannya.

2. Moral

Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan ”etika”. “Moral”
berasal dari kata Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah akhlak, cara hidup (Lorens
Bagus,1966:672). Jadi etimologi kata “etika” sama dengan etimologi “moral”, karena keduanya
berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: etika dari bahasa
Yunani, dan moral dari bahasa Olatin.

Disini moral sama artinya dengan kata Yunani ethos dan kata Latin mores (Dagobert
D.Runes,1977:202). Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan
yang baik sebagai “kewajiban”atau “norma”. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur
benar tidaknya tindakan manusia.

Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam
pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya
berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Atkinson (1969) mengemukakan moral
atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan. Selain itu moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu
masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang harus dicoba dilakukan oleh
manusia.

3. Norma
Agar system nilai yang ada pada Orang (masyarakat) itu dapat diangkat Kepermukaan, sehingga tidak
Menghasilkan sikap dan perilaku yang Diskriminasif, perlu ada wujud nilai yang kongkrit. Kingkritisasi
ini menghasilkan Norma. Istilah norma dapat dihasilkan Dengan sesuatu ukuran yang harus Dipatuhi
oleh seseorang dalam Lingkungannya dengan sesame, atau Lingkungannya (Sri Haryati. Dkk,
2009:33). Norma dalam bahasa Arab Sering disebut kaedah, dan dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan istilah Pedoman.

Menurut Soerjono Soekamto Dalam (Sri Haryati.dkk, 2009:34 dan Purnadi Purbacaraka) kaedah
diartikan Dengan patokan atau ukuran ataupun Pedoman untuk berperilaku atau Bersikap dalam
kehidupan. Sehingga Dilihat dari bentuk hakikatnya, maka Kaedah merupakan perumusan suatu
Pandangan mengenai perilaku. Setiap norma mengandung Perintah atau mengandung larangan
Untuk melakukan. Hal itu diwujudkan Dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis Oleh lembaga yang
berwenang untuk Membentuknya. Pada sisi masyarakat, Lembaga itu berupa kebiasaan-Kebiasaan/
moral/ sopan-santun dan Norma kesusilaan dan norma agama atau Kepercayaan lembaga itu adalah
Tuhan. Sedangkan untuk norma hukum, lembaga Itu adalah lembaga yang berwenang Untuk
membentuk hukum itu, di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan sebagainya tergantung
Bentuk peraturan atau hukum tersebut.

4. Nilai

Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa Latin) berarti berguna, mampu akan,
berdaya,berlaku, kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai,
diinginkan, berguna, dihargai, atau dapat menjadi obyek kepentingan.

Menurut Steeman (dalam Eka Darmaputra,1999) nilai adalah yang memberi makna kepada hidup,
yang memberi kepada hidup ini titik-tolak, isi dan tujuan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi,
yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu
menyangkut tindakan. Nilai seseorang diukur melalui tindakan, oleh sebab itu etika menyangkut
nilai.

C. Tujuan diterapkannya kode etik konselor

Konselor merupakan profesi yang memiliki seperangkat aturan, norma dan Nilai yang harus
diindahkan dan ditaati bersama oleh seluruh anggota profesi. Untuk konteks Indonesia, Yusuf (2010)
mengatakan bahwa kode etik konselor Adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional
yang harus Dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh setiap anggota profesi bimbingan Konseling di
Indonesia. Aturan ini berlaku untuk seluruh anggota profesi Bimbingan konseling di Indonesia untuk
seluruh tingkatan dan daerah. Ditegaskan Oleh ABKIN (2018) kode etik konselor merupakan
seperangkat norma, sistem Nilai dan moral yang mendasari perilaku anggota profesi dalam
menjalankan tugas Keprofesiannya dan kehidupan di masyarakat dalam rangkaian budaya tertentu.

Tujuan disusunnya kode etik konseling Indonesia yaitu:

1) Memberikan Panduan sikap atau perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota dalam
Memberikan layanan;

2) Membantu dalam memberikan pelayanan yang Profesional;

3) Mendukung visi dan misi organisasi profesi;

4) Menjadi landasan Dalam menyelesaikan masalah yang datang dari anggota profesi;

5) Melindungi Konselor dari konseli (PBABKIN, 2018).


Kode etik konselor juga bisa Meningkatkan akuntabilitas dan integritas organisasi profesi konselor
(Juhnke, Dan Nielsen dalam Masruri (2016) dan pelaksanaan pelayanan konseling menjadi Lebih
efektif.

D. Manfaat kode etik

Bila seorang Konselor atau gru BK menjalankan Kode etik dengan benar,maka tentu akan memberi
manfaat kepada dirinya. Manfaat untuk Konselor, kode etik membantu konselor menjalankan
pekerjaannya dengan profesional, memahami ranah lingkup pekerjaannya, dan mendapatkan
pengakuan dari masyarakat.

American Counseling Association (2014) Ada beberapa manfaat dari mengikuti kode etik konselor, di
antaranya:

1. Meningkatkan kepercayaan dan keandalan dalam praktik konseling: Ketika konselor


mengikuti kode etik, hal ini menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab dan profesional
dalam pekerjaan mereka, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan klien dan
meningkatkan reputasi konselor.
2. Menjaga privasi dan kerahasiaan klien: Kode etik konselor memuat aturan tentang privasi
dan kerahasiaan klien, sehingga dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi klien.
3. Mencegah konflik kepentingan: Kode etik konselor menekankan pentingnya konselor
menghindari konflik kepentingan dalam praktik profesional mereka, sehingga dapat
meminimalkan kemungkinan adanya masalah etis dalam konseling.
4. Menjaga standar profesional: Kode etik konselor menetapkan standar etis dan profesional
yang harus diikuti oleh konselor, sehingga dapat memastikan bahwa praktik konseling
dilakukan dengan standar tertinggi.
5. Menjaga integritas dan martabat profesi konseling: Dengan mengikuti kode etik konselor,
konselor menunjukkan komitmen mereka pada integritas dan martabat profesi konseling,
sehingga dapat meningkatkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat pada profesi
konseling.

E. Keterbatasan kode etik

Kode etik konselor adalah seperangkat aturan dan standar perilaku profesional yang mengatur
tindakan konselor dalam memfasilitasi kesejahteraan klien. Kode etik ini dirancang untuk melindungi
hak dan kepentingan klien, menjaga integritas profesi konseling, dan mengatur hubungan antara
konselor dan klien. Namun, ada beberapa keterbatasan yang terkait dengan kode etik konselor,
antara lain:

Tidak memiliki sanksi hukum yang kuat: Kode etik konselor adalah pernyataan moral dan nilai, bukan
hukum yang berlaku. Oleh karena itu, sanksi hukum yang terkait dengan pelanggaran kode etik
konselor mungkin tidak seberat atau sejelas sanksi hukum yang terkait dengan pelanggaran hukum
yang lebih jelas.

Tidak mencakup semua situasi: Kode etik konselor tidak dapat mencakup semua situasi yang
mungkin dihadapi oleh seorang konselor. Situasi yang kompleks atau tidak terduga mungkin
memerlukan penilaian profesional dan keputusan yang tidak sepenuhnya tercakup dalam kode etik.
Tidak selalu terwujud dalam praktek: Meskipun konselor diharapkan untuk mengikuti kode etik,
kenyataannya, ada beberapa konselor yang mungkin melanggar kode etik konselor atau hanya
menerapkannya secara selektif atau tidak konsisten.

F. Cara Melindungi Diri dari Gugatan Malapraktek


G. Membuat Keputusan Etis dalam diri Konselor

Anda mungkin juga menyukai