Anda di halaman 1dari 9

Sap 4 (Materi Pokok 3 dan 4)

KODE ETIK BERBAGAI PROFESI

A. Pengertian Kode etik profesi

Kode etik berbagai prfesi sudah dikenal ada sejak lama. Sumpah Hipcrates (abad ke-5
SM) dapat dipandang sebagai kode etik profesi tertua dalam bidang kedkteran yang masih
digunakan hingga saat ini. Dalam zaman moderen sekarang ini terdapat banyak profesi yang
telah mempunyai kode etik. Salah satu fenomena terbaru adalah mencuatnya kode etik khusus
untuk perusahaan tahun 1970-an akibat terjadinya skandal korupsi di kalangan pebisnis.

Kode etik dapat dipahami sebagai kumpulan asas, norma, atau nilai moral yang diterima
oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di
tempat kerja. Sedangkan menurut UU No. 8 Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik profesi
adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.

Kode etik perusahaan atau oleh Patrict Murphy disebut ethic statement dibedakan dalam
tiga macam (Baerterns, 2000:381) :

1. Value Statement (Pernyataan Nilai)

Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh perusahaan
sebagai misinya dan mengandung nilai – nilai yang dijunjung tinggi perusahaan. Banyak
pertanyaan nialai yang menegaskan bahwa perusahaan ingin beroprasi secara etis dan
menggaris bawahi pentingnya integritas, kerja tim, kreadibilitas, da keterbukaan dalam
komunikasi.

2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)

Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan terhadap para


stakeholder. Dibandingkan dengan pernyataan nilai, kredo perusahaan biasanya lebih
panjang dan meliputi beberapa alenia.

3. Cade Of Conduct/Cade Of Ethical Conduct (Kode Etik)


Kode etik (dalam artian sempit) menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan
dengan kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, hunungan dengan pesaing
dan pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan sebagainya. Kode etik umurnya lebih
panjang dari kredo perusahaan dan bisa sampai 50-an halaman.

B. Alasan Perlunya Kode Etik Profesi

Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang
tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku
karyawan dan organisasi. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari
suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi
dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Selanjutnya ada
beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat. Beberapa alasan tersebut adalah:

1. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga
individu-individu dapat berperilaku secara etis.

2. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan
perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.

3. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi,
dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.

4. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-
nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya
perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.

5. Kode etik merupakan sebuah pesan. Sebuah profesi yang keberadannya sangat tergantung
pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari
profesionalismenya. Seorang profesional harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan
karakter. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukup baginya untuk
menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi
merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.

C. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Profesi


Dua sasaran pokok kode etik profesi, yaitu: Pertama, melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian kaum professional. Kode etik menjamin bahwa
masyarakat yang telah mempercayakan diri kepada seorang professional itu tidak akan dirugikan
olehnya. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi dari perilaku-perilaku bobrok
orang tertentu yang mengaku diri sebagai profesional. Dengan kode etik ini setiap orang yang
memiliki profesi dapat dipantau sejauh mana ia masih professional di bidangnya, bukan hanya
keahliannya tetapi juga komitmen moralnya.

Berdasarkan dua sasaran pokok kode etik profesi, maka fungsi dari kode etik profesi
dapat dijelaskan dalam beberapa hal, sebagai berikut:

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.

2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang.
Jadi secara garis besar fungsi kode etika profesi sebagai alat untuk mencapai standar etis
yang tinggi dalam bisnis. Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk
berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.

Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dari keberadaan kode etik profesi dapat dijelaskan
dalam beberapa hal, yaitu:

1. Untuk menunjang tinggi martabat profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. 

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

6. Meningkatkan pelayanan di atas kepentingan pribadi.

7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin kuat.


8. Menentukan baku standarnya sendiri.

D. Rumusan Kode Etik

Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika
profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang
lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.

Suatu rumusan kode etik seharusnya merefleksikan standar moral universal. Standar
moral universal tersebut menurut Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) meliputi :

1. Trustworthiness, kepercayaan (meliputi honesty/kejujuran, integrity/ketulusan hati,


reliability/yang dipercaya, dan loyality).

2. Respect, penghormatan (meliputi perlindungan dan perhatian atas hak azasi manusia).

3. Responsibility, tanggungjawab (meliputi juga accountability/hal yang harus


dipertnggungjawabkan).

4. Fairness, kejujuran/keadilan/kewajaran (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak


dan mempromosikan persamaan).

5. Caring, perhatian/ketelitian/perawatan/perlindungan (meliputi misalnya penghindaran


atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu).

6. Citizenship, kewarganegaraan (meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan


lingkungan).

E. Pelanggaran Kode Etik Profesi

Kode etik menjembatani etika dan moralitas dengan hukum. Kode etik merupakan kaidah
moral yang berlaku khusus bagi kaum professional di bidangnya, namun dimunculkan dalam
aturan tertulis. Maka meskipun kaidah moral, kode etik dilengkapi dan ditunjang oleh sanksi
yang memungkinkan berlakunya kaidah moral ini secara lebih pasti sebagaimana berlaku dalam
hukum positif pada umumnya.
1. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi
Ada beberapa penyebab pelanggaran yang terjadi dalam suatu profesi, di antara
penyebab-penyebabnya adalah:

a. Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan ekaisme bagi masyarakat
untuk menyampaikan keluhan dalam suatu kode etik.

b. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi dan juga
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri.

c. belum terbetuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk
menjaga martabat luhur masing-masing profesi.

d. Kesadaran yang tidak etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untk
menjaga martabat luhur masing-masing profesi.

2. Upaya yang Mungkin Dilakukan dalam Pelanggaran Kode Etik Profesi


Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar para profesional tidak melanggar
kode etik profesi, yaitu:

a. Klausul penundukan pada undang-undang; setiap undang-undang mencantumkan


dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian,
menjadi pertimbangan bagi anggotanya, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika
terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang
cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang
ini lallu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang memberlakukan
sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.

b. Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan : “Pelanggar kode etik dapat
dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku”.

3. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi


Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada
pelanggar kode etik.

a. Sanksi moral; Bila seseorang di dalam profesinya, dia menyalahi kode etik
profesi, maka hati nurani menghukum dan menuduh dirinya, dia merasa gelisah
dalam batin, karena hati nurani merupakan kesadaran moral yang dimiliki oleh
setiap individu. Selain itu, dia pun dalam kesehariannya akan merasa melu
bertemu dengan teman yang mengetahui pelanggaran dalam profesi tersebut. 

b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi; Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan


ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk
khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang
tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional,
seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.

F. Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi

NAMA Todung Mulya Lubis tentu tidak asing lagi bagi banyak masyarakat. Apalagi
untuk dunia hukum di Indonesia, Todung Mulya Lubis memiliki trademark tersendiri. Analisis
hukum yang sering dilontarkannya seringkali tajam dan kritis. Begitu pula ketika berbicara soal
korupsi, Todung sering berbicara blak-blakan. Sebagai ketua Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI), Todung termasuk tokoh yang mengkritik keras adanya monopoli dan oligopoli yang
dilakukan oleh para konglomerat di Indonesia. Pun, Todung menjadi bagian penting dalam
kampanye penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Yang tidak kalah penting, sebagai pengacara Todung mendapat banyak kepercayaan dari
sejumlah korporasi ternama. Pada saat Majalah Time menghadapi gugatan dari mantan Presiden
Soeharto, Todung menjadi pengacara yang dipercaya untuk menghadapi gugatan tersebut.
Bahkan, perusahaan telekomunikasi ternama Temasek dari Singapura mempercayakan Todung
sebagai kuasa hukumnya di Indonesia. Untuk kasus pertama, Mahkamah Agung akhirnya
memutuskan tulisan Time tentang kekayaan keluarga Pak Harto tidak benar, sehingga Time
harus membayar ganti rugi moril sebesar Rp 3 triliun kepada Pak Harto. Sementara Temasek
dinilai telah melakukan monopoli bisnis telekomunikasi di Indonesia oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU).
Kabar terakhir, Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DKI
Jakarta menjatuhkan hukuman dengan mencabut ijin kepengacaraan Todung seumur hidup.
Todung dinilai telah melanggar etika sebagai pengacara dalam perseteruan Sugar Group
melawan Salim Group. Pada tahun 2002, Todung menjadi pengacara untuk Sugar Group, namun
tahun 2006 Todung menjadi pengacara Salim Group. Selain itu, Todung juga pernah menjadi
auditor BPPN untuk menangani Salim Group. Sehingga, sebagai pengacara Todung disebut
“plin-plan” dan “hanya mengejar uang.”
Benarkah? Keputusan Peradi DKI Jakarta memang belum final. Todung tentu saja tengah
bersiap-siap melakuikan perlawanan. Beberapa pengacara senior pun ada yang membela Todung
—dengan mengatakan agar keputusan Peradi DKI Jakarta mencabut ijin kepengacaraan Todung
Mulya Lubis seumur hidup, diabaikan. Pastilah masing-masing pihak, yang setuju dan tidak
setuju, senang dan tidak senang, memiliki argumentasi berdasarkan kaidah-kaidah perundangan
dan kode etik yang berlaku. Kita masih menunggu bagaimana akhir kisah Todung Mulya Lubis
ini.
Menarik lebih luas mengenai pelanggaran kode etik di Indonesia, barangkali kasus
Todung hanyalah satu dari sekian banyak kasus serupa. Kode etik untuk sebuah profesi adalah
sumpah jabatan yang juga diucapkan oleh para pejabat Negara. Kode etik dan sumpah adalah
janji yang harus dipegang teguh. Artinya, tidak ada toleransi terhadap siapa pun yang
melanggarnya. Benar adanya, dibutuhkan sanksi keras terhadap pelanggar sumpah dan kode etik
profesi. Bahkan, apabila memenuhi unsur adanya tindakan pidana atau perdata, selayaknya para
pelanggar sumpah dan kode etik itu harus diseret ke pengadilan.Kita memang harus memiliki
keberanian untuk lebih bersikap tegas terhadap penyalahgunaan profesi di bidang apa pun. Kita
pun tidak boleh bersikap diskrimatif dan tebang pilih dalam menegakkan hukum di Indonesia.
Kode etik dan sumpah jabatan harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh. Profesi apa pun
sesungguhnya tidak memiliki kekebalan di bidang hukum. Penyalahgunaan profesi dengan
berlindung di balik kode etik profesi harus diberantas. Kita harus mengakhiri praktik-praktik
curang dan penuh manipulatif dari sebagian elite masyarakat. Ini penting dilakukan, kalau
Indonesia ingin menjadi sebuah Negara dan Bangsa yang bermartabat.

KENDALA – KENDALA PELAKSANAAN ETIKA BISNIS


Pelaksanaan prinsip-prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa
masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:

1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.

Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis,
seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan
memanipulasi laporan keuangan.

2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.

Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau
konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian
besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat.
Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar
tujuan dengan mengabaikan peraturan.

3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.

Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi
kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya.
Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang
guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.

4. Lemahnya penegakan hukum.

Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap
memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku
bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis
dan manajemen.

Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus
menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Di Amerika Serikat
terdapat sebuah badan independen yang berfungsi sebagai badan register akreditasi perusahaan,
yaitu American Society for Quality Control (ASQC)

REFRENSI

http://rumah-akuntansi.blogspot.co.id/2014/09/makalah-etika-bisnis-tujuan-etika-bisnis.html

https://www.academia.edu/9231164/KODE_ETIK_PROFESI

https://yusup-doank.blogspot.co.id/2011/05/kode-etik- profesi.html?
showComment=1506542860952#c3942497822946615275

Buku Etika Bisnis oleh Sutrisna Dewi 2010 diterbitkan oleh Udayana University Press

Anda mungkin juga menyukai