Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah kelompok ini dengan baik dan tanpa kendala apapun.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu sekaligus memberi dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama dosen
pengajar Bapak Drs. Nunu Ibnu din Iddat, M.Si selaku Dosen pada Mata Kuliah Etika dan
Profesi Humas.
Makalah berjudul “Perbandingan Kode Etika Profesi Humas dari APRI (Asosiasi
Perusahaan Public Relations Indonesia) dengan Kode Etik Profesi Humas dari Perhumas
(Perhimpunan Hubungan Masyarakat)” ini disusun untuk memenuhi tugas semester 4 Mata
Kuliah Etika dan Profesi Humas. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik secara materi maupun penyampaian dalam makalah ini. Kami
juga menerima kritik serta saran dari pembaca agar dapat membuat makalah dengan lebih baik
di kesempatan berikutnya.
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu
sebagai landasan tingkah laku. Kode etik humas meliputi:
1. Code of conduct –etika perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan
majikan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesi.
2. Code of profession – etika dalam melaksanakan tugas/profesi humas.
3. Code of publication – etika dalam kegiatan proses dan teknis publikasi.
4. Code of enterprise —menyangkut aspek peraturan pemerintah seperti hukum
perizinan dan usaha, hak cipta, merk, dll.
Berikut ini kode etik humas versi Asosiasi Perusahaan Public Relations
Indonesia (APPRI), Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Indonesia,
Kode Etik Kehumasan Pemerintah, dan International Public Relation Association
(IPRA) Etika (tatakrama) merupakan kebiasaan yang benar dalam pergaulan.
Kunci utama penerapan etika adalah memperlihatkan sikap penuh sopan santun,
rasa hormat terhadap keberadaan orang lain dan mematuhi tatakrama yang berlaku
pada lingkungan tempat kita berada. Sebagai makhluk sosial, tidak dapat
dipungkiri manusia tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya, ia mutlak
membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.
Di lihat dari segi pengertian di atas secara menyeluruh dapat penulis artikan
bahwa APRI ini adalah suatu organisasi profesi yang merupakan wadah atau rumah
besar dimana berkumpulnya suatu gagasan, suatu harapan serta suatu pertalian
hubungan antar seluruh Penghulu Republik Indonesia.
C. Tujuan Masalah
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seorang secara sadar untuk mentaati ketentuan dan norma kehidupan
yang berlaku dalam suatu kelompok masayarakat atau satu organisasi. Etika organisasi
menekankan perlunya seperangkat nilai yang dilaksanakan setiap orang anggota.
Dalam praktek kehidupan organisasi tidak ada tolok ukur yang mutlak tentang
yang benar dan yang salah. Ini tidak terlepas dari berbagai faktor seperti agama,
budaya dan sosial. Pemahaman tentang yang benar dan yang salah itulah yang
mendasari perlunya etilka dalam organisasi, yaitu untuk membantu memberikan
makna yang tepat tentang kehidupan organisasi.
Kode etik profesi dapat diubah seiring dengan perkembangan zaman yang
mengatur diri profesi yang bersangkutan dan perwujudan nilai moral yang hakiki dan
tidak dipaksakan dari luar. Jadi kode etik diadakan sebagai sarana kontrol sosial dan
untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi serta melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan keahlian.
Dampak yang timbul jika tidak diciptakannya kode etik profesi Terjadinya
penyalahgunaan profesi kemungkinan mengabaikan tanggung jawab dari profesi nya
karna tidak ada pedoman dalam suatu organisasi Memungkinkan setiap individu untuk
mendahului kepentingan pribadinya contohnya para pejabat yang korupsi Jika tidak
ada nya kode etik profesi seseorang dapat memberikan image yang buruk dari profesi
yang ditekuninya kepada masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Kode etika profesi berperan penting dalam mengatur perilaku dan praktik dalam suatu
profesi. Dalam bidang hubungan masyarakat (humas), terdapat dua organisasi di
Indonesia yang memiliki kode etika profesi yang relevan, yaitu Asosiasi Perusahaan
Public Relations Indonesia (APRI) dan Perhimpunan Hubungan Masyarakat
(PERHUMAS). Dalam tinjauan ini, kita akan membandingkan Kode Etika Profesi
Humas dari APRI dengan Kode Etika Profesi Humas dari PERHUMAS.
Perbandingan antara Kode Etika Profesi Humas dari APRI dan PERHUMAS:
Kode Etika Profesi Humas dari APRI: Kode etik ini bertujuan untuk mengembangkan
dan mempromosikan praktik humas yang etis dan profesional di Indonesia. Visi APRI
adalah menjadikan humas sebagai profesi yang dihormati dan diakui oleh masyarakat
dan pemangku kepentingan.
Kode Etika Profesi Humas dari PERHUMAS: Kode etik ini bertujuan untuk menjaga
integritas, etika, dan standar profesionalitas dalam praktik humas di Indonesia. Visi
PERHUMAS adalah menjadi organisasi yang mewadahi dan mendorong
pengembangan profesi humas yang beretika dan berkualitas.
Kode Etika Profesi Humas dari APRI: Kode etik ini mencakup prinsip-prinsip seperti
integritas, kompetensi, transparansi, tanggung jawab sosial, dan kerahasiaan
informasi. Kode etik ini menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan
klien, media, dan masyarakat.
Kode Etika Profesi Humas dari PERHUMAS: Kode etik ini juga mencakup prinsip-
prinsip seperti integritas, profesionalisme, transparansi, tanggung jawab sosial, dan
komunikasi yang jujur. Kode etik ini juga menekankan pentingnya menjaga hubungan
harmonis dengan klien, media, dan masyarakat.
Kode Etika Profesi Humas dari APRI: APRI memiliki mekanisme penegakan kode
etik yang melibatkan proses pengaduan dan penilaian yang objektif. Setiap anggota
APRI diharapkan untuk mematuhi kode etik ini dan dapat dikenai sanksi jika
melanggarnya.
PERHUMAS juga memiliki mekanisme penegakan kode etik yang melibatkan proses
pengaduan dan penilaian. Anggota PERHUMAS diharapkan mematuhi kode etik ini,
dan jika melanggar, mereka dapat dikenai sanksi disiplin.
Perbedaan: Meskipun prinsip-prinsip utama yang dijelaskan dalam kedua kode etik
tersebut serupa, terdapat perbedaan kecil dalam penekanan dan bahasa yang
digunakan. Selain itu, ada perbedaan dalam mekanisme penegakan antara APRI dan
PERHUMAS.
Kode Etika Profesi Humas dari APRI dan PERHUMAS bertujuan untuk mengatur
praktik humas yang etis dan profesional di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan
kecil dalam penekanan dan bahasa yang digunakan, prinsip-prinsip utama yang
ditekankan dalam kedua kode etik tersebut serupa. Kedua organisasi juga memiliki
mekanisme penegakan untuk memastikan kepatuhan terhadap kode etik tersebut.
Penting bagi praktisi humas untuk memahami dan mematuhi kode etik yang berlaku
agar dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas dan profesionalisme
B. Penelitian Terdahulu
Ringkasan: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa untuk mampu mewujudkan peran
dan fungsi strategisnya, semua pihak yang terkait dengan public relations perlu duduk
bersama untuk mengubah paradigma, menyamakan persepsi mengenai substansi PR
dan mengambil langkah-langkah untuk menghasilkan public relations profesional
yang mampu memberi kontribusi terhadap organisasi khususnya dalam mengelola
hubungan harmonis jangka panjang antara organisasi dengan publiknya agar reputasi
organisasi tetap terjaga
Ringkasan: Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi publik terhadap etika
dalam praktik Humas. Melalui metode wawancara mendalam dengan anggota
masyarakat, penelitian ini menemukan bahwa publik menganggap integritas,
transparansi, dan akurasi informasi sebagai faktor penting dalam menilai etika seorang
praktisi Humas. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan bahwa pelanggaran etika
dalam praktik Humas dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada citra dan
kepercayaan publik terhadap organisasi.
Judul Penelitian: "Peran Kode Etik Profesi dalam Praktik Humas: Studi Kasus pada
Asosiasi Profesi Humas XYZ" Peneliti: Lee, C. (2019)
Ringkasan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas kode etik profesi
dalam mengarahkan praktik etis dalam profesi Humas. Dengan menggunakan
pendekatan studi kasus pada Asosiasi Profesi Humas XYZ, penelitian ini menganalisis
kesadaran, pemahaman, dan kepatuhan praktisi Humas terhadap kode etik.
BAB III
PEMBAHASAN
Etika adalah memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan moral, Etika mengarah pada penggunaan akal dengan objektivitas untuk
menentukan benar atau salah serta perilaku seseorang terhadap orang lain dan Etika secara
etimologi berasal dari kata yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.Secara
terminologi etika adalah cabang filsafat yang mebicarakan tingkah laku atau
perbuatanmanusia dalam hubungannya dengan baik buruk.Yang dapat dinilai baik buruk
adalah sikap manusia yaang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata,
dan sebagainya.
Adapun motif, watak, suara hati sulit untuk dinilai. Perbuatan atau tingkah laku yang
dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat dinilai, sedangkan yang dikerjakan dengan
tidak sadar tidak dapat dinilai baik buruk. Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi
etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan,
menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak mengajarkan bagaimana
seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika.
Adapun etika normatif sudah memberikan penilaian yang baik dan yang buruk, yang harus di
kerjakan dan yang tidak. Etika normatif dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus.
Etika umum membicarakan prinsip- prinsip umum, seperti apakah nilai, motifasi suatu
perbuatan, suara hati dan sebagainya.
Etika khusus adalah prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam
pekerjaan, dan sebagainya. Etika dalam arti sempit sering dipahami masyarakat sebagai sopan
santun. Sedangkan etika secara umum/luas adalah suatu norma atau aturan yang dipakai
sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik
dan buruk. Adapun peranan etika adalah sebagai moralitas, etika membimbing tingkah laku
manusia, agar dapat mengelola kehidupan ini dengan lebih baik.
Disamping itu, etika juga memberikan, ukuran terhadap tindakan manusia di dalam tata
kehidupan sehari-hari, baik antar pribadi, antar kelompok, maupun antar profesi.
Etika membantu mengatasi konflik-konflik dan mencegah meluasnya tindakan inmoral atau
tidak bermoral. Serta sebagai ilmu pengetahuan, etika memberikan pemenuhan terhadap
keingintahuan manusia dan menuntut manusia untuk dapat berprilaku secara kritis dan
rasional.
Kode etik dalam suatu profesi dapat dikatakan sebagai suatu tatanan etika yang telah
disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pada lingkup masyarakat, kode etik
umumnya termasuk dalam norma sosial, namun masih ada kode etik yang memiliki sanksi
dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.
Pengertian lain kode etik adalah sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam hal ini, kode etik merupakan pola aturan
atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Adapun tujuan kode etik penilai
dibuat adalah agar penilai bersikap profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai jasa atau stakeholder-nya. Hal lain adalah, dengan adanya kode etik akan
melindungi penilai dari perbuatan yang tidak profesional.
Dalam tatanan implementasi, kode etik ini sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, yang
mana dapat dipergunakan untuk membedakan baik dan buruk atau apakah perilaku profesi
tersebut bertanggung jawab atau tidak.
1. Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada nilai-nilai sosial
tertentu yang memungkinkan manusia hidup produktif baik di bidang ekonomi, sosial
maupun kultural, sesuai martabat manusiawi sebagaimana dituntut perkembangan
zamannya
2. Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada suatu bentuk
disiplin untuk mengejar, dan berbakti kepada nilai-nilai yang diakuinya lebih tinggi,
dengan demikian etika profesional harus diarahkan pada nilai-nilai sosial yang lebih
tinggi dan bukan ditujukan kepada pembuktian untuk kepentingan kelompok
profesional yang bersangkutan.
Nadirsyah (1993) mengemukakan tiga alasan pentingnya Kode Etik Profesional yaitu:
1. Memberikan referensi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria aturan untuk suatu
profesi.
2. Memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya.
3. Dari pandangan organisasi profesi, kode etik adalah pernyataan umum aturan-aturan.
Selanjutnya tiga fungsi kode etik yang dapat dijadikan rujukan pada praktik penilaian yaitu:
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Kode etik sebagai pedoman perilaku atau etika profesi merupakan standar moral untuk
profesional yaitu mampu memberikan sebuah keputusan secara obyektif bukan subyektif.
Untuk itu seorang prefesional harus berani bertanggung jawab atas semua tindakan dan
keputusan yang telah diambil, selain memang memiliki keahlian serta kemampuan. Secara
umum terdapat beberapa tujuan mempelajari kode etik profesi adalah sebagai berikut
(Nadirsyah 1993):
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kode etik profesional bagi penilai pemerintah
sangat penting karena memberikan informasi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria
umum untuk suatu profesi, memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan
profesinya, dan merupakan pernyataan umum prinsip-prinsip, sehingga kode etik penilai
sangat mempengaruhi reputasi suatu profesi Penilai dan kepercayaan masyarakat dan
pengguna Jasa khususnya Penilai Pemerintah terhadap profesi tersebut.
Selain fungsi dan tujuan kode etik profesi, yang harus menjadi perhatian seorang penilai
adalah prinsip dasar etik. Prinsip dasar etik adalah beberapa prinsip yang dijadikan dasar
batasan dalam pelaksanaan praktik penilaian. Idealnya semua kegiatan penilaian harus
didasari dengan prinsip-prinsip tersebut, jika ada satu bagian saja yang dilewatkan, dapat
dikatakan hasil penilaian dapat bias.
Menurut Rifki (2018), prinsip dasar etik terdiri dari lima prinsip, yang dapat kita adopsi untuk
profesi penilai pemerintah yaitu:
1. Integritas
Seorang penilai pemerintah harus memiliki integritas yang tinggi. Integritas adalah memiliki
kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional dan bisnis, serta menjunjung
tinggi kebenaran dan bersikap adil. Dalam pelaksanaannya, penilai harus melakukan semua
aktivitas penilaiannya dengan jujur dan menyajikan data-data yang benar dan valid, jika
penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka penilai haruslah mengambil
tindakan dengan cara melakukan konfirmasi kepada pemberi tugas.
2. Objektivitas
Seorang penilai pemerintah harus dapat menjaga obyektivitas. Objektivitas adalah sikap netral
dan independen penilai dalam setiap aktivitas penilaian yang dilakukan. Pada kondisi
lapangan, penilai diharuskan objektif dan tidak memihak kepentingan tertentu, penilai
diharapkan dapat mengatasi situasi yang menggangu objektivitas, ancaman-ancaman yang
muncul harus diminimalisir agar penilai bisa bersikap senetral mungkin. Jika penilai
dihadapkan kepada kondisi yang deadlock atau tidak dapat meminimalisir ancaman yang
muncul dilapangan, penilai harus menolak penugasan tersebut, tentunya dengan cara yang
dibenarkan oleh aturan yang berlaku.
3. Kompetensi
Seorang penilai pemerintah harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidangnya.
Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan keahlian khusus yang dibutuhkan untuk
memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan teknik penilaian dan peraturan
perundang-undangan yang ada dalam bidang penilaian. Penilai harus mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang diperlukan sesuai dengan standar teknik
yang ada. Hal ini harus di dukung dengan mengidentifikasi secara cermat permasalahan yang
disampaikan dan memastikan dirinya dan tim memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
cukup. Penilai dapat memakai bantuan dari luar apabila dirasa tidak cukup terampil atau
belum memiliki pengetahuan yang khusus pada suatu bagian dari permasalahan yang ada. Jika
dengan semua sumber daya dari Penilai maupun tim tidak dapat memenuhi kompetensi yang
cukup untuk menyelesaikan tugas, Penilai harus menolak tugas tersebut.
4. Kerahasiaan
Seorang penilai pemerintah harus dapat menjaga kerahasiaan atas pekerjaannya. Kerahasiaan
adalah menjaga informasi yang diperoleh dalam hubungan profesional dan bisnis, serta
dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga. Hal ini sangat sensitif
pada posisi pemberi tugas dan penilai diharapkan tidak menyebarkan informasi penting yang
dapat mempengaruhi pihak ketiga. Penilai juga diharuskan tidak mencari keuntungan pribadi
dari informasi yang didapat oleh pemberi tugas. Jika kerja sama sudah selesai, penilai harus
tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diketahuinya.
5. Perilaku Profesional
Seorang penilai pemerintah harus memiliki sikap profesional. Perilaku Profesional adalah
melaksanakan praktik penilaian dengan Lingkup PenugasanI. Hal ini mewajibkan semua
penilai untuk bertindak secara cermat dalam memberikan pelayanan dan memastikan sesuai
dengan hukum, teknis, dan standar profesi yang berlaku. Penilai pemerintah harus bertindak
demi kepentingan negara dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.
Pedoman Tingkah Laku
Dalam praktiknya, penilai pemerintah juga memiliki tanggungjawab yang dapat dijadikan
sebuah pedoman. Pedoman ini akan memberikan tuntunan, yang tidak hanya penting bagi diri
penilai, namun juga negara serta masyarakat luas.
Seorang penilai harus bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil penilaian yang dilakukannya
dalam batas-batas yang ditetapkan berdasarkan Kode Etik dan Standar Penilaian. Hal ini dapat
direalisasikan dengan cara tunduk kepada norma moral, etik dan wajib menghindarkan diri
dari setiap tindakan yang cenderung mengakibatkan tercemarnya nama baik profesi penilai,
Asosiasi Profesi Penilai atau anggota-anggotanya.
Seorang penilai harus bertanggung jawab dengan memberikan Penilaian yang lengkap dan
teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan keinginan Pemberi tugas yang sifatnya dapat
mempengaruhi objektivitas. Hubungan penilai dengan pemberi tugas harus mengikuti prinsip
profesionalisme dan etika.
3. Tanggung Jawab terhadap Sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik
Seorang Penilai harus bertanggung jawab dengan tidak melakukan persaingan tidak sehat
dalam bentuk apapun, penilai diharapkan bersaing dengan mengutamakan kualitas masing-
masing. Penilai Pemerintah juga harus memastikan kepada pemberi tugas bahwa aset atau
liabilitas yang sedang dinilai tidak sedang atau telah dinilai oleh pemerintah atau Penilai
Publik lainnya.
Seorang penilai harus bertanggung Jawab untuk mengabdi pada masyarakat luas, tidak
melakukan kolusi dan nepotisme seperti memberikan komisi atau fee diluar ketentuan asosiasi
untuk siapapun, dan tidak diperbolehkan memiliki kepentingan lain dengan pemberi tugas
atau siapapun selain pekerjaannya.
Urgensi Kode Etik bagi Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah
Pada tanggal 9 Juli 2020, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah melantik 143 orang
Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah (PFPP) dari mulai tingkat Ahli Pertama, Ahli Muda
sampai Ahli Madya melalui proses inpassing. PFPP yang dilantik oleh Direktur Jenderal
Kekayaan Negara tersebut merupakan angkatan pertama dari seluruh proses yang telah
direncanakan oleh Direktorat Penilaian dalam rangka menjadikan tugas penilaian menjadi
suatu tugas profesi dalam tataran pemerintahan. Seperti disebutkan di atas, bahwa sebagai
suatu profesi, perlu dilengkapi dengan unsur asosiasi yang mewadahi profesi tersebut yang di
dalamnya termasuk kode etik dan standar prosedur dalam penyelesaian penugasan dan sesuai
dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil, dalam pasal 101 menyatakan bahwa setiap jabatan fungsional (JF) yang telah
ditetapkan wajib memiliki satu organisasi profesi dalam jangka waktu paling lama lima tahun
terhitung sejak tanggal penetapan JF.
Pembuatan kode etik bagi PFPP adalah sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter,
pengawasan tingkah laku dan sebagai sarana kontrol sosial serta mencegah campur tangan.
Kode etik sekaligus mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar-sesama anggota,
masyarakat dan memberikan jaminan peningkatan moralitas PFPP dan kemandirian
fungsional serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DJKN.
Penilai Pemerintah di DJKN, yang selanjutnya disebut dengan PFPP, berperan aktif dalam
memberi dukungan dalam pengelolaan kekayaan negara berupa pemanfaatan,
pemindahtanganan, penghapusan juga penentuan nilai wajar pada LKPP. Peran tersebut
sangat krusial dalam penyelenggaraan negara, oleh karena itu diperlukan penilai yang
profesional.
Dalam prioritas profesi PFPP, landasan dasar, atau prinsip-prinsip dalam penilaian, harus
dikuasai baik secara teori maupun praktek dilapangan. Jika PFPP sudah memiliki kode etik,
memahami kode etik baik dalam teori maupun praktik di lapangan, diharapkan keprofesian
penilai pemerintah yang diwadahi oleh DJKN dapat menjadi keprofesian yang lebih matang,
profesional dan dapat bersaing tidak hanya lingkup nasional, melainkan juga international.
Dengan demikian, pembuatan kode etik PFPP menjadi penting segera dibuat untuk tidak
hanya sebagai salah satu kelengkapan suatu profesi penilai, melainkan juga membentengi para
PFPP dalam bertugas. Benteng yang kuat akan dapat melindungi diri para penilai dan bagian
dari proteksi diri atas resiko-resiko yang muncul baik dari unsur internal maupun
dari unsur external.
Kode etik dalam suatu profesi dapat dikatakan sebagai suatu tatanan etika yang telah
disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pada lingkup masyarakat, kode etik
umumnya termasuk dalam norma sosial, namun masih ada kode etik yang memiliki sanksi
dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.
Pengertian lain kode etik adalah sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam hal ini, kode etik merupakan pola aturan
atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Adapun tujuan kode etik penilai
dibuat adalah agar penilai bersikap profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai jasa atau stakeholder-nya. Hal lain adalah, dengan adanya kode etik akan
melindungi penilai dari perbuatan yang tidak profesional.
Dalam tatanan implementasi, kode etik ini sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, yang
mana dapat dipergunakan untuk membedakan baik dan buruk atau apakah perilaku profesi
tersebut bertanggung jawab atau tidak.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan seseorang. Etika membantu seseorang untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Etika juga membantu seseorang dalam membuat keputusan yang tepat dan menjaga
integritas serta reputasi mereka.
Oleh karena itu, setiap individu perlu memahami dan mempraktikkan etika
dalam kehidupan sehari-hari. Etika membantu seseorang untuk hidup dengan baik dan
mencapai tujuan hidup yang bermakna. Dengan demikian, pelaksanaan etika bukan
hanya penting bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Negara, Direktorat. "Perlukah Kode Etik Bagi Penilai Pemerintah? ". Djkn.Kemenkeu.Go.Id,
2023, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jabar/baca-artikel/13295/Perlukah-Kode-
Etik-Bagi-Penilai-
Pemerintah.html#:~:text=Kode%20etik%20profesi%20memberikan%20pedoman,3.
Accessed 14 June 2023.