1. ABSTRAK
Heart failure and chronic kidney disease have increasing incidence and
prevalence owing in part to the aging population and increasing rates of
hypertension, diabetes, and other cardiovascular and kidney
disease risk factors. The presence of one condition also has a strong
influence on the other, leading to greater risks for hospitalization,
morbidity, and death. Management of heart failure with chronic kidney
disease are decreasing the preload and aferload and to reduce LVH,
treating myocardial ischemia (if present), and inhibiting neurohumoral
hyperactivity, especially the sympathetic nervous system and the renin-
angiotensin-aldosterone system (RAAS). There are no consensus nor
guidelines for management of heart failure with chronic kidney disease.
2. PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan penyakit umum dan diproyeksikan
mengenai lebih dari 8 juta penduduk Amerika Serikat di tahun 2030 dan
saat ini menjadi penyebab kematian pada 1 dari 9 penduduk Amerika
Serikat.1
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang sangat
umum dengan estimasi 500 juta penduduk dunia memiliki laju filtrasi
glomerulus (LFG) 4,5% dari populasi umum dengan LFG <60
mL/min/1.73m2, sementara 50% dari pasien gagal jantung akut dan
1
kronik (termasuk preserved dan reduced ejection fraction) memiliki
penurunan LFG yang sama1,2
Insiden dan prevalensi gagal jantung kronik dan PGK semakin
meningkat seiring meningkatnya populasi usia lanjut, hipertensi,
diabetes, dan faktor resiko lain penyebab penyakit ginjal dan
kardiovaskular.1 Diantara faktor resiko munculnya gagal jantung, PGK
adalah penyebab paling kuat dalam mekanisme kegagalan ventrikel kiri
yaitu pressure overload, volume overload dan kardiomiopati. Saat PGK
beranjak menjadi penyakit ginjal stadium akhir, ketiga mekanisme
tersebut semakin sulit untuk dikontrol karena pasien dengan dialisis
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, kontrol volume yang kurang
baik dan kardiomiopati yang ditandai hipertrofi ventrikel kiri yang semakin
berat, marker fibrosis jantung, penurunan densitas kapiler dan deposit
kalsifikasi pada katup mitral dan aorta.3
3. GAGAL JANTUNG
Menurut European Cardiology Society (ESC) definisi gagal
jantung adalah kumpulan gejala klinis atau sindroma yang ditandai
dengan gejala tipikal (sesak napas, pembengkakan di kedua kaki, dan
kelelahan) yang diikuti oleh tanda-tanda seperti peningkatan tekanan
vena jugular, ronkhi pada kedua lapang paru, atau edema perifer yang
disebabkan oleh abnormalitas struktural dan/atau fungsional jantung,
yang menyebabkan penurunan curah jantung (CO) dan/atau
peningkatan tekanan intrakardiak saat istirahat atau saat stress. 4
2
Pasien gagal jantung kronik yang mengalami penurunan kondisi dapat
disebut ‘dekompensata’.4
3
Gambar 3. Algoritma diagnosis gagal jantung.4
4
Estimasi LFG (eGFR) dihitung menggunakan rumus Cockroft
Gault berikut ini : 6
Klirens kreatinin = (140-umur) x berat badan
x 0,85 (jika wanita)
(ml/men) 72 x kreatinin serum
5
derajat fungsi ginjalnya, dan istilah ini digunakan untuk kepentingan
administrasi.7
6
2. Pertumbuhan micro-vessel yang kurang dibandingkan proses
hipertrofi miosit jantung. Hal ini membuat miosit kehilangan suplai
oksigen. Iskemia merangsang apoptosis sel miokard serta akumulasi
matriks ekstraseluler dan kolagen, mengakibatkan fibrosis interstitial.
Fibrosis mempromosikan kekakuan ventrikel kiri, peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri, pengisian diastolik yang lemah, dan
akhirnya gangguan fungsi diastolik. Fibrosis miokardium juga
memperburuk iskemia dengan mengurangi capillary density dan
capillary reserve, dan sangat meningkatkan risiko aritmia ventrikel
dan kematian jantung mendadak.
3. Kegagalan vasodilatasi arteri koroner sebagai akibat dari disfungsi
endotel.
4. Studi tentang metabolisme jantung pada kondisi uremik telah
menunjukkan peluruhan nukleotida kaya energi, terutama ATP.
Dengan demikian, ada pengurangan energi simpanan.
5. Aktivitas simpatik meningkat, begitu juga dengan apoptosis.
Kemoreseptor dan baroreseptor pada ginjal yang sudah rusak
diaktivasi dan menyebabkan beban yang lebih besar pada jantung
dengan respon meningkatkan detak jantung dan kontraksi, serta
predisposisi untuk terjadinya aritmia. Apoptosis terjadi karena
ketidakseimbangan aktivitas simpatis dari otot jantung. Overaktivitas
simpatik bahkan mungkin menyebabkan remodeling konsentrik dari
ventrikel kiri.
6. Uremia menyebabkan beberapa kelainan fungsi otot jantung,
termasuk siklus kalsium yang abnormal sehingga mempengaruhi
fungsi kontraktilitasnya.10
7
dikarenakan minimnya penelitian tentang gagal jantung pada pasien
PGK dan pasien PGK stadium 4-5 sering dieksklusikan dari penelitian. 9,11
Tujuan terapi menurut Wang dan Sanderson pada pasien gagal
jantung dengan PGK adalah (1) mengurangi preload dan afterload dan
mengurangi hipertrofi ventrikel kiri, (2) melakukan tatalaksana iskemi
miokardium, (3) menghambat hiperaktifitas neurohormonal, terutama
sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). 9
6.2 Farmakoterapi
Beberapa obat antihipertensi perlu penyesuaian dosis pada pasien PGK
terkait ekskresi sebagian besar obat melalui ginjal. 13 Penyesuaian dosis
terlampir dalam lampiran 1 dan 2.
8
hospitalisasi pada pasien HFrEF, terutama digunakan bersama dengan
beta blocker (1A). 4
Direkomendasikan digunakan pada pasien dewasa dengan PGK dan
ekskresi albumin urin 30-300 mg/24 jam (atau ekivalen) (2D) dan
ekskresi albumin urin >300 mg/24 jam (atau ekivalen) (1B). 5
ACE inhibitor digunakan dengan hati-hati, diperlukan monitoring ketat
serum kreatinin dan kadar kalium, serta dihentikan bila ada penurunan
LFG >25% atau timbulnya hiperkalemia (>5.5 mmol/L). 14
9
10
6.2.4 Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Direkomendasikan untuk menurunkan resiko hospitalisasi terkait gagal
jantung dan kematian pada pasien yang tidak dapat menoleransi ACE-i
(pasien harus menerima terapi beta blocker dan MRA) (1B).4
Dapat diberikan pada pasien yang tetap simtomatik setelah pemberian
beta blocker yang tidak dapat menoleransi MRA untuk menurunkan
resiko hospitalisasi terkait gagal jantung dan kematian (2b/C). 4
Direkomendasikan digunakan pada pasien dewasa dengan PGK dan
ekskresi albumin urin 30-300 mg/24 jam (atau ekivalen) (2D) dan
ekskresi albumin urin >300 mg/24 jam (atau ekivalen) (1B). 5
6.2.5 Diuretik
Diuretik digunakan untuk memperbaiki gejala dan kapasitas latihan fisik
pada pasien dengan/tanpa tanda-tanda kongesti (1B). 4
Diuretik juga disarankan untuk menurunkan resiko hospitalisasi pada
pasien dengan dengan/tanpa tanda-tanda kongesti (2a/B). 4
Loop diuretics digunakan sebagai agen lini pertama pada pasien PGK
karena penggunaan golongan thiazide relative inefektif saat digunakan
tunggal. Loop diuretics diberikan pada pasien dengan LFG <30 mL
/min/1.73m2 (PGK stadium 4-5).9
Pada pasien yang resisten terhadap loop diuretics, dosis total harian
dapat ditingkatkan atau frekuensi ditingkatakan, atau dikombinasi
dengan diuretik lainnya.9
Potassium-sparing diuretics diberikan dengan hati-hati pada pasien
dengan LFG <30 mL /min/1.73m 2 (PGK stadium 4-5), pasien dengan
terapi ACE inhibitor atau ARB, dan pasien dengan faktor resiko
hiperkalemia.1
Pasien dengan terapi diuretik wajib dimonitoring untuk tanda-tanda
deplesi volume berupa hipotensi atau penurunan LFG, kadar kalium dan
abnormalitas elektrolit lainnya. 1
11
darah. Bila tetap terjadi oligouria/anuria persisten atau terjadi gagal ginjal
akut maka dapat diberikan furosemide kontinyu, bumetanide, atau
kombinasi furosemide dan metalozone. Apabila tidak terjadi perbaikan,
maka dapat digunakan continuous renal replacement therapy (CRRT).15
6.2.6 Digoksin
Dapat digunakan dengan monitoring konsentrasi digoksin pada pasien
PGK stadium 3-5.9
Dapat dipertimbangkan pada pasien simtomatik dengan irama sinus
selain terapi dengan ACE-I (atau ARB), beta blocker dan MRA untuk
menurunkan resiko hospitalisasi.4
6.2.7 Ivabradine
Harus dipertimbangkan untuk menurukan resiko kematian akibat
kardiovaskular dan angka hospitalisasi pada pasien dengan LVEF ≤35%
dengan irama sinus dan denyut jantung ≥70 x/m pada pasien yang
sudah mendapatkan terapi optimal dengan beta blocker (sampai dosis
maksimal), ACE-i, dan MRA (2a/B).4
Pada pasien PGK tidak diperlukan penyesuaian dosis tetapi tidak
dianjurkan bila LFG <15 mL /min/1.73m2 karena minimnya data.11
12
Harus dipertimbangkan pada pasien ras kulit hitam dengan dengan
LVEF ≤35% atau LVEF <45% dengan dilatasi ventrikel kiri pada NYHA
kelas III-IV selain terapi dengan ACE-i, beta blocker dan MRA untuk
13
6.4 Anemia
Pada pasien gagal jantung dengan PGK, anemia berhubungan dengan
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Didapatkannya anemia pada pasien
dengan terapi pengganti ginjal (TPG) berhubungan dengan peningkatan
prevalensi hipertrofi ventrikel kiri.9
Belum ada RCT tentang target serum hemoglobin pada pasien gagal
jantung dengan PGK hingga saat ini. 9 Target Hb yang diharapkan tidak
melebihi 12 g/dl. 12
6.5 Ultrafiltrasi
Penggunaan ultrafiltrasi yang adekuat pada pasien gagal jantung
dengan PGK berguna dalam mengontrol overhidrasi, mengontol
tekanan darah, mencegah dan mengurangi hipertrofi dan dilatasi dari
ventrikel kiri.9
Ultrafiltrasi yang digunakan harus dengan dialisat yang rendah natrium
dan didinginkan dan menghindari ultrafiltrasi dalam volume yang besar
untuk mencegah myocardial stunning, dan menghindari penggunaan
high-flow arteriovenous fistula (meningkatkan curah jantung dan
menginduksi hipertrofi eksentrik ventrikel kiri). 9,10
Frekuensi yang dipersering dengan durasi yang pendek (cth. 4-6 kali
per minggu) memiliki hasil yang lebih signifikan dalam mengurangi
indeks massa ventrikel kiri.9
Pada pasien gagal jantung akut, ultrafiltrasi dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan kongesti yang refrakter, yang tidak respon dengan
diuretik (2b/B). TPG dipertimbangkan pada pasien yang mengalami
kondisi overload yang refrakter dan gagal ginjal akut (2a/C). 4
CRRT dapat dipertimbangkan pada kondisi gagal jantung akut yang
berat dan dalam kondisi overload cairan, yang tidak respon terhadap
diuretik, oligouria, dan/atau terjadinya gagal ginjal. CRRT memiliki sifat
hemodinamik yang netral dan efek minimal terhadap mean arterial
pressure (MAP) terutama pada kondisi overload. CRRT juga dapat
14
mengeliminasi zat toksik pada sistem kardiopulmonari dan myocardial
depressant factors.16,15
6.6 Monitoring
Darah lengkap, urinalisis, serum elektrolit, dapat abnormal akibat retensi
cairan atau disfungsi ginjal.10
Kadar blood urea nitrogen (BUN) dan serum kreatinin, menunjukkan
ada tidaknya penurunan fungsi ginjal. 10
Tes fungsi liver, peningkatan dapat menjadi akibat dari gagal jantung.
Kadar B-type natriuretic peptide (BNP) and N-terminal pro-Btype
10
natriuretic peptide (NT pro BNP), meningkat pada gagal jantung.
Elektrokardiogram 12 lead yang dapat menunjukkan aritmia, iskemia,
10
infark, atau penyakit arteri koroner.
Foto toraks (postero-anterior dan lateral), menunjukkan adanya kongesti
10
pulmonum atau ada tidaknya kardiomegali.
Ekokardiografi 2 dimensi dan studi Doppler flow ultra-sonographic,
dapat menunjukkan disfungsi ventrikel maupun pembesaran ruang
jantung. 10
10
Arteriografi koroner, bila ada gejala dan tanda iskemia jantung.
Selain itu perlu monitoring ketat dari status cairan pasien. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. House AA. Management of Heart Failure in Advancing CKD: Core
Curriculum 2018. Am J Kidney Dis. 2018;72(2):284-295.
doi:10.1053/j.ajkd.2017.12.006
2. Damman K, Testani JM. The kidney in heart failure: An update. Eur Heart
J. 2015;36(23):1437-1444. doi:10.1093/eurheartj/ehv010
3. McCullough PA, Afzal A, Kale P. Goal-Directed Heart Failure Care in
Patients With Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease.
JACC Hear Fail. 2016;4(8):662-663. doi:10.1016/j.jchf.2016.03.014
4. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. 2016 ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J.
2016;37(27):2129-2200m. doi:10.1093/eurheartj/ehw128
5. National Kidney Foundation. KDIGO Clinical Practice Guideline for the
Management of Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney Int.
2012;Supp:2(5):337-414. doi:10.1038/kisup.2012.7
15
6. Mardiana N, Aditiawardana. Penyakit Ginjal Kronis. In: Tjokroprawiro A,
Setiawan PB, Effendi C, Santoso D, Soegiarto G, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press;
2015:484-492.
7. Reutens A, Atkins R. Chronic kidney duisease (CKD): the scope of the
global problem. In: Nahas M, Levin A, eds. Chronic Kidney Disease a
Practical Guide to Understanding and Management. 1st ed. Oxford:
Oxford university press; 2009:39-75.
8. Boudoulas KD, Triposkiadis F, Parissis J, Butler J, Boudoulas H. The
Cardio-Renal Interrelationship. Prog Cardiovasc Dis. 2017;59(6):636-648.
doi:10.1016/j.pcad.2016.12.003
9. Segall L, Nistor I, Covic A. Heart failure in patients with chronic kidney
disease: A systematic integrative review. Biomed Res Int. 2014;2014.
doi:10.1155/2014/937398
10. Alshahrani SMS, Alghamdi SAS, Kadasah AS, et al. Congestive Heart
Failure in Patients with Chronic Kidney Disease on Dialysis. Egypt J Hosp
Med. 2017;69:2730-2735. doi:10.12816/0042256
11. Damman K, Tang WHW, Felker GM, et al. Current Evidence on
Treatment of Patients With Chronic Systolic Heart Failure and Renal
Insufficiency. J Am Coll Cardiol. 2014;63(9):853-871.
doi:10.1016/j.jacc.2013.11.031
12. Strödter D, Santosa F. State-of-the-Art Treatment of Heart Failure. 1st ed.
London: UNI-MED Verlag AG; 2016.
13. Munar MY, Singh H. Drug Dosing Adjustments in Patients with Chronic
Kidney Disease. Vol 75. American Academy of Family Physicians; 2007.
https://www.aafp.org/afp/2007/0515/p1487.html. Accessed October 15,
2018.
14. Bhatti NK, Karimi Galougahi K, Paz Y, et al. Diagnosis and Management
of Cardiovascular Disease in Advanced and End‐Stage Renal Disease. J
Am Heart Assoc. 2016;5(8). doi:10.1161/JAHA.116.003648
15. Krügar W, Ludman A. Acute Heart Failure. 1st ed. Berlin: Birkhäuser
Verlag AG; 2009.
16. Krüger, Wolfgang , Ludman A. Cardiogenic Shock. In: Acute Heart
Failure : Putting the Puzzle of Pathophysiology and Evidence Together in
Daily Practice. Berlin: Birkhäuser Verlag AG; 2009:84.
16
LAMPIRAN 1. Penyesuaian Dosis Antihipertensi pada pasien PGK. 13
17
LAMPIRAN 2. Penyesuaian Dosis Antihipertensi pada pasien PGK. 11
18
LAMPIRAN 2. Penyesuaian Dosis Antihipertensi pada pasien PGK. 11
19