Anda di halaman 1dari 1

KESIMPULAN

Pada tahun 2004, dr. Terawan memperkenalkan metode brainwash ke masyarakat luas.
Metode ini diiklankan dengan besar – besaran sehingga peminatnya cukup banyak sejak tahun
2010. Pada tahun 2012, dr. Terawan mengklaim brainwash adalah metode terbaru dan satu –
satunya didunia dalam terapi Stroke Iskemik Kronik. Pada dasarnya, metode brainwash belumlah
memiliki Evidence Based Medicine. Sehingga dr. Terawan dilaporkan ke MKEK.

Dari segi etik, dr. Terawan mengalami pelanggaran etik dimana terjadi pertentangan nilai
bioetik Beneficence dan Non Maleficence. Disamping itu, perbuatan dr. Terawan juga melanggar
KODEKI pasal 18 & 21, pasal 6, pasal 4 dan pasal 3. Dari segi disiplin, dr. Terawan juga
mengalami dugaan pelanggaran disiplin. Hal ini dikarenakan praktek medis DSA dengan heparin
belum ada Pedoman Nasional Praktik Kedokteran dan Pedoman Praktik Klinik untuk pengobatan
Stroke serta memberikan perbaikan yang bersifat subjektif dan bersifat temporer. Dr. Terawan
telah melakukan Brainwash tanpa adanya bukti ilmiah yang jelas. Hal ini merupakan salah satu
pelanggaran disiplin.

Pelanggaran etik dapat diartikan sebagai pintu masuk untuk mengetahui adanya
pelanggaran hukum serta pelanggaran disiplin profesi menjadi alat bukti adanya tindak pidana
medis yang dilakukan oleh dr. Terawan. Dari segi hukum pidana, dr. Terawan terjerat pasal 51
huruf a dan pasal 79 huruf c UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, pasal 378 KUHP,
pasal 359 dan 360 KUHP. Sedangkan dari hukum perdata, dr. Terawan terjerat UU no 36 tahun
2009 tentang kesehatan pasal 58, dimana pada pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang
berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.

Anda mungkin juga menyukai