Anda di halaman 1dari 3

PERTANYAAN UNTUK KELOMPOK 2 ETIK

1. Apakah terapi terawan ini bisa dilegalkan? Atau bisa digunakan dalam praktik kedokteran
dikemudian hari?
a. Jawab:

Ada langkah2 yg harus dipenuhi utk terapi baru di dunia kedokteran.

Menurut PP RI no 48 th 2009 tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian


pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan
berbahaya pasal 5 ayat 2 dijelaskan resiko tertinggi dan bahaya adalah pengembangan
teknologi kesehatan dan obat. Pasal 3 dikatakan dalam penelitian harus ada izin tertulis
dari pemerintah (komite etik penelitian dan pengembangan kesehatan nasional)

-Menurut Permenkes RI no 7 thn 2016 apabila mengikutsertakan manusia atau hewan


sbg ujicoba harus sesuai kaidah etika penelitian

-Diajukan dlu ke KEPKN utk dinilai kebaikan ilmiahnya dan kepantasan etiknya,
kemudian diberikan persetujuan etik

-Penelitan kemudian dilakukan melalui 4 tahapan uji klinis

 lab stage (animal testing)


 Fase 1-3 human testing
 Fase 1 org sehat
 Fase 2 org terpilih
 Fase 3 bbrp org dgn penyakit terkait
 Fase 4 drug licensed lebih luas lg jangkauannya utk menilai side effectsnya

2. Apakah sejauh ini sudah ada tuntutan hukum baik itu pidana atau perdata kepada dr. TAP?
a. Jawaban: Kasus gerald liaw keluarga tidak menuntut karena 1. Tuntutan tidak akan
memperbaiki kesembuhan pasien, meskipun dr terawan menjanjikan metode lain
keluarga sudah tidak percaya 2. Terawan secara tersirat kepada keluarga pasien bahwa
di belakang beliau adalah pejabat tinggi negara
3. Apakah memecat dr TAP adalah kewenangan IDI?
a. Jawaban: IDI adalah organisasi profesi kedokteran indonesia yg di akui pemerintah
sesuai perundang-perundangan.
Terkait kewenangan IDI berwenang melakukan pembinaan terhadap dokter yang
melakukan praktik kedokteran bersama-sama dengan KKI, dalam rangka
terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai
dengan ketentuan sebagaimana di maksud dalam UU praktek kedokteran .

IDI memiliki salah satu badan otonom yang dibentuk secara khusus untuk menegakkan
etika profesi kedokteran ditingakat pusat, wilayah dan cabang
Pemberhentian keanggotaan tetap dilakukan pada muktamar IDI, jadi MKEK hanya
menjatuhkan sanksi, sementara menunggu muktamar IDI, diberlakukan sanksi
pemberhentian keanggotaan sementara. Jika keputusan MKEK berbeda dengan
muktamar, maka MKEK menjalankan sesuai yg diputuskan muktamar, jika pemecatan
tetap dan dilakukan surat menyurat ke ketua MKEK dan IDI pusat

4. Pertanyaan : Mengapa penelitian dr Terawan tidak dapat divalidasi oleh IDI?


a. Jawaban :
Pertama, soal kesesuaian daftar pusataka dengan topik penelitian.

Jika kita mau membuat suatu tulisan maka daftar pustaka yang harus kita gunakan
adalah yang menyokong atau menolak hipotesa kita. Salah satu sumber pustaka yang
digunakan Terawan adalah riset milik Guggenmos. Riset berjudul 'Restoration of
Function After Brain Damage Using a Neural Prosthesis', yang tidak 'nyambung' dengan
riset Terawan
Riset Terawan membahas pengobatan stroke iskemik dengan heparin sedangkan
Guggenmos menyatakan bahwa stroke dapat diperbaiki dengan implantasi
microelectrodes di kortek.

Kedua, terkait desain penelitian. suatu penelitian memerlukan kontrol. Gambarannya


jika ada kelompok yang mendapat perlakuan maka harus ada kelompok yang tidak
mendapat perlakuan sebagai pembanding.
Selain itu, Terawan juga melakukan kesalahan dalam pemilihan sampel. Jika
menggunakan metode pengambilan sampel secara random, maka seharusnya ia
menggunakan tabel randomisasi, misal dari populasi sebanyak 500, diambil sampel 100,
maka tabel randomisasi akan menentukan secara acak orang yang akan mendapat
perlakuan.
Terawan juga tidak menggunakan indikator yang jelas mengenai perbaikan pasca
perlakuan metode 'cuci otak' alias DSA (Digital Substraction Angiography)

Ketiga, terkait keterlibatan pasien sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian adalah
mereka yang terlibat dalam penelitian atau menjadi subjek penelitian yang bersifat
sukarela dan mengetahui bahwa keterlibatan mereka adalah untuk penelitian. Apabila
metode pengobatan masih bersifat eksperimental maka sampel tidak boleh membayar.

Namun, Terawan mematok biaya untuk DSA yang ia kerjakan. Pada kasus ini pasien
dapat dipatok biaya mulai dari Rp30-Rp100 juta, ada pula yang mulai dari Rp50-Rp100
juta.
Padalah DSA itu gratis kalau pakai BPJS jika ada indikasi.
Intinya sampel tidak boleh bayar. Sampel harus ada jaminan, kalau ada perburukan dia
harus menanggung.
5. Setelah pemaparan sebelumnya, tindakan yang di lakukan oleh dr Terawan memang tidak
berdasarkan EBM, tetapi sudah banyak menolong pasien yang mengalami keluhan, bagaimana
Anda melihat dari sisi kemanusian?
a. Jawaban : terobosan inovasi kedokteran dan kesehatan di era modren sangat mutlak
dilakukan, sehingga ilmu kedokteran tidak stagnan, meski demikian, harus juga disadari
bahwa setiap tindakan medis yg dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya harus tetap
berdasarkan pada kode etik kedokteran dan sumpah dokter yang pernah di ucapkan.
6. Tadi disebutkan kalau metode brainwash ini tdk sesuai EBM menurut HTA shgg melanggar etik,
HTA itu sendiri apa dan bgmn HTA itu melakukan penilaian pada metode brainwash?
a. Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assestment/HTA) Kemenkes
bertugas melakukan kajian dan penilaian teknologi kesehatan terkait program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya menghadapi
universal health coverage (UHC).
b. HTA punya kewenangan untuk membuktikan, apakah terapi cuci otak dokter Terawan
sudah sesuai prosedur atau belum.
c. HTA diatur dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 51 tahun
2017 tentang pedoman penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment)
dalam program jaminan kesehatan nasional
d. Semula Menkes menunjuk Komisi HTA (Penilaian Teknologi Kesehatan) untuk
mengevaluasi kasus itu. Tapi, setelah melalui Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, April
lalu atas usul DPR dibentuk Tim Satgas yang terdiri atas belasan profesor dan ahli
spesialis kedokteran lainnya.
e. Tim Satgas Kemenkes dibentuk Menkes Nila Moeloek, guna mengevalusi metode
pengobatan DR TAP.
f. IDI dalam hal ketika memberikan sanksi juga mempertimbangkan hasil penilaian
dari tim/satgas HTA

Anda mungkin juga menyukai