Anda di halaman 1dari 17

BAB II

GRAND TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


A. Kompetensi Pembelajaran
Dengan menyelesaikan teks ini, hal yang dapat diraih adalah :
1. Menggunakan teor-teori yang diperoleh dari pengalaman dengan proses
kegiatan pembelajaran.
2. Dapat menghasilkan landasan teori melalui kajian pendekatan kualitatif.
3. Menerapkan beragai pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang mendidik dan kreatif dalam mata pelajaran yang
diampu.
4. Mampu mengolah mata pelajaran secara kreatif dan inovatif.
5. Berkomunikasi dengan teman sebaya dengan menggunakan tutur tata
bahasa yang baik.
Teori yang berkaitan dengan kehidupan manusia dengan sintesisnya
akan terus berkembang. Dimulai dari Teori Behaviorisme, Konstruktivisme,
Humanistik dan Kognitif.

1. Teori Belajar Behaviorisme


Buku Learning Theory and Teaching Concepts (2022)
menjelaskan bahwa teori belajar behavioris merupakan teori belajar
yang menitikberatkan pada perubahan perilaku siswa akibat pengaruh
dan rangsangan dari luar. Jadi jika ada perbedaan tingkah laku, siswa
dianggap telah mempelajari sesuatu.
Teori belajar behavioristik memiliki karakteristik yang unik,
dimulai dengan pengaruh lingkungan, kebiasaan, daya tanggap, coba-
coba, penguatan, dan perilaku yang diinduksi. Dalam teori belajar
behavioris, penghargaan dan hukuman dapat menjadi bentuk
penguatan untuk menghasilkan perilaku. Ide-ide penguatan positif dan
negatif telah dievaluasi sebagai alat yang efektif untuk belajar dan
memodifikasi perilaku pelajar. Cara termudah untuk mempengaruhi
perilaku siswa adalah dengan memberikan umpan balik pada
pekerjaan mereka. Umpan balik dapat berupa pujian, pengakuan,
pengertian, atau motivasi. Peningkatan ini meningkatkan tingkat
keberhasilan belajar siswa.
Teori belajar behaviorisme digunakan untuk mengajarkan
siswa bagaimana bereaksi dan harus menanggapi rangsangan tertentu.
Selain itu, penguatan yang kita berikan harus diulang secara teratur
untuk mengingatkan siswa perilaku apa yang menjadi tujuan
pembelajaran. Tanpa ini, siswa lebih cenderung mengabaikan jawaban
yang diberikan sebelumnya karena hasilnya tidak dibiasakan.
Berdasarkan perkembangannya sebagai arus psikologi belajar,
behaviorisme memandang individu dari segi fenomena fisik dan
mengabaikan aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan
perasaan pribadi dalam belajar (Andriyani, 2015). Teori ini
menekankan pada perilaku yang dapat diamati daripada mencari
potensi pada orang sejak lahir. Menurut garis behavioris, belajar
adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang kita tangkap dan tren
dalam hubungan stimulus-respons (S-R). Oleh karena itu, teori ini
disebut teori stimulus-respons. Belajar adalah upaya membangun
sebanyak mungkin hubungan stimulus-respons (Sanjaya, 2013:237).
Menurut teori di atas, hal ini dapat dilihat dari respon anak
terhadap input dan output, berdasarkan perkembangan aliran psikologi
atau behaviorisme, yang menekankan pada tindakan dan kebiasaan.
Yang terpenting adalah input berupa stimulus dan output berupa
respon. Di sisi lain, apa yang terjadi antara stimulus dan respons
dianggap tidak diperhatikan karena tidak dapat diamati atau diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran apakah ada perubahan tingkah
laku sebagai respon terhadap stimulus dan respon anak. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku dibentuk sesuai dengan
kebutuhan lingkungan, sebagai respon individu dalam menanggapi
rangsangan yang disajikan kepada mereka. Untuk mencapai hasil
belajar yang baik dalam hal perubahan perilaku, stimulus diulangi
sehingga respon yang diberikan meningkat.

Perkembangan Teori Behaviorisme Terhadap Pembelajaran


Matematika

Teori behavioris memandang belajar sebagai perubahan kecepatan,


frekuensi kejadian, atau perilaku sebagai fungsi dari faktor lingkungan. Teori
ini direkomendasikan untuk semua siswa, terutama siswa sekolah dasar.
Guru dan siswa perlu saling berinteraksi untuk mendidik siswa yang
memiliki jawaban dan saran yang baik dalam menghadapi masalah yang
dihadapinya. Dengan menggunakan teori ini, siswa dapat mengubah
perilakunya berdasarkan kebiasaan dan lingkungannya. Inilah faktor utama
yang membangun karakter siswa.
Guru yang menggunakan paradigma behavioris menyusun materi
mereka ke dalam format siap pakai yang sepenuhnya mengkomunikasikan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Guru tidak memberikan
banyak ceramah, tetapi memberikan instruksi singkat diikuti dengan contoh,
baik sendiri atau melalui simulasi. Materi pembelajaran disusun dari yang
sederhana sampai yang kompleks. Peringkat atau peringkat, di sisi lain,
didasarkan pada perilaku yang dapat diamati.
Kelebihan dan Kekurangan Toeri Behaviorisme

Kelebihan Kekurangan

Teori ini untuk orang-orang yang Bersifat mekanistik hanya terpaku


memiliki kemampuan dan kepada guru saja dan hanya dapat
pembiasaan dari spontanitas, berorientasi pada hasil yang diamati
kecepatan berfikir, dan daya tahan. dan diukur.

Teori ini digunakan untuk melatih Metode pembelajaran yang


siswa yang masih membutuhkan diterapkan salah, membuat proses
peran dewasa, sifatnya yang labil, pembelajaran akan menjadi tidak
meniru apa yang orang sekitar menyenangkan bagi siswa.
lakukan, dan sangat senang dengan
angan-angan atau hadiah ketika
diberikan salah satu soal dan
mereka akan terlihat semangat dan
memainkan otak, pikiran dan
insting mereka demi medapatkan
hadiah yang ia inginkan.

2. Teori Belajar Kontruktvisme

Menurut buku Learning and Learning (2016), konstruktivisme


adalah aliran ilmu, psikologi, dan teori belajar mengajar yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi atau pendidikan
dari diri kita sendiri. Sedangkan menurut Karli (2003:2)
konstruktivisme adalah pandangan terhadap proses belajar
(knowledge acquisition) yang diawali dengan munculnya konflik
kognitif yang hanya dapat diatasi melalui kesadaran diri dan diakhiri
dengan pembelajaran. adalah Pengetahuan proses belajar diperoleh
anak melalui pengalaman yang dikonstruksi dari hasil interaksi
proses belajar dengan lingkungan.
Setiap individu belajar dengan membentuk pengetahuan ini
dan memberinya makna melalui pengalaman sebelumnya. Dengan
demikian, teori belajar konstruktivis fokus pada pengetahuan yang
dibangun dengan mengadaptasi informasi baru melalui pengalaman
yang ada.

Setiap siswa memiliki cara mereka sendiri untuk membangun


pengetahuan yang bisa sangat berbeda dari rekan-rekan mereka. Oleh
karena itu, sangat penting bagi guru untuk menciptakan situasi dan
metode pembelajaran yang berbeda. Tidak ada model tunggal yang
dapat membantu siswa dengan gaya belajar yang berbeda.

Dalam teori konstruktivis, pembelajaran bukanlah pendekatan


guru-ke-siswa yang umum di sekolah lain, tetapi pembelajaran yang
memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri,
pembelajaran yang disebut belajar mandiri.
Siswa terbiasa memecahkan masalah mereka sendiri dan
menemukan yang baru dalam menanggapi teori konstruktivis yang
mereka terapkan pada diri mereka sendiri. Siswa yang membangun
harus tahu di kepala mereka sendiri. Inti dari teori ini adalah bahwa
siswa harus menemukan dan mengubah informasi.
Perkembangan Teori Konstruktivisme Terhadap Pembelajaran
Matematika

Pemahaman konsep sebagai salah satu tujuan pembelajaran


matematika di sekolah memegang peranan penting dalam pembelajaran
matematika. Pemahaman konsep merupakan dasar pembelajaran matematika,
dan ilmu dasar matematika itu sendiri.
Jerome Bruner (Erman Suherman: 2003) menjelaskan salah satu
proses pembelajaran matematika yang berhasil: Antara Konsep – Konsep
dan Struktur”.

Pemahaman konsep memudahkan siswa dalam mempelajari


matematika. Pemahaman konsep yang baik memungkinkan siswa untuk
mengerjakan keterampilan matematika lainnya seperti penalaran, komunikasi
dan pemecahan masalah.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktrivisme

Menurut Sutisna (2013)

Kelebihan Kekurangan

Dalam ranah berpikir untuk Siswa mengkontruksi


menyelesaikan masalah, pengetahuanya sendiri, jika ada
menemukan idea dan membuat salah satu guru yang memberikan
keputusan, yang menyebabkan tugas terhadap siswa. Maka, guru
anak-anak akan berpikir bagaimana tersebut harus memberikan
solusi untuk menyelesaikan gambaran terlebih dahulu agar tidak
masalah tersebut sehingga akan terjadi miskonsepsi.
meningkatkan proses berpikirnya.

Dalam ranah pemahaman untuk Guru harus mengenal karakter dan


mencari pengetahuan siswa, dapat sifat satu sama lain antar siswa. Jika
melibatkan siswa dalam mencari ada siswa yang memiliki
pengetahuan baru. Dengan adanya permasalahan saat diberikan tugas
itu, akan berkembang pemikiran oleh gutu. Maka, guru tersebut
siswa, dan pemahamannya pun harus segera bertanya dan mungkin
akan semakin mendalam. mencari tahu apa penyebab
masalahnya. Serta guru juga garus
tahu prinsip-prinsip yang ada dalam
teori Konstruktivisme.

Dalam ranah mengingat setelah Situasi dan kondisi disetiap sekolah


adanya ranah berpikir, dan maupun dirumah itu akan selalu
pemahaman, otomatis siswa akan berbeda beda. Maka, guru harus
lebih lama mengingat semua konsep sekreatif mungkin dalam
yang telah didapatnya. Dan justru memanfaatkan bahan dan peralatan
mereka lebih yakin dalam seadanya untuk menunjang
meluruskan dan memecahkan keaktifan dan kreatifitas siswanya
masalah. masing-masing.

Dalam ranah kemahiran Meskipun guru hanya bersifat


berinteraksi atau sosial, Kemahiran motivator bukan berarti guru tidak
sosial diperoleh siswa ketika siswa mempunya peran penting dalam
berdiskusi mengemukakan pendapat proses belajar anak. Oleh karena
dan pertanyaan kepada teman itu, selain mengajarkan pelajaran,
diskusi,. Dengan demikian interaksi guru juga harus mengajarkan nilai-
sosial siswa akan terbangun nilai kemanusiaan terhadap
siswanya.

Dalam ranah motivasi siswa yang


terlibat langsung, mereka akan
merasa termotivasi dan akan terus
belajar untuk memperoleh ilmu atau
pengetahuan yang baru
B. Teori-teori Pembelajaran Matematika

1. Teori Behaviorisme

a) Thorndike

Setuju dengan Thorndike (1911), juga pembangun


hipotesis perilaku, belajar dapat menjadi kerangka intuitif
antara impuls (introspeksi, emosi, atau pengembangan) dan
tanggapan (dan introspeksi, emosi, dan pengembangan).
Konsisten dengan kesimpulan utama Thorndyke, perubahan
perilaku dapat dibingkai sebagai nyata (terlihat) atau non-
nyata (belum dijelajahi). Sementara sarjana Thorndyke belum
menjelaskan bagaimana strategi mengukur perilaku non-nyata
(perkiraan bahwa semua siswa behavioris berpegang teguh),
sekolah Thorndyke Ini mengilhami beberapa perintis lain
untuk mengikuti.

Arus Thorndyke dikenal sebagai "koneksionisme".


Dalam teori Thorndike, ada beberapa tahapan kunci yang
dilalui seseorang dalam suatu kegiatan belajar. Hukum
persiapan, hukum praktik, hukum hasil, hukum sikap, tahap
kedua berpikir. Second Mind pada dasarnya adalah hasil
modifikasi yang dibuat Thorndyke di First Mind. Melihat
gagasan utama Thorndyke yang dituangkan dalam bentuk
hukum yang berlaku saat ini, penulis bertanya-tanya apakah
teori yang digunakan dapat diterapkan untuk semua pelajaran,
terutama mata pelajaran inti semua mata pelajaran, yaitu
matematika dan bahasa Indonesia.
b) Watson

Berbeda dengan Thorndyke, Watson, seorang master


pasca-Thorndyke, berpendapat bahwa kejang dan reaksi
harus berbentuk perilaku "terlihat", diabaikan dan
diperlakukan sebagai variabel yang tidak perlu Anda
ketahui. Ini tidak berarti bahwa semua perubahan mental
yang terjadi dalam pikiran siswa tidak kritis. Di satu sisi,
mereka semua penting. Namun, alasan ini tidak dapat
menjelaskan terjadi atau tidaknya suatu struktur
pembelajaran. Saya setuju dengan Watson, tetapi ini adalah
satu-satunya asumsi yang memprediksi bagaimana siswa
akan berubah. Jadi, tampaknya penelitian dan pendidikan
otak dapat dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang
sangat terstruktur dalam hal pertemuan melalui pengamatan,
seperti ilmu material dan ilmu alam.

Untuk alasan ini, siswa perilaku biasanya tidak


memikirkan yang tidak terukur, tetapi menyadari bahwa ini
sangat penting. Pelopor lainnya adalah Kark Frame, Edwin
Guthrie dan B.F. Skinner.

c) Cark Hull

Cark Frame (1943) menyempurnakan konsepsi kritis


sekolahnya untuk dipengaruhi oleh sekolah perkembangan
Charles Darwin. Saya setuju dengan pendapatnya, tetapi
tindakan sangat berharga dalam mempertahankan
kelangsungan hidup. Kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan
juga merupakan pusat hubungan kita dengan otoritas sekolah.
Konsisten dengan Frame (1943, 1952), plot
dikonseptualisasikan sebagai dorongan untuk
menggambarkan rasa lapar, haus, istirahat, kesengsaraan, dan
sebagainya. Penguatan paling sering dikaitkan dengan
kebutuhan organik ini, tetapi tanggapan dapat mengambil
banyak bentuk. Konsep ini tidak banyak digunakan secara
praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya,
tetapi hampir selalu diperlukan dalam berbagai eksperimen
laboratorium.

d) Edwin Guthrie

Pakar ini menjelaskan sebuah kontinum yang


menjelaskan bahwa belajar adalah belajar tentang kejutan dan
reaksi tertentu. Saat itu Edwin Guthrie berargumen bahwa
hubungan antara spasme dan reaksi mungkin menjadi
penyebab yang mendasari pembelajaran sangat penting.Selain
itu, jika reaksi dikaitkan dengan upgrade lain, grip akan lebih
membumi (sebenarnya miring). Misalnya, orang yang
memiliki kebiasaan merokok sulit untuk berhenti. Sementara
kondisi ini bisa mengejutkan (seperti kenikmatan merokok),
ada kejutan lain seperti minum kopi, bertemu teman, dan
kebutuhan untuk terlihat solid.

Guthrie menjelaskan bahwa "disiplin" memiliki


sebagian besar fitur kerangka belajar. Singkatnya, hukuman
yang tepat waktu juga mengubah perilaku seseorang.
Misalnya, seorang wanita muda yang pulang dari sekolah
setiap kali dia melempar gaun dan topinya ke lantai.
Kemudian ibu meminta anak untuk mengenakan kembali
pakaian dan topi, lalu keluar lagi, masuk ke rumah, dan
meletakkan kembali topi dan pakaian di gantungan. Kedua,
keadaan pikiran menggantung topi dan pakaian dikaitkan
dengan dorongan untuk masuk ke dalam rumah. Namun,
perhitungan disiplin dalam hipotesis perilaku ini tidak
berlebihan.

e) Skinner

Skinner yang bangkit kembali (1989) adalah seorang


aktivis neo yang pindah dari lembaga penelitian ke ruang
kelas. Skinner memiliki berbagai pendapat yang tampaknya
membanjiri sekolah Frame dan Guthrie, mungkin karena
kemampuan Setuju dengan Skinner. Ungkapan antara
brengsek dan reaksi untuk menggambarkan perubahan
perilaku (terkait dengan lingkungan) konsisten dengan bentuk
Watson dan diremehkan. Reaksi siswa tidak sesederhana itu.
Karena pada dasarnya setiap orang mengalami bombardir
atom dan interaksi ini pada akhirnya menimbulkan reaksi.
Namun, tanggapan di atas juga menyebabkan hasil yang
berbeda dan mempengaruhi perilaku siswa.

Oleh karena itu, pemahaman umum tentang perilaku


siswa memerlukan informasi tentang respons itu sendiri dan
perbedaan hasil yang disebabkan oleh respons tersebut
(belGredler, 1986). Menjelaskan Skinner, apalagi tindakan
Skinner, memperumit masalah karena dalam jangka panjang
"aparat" perlu diklarifikasi lagi.Ketika ditanya, kami meminta
mereka untuk mengklarifikasi "apa yang mengecewakan".
Penjelasan lebih lanjut akan diperlukan untuk memperjelas
kekecewaan ini. Dan begitulah sampai akhir.

Dari semua pendukung aliran perilaku, aliran Skinner


dianggap memiliki pengaruh paling penting dalam
meningkatkan aliran pembelajaran. Berbagai tutorial seperti
desain mekanik, matematika, atau program lain yang
menggunakan konsep komponen jerk, reaction, dan gain
adalah bukti dari program yang menggunakan aliran Skinner.

2. Teori Konstruktivisme

a) Jean Piaget

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama


yang menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Konstruktivisme Piaget
menekankan pada proses yang dilalui siswa untuk mengetahui
sesuatu dan tahapan yang dillui untuk memperoleh
pengetahuan tersebut (Trianto, 2007). Piaget meyakini bahwa
kecenderungan siswa berinteraksi dengan lingkungan adalah
bawaan sejak lahir. Anak pada dasarnya memproses dan
mengatur informasi dalam benaknya dalam bentuk skema.
Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang secara
intelektual dapat beradaptasi dan berubah sesuai
perkembangan mental anak. Skema bukanlah benda nyata
yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam
sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan
tidak dapat dilihat. Skema tidak pernah berhenti berubah atau
menjadi lebih rinci sehingga gambaran dalam pikiran anak
menjadi semakin berkembang dan lengkap (Trianto, 2007).

Seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi


lingkungannya dengan menggunakan skema itu sehingga
terbentuk skema baru melalui asimilasi dan akomodasi.
Skema yang terbentuk melalui asimilasi dan akomodasi
tersebut kemudian disebut dengan pengetahuan yang telah
dikonstruksi atau dibangun oleh siswa (Sunanik, 2014).
Melalui adaptasi siswa memperoleh pengalaman yang baru
berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Proses
asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, melainkan
memperkembangkan skema. Dalam perkembangan intelektual
seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi dengan
akomodasi. Proses ini debut equilibrium, yaitu pengaturan diri
secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses
asimilasi dan akomodasi (Trianto, 2007).
b) Lev Vygotsky
Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme
dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan
lingkungannya. Vygotsky sangat menekankan pentingnya
peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang.
Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak
dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang
dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial.
Zona ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak
dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan
kelompok atau orang dewasa (Baharuddin, 2008).
Konsep lain dalam karya Vygotsky adalah
“pembicaraan batin”  (inner speech). Konsep ini muncul dari
penjelajahan Vygotsky untuk menemukan hubungan antara
tindakan pikiran yang tidak terlihat dengan bahasa sebagai
fenomena kebudayaan, yang bisa dijelaskan dengan analisis
obyektif. Pada aliran behavioris menyatakan bahwa pikiran
hanyalah pembicaraan sub-vocal, pembicaraan lahirlah yang
tumbuh sangat kecil. Vygotsky menegaskan bahwa pikiran
dapat berkembang untuk merefleksikan kenyataan sosial.
Proses komunikasi dengan orang lain menghasilkan
perkembangan makna kata yang kemudian membentuk
struktur kesadaran (Baharuddin, 2008).
Sebagaimana telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme menurut
pandangan Jean Piaget dan Lev Vygotsky yaitu pengetahuan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Namun, pengetahuan lebih diutamakan pada
proses mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi. Artinya, siswa harus aktif secara
mental membangun struktur pengetahuannya sendiri
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan
kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil
yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai
dengan kehendak guru.

c) John Dewey
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar
intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim & Nur,
2004). Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey
menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas
merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah
kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan
pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat dalam proyek
atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran
disekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada
abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik
dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menyelesaikan proyek yang  menarik dan pilihan
mereka sendiri.
d) Jerome Bruner
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi
perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Ia telah
mengembangkan suatu model instruksional kognitif yang
sangat berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan.
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya memberikan  hasil yang lebih baik. Berusaha
sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna (Dahar, 1998).
Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar
melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperopleh
pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada
keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan
pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Teori Belajar dan Konsep Mengajar (2022),
http://jurnal.umb.ac.id/index.php/lateralisasi
Variasi : Majalah Ilmiah Universitas Almuslim,
Volume 13, Nomor 2, Juni 2021
P-ISSN : 2085-6172 E-ISSN : 2656-2979
Andriyani, Fera. 2015. Teori Belajar Behavioristik dan Pandangan Islam
tentang Behavioristik. Url:
http://ejournal.kopertais4.or.id/index.php/syaikhuna/article/download/
1034/767. diakses 26 Oktober 2020.
Amsari, D., Mudjiran. 2018. Implikasi Teori Belajar E.Thorndike
(Behavioristik) dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Basicedu Vol. 2 No.
2 Tahun 2018, Hal. 52-60.
Burhanuddin., dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: An-
Ruzz Media.
Driscoll, Marcy, P. 2012. Psychology Foundation of Instructional Design.
Reiser, Robert A. dan Dempsey, John V. Trends and Issues in
Instructional Design and Technology. Third Edition. Boston: Pearson
Education Inc.
531-Full Artikel-2072-1-10-20210630
Menurut buku Belajar dan Pembelajaran (2016)
PS Pendidikan Matematika | FKIP Universitas HKBP Nommensen
Pematangsiantar ISSN : 2685 – 290X
Juring: Journal for Research in Mathematics Learningp-ISSN: 2621-7430 |e-
ISSN: 2621-7422Vol. 1, No. 3, Desember 2018, 199–206
Sunanik, S. (2014). Perkembangan Anak ditinjau dari Teori
Konstruktivisme. SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of
Islamic Education), 2(1), 14.

Trianto, (2007). Model-model Pembelajaran iInovatif berorientasi


kontruktivistik. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai