Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN

PROGRAM GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR)

PEMERINTAH KOTA TOMOHON


DINAS KESEHATAN DAERAH
PUSKESMAS KAKASKASEN
BAB I
DEFINISI

Rabies disebut juga penyakit anjing gila adalah suatu penyakit infeksi
akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini
bersifat zoonotik yaitu penyakit dapat ditularkan dari hewan ke manusia
melalui gigitan hewan penular rabies.
Penyakit ini telah dikenal sejak berabadabad yang lalu dan merupakan
penyakit yang menakutkan bagi manusia karena penyakit ini selalu diakhiri
dengan kematian.
Penyakit ini menyebabkan penderita tersiksa oleh rasa haus namun
sekaligus merasa takut terhadap air (hydrophobia). Rabies bersifat fatal baik
pada hewan maupun manusia, hampir seluruh pasien yang menunjukkan
gejala–gejala klinis rabies (encephalomyelitis) akan diakhiri dengan kematian.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan
rabies namun penyakit ini dapat dicegah melalui penanganan kasus gigitan
hewan penular rabies (GHPR) sedini mungkin.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Program GHPR meliputi pelayanan:


A. Kegiatan didalam Gedung Puskesmas Kakaskasen
B. Kegiatan diluar Gedung Puskesmas Kakaskasen
BAB III
TATALAKSANA

A. PELAKSANAAN KEGIATAN
I. Penanganan kasus gigitan hewan rabies/ tersangka rabies
a. Semua kasus gigitan hewan penularan rabies/ tersangka rabies
harus segera dilakukan pencucian luka gigitan dengan
sabun/deterjen dan air mengalir selama 10-15 menit. Dan segera
dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan
secepatnya.
b. Bila kasus gigitan tersebut cukup membahayakan dan
memerlukan penanganan yang insentif segera dirujuk ke rumah
sakit terdekat atau rumah sakit yang ditunjuk sebagai rabies
center.
II. Vaksin dan serum yang dipergunakan
a. Pengadaan vaksin dan serum
Pengadaan vaksin dan serum anti rabies disediakan setiap
tahun dengan anggaran pusat dan provinsi sebagai persediaan
bila terjadi KLB. Namun demikiann pemerintah
Kabupaten/Kota harus menyediakan VAR/SAR sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan anggarannya.
b. Pengelolaan vaksin dan serum anti rabies
Mengingat bahwa penggunaan vaksin/serum anti rabies juga
mengandung resiko, maka perlu dilakukan
pengawasan/pengelolaan secara baik oleh petugasa yang
dilatih. Hal-hal yang perlu dicatat dalam pengawasan
penyimpanan, distribusi penggunaan VAR/SAR :
 Tipe dan nomor batch
 Tanggal kadarluasa
 Jumlah persediaan VAR/SAR sebelumnya
 Cara penyimpanan VAR/SAR ( disimpan pada kamar dingin
atau lemari es dengan suhu 28o C, tidak boleh dicampur
dengan bahn makanan atau minuman).
 Distribusi VAR/SAR (jumlah dan tujuan)
III. Cara pemberian Pengobatan Pasteur
a. Indikasi Pemberian

Kategori jenis Kontak (dengan hewan Rekomendasi


peliharaan tersangka atau Tatalaksana
konfirmasi rabies, hewan liar
atau hewan yang tidak dapat
diobservasi)
• Menyentuh atau memberi •Lakukan pencucian
I makan hewan luka
• Jilatan pada kulit utuh • Tidak diberikan
II • Menggigit kulit terbuka •Lakukan pencucian
• Luka goresan kecil atau luka dan perawatan luka
lecet tanpa perdarahan • Segera berikan vaksin
anti rabies. Hentikan
pemberian vaksin bila
hasil observasi selama
10 hari hewan sehat
atau jika hasil
pemeriksaan
laboratorium terhadap
hewan negative dengan
teknik pemeriksaan yang
memadai.
III • Gigitan atau cakaran yang • Lakukan pencucian
menimbulkan luka luka dan perawatan luka
transdermal baik satu atau • Segera berikan vaksin
banyak, jilatan pada kulit dan serum anti rabies.
yang rusak. Hentikan pemberian
• Kontaminasi selaput lendir vaksin bila hasil
dengan air liur karena jilatan observasi selama 10 hari
dari hewan hewan sehat atau jika
• Terpapar dengan kelelawar hasil pemeriksaan
laboratorium terhadap
hewan negative dengan
teknik pemeriksaan yang
memadai.
Keterangan Flowchart:
 Luka risiko tinggi yang dimaksud dengan luka risiko tinggi
adalah jilatan/luka pada mukosa,luka di atas daerah bahu
(leher, muka dan kepala), luka pada jari tangan dan jari kaki,
luka di area genitalia, luka yang lebar/dalam, atau luka
multiple (multiple wound).
 Luka risiko rendah Yang dimaksud luka risiko rendah adalah
jilatan pada kulit terbuka atau cakaran/ gigitan yang
menimbulkan luka lecet (ekskoriasi) di area badan,tangan
dan kaki.
 Observasi hewan Kandangkan atau ikat hewan yang
melakukan gigitan dan lakukan pengamatan selama 14 hari.
 Hentikan pemberian Vaksin Anti Rabies bila :
• hasil observasi hewan menunjukkan hewan sehat,
• hasil pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen ota

b. Pelaksanaan pengobatan
 Dosis Vaksin Anti Rabies (VAR)
Dosis VAR yang direkomendasikan adalah 0,5 ml setiap
penyuntikan.
Pemberian VAR pada manusia yang tergigit hewan
tersangka/rabies, digunakan dengan metode 2-1-1 yaitu 2
dosis pada hari ke 0 (regio deltoid kiri dan kanan), 1 dosis
hari ke 7 dan 1 dosis hari ke 21 secara IM (intra muscular)
Untuk anak < 1 tahun diberikan di pangkal paha.
Untuk ibu hamil perlu dipertimbangkaan manfaat dan
kegunaannya dan rsikonya. Jika indikasi dan factor tertular
kuat maka diberikan VAR, jika indikasi lemah tidak
diberikan, hanya perawatan gigitan luka.

 Dosis Serum Anti Rabies (SAR)


Dosis SAR (homolog) yang diberikan adalah 20 IU/kg BB atau
0,1 ml/kg BB, sedangkan dosis SAR (heterolog) yang
diberikan adalah 40 IU/kg BB
Dosis ini berlaku untuk semua golonga umur, sebagian
diinfiltrasikan disekitar luka gigitan dan sisi luka, sebagian
diberikan secara IM (pantat atau paha).
Sebagian VAR kadang-kadang menimbulkan syok anafilaktik
atau serumsickness maka pemberiannya harus didahului
dengan skin test.

 Pencatatan
Dalam pemberian pengobatan dilakukan pencatatan
pengobatan sesuai kartu pencatatan
 Tindakan setelah pengobatan
Kepada mereka yang memperoleh pengobatan apabila dalam
kurun waktu 6 bulan setelah mendapatkan suntik terakhir
timbul gejala sakit kepala yang terus menerus, kaku kuduk,
maka orang tersebut harus segera melaporkan ke
Puskesmas, RS rabies center untuk mendapat penanganan
lanjut.

B. PENCATATAN DAN PELAPORAN


I. Pelapoaran kasus GHPR secara rutin disampaikan dari Puskesmas ke
Dinas Kesehatan Kab/Kota, dengan menggunakan system pelaporan
terpadu yang berlaku.
II. Seluruh laporan yang diterima dari Puskemas dicatat dan dianalisi serta
pemetaan wilayah endemis rabies per Kecamatan/kelurahan.
III. Hasil analisis oleh Dinkes Kab/Kota disampaikan kepada Dinkes
Provinsi kemudian diteruskan kepada Ditjen PP dan PL Kemkes setelah
direkapitilasi dan siertai lampiran situasi bahan operasi termasuk
vaksin dan serum yang digunakan.
IV. Dinkes Kab/Kota menyampaikan data situasi kasus gigitan secara rutin
ke Dinas Peternakan Kab/Kota dan Provinsi.
V. Umpan balik laporan situasi kasus gigitan dan rabies dari Kab/Kota
disampaikan kembali ke seluruh Puskesmas dan rabies center untuk
mendapatkan tindak lanjut pengamatan lapangan.

C. PENYULUHAN KESEHATAN
Penyuluhan kesehatan masyarakat sebaiknya dilakukan secara terpadu
dengan Dinas Peternakan dan dilakukan oleh bagian yang membidangi
pengendalian rabies bagian promosi Kesehatan yang ada di Kab/Kota
maupun Provinsi.
Kegiatan Penyuluhan di Puskesmas sendiri bekerja sama dengan lintas
program terkait yakni Pomkes dan bidan kelurahan, kegiatan penyuluhan
sebaiknya dilakukan diberbagai kesempatan dengan menggunakan media
yang ada seperti leaflet, spanduk, baliho, banner, media
cetak/eleltronik/social, radio maupun penyuluhan pada berbagai
pertemuan baik formal maupun informal.
. BAB IV
DOKUMENTASI

Tidak kalah penting dalam pedoman program GHPR ini adalah tentang
ketersediaan logistik, yang antara lain berupa form-form pelaporan maupun
sarana yang dibutuhkan untuk pencatatan dan pelaporan kejadian maupun
hasil diskusi adanya potensi yang mampu mempengaruhi keselamatan pasien.
1. Form pencatatan kasus GHPR
2. Form logistic untuk anfrag VAR ke Dinkes Kota
3. Media KIE/ Penyuluhan berupa leaflet/brosur/spanduk dll
4. Penyuntikan VAR pada pasien kasus GHPR
5. PE dan penelusuran kontak kasus GHPR

Penyuntikan VAR PE kasus GHPR

Anda mungkin juga menyukai