Anda di halaman 1dari 17

5

Tamwil (BMT) dirasakan telah membawa manfaat finansil

bagi masyarakat, terutama masyarakat kecil yang tidak bankable

dan menolak riba, karena berorientasi pada ekonomi kerakyatan.

Kehadiran BMT di satu sisi menjalankan misi ekonomi syariah

dan di sisi lain mengemban tugas ekonomi kerakyatan dengan

meningkatkan ekonomi mikro, itulah sebabnya perkembangan

BMT sangat pesat di tengah perkembangan lembaga keuangan

mikro konvensional lainnya.

a. Fungsi BMT

Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi, yaitu :

1) Baitul mal (bait artinya rumah, al-mal artinya harta) menerima

titipan (ZIS) dana zakat, infal dan sedakah serta

mengoptimalkan distribusi sesuai dengan memberikan

santunan kepada yang berhak (ashnaf) sesuai dengan

peraturan dan amanat yang diterima.

2) Baitul tamwil (bait artinya rumah, at-tanwil artinya

penghembagan harta) melakukan kegiatan pengembangan

usaha-usaha produkstif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan

mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan

kegiatan ekonominya.
6

b. Fungsi BMT

Sebagai lembaga keuangan syariah BMT berfungsi :1

1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan

mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota,

kelompok usaha anggota, dan daerah kerjanya.

2) Mempertinggi kualitas SDM anggota dan menjadi lebih

professional serta islami sehingga semakin utuh dan tangguh

menghadapi tantangan global.

3) Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota.

c. Ciri – ciri BMT

BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah, memiliki ciri-ciri yang

berbeda dari lembaga keuangan sejenis. Secara khusus BMT memiliki

ciri-ciri sebagai berikut : 2

1) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan

pemnfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan

masyarakat.

1
Muljadi,” operasionalisasi permasalahan syariah”, pada Produk Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) di Provinsi Banten, Tanggerang:Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyyah Tanggerang,Volume 2 Nomor 2, Agustus 2014, hlm. 38

2
Kuat Ismanto,”Pengelolaan Baitul Maal”, pada Baitul Maal wat Tamwil
(BMT)di kota Pekalongan, Pekalongan:Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN
Pekalongan,Volume 12,Nomor 1, Mei 2015,hlm 16.
7

2) Bukan lembaga social, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan

pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infaq dan sodaqoh bagi

kesejahteraan orang banyak.

3) Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di

sekitarnya.

d. Prinsip – prinsip BMT

BMT dalam melaksanakan kegiatan memiliko prinsip – prinsip sebagai

berikut : 3

1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan

mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam

ke dalam kehidupan nyata.

2) Keterpaduan dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan

dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif,

progresif, adil, dan berakhlak mulia.

3) Kekeluargaan.

4) Kebersamaan.

5) Kemandirian.

6) Profesionalisme.

7) Istiqomah : konsisten, berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah

putus asa.

e. Peran BMT di Masyarakat.

3
Muljadi, “Operasional permasalahan syariah”, pada Produk Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) di Provinsi Banten, Tanggerang : Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyyah Tanggerang, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014,hlm. 38
8

Sebagai Lembaga Keuangan Syariah yang beroprasi di masyarakat

maka peran BMT di masyarakat adalah : 4

1) Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi nonsyariah.

2) Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.

3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir.

4) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang

merata.

f. Produk Penghimpunan Dana di BMT

Penghimpunan dana di BMT dapat berbentuk giro, tabungan, dan

deposito. Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan

dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharobah.5.

g. Produk Pembiayaan di BMT.

Pembiayaan yang diberikan BMT meliputi pembiayaan kerjasama

usaha yaitu Mudharabah dan musyarokah, akad sewa-menyewa yaitu

ijaroh dan ijaroh Muntahiya bit tamlik, dan akad jual beli yang disebut

murabahah.6

2. Murobahah

a. Pengertian Murobahah

4
Ainul Amalia, analisa terhadap pelaksanaan produk simpanan pendidikan di BMT
Marhamah Wonosobo (tugas akhir), universitas Negeri Walisongo, 2015, hlm. 12-13
5
Ainul Amalia,Ánalisa Terhadap Pelaksanaan Produk Simpanan Pendidikan: di
BMT Marhamah Wonosobo (Tugas Akhir) UIN Walisongo,2015, hlm. 16-17
6
Ainul Amalia,Ánalisa Terhadap Pelaksanaan Produk Simpanan Pendidikan: di
BMT Marhamah Wonosobo (Tugas Akhir) UIN Walisongo,2015, hlm. 12-13
9

Kata murobahah berasal dari kata ribhu yang berarti

keuntungan. Maka murobahah mempunyai arti saling

menguntungkan.7 Secara sederhana murobahah berarti jual beli

barang ditambah keuntungan yang telah disepakati.

Menurut Dewan Syariah Nasional Murobahah, yaitu

menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada

pembeli dan pembeli membayarnya harga yang lebih sebagai laba8

b. Dasar Hukum Murobahah.

Murobahah adalah salah satu jenis jual beli yang

diperbolehkan dalam Syariah. Landasan hukum pengaturan

pembiayaan murabahah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional

Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000, bahwa dalam rangka membantu

masyarakat guna melangsungkan meningkatkan kesejahteraan dan

berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas

murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang

dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli

membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.9

1) Al-Qur’an

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275:

ِّ ‫َأح َّل اللَّ هُ الْ َب ْي َع َو َح َّر َم‬


‫الر بَا‬ َ ‫َو‬
7
Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,(Jakarta:Kencana Prenada
Media Group,2012),hlm. 136
8
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murobahah hlm 1
9
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murobahah hlm 1
10

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”10

2) Al-Hadits

Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw.


bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual
beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk
dijual.” (HR Ibnu Majah dengan sanad dhaif).11
c. Syarat dan Rukun Murobahah

1) Syarat Murobahah.

a) Syarat yang berakad (ba’tu dan musytari) cakap

hukum dan dalam keadaan tidak terpaksa

b) Barang yang diperjual belikan tidak termasuk jenis

barang yang haram atau dilarang oleh syariat

c) Harga barang harus dijelaskan secara transparan jumlah

harga pokok dan jumlah keuntungan yang diinginkan

disebutkan dengan jelas.

d) Pernyataan serah terima *ijab qobul) harus jelas

dengan menyebutkan secara jelas pihak-pihak yang

berakad.

2) Rukun Murobahah

a) Ba’itu (Penjual)

b) Musytari (Pembeli)

c) Mabi’ (Barang yang diperjual belikan)

10
Al-Qur’an,[2]:275
11
Ash Shan'ani, Subul as Salam, (Indonesia: Maktabah Dahlan, tth), Jilid 3, h. 76
11

d) Tsaman ( Harga barang)

e) Ijab qobul ( pernyataan serah terima)

d. Persoalan-persoalan hukum dalam Murobahah

Benerapa persoalan yang berkaitan dengan aspek hukum yang

sering muncul dalam transaksi murobahah antara lain berkaitan

dengan penyerahan barang, resiko, jaminan, dan pajak. 12 Dengan

uraian sebagai berikut:

1) Penyerahan Barang.

Penyerahan barang atau benda yang diperjualbelikan dalam

syariat hukumnya wajib. Aakad jual beli yang tidak menyerahkan

barang atau benda yang diperjualbelikan dinilai tidak sesuai

dengan salah satu syarat murobahah.

2) Resiko atas Barang dan Penyerahan

Berkaitan dengan resiko atas barang adalah adanya

kerusakkan barang sebagai objek pertukaran. Adanya kerusakan

yang timbul terhadap objek pertukaran merupakan tanggung jawab

para pihak yang melakukan kerusakan pada objek tersebut dan

akad dapat diteruskan atau dibatalkan sesuai dengan tingkat resiko

dari kerusakan barang yang timbul dan atas kesepakatan dari

kedua pihak yang berakad.

Dalam pertimbangan fukaha, prinsip keadilan harus

ditegakkan pada saat terjadi kerusakan atau resiko. Selama objek

12
Fathurrahman Djamil,Penerapan hukum perjanjian dalam transaksi di lembaga
keuangan syariah,(Jakarta:Sinar Grafika,2012), hlm.123
12

belum diserahkan kepada pembeli, maka resiko yang muncul atas

objek tersebut merupakan beban penjual, yang masih menjadi

pemilik sah dari objek tersebut, sampai saat benda itu sudah

diserahkan kepada pembeli. Dengan diserahkannya benda tersebut

maka

Adapun resiko berkaitan dengan pembayaran, yaitu

nasabah tidak melakukan pembayaran baik seluruhnya ataupun

sebagian sesuai dengan jadwal pembayaran . Syariah untuk

menghindari resiko pembayaran antara lain dengan adanya

agunan, penanggungan ( jaminan pihak ketiga), dan syarat

perjanjian yang menyatakan bahwa semua hasil barang

murobahah yang dijual kepada pihak ketiga (baik tunai ataupun

secara angsuran) harus atas sepengetahuan bank hingga kewajiban

pembayaran kepada bank dibayar secara penuh. Jika tidak

melakukan pembayaran dikarenakan faktor di luar kemampuan

pengawasan nasabah, bank syariah secara modal berkewajiban

untuk melakukan penjadwalan ulang piutang tersebut13

3) Agunan .

13
Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang penjadwalan kembali
tagihan murobahah.
13

Agunnan adalah suatu cara untuk menjamin hak-hak

kreditor/pihak bank agar tidak dilanggar dan menghindari

memakan harta orang lain secara tidak benar.

Hal ini juga ditegaskan dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional adalah sebagai berikut: “Jaminan dalam murobahah

dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya. Bank

dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang

dapat dipegang”14

4) Pajak

a) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan surat Dirjen Pajak kepada salah satu

Unit Usaha Syariah Bank Swasta Nasional dikemukakan

bahwa transaksi murobahhah yang dilakukan oleh Bank

syariah termasuk dalam pengertian penyerahan barang

Kena pajak yang terutang Pajak Pertambahan

Nilai(PPN)15

b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Selaim ketentuan PPN, sebenarnya Bank syariah


dalam menjalankan transaksi murobahah, apabila objek
murobahah tersebut adalah barang tetap berupa tanah atau
bangunan, yang kemusian transaksi tersebut dicatat dalan
14
Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang murobahah
15
Surat Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI No. S-243/PJ. 53/2003 tanggal 10
maret 2003 perihal Perlakuan PPN atas transaksi Bai’al-murobahah jo. Surat direktur
PPN dan PTLL Dirjen-65/PJ.53/2006 tgl. 7 Februari 2006
14

akuntansi sebagai persediaan milik bank. Maka secara


yuridis atas perolehan barang tetap tersebut bank
dikenakan BPHTB sebesar 5%.16
3. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi

Islam didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl

(keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil).

Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori

ekonomi Islam.17 Berikut ini adalah penjelasan dari kelima prinsip

ekonomi islam diatas:

a. Prinsip Tauhid

Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid,

manusia menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak

disembah selain Allah dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan

isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam

semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik

manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah

adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk

memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka.

Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-

sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah


16
UU No. 20 Tahun 2000 jo. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB, Pasal 3 ayat (1) PP No. 3 Tahun 1994 jo. Surat
Edaran Dirjen Pajak No. SE-04/PJ.33/1994. 10 Mei 1994).
17
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta, III T Indonesia, 2002 ,hlm.
17.
15

untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu segala aktivitas manusia

dalam hubungannya dengan alam dan sumber daya serta manusia

(mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah.

Karena kepada-Nya manusia akan mempertanggung jawabkan

segala perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis18.

b. Adl’

Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan

antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf)

dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di

bidang usaha untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan

“nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena

itu harta jangan hanya saja beredar pada orang kaya, tetapi juga

pada mereka yang membutuhkan.19

c. Nubuwwah

sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak

dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena

itu diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk

dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik

dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat)

ke asal-muasal segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah

untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar

mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,

18
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Wali Pers, 2007, hlm. 14-15.
19
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Wali Pers, 2007, hlm. 16
16

Allah telah mengirimkan manusia model yang terakhir dan

sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad

Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh

manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis pada

khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah (tanggung jawab,

dapat dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan,

kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh (komunikasi

keterbukaan dan pemasaran).

d. Khilafah

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia

diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi

pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap

manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian

adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban

terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua manusia, baik

dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau

kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif

manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya

adalah untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok

termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan

dapat dihilangkan, atau dikurangi

e. Ma’ad
17

Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai kebangkitan

tetapi secara harfiah ma’ad berarti kembli. Dan kita semua akan

kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi

terus berlanjut hingga alam ,akhirat. Setiap individu memiliki

kesamaan dalam hal harga diri sebagai manusia. Pembedaan tidak

bisa diterapkan berdasarkan warna kulit, ras,

kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan

kewajiban- kewajiban eknomik setiap individu disesuaikan dengan

kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif

masing-masing dalamstruktur sosial. Berdasarkan hal inilah

beberapa perbedaan muncul antara orang-orang dewasa, di satu

pihak, dan orang jompo atau remaja di pihak lain atau antara laki-

laki dan perempuan.20

B. Kerangka Berfikir

20
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Wali Pers, 2007, hlm. 23
18

Berikut ini adalah kerangka pemikiran yan sudah penulis

gambarkan , untuk mempermudah dalam memberi arahan tujuan

penelitian ini. Adapun kerangka berfikirnya adalah sebagai berikut :

Al- Qur’an da As-Sunnah

IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUROBAHAH

PADA SEKTOR PERTANIAN

1. Implementasi pembiayaan

Murobahah pada sector pertanian


1. Akad Murobahah
di KSPPS BMT Adil Berkah
2. Konsep Baitul Mal
Sejahtera
waTamwil
2. Implementasi pembiayaan

Murobahah pada sector pertanian

untuk memenuhi kebutuhan petani

ANALISIS HASIL LAPANGAN

1. Praktek pembiayaan Murobahah pada sector pertanian.

2. Implementasi pembiayaan Murobahah pada sector pertanian

dalam perpektif Ekonomi Islam.


19

C. Kajian Penelitian yang Relevan.

Penelitian terdahulu yang relevan merupakan suatu tinjauan

terhadap beberapa sumber referensi yang berasal dari karya ilmiah yang

telah ada sebelumnya, hal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran-

gambaran secara relevan tentang penelitian yang berkaitan. Sebagaimana

deskripsi dalam latar belakang masalah, penelitian ini fokus pada

pembahasan mengenai implementasi jual beli pada produk pembiayaan

murobahah sektor pertanian di KSPPS BMT Asil Nerkah Sejahtera

Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. Berikut ini

adalah penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian yang

akan peneliti lakukan.

Desi Nurhabibah (2018), peneliti mengemukakan bahwa akad

murabahah salah satu perdebatan paling rinci dan kompleks dalam

ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Islam. Oleh karena itu,akad

murabahah adalah solusi pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan

komoditas tertentu yang tidak mampu melakukan pembayaran tunai, pada

saat yang sama. Oleh karena itu, bank-bank Islam harus berupaya keras

menuju penerapan murni yang tepat dan melakukan tindakan pencegahan

yang diperlukan untuk memperbaiki penyimpangan dalam praktiknya.

Sebab penerapan akad murabahah yang dilakukan saat ini merupakan

pemenuhan kebutuhan pembiayaan dari mereka yang mencari keuntungan

eksternal.21
21
Desi Nurhabibah, implementasi Akad Murobahah pada anggota,di BMT AS-SYAFI’IYAH
Kabupaten Pingsewu, UIN Raden Intan Lampung,tahun 2018,hlm. 35
20

Abdul Latif (2016) Peneliti mengemukakan bahwa implementasi

dan konsekuensi akad murabahah dengan wakalah pada keuangan syariah

bentuk merugikan hak-hak konsumen pembiayaan. Dalam Fatwa DSN No.

04 / DSN -MUI / IV / 2000 bagian pertama dari poin 9 mengatakan bahwa

jika bank ingin mendelegasikan untuk pelanggan untuk membeli barang

dari pihak ketiga, murabahah jual beli perjanjian harus dilakukan setelah

barang pada prinsipnya milik bank. Dalam prakteknya,

itupenandatanganan kontrak murabahah dengan wakalah dilakukan secara

bersamaan pada awal perjanjian ketika barang menjadi objek jual beli

belum terwujud secara fisik. Ini adalah bentuk dari kurangnya syar’i dari

suatu transaksi karena seharusnya dibuat penandatanganan kontrak

murabahah setelah wakalah dilaksanakan sehingga esensi mewakili bank

untuk membeli barang dengan esensi dari jual beli antara pelanggan dan

bank dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan akad murabahah yang tidak

batal demi hukum yang menyebabkan

kepemilikan barang tidak dapat ditransfer pada transaksi jual beli.

Dengan demikian timbul merugikan diri sendiri hak-hak konsumen pada

layanan jaminan syar'i untuk pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan

Prinsip-prinsip Syariah.22

Berdasarkan beberapa penelitian yang peneliti telah gambarkan

tersebutdiatas, terdapat beberapa persamaan, yakni pembahasan mengenai

konsep dan praktek dari akad murabahah yang ada di lembaga keuangan
22
Abdul Latif,” implementasi dan konsekuensi akad murabahah dengan wakalah pada
keuangan syariah bentuk merugikan hak-hak konsumen pembiayaan” dalam Fatwa DSN No. 04 /
DSN -MUI / IV / 2000,Ponorogo: STAIN Ponorogo,Volume 1 Nomor 1,Mei- Oktober 2016,hlm. 1
21

syariah seperti BMT. Selain itu juga memiliki perbedaan yaitu pembahasan

akad murobahah kususnya dalam sector pertanian

Anda mungkin juga menyukai