Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361142740

LEMAHNYA PENERAPAN DISPENSASI UU PERKAWINAN NO. 16 Tahun 2019

Article · June 2022

CITATIONS READS
0 62

4 authors:

Amira Hasna Humaira Kesya Azzahra


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Nashwa Hatta Aqila Dwi Desi Yayi Tarina


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    121 PUBLICATIONS   104 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Hukum Dagang (A) UPNVJ - Kelompok 8 View project

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH HUKUM PERDATA View project

All content following this page was uploaded by Nashwa Hatta Aqila on 07 June 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LEMAHNYA PENERAPAN DISPENSASI PADA UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN NO. 16 TAHUN 2019

Amira Hasna Humaira, Kesya Fadhilah Azzahra, Nashwa Hatta Aqila


Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
E-mail : 2110611189@mahasiswa.upnvj.ac.id, 2110611276@mahasiswa.upnvj.ac.id,
2110611321@mahasiswa.upnvj.ac.id

Dwi Desi Yayi Tarina, S.H., M.H.


Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
E-mail: dwidesiyayitarina@upnvj.ac.id

Abstrak
Pernikahan dini merupakan salah satu dari banyaknya permasalahan yang belum dapat
terselesaikan di Indonesia. Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang
mengatur mengenai batas usia seseorang dapat melakukan perkawinan, namun hal tersebut
tetap tidak dapat mengurangi permasalahan pernikahan dini yang terjadi di Indonesia.
Pernikahan dini semakin marak terjadi sebab di dalam undang-undang perkawinan juga
mengatur mengenai pemberian dispensasi. Dispensasi sendiri merupakan permohonan
pengecualian yang dapat diajukan oleh kedua orang tua calon mempelai atau wakil dari calon
mempelai. Syarat yang mudah untuk melakukan permohonan dispensasi merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan maraknya terjadi pernikahan dini di Indonesia. Pernikahan
dini merupakan salah satu masalah serius yang harus ditangani oleh pemerintah di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan pernikahan dini dapat menimbulkan berbagai permasalahan baru di
Indonesia. Baik permasalahan untuk perorangan atau pribadi maupun permasalahan bagi
negara. Salah satu contoh permasalahan yang ditimbulkan oleh pernikahan dini yang
berdampak besar bagi Indonesia adalah masalah kemiskinan. Hal tersebut disebabkan oleh
banyaknya remaja yang belum cukup umur melakukan pernikahan dini lalu tidak bisa
membiayai keluarga yang disebabkan pendidikan yang belum tamat dan susahnya mencari
pekerjaan.

Kata kunci :
Pernikahan dini, dispensasi, permasalahan, kemiskinan, keluarga
Abstract

Early-age marriage is one of the few unsolved problems in Indonesia. Even though Indonesia
already had a law that regulated the age limit for marriage, it still hadn’t suppressed the
amount of early-age marriage. Early-age marriage occurs even more when the dispensation
regulation was stated in the law. Dispensation itself was an exception that usually is written in
a letter and filed by the bride's parents. Simple requirements for dispensation are one of the
factors why early-age marriage happens a lot in Indonesia. Early-age marriage are one of the
serious problems that has to be handled straight from the government. That is because
early-age marriage could lead to other problems in Indonesia. Whether it’s an individual or
country wise problem. One of the biggest problems to the country that’s due to early-age
marriage is poverty. That could also be caused by many underage teenagers who do early-age
marriage and then they can’t fund their family due to the lack of education that leads to a
smaller chance of jobs.

Keywords :
Early-age marriage, dispensation, problems, poverty, family
A. PENDAHULUAN
Melihat fenomena pernikahan di usia dini yang semakin marak terjadi di
Indonesia sangat memprihatinkan banyak pihak. Rata-rata usia menikah di Indonesia
berkisar dari 16-21 tahun. Hal ini memang sudah sering sekali terjadi atau dianggap
lumrah di negeri kita sejak dahulu kala. Banyaknya anggapan seperti dengan cepat
menikah akan meringankan beban ekonomi keluarga, mempunyai banyak anak akan
mendatangkan banyak rezeki, dan masih banyak lagi alasan yang kurang logis untuk
mendorong sebuah pasangan untuk melakukan pernikahan dini. Alhasil, mengingat
bahwa Indonesia adalah negara hukum dan mengikuti aturan hukum yang berlaku
yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang kemudian direvisi menjadi UU
No. 16 Tahun 2019 dikarenakan banyaknya kasus pernikahan dini yang mengarah ke
masalah lain seperti sosial, ekonomi, dll. Perubahan pada Pasal 7 ayat (1) tersebut
melingkupi bahwa untuk melakukan pernikahan atau perkawinan kedua mempelai
wajib berumur 19 tahun yang semulanya laki-laki wajib berumur 19 tahun dan
perempuan 16 tahun. Dapat dilakukan dispensasi jika kedua belah pihak dapat
menyertakan bukti yang konkret atau mendukung dan tentunya izin dari kedua pihak
keluarga.
Berdasarkan data BPS tahun 2021, terdapat 2,22 persen remaja yang menikah
kurang dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa setelah adanya revisi UU
Perkawinan tidak menekan jumlah pernikahan di usia dini. Dalam beberapa kasus
banyak ditemukan lonjakan jumlah perkawinan dini setelah ditetapkan UU No. 16
Tahun 2019 tersebut. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, pernikahan dibawah
umur yang tertera di UU No. 16 Tahun 2019 Pasal 7 ayat (2), “Dalam hal terjadi
penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang
tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada
Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang
cukup.” maka pernikahan dini tetap dapat dilakukan dengan pengajuan dispensasi
beserta alasan dan bukti yang kuat. Melihat banyaknya penerimaan ajuan dispensasi
untuk melakukan pernikahan dini membuat jumlah perkawinan usia muda di
Indonesia tidak terkontrol seperti seharusnya. Adanya revisi pada Pasal 7 ayat (1)
dinilai tidak efektif melihat hasil statistik yang bukannya semakin menurun tetapi
tetap sama atau malah meningkat. Hal ini juga menunjukan bahwa adanya kelemahan
terhadap penerapan sistem dispensasi UU Perkawinan di Indonesia. Bisa dari
ketentuan atau syarat pengajuan dispensasi, objektivitas staff yang memutuskan
dispensasi dan masih banyak lagi kemungkinan yang bisa terjadi.
Alasan surat permohonan untuk pengajuan dispensasi beragam tetapi biasanya
untuk tindakan preventif dan kuratif. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya
pengetahuan terhadap hubungan badan dan hubungannya terhadap sistem reproduksi.
Banyak juga orang yang tidak teredukasi tentang dampak pernikahan usia dini seperti
resiko kematian saat melahirkan, kekurangan gizi pada ibu dan anak, belum cukup
kuat secara mental, keterbatasan ekonomi yang merambat ke masalah pendidikan dan
masih banyak lagi. Ketidaktahuan para remaja terhadap hal ini bisa membuat masa
depan mereka suram. Orang tua dan orang disekitarnya perlu membimbing mereka
untuk kearah yang lebih baik dalam jangka panjang bukan hanya berpikir sementara.
Di dalam beberapa kasus surat permohonan menjadi syarat yang sepertinya tidak
terlalu wajib karena dituliskan kata “bila ada” dan biasanya sudah tersedia format
untuk menulis surat permohonan. Kita hanya harus mengisi data-data pribadi dan
alasan yang juga bisa dilihat kurang mendesak.
Lemahnya penerapan dispensasi UU Perkawinan ini sangat harus diubah
karena efeknya yang tidak hanya merugikan warga negara tapi kepada negara itu
sendiri. Diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum atau panitera untuk lebih
bijak dalam mengesahkan atau menyetujui dispensasi pernikahan dibawah umur
untuk menekan jumlah remaja yang menikah dini. Sesuai juga dengan UU No. 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak pada Pasal 20 dimana Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, Orangtua atau wali wajib untuk menjamin
dan bertanggung jawab terhadap hak yang dimiliki anak serta perlindungannya karena
yang termasuk kategori anak menurut ketentuan UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 1 ayat
(1) yaitu anak dibawah usia 18 tahun.

B. PEMBAHASAN
Saat ini, Indonesia masih memiliki sejumlah permasalahan yang belum teratasi
dengan baik. Salah satu permasalahan yang masih belum teratasi dengan baik di
Indonesia adalah pernikahan dini atau dapat disebut juga dengan pernikahan di bawah
umur. Pernikahan di bawah umur sendiri merupakan pernikahan yang dilakukan atau
dilaksanakan oleh calon mempelai perempuan, mempelai laki-laki, atau keduanya
masih dikategorikan sebagai anak-anak, atau masih di bawah batas umur minimum
seseorang dapat melakukan perkawinan yang tercantum pada Undang-Undang
Perkawinan. Permasalahan yang belum teratasi dengan baik ini juga melonjak
semenjak terjadinya Pandemi COVID-19. Dilansir dari situs Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Pengadilan Agama Bojonegoro, sepanjang tahun 2021 perkara
mengenai perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur telah mencapai angka
sebanyak 608 kasus. Permasalahan mengenai perkawinan anak atau pernikahan di
bawah umur ini merupakan masalah yang serius, sebab pernikahan di bawah umur
memiliki dampak buruk baik bagi perseorangan ( kedua mempelai ) maupun
masyarakat negara. Salah satu dampak buruknya bagi negara adalah percepatan
regenerasi yang mengakibatkannya kelebihan populasi.
Batasan-batasan mengenai umur seseorang dapat melakukan pernikahan
sendiri di atur pada Undang-Undang Perkawinan yaitu pada Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16
(enam belas) tahun”. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa usia minimal
seseorang dapat melakukan perkawinan adalah usia minimal 16 tahun bagi perempuan
serta usia minimal 19 tahun bagi laki-laki. Sudah jelas bahwa undang-undang
tersebut mengatur bahwa pernikahan hanya dapat dilaksanakan apabila kedua
mempelai sudah mencapai batas minimum yang tertera pada Undang-Undang. Selain
membahas mengenai syarat umur minimum untuk mempelai laki-laki dan perempuan,
Undang-Undang Perkawinan yaitu Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
juga mengatur mengenai syarat-syarat lainnya yaitu “Penyimpangan dari ketentuan itu
harus mendapat dispensasi pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua para pihak” serta “Apabila orang tuanya telah meninggal dunia, keluarga
terdekat dari garis keturunan ke atas yang meminta dispensasinya”
Seiring berjalannya waktu, Undang-Undang Perkawinan yaitu Pasal 7
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengalami perubahan pada Tahun 2019. Hal
terebut dilakukan karena seiring berjalannya waktu banyak pengamat atau pemerhati
khususnya di kalangan perlindungan anak yang menganggap Undang-Undang
Perkawinan tersebut tidak berbanding lurus dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dimana di dalam Undang-Undang tersebut
anak didefinisikan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18
(delapan belas) tahun. Sebagaimana yang tercantum pada Undang-Undang
Perkawinan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa batas usia minimal
perempuan dapat melakukan perkawinan adalah 16 (enam belas) tahun masih
tergolong usia anak-anak. Oleh sebab itu, setelah melewati proses panjang dan
pemikiran para pemerintah pada akhirnya pada tanggal 14 Oktober 2019, Presiden
Republik Indonesia melakukan pengesahan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 mengenai perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Isi dari
perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.
(2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti
pendukung yang cukup.
(3) Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan
perkawinan.
(4) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon
mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga
ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Selain Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019, terdapat pula Undang-Undang yang mengatur mengenai pernikahan dengan
usia di bawah 21 tahun. Undang-Undang tersebut merupakan Pasal 6 Ayat 2
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi “Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapat izin kedua orang tua.
Meskipun batasan-batasan usia untuk melakukan perkawinan telah diatur
dalam UU Perkawinan, namun masih ada kasus pernikahan di bawah umur atau
pernikahan dini yang marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan anak di bawah umur yang ingin melakukan pernikahan dapat
mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui orang tua atau wali serta
apabila orang tuanya sudah meninggal dapat melalui keluarga dengan garis keturunan
teratas. Hal tersebut telah di atur di dalam Undang-Undang Perkawinan. Apabila
diartikan, dispensasi sendiri merupakan pembebasan, pengecualian, atau pemotongan.
Dispensasi nikah sendiri merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan oleh
orang-orang yang ingin melakukan perkawinan atau pernikahan namun belum
mencapai batas minimum usia yang terdapat pada Undang-Undang Perkawinan atau
masih dikategorikan sebagai anak-anak. Oleh sebab itu, orang tua atau wali dari
mereka yang ingin melaksanakan pernikahan di bawah umur harus mengajukan
dispensasi kepada pengadilan agama. Untuk lebih mudah dipahami, secara singkatnya
dispensasi nikah merupakan suatu kelonggaran hukum untuk mereka yang ingin
melakukan pernikahan namun belum memenuhi syarat yang sah dari hukum-hukum
yang berlaku. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila ingin mengajukan
perkara Permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama adalah sebagai
berikut:
1. Surat Permohonan.
2. Fotokopi KTP orang tua/wali yang bersangkutan
3. Fotokopi Kartu Keluarga Pemohon.
4. Fotokopi Akte Kelahiran /KTP anak
5. Foto kopi KTP/Akta lahir calon suami/isteri;
6. Fotokopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan/atau surat keterangan masih
sekolah dari sekolah anak;
7. Fotokopi Surat Penolakan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
8. Membayar biaya panjar perkara, Pemohon yang tidak mampu dapat
mengajukan permohonan dispensasi kawin secara Cuma-Cuma (prodeo);
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut, Majelis Hakim hanya dapat memberikan
atau menjatuhkan penetapan terhadap dispensasi kawin setelah mendengar pernyataan
keterangan dari kedua orang tua atau wali kedua belah pihak dan kedua calon
mempelai. Dalam proses permohonan dispensasi kawin juga harus mengikuti tata cara
atau aturan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku seperti melampirkan bukti
surat yang harus diajukan oleh para pemohon seperti surat rekomendasi/pertimbangan
secara medis seperti hasil pemeriksaan dari dokter spesialis kebidanan dan psikolog,
serta dua orang saksi dari pihak keluarga atau orang terdekat.
Beberapa alasan mendesak yang membuat terkabulnya permohonan dispensasi
kawin atau permohonan dispensasi oleh hakim untuk pernikahan di bawah umur
antara lain adalah hamil di luar nikah, telah melakukan hubungan layaknya suami
isteri atau dapat dikatakan berhubungan badan , anak ditangkap oleh masyarakat
karena berdua-duaan dengan pasangannya yang non muhrim dan anak putus sekolah
sehingga dikhawatirkan apabila tidak dinikahkan terjadinya hal-hal yang dilarang oleh
agama. Bukti yang cukup selalu dijadikan hakim menetapkan dispensasi nikah adalah
bukti saksi yang mengetahui latar belakang orangtua anak menikahkan anaknya dan
alasan yang mendorong anak menikah pada usia di bawah batas minimal yang telah
diatur oleh peraturan perundang-undangan. Alat bukti lainnya yang diperlihatkan di
persidangan adalah bukti penolakan perkawinan dari KUA, kartu identitas anak, akte
kelahiran dan ijazah terakhir.
Secara Yuridis, pernikahan di bawah umur merupakan pernikahan yang tidak
sah sebab tidak memenuhi syarat atau ketentuan yang tertera pada Undang-Undang
Perkawinan. Selain itu, dengan permohonan dispensasi kawin yang mudah terkabul
dapat melemahkan Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan telah
diubah dari Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi
“Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun” menjadi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan
apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.” yang
seharusnya ketika telah melakukan perubahan dapat memperketat dan mengurangi
angka kasus perkawinan atau pernikahan di bawah umur. Namun pada kenyataannya,
pernikahan di bawah umur semakin marak terjadi bahkan kasusnya semakin
meningkat. Selama Pandemi COVID-19, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPPA) telah mencatat kenaikan angka dispensasi perkawinan
menjadi 64.000 orang. Hal ini merupakan masalah yang sangat serius yang harus
diatas oleh pemerintah. Pemerintah perlu banyak melakukan sosialisasi serta edukasi
mengenai peraturan perundang-undangan terkait pernikahan di bawah umur.
Pernikahan dibawah umur memberikan banyak dampak buruk sebab
pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur merupakan salah satu faktor dari
meningkatnya jumlah perceraian serta kekerasan dalam rumah tangga. Pernikahan di
usia muda dapat menimbulkan gangguan psikologis, hal ini disebabkan belum siapnya
pasangan untuk mengemban tanggung jawab dalam menjalani pernikahan sebagai
suami istri. Selain itu dari sisi fisik, hamil di usia muda dapat mengalami komplikasi
kehamilan dimana hal tersebut sangat membahayakan ibu dan janin yang
dikandungnya. Selain masalah kesehatan, pernikahan dini juga dapat menimbulkan
permasalahan ekonomi dimana peran suami yang seharusnya menjadi suami serta
ayah harus mencari nafkah untuk keluarganya, namun karena masih berada pada usia
muda maka sulit untuk mencari pekerjaan dan akan menimbulkan lingkaran
kemiskinan baru. Kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan salah satu dampak
buruk yang diberikan dari pernikahan dini, dimana anak-anak atau remaja yang belum
mencapai usia dewasa belum memiliki emosi yang stabil. Dampak lainnya yang
terparah adalah melonjaknya kasus perceraian.
Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih memperketat dalam mengabulkan
dispensasi pernikahan atau dispensasi terhadap pernikahan anak di bawah umur.
Selain memperlemah Undang-Undang sebab Undang-Undang yang tertera seperti
tidak berlaku dan bekerja dengan baik dikarenakan adanya dispensasi pernikahan,
pernikahan di bawah umur juga dapat menimbulkan masalah yang serius. Masalah
tersebut bukan hanya masalah pribadi maupun keluarga, tapi dapat menimbulkan
permasalahan yang dampaknya juga untuk negara.

C. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat ditinjau dispensasi pernikahan yang
dengan persyaratan demikian pada UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 tidaklah
efektif untuk mengurangi jumlah pernikahan dini. Hal ini dapat dilihat apabila
persyaratan tersebut sudah terpenuhi. Persyaratan yang sudah terpenuhi, dapat
langsung dikabulkan dengan catatan mendengar pernyataan dari kedua orang tua
mempelai dan kedua belah calon mempelai. Apalagi dengan keadaan yang mendesak
dari kedua belah pihak, seperti hamil di luar nikah atau sudah berhubungan dengan
waktu yang lama agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, maka dapat dikabulkan
dengan mudah.
Kekhawatiran yang diakibatkan dari pernikahan dini, yakni menimbulkan
banyak dampak buruk. Usia muda dapat dikatakan belum adanya emosi yang stabil.
Usia remaja rentan akan menimbulkan gangguan psikologis akibat tekanan, baik
dalam diri remaja tersebut atau dari luar. Banyak pernikahan dini yang menjadi
terpecah belah karena emosi yang belum stabil dan berapi-api mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian. Perekonomian yang
belum stabil juga salah satu pemicu dampak buruk pada pernikahan dini. Pada usia
muda karena pendidikan yang belum tinggi, maka akan sulit mendapatkan pekerjaan.
Hal ini maka tidak hanya meningkatkan angka populasi saja, tetapi juga
meningkatkan angka kemiskinan. Dampak buruk lainnya, yakni dapat berbahaya bagi
calon ibu dan kandungannya bila mengandung dan melahirkan di usia muda.
Risiko-risiko yang ditimbulkan, yakni bayi dapat lahir prematur sampai dengan
kematian ibu dan bayi. Maka dari itu, dispensasi ini dapat dikatakan lemah untuk
menekan angka pernikahan dini.

Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan sebagai penulis, yakni dispensasi dapat
diperkuat tidak hanya dari persyaratan dasar dan pernyataan dari kedua orang tua
calon mempelai dan kedua calon mempelai saja. Namun, dapat ditinjau dari segi
dampak yang akan ditimbulkan kedepannya. Pemerintah dapat memperkuat
Undang-Undang tersebut dengan memberikan persyaratan yang lebih ketat dan
keadaan mendesak yang telah disebutkan sebelumnya tidak menjadi sebuah dasar
untuk dapat dengan mudah mengabulkan suatu permintaan pernikahan. Ada pula yang
dapat dilakukan oleh pemerintah, yakni melakukan penyuluhan lebih konstan dan
banyak lagi, dapat dimulai dari edukasi dini dalam sekolah dasar sampai jenjang yang
lebih tinggi maupun edukasi di luar pendidikan formal. Maka dari itu, diharapkan agar
dispensasi tersebut dapat dipertimbangkan kembali agar menekan dampak-dampak
buruk yang dapat terjadi.
Daftar Pustaka
Jurnal
Judiasih, S. D., Dajaan S. S., & Nugroho B. D. (2020). Kontradiksi Antara Dispensasi Kawin
dengan Upaya Meminimalisir Perkawinan Bawah Umur di Indonesia. Jurnal Ilmu
Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad.

Gusahairi. (2019). Problematika Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama.

Bahri, Syamsul. (2021). Dispensasi Kawin Jelang Dua Tahun Pasca Perubahan
Undang-Undang Perkawinan.

HL., Rahmatiah. (2016). Studi Kasus Perkawinan di Bawah Umur.

Haryanto, J. T. (2012). Fenomena Perkawinan di Bawah Umur (Studi Kasus pada


Masyarakat Cempaka Banjarbaru Kalimantan Selatan).

Inayati, I. N. (2015). Perkawinan Anak di Bawah Umur dalam Prespektif Hukum, HAM, dan
Kesehatan.

Ahyani, Hisam dkk. (2021). Fenomena Pernikahan Di Bawah Umur Oleh Masyarakat 5.0.
Legitima : Jurnal Hukum Keluarga Islam, 3(2), 177-196.

Fatahillah, Zahrul dkk. Konsentrasi Alasan Mendesak dan Bukti Cukup dalam Memberikan
Dispensasi bagi Anak oleh Hakim.

Internet
Republik Indonesia. (2019). Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Diakses pada 3 Maret 2022, dari
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/122740/uu-no-16-tahun-2019.

Republik Indonesia. (1947). Undang-Undang (UU) tentang Perkawinan. Diakses pada 3


Maret 2022, dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47406/uu-no-1-tahun-1974

Republik Indonesia. (2014). Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Diakses pada 3 Maret 2022, dari
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38723/uu-no-35-tahun-2014.

Effendy, Dalih. (2021). Problematika dan Solusi Pelaksanaan Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 Tentang Perkawinan. Diakses pada 3 Maret 2022, dari
http://pta-pontianak.go.id/berita/artikel/862-problematika-dan-solusi-pelaksanaan-und
ang-undang-no-16-tahun-2019-tentang-perkawinan.
Diansyah, R. N. (2021). Sepanjang 2021 Perkara Nikah Anak di PA Capai 608 Kasus.
Diakses pada 3 Maret 2022, dari
https://www.pa-bojonegoro.go.id/article/Sepanjang-2021-Perkara-Nikah-Anak-di-PA-
Capai-608-Kasus.

Ningsih. Dispensasi Nikah. Diakses pada 3 Maret 2022, dari


http://www.pa-pulangpisau.go.id/artikel-pengadilan/1710-dispensasi-nikah.

Inge, Nefri. (2021). Tren Pernikahan di Bawah Umur Meningkat Saat Pandemi Covid-19.
Daikses pada 3 Maret 2022, dari
https://www.liputan6.com/regional/read/4578914/tren-pernikahan-di-bawah-umur-me
ningkat-saat-pandemi-covid-19.

Wahhab. (2021). Risiko Nikah Muda yang Perlu Dipertimbangkan. Diakses pada 3 Maret
2022, dari
https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/risiko-nikah-muda-yang-perlu-dipertimbangkan.
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai