Pandangan Islam Tentang Pernikahan Dini Dan Resikonya
Pandangan Islam Tentang Pernikahan Dini Dan Resikonya
DAN RESIKONYA
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nazla Revandhita
Putri Ayu Ramadhani
Rafi Ardiansyah
Raya Rabbani
Rifka Andini
Riski Pratama
KELAS 11 RPL 2
SMK NEGERI 2 TEBING TINGGI
2024
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Makalah...........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................5
D. Manfaat Penulissan..........................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. Pengertian Pernikahan Dini.............................................................................................6
B. Faktor Penyebab Pernikahan Dini...................................................................................6
C. Dampak Positif dan Negatif Pernikahan Dini.................................................................8
D. Pandangan Agama Islam Terhadap Pernikahan Dini....................................................10
E. Hukum yang Bertalian dengan Menikah Dini..............................................................13
BAB III.....................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENUTUP................................................................................Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan....................................................................Error! Bookmark not defined.
B. Saran.............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................Error! Bookmark not defined.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para
pelaku pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan
kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas.
Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana
ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum
menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan
yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk
tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap
sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam
bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya
pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul
karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi
remaja
Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga,
keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih
tinggi.Dilihat dari aspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan
dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor sosial
budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang
mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa paktor penyebab seseorang melakukan pernikahan dini ?
2. Apa dampak positif dan negative dari pernikahan dini ?
3. Bagaimana pandangan agama islam terhadap pernikahan dini?
4
C. Tujuan Penulisan
1. Agar lebih mengetahui penyebab seseorang melakukan pernikahan dini
2. Agar lebih mengetahui dampak positif dan negative dari pernikahan dini
3. Agar lebih mengetahui Bagaimana pandangan agama islam terhadap pernikahan
dini
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi penulis
Dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan mengetahui
tentang pembuatan makalah yang baik dan benar, dan menambah wawasan tentang
pernikahan dini dan dampak yang di timbulkannya.
2. Manfaat bagi pembaca
a. Remaja
Dengan lebih mengetahui dan memahami tentang dampak yang ditimbulkan
oleh pernikahan dini, diharapkan juga dapat menekan angka pernikahan dini di
kalangan remaja.
b. Masyarakat
Dengan adanya makalah ini, masyarakat bisa lebih memahami, mengetahui
dan sadar atas dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi
mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan
oleh:
a. Masalah ekonomi keluarga
b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau
mengawinkan anak gadisnya.
c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis
akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan,
pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :
a. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang
masih dibawah umur.
7
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan
tua sehingga segera dikawinkan.
2. Dampak negative
a. Dari segi Pendidikan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang
melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan
membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat diambil
contoh, jika sesorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP
atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh
pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi
karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai
mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah
8
menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya
proses pendidikan dan pembelajaran.
Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada
didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya
dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia tidak dapat
mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.
b. Dari segi kesehatan
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Balikpapan
Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan, perempuan yang
menikah di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko, sekalipun ia
sudah mengalami menstruasi atau haid. Ada dua dampak medis yang
ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan
kebidanannya. penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah
usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim. Hal ini
terjadi karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa yang
terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada
anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun.
9
d. Dari segi psikologi
Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat
mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih
labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat
pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak
negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur
19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
10
Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Saw yang tidak bisa
ditiru umatnya.
Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini.
Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. al Thalaq: 4. Disamping itu,
sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda.
Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah
menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah
dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap.
Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah
terpatahkan.
Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam
kamus hadisnya. Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan
yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami
ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”. Hadis Nabi kedua berbunyi,
”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia
12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut
dibebankan atas orang tuanya”.
Dalam agama Islam, tentang usia pernikahan telah di sebutkan dalam sebuah
hadis yang pernah dikatakan oleh Ibnu Mas ud, Aku pernah mendengar Rosulullah
SAW. Bersabda Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian mencapai ba‟ah,
kawinlah. Karena sesungguhnya pernikahan itu lebih mampu menahan pandangan
mata dan kemaluan. Dan barang siap belum mampu melaksanakanya, hendaklah ia
berpuasa karena sesungguhnya puasa itu akan meredakan gejolak hasrat seksual”
(HR. Bukhari). Dalam hadis ini, Rasulullah saw. Menggunakan kata syabab yang sering
dimaknai sebagai pemuda. Syabab adalah seorang yang telah mencapai masa aqil
baligh dan usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Masa aqil baligh umumnya telah
dialami oleh tiap orang pada rentang usia sekitar 14-17 tahun. Generasi yang lahir pada
zaman kita banyak yang telah memiliki kemasakan seksual, tetapi belum meiliki
kedewasaan berpikir. (Adhim, 2002, pp. 46-47)
Menurut yang menganut madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafiiyah
baligh untuk laki-laki adalah ketika sudah mengalami mimpi basah dan untuk
perempuan, ketika sudah mengalami haid dan dapat hamil. Sedangkan menurut Abu
Hanifah, jika tanda-tanda itu belum muncul, maka batasan menurut usia 18 tahun untuk
11
lakilaki, dan 17 tahun untuk perempuan. Sedangkan Imam Syafii memberi batasan 15
tahun untuk laki laki, dan 9 tahun untuk perempuan. Dalam menentukan
diperbolehkanya seseorang melakukan perkawinan, ahli fiqih juga berbeda pendapat
dalam hal syarat baligh. Menurut Imam Maliki dan Syafii, mensyaratkan harus baligh
bagi laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan perkawinan, sedangkan menurut
Imam Hanafi tidak ada syarat baligh dalam perkawinan, karena adanya hak ijbar.
Sedangkan undang-undang perkawinan di Indonesia mensyaratkan batas minimum usia
pernikahan adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Walaupun
pernikahan itu adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak perlu adanya campur
tangan dari pemerintah, namun demi menghindari pertumbuhan penduduk yang tidak
terkontrol dan untuk kestabilan sosial, maka pemerintahpun berhak untuk membuat
peraturan yang berkaitan dengan masalah ini. Melihat kerugian yang timbul akibat
pernikahan usia dini cukup besar utamanya terkait kehidupan rumah tangga yang akan
dijalani serta kehidupan bermasyarakat, maka pemerintah berhak membuat persyaratan
batas minimum pada usia pernikahan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-
Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (1) dan KHI pasal 15 ayat (1) yang
bertujuan untuk menjaga kemaslahatan keluarga pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul maslahah mursalah yaitu dengan asumsi
bahwa hukum ini hanyalah alat yang tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan
kemaslahatan bagi umat manusia. Kesalahan yang fatal manakala hanya
mempertahankan materi hukum yang ada sedangkan kemaslahatan umat terabaikan.
(Rohmat, 2009, pp. 16- 8)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal pernikahan dini. Golongan pertama
menolak dengan tegas pernikahan di bawah umur. Sementara golongan kedua
membolehkan dengan adanya syarat tertentu seperti kafa’ah dan kemaslahatan.
Golongan yang ketiga membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, yakni tidak
boleh bagi anak laki-lakitapi boleh bagi perempuan dengan berdasar pada hadis tentang
usia ‘Aisyah r.a ketika menikah dengan Nabi Saw.
Diantara ulama’ yang masuk golongan pertama adalah Ibnu Syubrumah, Abu
Bakar al A’sham dan al-Butty. Ketiganya menolak pernikahan di bawah umur dengan
berdasar pada surat an-Nisa’ ayat 6 Yang artinya “sampai mereka cukup umur
untuk kawin”. Ketiganya juga berpendapat bahwa pernikahan anak di bawah umur
tidak membawa faidah. Menikahkan anak kecil juga dianggap tidak sah dan batal
pernikahannya ketika mereka sudah balig. (Zuhaili, 2007: 174)
12
Sementara itu, Imam Syafi’i membolehkan pernikahan di bawah umur apabila
didalamnya terdapat kemaslahatan. Lebih lanjut, Imam Syafi’I juga menegaskan
bahwa hanya Ayah dan Kakek yang boleh menikahkan anak usia dini, dan itu pun harus
melalui izin sang anak. Apabila seorang ayah menikahkan anak kecil tanpa seizin anak
tersebut, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Tidak adanya permusuhan atau kebencian yang nyata antara anak perempuan
dengan calon suaminya.
2. Menikahkan dengan laki-laki yang sekufu dengan anaknya.
3. Menikahkannya dengan calon suami yang mampu memberi mahar yang pantas
4. Mahar harus merupakan mata uang Negara tersebut
5. Suami jangan sampai kesulitan memberikan mahar
6. Tidak menikahkan dengan laki-laki yang menjadikannya menderita dalam
pergaulan, seperti dengan laki-laki tuna netra, tua renta, dan sebagainya.
Berbeda dengan Imam Syafi’i yang membolehkan secara bersyarat, Imam
Hanafi berpendapat bahwa para wali berhak untuk menikahkan anak-anaknya yang
masih di bawah umur tanpa perlu meminta izin kepada anak tersebut. Pernyataan ini
senada dengan pendapat beliau yang menyatakan bahwa hak ijbar (paksa) wali hanya
diberlakukan bagi anak di bawah umur, bukan anak yang sudah dewasa ataupun janda.
(Zuhaili, 2007: 174)
Sedangkan diantara ulama yang membedakan antara pernikahan dini bagi anak
laki-laki dan anak perempuan adalah Ibnu Hazm dan Al-Zhahiri. Keduanya hanya
membolehkan pernikahan dini pada anak prempuan karena dalil-dalil yang ada
menurutnya hanya tentang anak perempuan, sedangkan analogi anak laki-laki kecil
dengan anak perempuan kecil menurutnya tidak boleh.
Kajian mengenai pernikahan anak usia dini mendapatkan perhatian yang khusus
dikalangan fuqaha’ baik klasik maupun kontemporer. Sekalipun saling berbeda,
masing-masing pendapat memiliki dasar hukum yang merujuk pada al-Qur’an dan
hadis, dan kesemuanya baik dari kalangan fuqaha’ klasik maupun kontemporer yang
menolak maupun menyetujui pernikahan dini mengarah pada tujuan yang sama yakni
asas kemaslahatan yang menjadi “ruh” dari syari’at Islam.
14
c. Kesiapan fisik/kesehatan
khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani tugasnya sebagai
laki-laki, tidak impoten. Imam Ash Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam juz III
hal. 109 menyatakan bahwa al ba`ah dalam hadits anjuran menikah untuk para
syabab di atas, maksudnya adalah jima’. Khalifah Umar bin Khaththab pernah
memberi tangguh selama satu tahun untuk berobat bagi seorang suami yang
impoten (Taqiyuddin An Nabhani, 1990, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam). Ini
menunjukkan keharusan kesiapan “fisik” ini sebelum menikah (An Nabhani,
1990:163).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran kemaslahatan di
kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu
menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah
alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia ”matang”
mengandung nilai positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Wallahu A’lam
Kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat.
Pemerintah melarang pernikahan usia dini adalah dengan pelbagai pertimbangan di atas.
Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif.
Sebuah permasalahan yang cukup dilematis.
B. Saran
Agar Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat tidak semakin meningkat, sebagai
orang tua perlu terus menerus melakukan pendampingan pada anak agar dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan usianya. Selain itu juga para orang tua tidak membiarkan anak-
anak perempuannya yang masih belia, dipinangpria pujaan walau diiming-imingi “angin
surga,” yang kemudian ternyata menghancurkan masa depan anak perempuan itu.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/upload-document?
archive_doc=441163489&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action
%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A
%22web%22%7D
17