Anda di halaman 1dari 12

Prinsip Penanganan Tumpahan B3

B3 atau disebut juga Bahan Berbahaya dan Beracun merupakan bahan


yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia atau lingkungan. Bahan kimia
yang dikategorikan sebagai B3 harus ditangani secara khusus baik dalam
penyimpanan, pemakaian, transport/pemindahannya ataupun dalam kondisi
darurat. Apabila Anda bekerja dengan menggunakan bahan kimia, mungkin
pernah mengalami keadaan di mana terjadi tumpahan atau ceceran zat kimia
atau chemical spill. Berbeda dengan tumpahan air, tumpahan zat kimia ini
ternyata sangat berbahaya. Ada banyak dampak negatif apabila terpapar tumpahan
zat tersebut. Oleh karena itu, segala tumpahan zat kimia perlu dibersihkan
secepatnya.

Tidak semua orang boleh menangani tumpahan B3. Sebelum beraksi di


lapangan, personel haruslah memiliki kompetensi yang cukup melalui pelatihan-
pelatihan terlebih dahulu agar mereka mempunyai bekal yang cukup
dalam penanganan bahan kimia, termasuk penanganan tumpahan B3. Dalam
kehidupan bermasyarakat biasanya tugas penanganan bahan kimia (hazmat
control) diemban oleh tim pemadam kebakaran (yang juga dilatih menghadapi
serangan senjata kimia). Berbeda jika kejadian tumpahan B3 terjadi di tempat
kerja, biasanya tugas ini di laksanakan oleh tim Emergency Response Plan
(ERP) yang mana notabene merupakan karyawan biasa yang mendapatkan
pelatihan tentang penanganan bahan kimia. Petugas penanganan bahan kimia
sedikitnya mempunyai pengetahuan tentang: B3, MSDS, Label, Alat Pelindung
Diri atau APD (Level A, B, C), Peralatan penanganan tumpahan dan Penanganan
tumpahan itu sendiri baik teori ataupun praktik.

Terdapat prinsip khusus dalam penanganan tumpahan B3. Prinsip ini biasa
disingkat dengan ABSB.

A = Amankan B = Bendung S = Serap B = Bersihkan


Baik pada penanganan tumpahan sekala kecil, menengah atau besar prinsip dalam
penangannya sama, yaitu ABSB. Adapun prinsip prinsip yang harus dilakukan
dalam penanganan tumpahan B3 antara lain

A. Prinsip 1: Amankan

Gambar 1. Amankan Tumpahan bahan kimia

Amankanlah diri anda dan lokasi kejadian, untuk melakukan kegiatan


pengamanan kita wajib tahu tentang segala informasi mengenai Bahan kimia
tersebut melalui MSDS. Misalkan bahan kimia yang tumpah adalah bahan kimia
mudah terbakar berarti di lokasi kejadian tidak boleh ada sumber panas dan listrik.
Gunakan safety barricade untuk mencegah orang-orang yang tidak
berkepentingan memasuki area kejadian. Melakukan netralisir bahan kimia (bila
diperlukan) juga merupakan salah satu kegiatan pengamanan.

B. Prinsip 2: Bendung

Gambar 2. Bendung tumpahan agar tidak melebar


Kegiatan dilakukan untuk menghentikan aliran dari tumpahan B3 dan
mencegahnya semakin meluas hingga memasuki saluran air. Apabila kebocoran
terjadi pada pipa, hal yang dapat kita lakukan adalah menutup valve atau
mematikan pompa terlebih dahulu sebelum membendung bahan kimia
menggenang di lantai. Merobohkan drum (sisi yang bocor ditaruh diatas) juga
dapat menjadi salah satu dari kegiatan menghentikan aliran.

C. Prinsip 3: Serap

Gambar 3. Serap tumpahan B3 setelah dibendung

Kegiatan penyerapan dilakukan setelah pembendungan selesai dilakukan. Jika


kita meletakkan absorben di tengah-tengah genangan bahan kimia tanpa
melakukan pembendungan terlebih dahulu maka genangan tersebut akan
cenderung semakin melebar. Maka bendunglah terlebih dahulu sisi-sisi luar
genangan sebelum melakukan penyerapan.
D. Prinsip 4: Bersihkan

Gambar 4. Bersihkan tumpahan B3 dan segera dekontaminasi lokasi

Membersihkan absorben yang terkontaminasi bahan kimia adalah hal yang


wajib dilakukan, segera bersihkan TKP dan buanglah limbah tumpahan ke TPS
B3. Untuk mencegah bahan kimia tersebar ke mana-mana segera lakukan proses
pembersihan (dekontaminasi) terhadap seluruh peralatan yang terlibat dalam
kejadian tersebut misalkan APD, sapu, atau bahkan forklift.
MANUAL HANDLING

Pekerjaan penanganan material secara manual (Manual Material


Handling) yang terdiri dari mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan
membawa merupakan sumber utama komplain karyawan di industri (Ayoub &
Dempsey, 1999).

Manual handling didefinisikan sebagai suatu pekerja yang berkaitan dengan


mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, menahan, membawa, atau
memindahkan beban dengan satu tangan atau kedua tangan dan atau dengan
pengerahan seluruh badan. Sering pula pekerjaan-pekerjaan manual
handling dilakukan dengan menggunakan alat bantu mekanik, seperti troli,
forklift, crane, hoist, conveyer, dll. Dan selama tenaga manusia masih diperlukan
untuk mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, menahan, membawa atau
memindahkan, beban maka hal tersebut masih dalam rentang definisi manual
handling. Lebih lanjut faktor-faktor resiko yang dominan yang berkaitan dengan
terjadinya cidera akibat pekerjaan manual handling  antara lain meliputi :

1. Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan (seperti : badan


membungkuk dan memuntir ke samping, jongkok, berlutut, dll).
2. Gerakan berulang (seperti : sering menjangkau, mengangkat, membawa
objek kerja).
3. Pengerahan tenaga yang berlebihan (seperti : membawa atau mengangkat
objek yang terlalu berat).
4. Sikap kerja statis (seperti : harus mempertahankan sikap diam untuk waktu
yang lama pada satu jenis aktivitas).

Menurut ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan


Koperasi No:PER.01/MEN/1978 tentang Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja
dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, disarankan agar beban diangkat
menurut keadaan tenaga kerja.
Tabel berat badan yang dianujrkan menurut usia dan jenis kelamin :

No. Keterangan Pekerja Dewasa Pekerja Muda

Laki laki Wanita Laki laki Wanita

1 Mengangkat Sekali 40 kg 15 kg 15 kg 10-12 kg

2 Mengangkat terus 15-18 kg 10 kg 10-15 kg 6-9 kg


menerus

Hal-hal yang harus dipertimbangkan bagi pekerja agar setiap aktivitas angkat-
angkut dapat dilakukan secara lebih aman, antara lain :

1. Perlu dilakukan pengecekan label (berat badan) pada kontainer atau


pembungkus beban atau obyek.
2. Sebelum mengangkat, selalu lakukan pengetesan terhadap beban untuk
stabilpitas dan berat badan.
3. Untuk beban yang tidak stabil dan atau berat, ikuti pedoman untuk
manajemen.
4. Harus ada rencana angkat yang tepat yaitu :

a. Gunakan sepatu kerja yang tepat untuk menghindarkan kemungkinan


terselit, terpeleset atau terjatuh.
b. Angkat hanya semampu yang dikerjakan dengan aman tanpa
kemungkinan terjadinya resiko cidera.
c. Upayakan selalu mengangkat pada power zone, yaitu diatas titik
pertengahan paha, dibawah bahu, dan bawa sedekat mungkin dengan
badan, jika memungkinkan.
d. Harus dengan ekstra hati-hati pada saat mengangkat beban yang tidak
stabil.
e. Jika harus menggunakan sarung tangan, maka pilih ukurannya yang
betul-betul tepat.
A. Hindarkan posisi membungkuk saat mengngkat beban dari lantai.
Pada saat mengangkat beban, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
1. Pastikan dapat memegang obyek dengan aman.
2. Selalu gunakan kedua tangan jika memungkinkan.
3. Hindarkan mengangkat secara mendadak dan lakukan secara perlahan-
lahan tanpa pengerahan tenaga kejutan.
4. Upayakan obyek sedekat mungkin dengan badan.
5. Gunakan kaki untuk mendorong ke atas dan mengangkat beban, dan
bukan menggunakan tulang belakang sebagai tumpuan mengangkat.
6. Hindarakan memuntirkan tubuh pada saat mengangkat dan
memindahkan beban.
7. Istirahat secukupnya diantara periode waktu kerja.
B. Cara angkat-angkut yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis
yaitu:
1. Beban diusahakan menekan pada otot-otot tungkai yang kuat dan
sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lemah dibebaskan dari
pembebanan.
2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Selama ini, kebanyakan pekerja menganggap kegiatan MMH hanya


sebatas pada kegiatan mengangkat/menurunkan (lifting/lowering). Padahal
penanganan manual tidak terbatas pada kegiatan tersebut.

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengklasifikasikan


kegiatan MMH menjadi lima, di antaranya:

a. Mengangkat/menurunkan (lifting/lowering)
b. Mendorong/menarik (push/pull)
c. Memutar (twisting)
d. Membawa (carrying)
e. Menahan (holding) 

Setiap pekerjaan yang melibatkan MMH ini mungkin termasuk risiko tinggi
untuk cedera yang berkaitan dengan pekerjaan. Aktivitas MMH yang tidak tepat
dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada pekerja. Akibat yang
ditimbulkan dari aktivitas MMH yang tidak benar salah satunya adalah gangguan
muskuloskeletal atau musculokeletal disorders (MSDs).

MSDs adalah suatu kondisi yang mengganggu fungsi sendi, ligamen, otot,
saraf, dan tendon. Penggunaan otot yang berlebihan atau otot menerima beban
statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat mengakibatkan
gangguan pada sistem muskuloskeletal. Gangguan ini dapat memengaruhi setiap
area dalam tubuh, mencakup leher, bahu, pergelangan tangan, punggung, pinggul,
lutut, dan kaki.

Sebuah penelitian menunjukkan hampir 25 persen kecelakaan kerja di


Indonesia diakibatkan oleh MMH. Rata-rata pekerja mengalami cedera pada
tulang belakangnya. Para ahli keselamatan pun yakin bahwa cedera tulang
belakang memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan MMH.

Tingginya tingkat cedera, penyakit akibat kerja, atau kecelakaan kerja akibat
MMH selain merugikan pekerja, juga akan berdampak buruk terhadap kinerja
perusahaan, di antaranya penurunan produktivitas perusahaan, beban biaya
pengobatan yang cukup tinggi, dan ketidakhadiran pekerja serta penurunan
kualitas kerja.

Faktor Risiko Manual Material Handling (MMH)

Aktivitas MMH dapat meningkatkan risiko fisik bagi pekerja. Jika aktivitas ini
dilakukan berulang kali atau dalam jangka waktu yang lama, pekerja bisa
mengalami kelelahan ekstrem atau cedera.

Faktor-faktor risiko yang secara dominan berkaitan dengan terjadinya cedera


akibat aktivitas MMH meliputi: Sikap tubuh yang tidak alamiah dan
dipaksakan atau postur canggung, seperti badan membungkuk, memutar,
jongkok, atau berlutut.

1. Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan


membawa objek kerja.
2. Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
3. Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
4. Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam waktu
lama pada satu jenis aktivitas. 
Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor
di atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar. Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau
dingin ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan
risiko pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang
lebih fatal.

Panduan Aman Melakukan Manual Material Handling (MMH)

Untuk perusahaan:

 Lakukan pendekatan pencegahan MMH yang proaktif


 Lakukan manajemen risiko terkait MMH
 Identifikasi dan catatlah risiko yang terkait dengan beban, tugas, dan
kondisi kerja
 Berikan edukasi kepada manajer, supervisor, dan pekerja tentang bahaya
dan pencegahan terkait MMH
 Dorong pekerja untuk selalu melaporkan bahaya dan gejala dari cedera
atau gangguan yang diakibatkan MMH
 Lakukan pengendalian bahaya secara holistik dan sistematis serta terapkan
praktik kerja aman untuk meminimalkan kelelahan dan cedera akibat
MMH
 Lakukan perbaikan berkelanjutan untuk mengetahui efektivitas program
MMH yang diterapkan di tempat kerja. 

Untuk pekerja:

 Kenali tanda-tanda kelelahan dan gejala MSDs


 Ikuti prosedur kerja aman yang ditetapkan perusahaan
 Gunakan alat kerja dan alat bantu mekanik yang disediakan dengan benar
 Segera laporkan setiap bahaya dan kecelakaan kerja yang terjadi kepada
supervisor atau manajer.

Pelatihan Pekerja

Pelatihan terkait MMH harus dilaksanakan setiap ada perubahan proses


kerja, pengoperasian alat kerja baru, atau penggunaan alat bantu mekanik yang
belum pernah dipakai sebelumnya agar pekerja dapat melakukan aktivitas MMH
dengan terampil dan aman.
Pelatihan terkait MMH yang dilaksanakan harus mencakup hal-hal berikut ini:

a. Peraturan dan panduan penerapan MMH


b. Pemahaman mengenai bahaya dan risiko MMH
c. Prosedur tanggap darurat atau pertolongan pertama pada saat terjadi
kecelakaan akibat MMH.
d. Prosedur pelaporan bahaya, cedera, atau kecelakaan kerja terkait MMH.
e. Prosedur identifikasi dan penilaian risiko berdasarkan tugas, beban,
lingkungan kerja, dan kemampuan pekerja
f. Hierarki pengendalian risiko untuk meminimalkan kecelakaan kerja akibat
MMH.
g. Prosedur penggunaan alat bantu mekanik yang tersedia.
h. Prosedur seluruh aktivitas MMH. 

Pelatihan ini harus diberikan kepada pekerja atau kontraktor yang terpapar
bahaya dari aktivitas MMH secara berkala. Pelatihan dapat dilakukan dengan
memberikan praktik langsung ketika peralatan atau prosedur baru diperkenalkan
kepada pekerja, menggunakan beberapa jenis alat bantu visual (seperti gambar,
bagan, atau video) mengenai aktivitas MMH, atau mengadakan diskusi ringan.

Anda mungkin juga menyukai