Anda di halaman 1dari 11

Hubungan Body Shaming Dengan Kejadian Stress Dan Citra Tubuh Remaja Putri DI

SMA NEgeri 8 Bulukumba


Fatmawati1, Nurlinai2, Fidyawatii3.
Departement Surgical Medical Nursing, Stikes Panrita Husada Bulukumba, Indonesia 1
Departement of Soul Nursing, Stikes Panrita Husada Bulukumba, Indonesia2
S1 Nursing Study Program Stikes Panrita Husada Bulukumba, Indonesia3

*Corresponding Autor : Nengfatma80@gmail.com.

ABSTRACT
Remaja adalah perubahan perkembangan antara masa anak dan masa dewasa yang
mengakibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Perubahan psikologis yang terjadi
pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Body shaming
merupakan fenomena yang penting untuk diperhatikan karena merupakan hal mengeritik atau
mengomentari penampilan seseorang dan bentuk destruktif dari sosial media. Body shaming
lebih banyak dialami oleh remaja putri ada yang di bilang gemuk, berjerawat, kurus, pendek,
hitam, tepos dan panggilan buruk yang lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan body shaming dengan kejadian stress dan citra tubuh pada remaja putri di SMA negeri 8
bulukumba.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pada pendekatan cross sectional yaitu, desain analitik yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel dimana variabel independen dan varibel dependen diidentifikasi pada satu
satua waktu dengan cara melakukan survei, wawancara dan pembagian kuesioner penelitian dengan
sampel sebanyak 85 responden. Analisis data menggunakan uji statistic analisis uji chi square maka
diperoleh nilai p value sebesar 0.015 dengan demikian( p <0.005). Maka dapat disimpulkan bahwa
“terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian stress dengan kejadian body shaming.
Berdasarkan hasil analisis uji chi square maka diperoleh nilai p value sebesar 0.033 dengan demikian
(p<0.005). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh
dengan body shaming. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Terdapat remaja putri yang mengalami
body shaming di SMA Negeri 8 Bulukumba, Dan terdapat hubungan body shaming dengan kejadian
stress dan citra tubuh pada remaja putri di SMA Negeri 8 Bulukumba. Peneliti menyarankan dari hasil
penelitian ini agar pendidik mampu untuk memberikan informasi serta pendidikan terkait body
shaming baik pelaku maupun korban body shaming agar kiranya dapat mengurangi kejadian body
shaming yang akan mengakibatkan korban menjadi stress dan citra tubuh negatif dengan adanya
informasi serta pendidikan terkait hal tersebut kiranya tidak banyak lagi korban body shaming
terutama pada remaja putri
Keywords : Body shaming, Stress Dan Citra Tubuh

INTRODUCTION
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan
dan teman-teman sebaya, itu lah yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya kepribadian, sikap hingga konsep diri yang menjadi aspek penting dalam diri
remaja. Adanya interaksi hingga pencarian identitas diri pada remaja, tentu akan
ditemukan hal-hal yang negative atau yang tidak diinginkan. Misalkan saja dari teman
sebaya, yang melakukan tindakan intimidasi hingga merugikan diri remaja, tentu itu akan
berpengaruh pada proses perkembangannya (Rizal & Safitri, 2020).
batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun. Remaja adalah perubahan
perkembangan antara masa anak dan masa dewasa yang mengakibatkan perubahan fisik,

1|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
kognitif, dan psikososial. Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi
intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial (WHO, 2015).
Body shaming rentan terjadi pada masa remaja karena masa remaja merupakan
masa pencarian identitas diri,sehingga nilai-nilai atau standar dari luar yaitu masyarakat
mudah terinternalisasi pada remaja. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor penyebab
terjadinya body shaming terutama pada remaja yaitu ketidaksesuaian standar kecantikan
ideal yang diterapkan oleh masyarakat dengan penampilan diri dari individu, body shaming
juga di anggap sebagai perilaku yang lumrah di masyarakat tanpa berfikir dampak negative
bagi korbannya (Lestari, 2020).
Berdasarkan hasil survey ZAP Clinic (“Fadhil Zahab” pemilik ZAP Clinic
Kecantikan) Pada tahun 2020 di dapatkan bahwa sekitar 62,2% responden mengatakan
pernah menjadi korban Body Shaming. Hasil survey yang dilakukan putri dkk (2018)
ditemukan sebanyak 96% siswa SMA pernah menjadi korban body shaming.
Sedangkan hasil survey Body Peace Resolution yang dilakukan oleh Yahoo!!.Healt,
pada tahun 2015 di Indonesia ada sebanyak 206 jumlah kasus Body Shaming dan semakin
meninngkat menjadi sebanyak 966 kasus pada tahun 2018. Pada tahun 2018 polisi bisa
menyelesaikan 374 kasus Body Shaming dari 966 kasus yang ada, sisanya hingga saat ini
kasus tersebut belum dapat terselesaikan. KPI mencatat berdasarkan hasil survey Yang
dilakukan pada tahun 2019 sebanyak 69% kasus Body Shaming dilakukan oleh siswa SMK
di Indonesia (Ramawati, 2020).
Stress bisa positif bisa negatif, para peneliti berpendapat bahwa stress merupakan
tantangan dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stress tantangan dan stress
hambatan baru tahap permulaan, itu sudah bukti awal yang menunjukkan bahwa stress
tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stress
hambatan (Novia, 2014).
Citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran
tubuhnya, dan bagaimana seseorang mempresepsikan dan memberikan penilaian atas apa
yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya (Kusmawati, 2011).
Berdasarkan fakta kejadian body shaming yang terjadi pada beberapa remaja,
mengakibatkan stress dan gangguan citra tubuh pada remaja tersebut, yang dimana remaja
tersebut memiliki masalah jerawat pada wajah dan berat badan yang berlebih. Akibat dari
masalah yang dirasakan mereka bukan saja mengalami stress karena komentar atau
kritikan dari orang-orang sekitarnya, tetapi mereka juga tidak percaya diri dan jarang lagi
mau untuk keluar rumah

MATERIALS AND METHODS


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Pada pendekatan cross sectional yaitu, desain analitik yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara variabel dimana variabel independen dan varibel dependen
diidentifikasi pada satu satua waktu dengan cara melakukan survei, wawancara dan pembagian
kuesioner penelitian pada responden (Drahma, 2011) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswi remaja putri SMA Negeri 8 Bulukumba yang berjumlah 471 siswi.
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah metode probability
sampling dengan menggunakan tehnik penegambilan sampel yaitu pengambilan sampel yang
memberikan kesempatan/peluang yang sama kepada setiap individu dalam populasi tersebut
untuk menjadi sampel dalam penelitian (Drahma, 2011). sampel pada penelitian ini berjumlah
85 Responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisa data
dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai ( p <0.005). terdapat
hubungan yang signifikan antara kejadian stress dengan kejadian body shaming. Berdasarkan hasil
analisis uji chi square maka diperoleh nilai p value sebesar 0.033 dengan demikian (p<0.005).
terdapat hubungan yang signifikan anatar kejadian citra tubuh dengan kejadian body shaming.

2|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
RESULTS

Tabel 5.1 karakteristik responden Body Shaming Dengan Kejadian Stress Dan Citra Tubuh
Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 8 Bulukumba

Karakteristik N F(%)
Usia
17 Tahun 39 45.9
1 18 Tahun 46 54.1
Kelas

IPA XI 39 45.9

IPS XII 46 54.1

Total 85 100

Sumber: Data Primer,2022

Berdasarkan tabel 5.1 terkait dengan karakteristik responden didapartkan bahwa


responden dengan usia 17 tahun sebanyak 39 responden dan berasal dari kelas IPA XI
sebanyak 39 responden (45.9%) dan 18 tahun sebanyak 46 responden dan berasal dari
kelas IPS XII sebnyak 46 responden (54.1%).
Tabel 5.2 distribusi frekuensi Body Shaming Dengan Kejadian Citra Tubuh Pada
Remaja Putri Di SMA Negeri 8 Bulukumba

Citra Tubuh N F(%)


Citra Tubuh Negatif 63 74.1
Citra Tubuh Positif 22 25.9
Total 85 100
Sumber : Data Primer,2022

Berdasarkan tabel 5.2 terkait dengan distribusi frekuensi citra tubuh pada
responden didapatkan bahwa responden dengan citra tubuh negative sebanyak 63
responden (74.1%) dan citra tubuh positif sebanyak 22 responden (25.9%).
Tabel 5.3 distribusi Frekuensi Body Shaming Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 8
Bulukumba

Body Shaming N F(%)


Tidak Mengalami Perlakuan 18 21.1
Body Shaming
Mengalami Perlakuan Body 67 78.8
Shaming
Total 85 100
Sumber : Data primer, 2022

Berdasarkan tabel 5.3 terkait dengan distribusi frekuensi body shaming pada
responden didapatkan bahwa responden yang tidak mengalami body shaming
sebanyak 18 responden (21.1%) dan yang mengalami body shaming sebanyak 67
responden (78.8%).
Tabel 5.4 distribusi frekuensi Body Shaming Dengan Kejadian Stress Remaja Putri Di
SMA Negeri 8 Bulukumba

3|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
Stress N F(%)
Tidak Stress 27 31.8
stress 58 68.2
Total 85 100
Sumber : data primer,2022
Berdasarkan tabel 5.4 terkait dengan distribusi frekuensi strress pada
responden didapatkan bahwa responden dengan kategori tidak stress sebanyak 27
responden (31.8%) dan yang mengalami stress sebanyak 58 responden (68.2%).
Tabel 5.5 Hubungan Body Shaming dengan kejadian Stress Dan Citra Tubuh Remaja
Putri Di SMA Negeri 8 Bulukumba

Body Shaming
Tidak
Kejadian Mengalami Total
Mengalami P value
Stress body shaming
body shaming
n % n % n %
Tidak
Mengala 10 11.8 17 20 27 31.8
mi stress 0.015
Mengalami 8 9.4 50 58.8 58 68.2
Stress
Total 18 21.2 67 78.8 85 100
Sumber: Data Primer,2022

Berdasarkan tabel 5.5 terkait dengan hubungan body shaming dengan kejadian
stress pada responden didapatkan bahwa jumlah responden yang tidak stress sebanyak
27 responden dengan tidak mengalami body shaming sebanyak 10 responden (11.8%)
dan mengalami body shaming sebanyak 17 responden (20%). Selanjutnya terkait
dengan responden yang mengalami stress sebanyak 58 responden (68.2%) dengan
tidak mengalami body shaming sebanyak 8 responden (9.4%) dan mengalami body
shaming sebanyak 50 responden (68.2%).
Hasil analisis bivariat yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara
kejadian stress dengan body shaming dengan menggunakan uji chi-square didapatkan
nilai p value sebesar 0.015 (p value <0.05) yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kejadian stress dengan body shaming.
Tabel 5.6 Hubungan citra tubuh dengan body shaming

Body Shaming
Citra Tidak Mengalami Mengalami body Total
P value
Tubuh body shaming shaming
n % n % N %
Citra
Tubuh 17 20 46 54.1 63 74.1
Negatif

Citra
Tubuh 1 1.2 21 24.7 22 25.9 0.033
Positif
Total 18 21.2 67 78.8 85 100

4|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
Sumber : Data Primer,2022

Berdasarkan tabel 5.6 terkait dengan hubungan citra tubuh dengan body
shaming didapatka bahwa responden dengan citra tubuh negatif sebanyak 63 responden
(74.1%) dengan tidak mengalami body shaming sebanyak 17 responden (20%) dan
mengalami body shaming sebanyak 46 responden (54.1%). Selanjutnya kategori
responden yang memiliki citra tubuh positif sebanyak 22 responden (25.9%) dengan
tidak mengalami body shaming sebanyak 1 responden (1.2%) dan mengalami body
shaming sebnayak 1 responden (24.7%).
Hasil analisis bivariat yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara
citra tubuh dengan body shaming dengan menggunakan uji fisher exact test didapatkan
bahwa nilai p value sebesar 0.033 (p value < 0.05 ) yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara citra tubuh dengan body shaming.

DISCUSSION
1. Citra tubuh pada remaja putri
Berdasarkan tabel 5.2 terkait dengan distribusi frekuensi citra tubuh pada
responden didapatkan bahwa responden dengan citra tubuh negatif sebanyak 63
responden (74.1%) dan citra tubuh positif sebanyak 22 responden (25.9%).
Citra diri di sebut juga dengan gambaran diri, citra diri adalah sikap seseorang
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan
masa lalu yang secara berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru
setiap individu. Remaja putri merasa tidak puas terhadap penampilan mereka di
sebabkan karena adanya perubahan bentuk fisik yang sangat besar pada masa
remaja. Sejumlah peneliti berpendapat bahwa penampilan fisik sangat berpengaruh
pada rasa percaya diri remaja, bahwa penampilan fisik berkorelasi paling kuat
dengan rasa percaya diri (Yusuf, 2017).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi citra diri adalah penilaian atau
komentar orang lain, perbandingan dengan orang lain, peran seseorang, identifikasi
terhadap orang lain. Citra diri bisa tertanam pikiran bawah sadar oleh pengaruh
orang lain, pengaruh lingkungan pengalaman masa lalu atau sengaja di tanamkan
oleh pikiran bawah sadar. Citra diri ada yang bersifat positif dan ada juga yang
bersifat negatif (Gunarsih, 2016).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Syarifah Amalia(2020) yang
berjudul “ Hubungan Antara Body Shaming Dengan Kepercayaan Diri Pada Korban
Body Shaming”. Dari hasil penelitiannya bahwasanya terdapat hubungan yang
signifikan antara body shaming dengan kepercayaan diri pada korban body
shaming. Pernyataan tersebut diperoleh dari hasil uji hipotesis dengan
menggunakan Product moment yang memiliki nilai signifikan serta koefisien
korelasi. Maka body shaming image dengan kepercayaan diri memiliki hubungan
yang positif yang berarti semakin positif body image pada korban body shaming
akan semakin tinggi pula kepercayaan dirinya.
Menurut asumsi peneliti kejadian citra tubuh yang dialami oleh remja putri
dapat dilihat dari bagaimana cara mereka berpresepsi atau menilai mengenai

5|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
bentuk tubuhnyan sendiri, dan tergantung dari kepercayaan diri remaja itu sendiri.
Kepercayaan diri juga berpengaruh terhadap citra tubuh mereka jika kepercayaan
diri remaja semakin tinggi berarti akan semakin rendah iya mengalami citra tubuh
negative sbegitupun sebaliknya.
2. Kejadian Stress pada remaja
Berdasarkan tabel 5.4 terkait dengan distribusi frekuensi strress pada
responden didapatkan bahwa responden dengan kategori tidak mengalami stress
sebanyak 27 responden (31.8%) dan yang mengalami stress sebanyak 58 responden
(68.2%).
Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa
remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Stress pada remaja biasanya terjadi dikarenakan oleh tuntutan fisik dari tubuh
(kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu
untuk melakukan coping. Selain itu Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan
bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Citra, 2022).
Stress bisa positif bisa negatif, para peneliti berpendapat bahwa stress
merupakan tantangan dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stress
tantangan dan stress hambatan baru tahap permulaan, itu sudah bukti awal yang
menunjukkan bahwa stress tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit
negatifnya dibanding stress hambatan (Novia, 2014)
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Asrina Pitayanti dan Haris
Hartono (2021) yang berjudul “Hubungan Body Shaming Dengan Kecemasan
Remaja di SMAN Tegalombo Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan”. Dari
hasil penelitiannya bahwasanya terdapat hubungan antara body shaming dengan
kecemasan remaja. Kecemasan merupakan salah satu dampak dari body shaming
sehingga diperlukan perhatian dari seorang remaja dan semua pihak yang ad
disekitar remaja terhadap kasus perlakuan body shaming. Hasil pernyataan ini
diperoleh dari uji statistik spearman rank di dapatkan nilai p = value sebesar
0,02<0,05.
Menurut asumsi peneliti, tingginya angka stress yang terjadi pada remaja
dipengaruhi tingkat emosional dan psikologis pada remaja yang belum matang
sehingga remaja mudah mengalami stress.
3. Body Shaming pada remaja
Berdasarkan tabel 5.3 terkait dengan distribusi frekuensi body shaming pada
responden didapatkan bahwa responden yang tidak mengalami perlakuan body
shaming sebanyak 18 responden (21.1%) dan yang mengalami perlakuan body
shaming sebanyak 67 responden (78.8%).
Body Shaming adalah bentuk menyakiti seseorang dengan menjelekjelekkan
atau memberikan komentar buruk mengenai bentuk tubuhnya. Penampilan fisik
seringkali sebagai bahan ejekan terhadap individu didalam kelompoknya. Tindakan
body shaming ini sering terjadi di kalangan masyarakat pada semua status sosial,
6|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
didunia nyata maupun didunia maya melalui media sosial. Pelaku dan korban dari
body shaming akan merasakan dampaknya yaitu pelaku akan merasa bahwa hal ini
adalah sebuah hal yang biasa, sedangkan korban dapat merasa kehilangan percaya
diri, timbulnya rasa malu dan berupaya untuk menjadi ideal walaupun ada sisi baik
dari perlakuan body shaming yaitu dengan memperbaiki citra diri sendiri jika
didukung dengan mekanisme koping yang baik atau positif, namun sebaliknya jika
mekanisme koping yang terbentuk itu negatif maka akan memperburuk psikologi
korban (Sakina, 2018).
Penyebab terjadinya body shming yaitu: persepsi yang salah mengenai bentuk
fisik yang tertanam di masyarakat umum,merupakan bentuk intimidasi dan
dominasi yang dimana hal ini merupakan upaya mendominasi seseorang oleh pihak
lain yang memiliki kuasa lebih dengan menjatuhkan mental atau harga diri seseorng
dengan merendahkan fisik korban (Putri, 2019).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian dari Novita Wahyuningsih
(2019) dengan judul “Hubungan Body Shaming Dengan Interaksi Sosial Pada
Remaja Perempuan Di SMK Muhammadiyah 2 Klaten Utara” Dengan hasil
penelitiannya yakni, Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif yang
signifikan antara body shaming dengan interaksi social pada siswi SMK
muhammadiyah 2 klaten utara dengan p value 0,032(p value<0,05. Artinya semakin
tinggi body shaming yang terjadi maka semakin rendah interaksi social yang ada,
sebaliknya semakin rendah body shaming maka interaksi sosialnya semakin baik.
Menurut asumsi peneliti terkait body shaming yang terjadi dikalangan remaja
yang dimana pelaku body shaming itu sendiri cenderung adalah perempuan. Karena
perempuan lebih sering melakukan penilaian serta komentar dan kritikan kepada
orang lain terkait fisik seseorang sehingga hal tersebut menjadi hal yang lumrah
dilakukan, tetapi untuk para korban body shaming itu merupakan suatu hal yang
dapat membuat mereka menjadi stress, menarik diri, menutup diri, serta kurang
percaya diri terhadap dirinya sendiri.
4. Hubungan Tingkat Stress dengan Body Shaming
Berdasarkan tabel 5.5 terkait dengan hubungan body shaming dengan
kejadian stress pada responden didapatkan bahwa jumlah responden yang
tidak mengalami stress sebanyak 27 responden dengan tidak mengalami
perlakuan body shaming sebanyak 10 responden (11.8%) dan mengalami
perlakuan body shaming sebanyak 17 responden (20%). Selanjutnya terkait
dengan responden yang mengalami stress sebanyak 58 responden (68.2%)
dengan tidak mengalami perlakuan body shaming sebanyak 8 responden
(9.4%) dan mengalami perlakuan body shaming sebanyak 50 responden
(68.2%). Hasil Analisis bivariat yang telah dilakukan untuk melihat
hubungan antara kejadian stress dengan body shaming dengan menggunakan
uji chi-square didapatkan nilai p value sebesar 0.015 (p value <0.05) yang
menandakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian stress
dengan body shaming.
Tindakan body shaming ini tanpa disadari akan menyebabkan
seseorang menarik diri, cemas, takut akan situasi baru, mudah tersinggung
dan bahkan mengalami stress. Hasil penelitian ini siswa yang mengalami
stress ringan terhadap body shaming lebih banyak dibandingkan yang
mengalami stress berat, karena remaja ini tidak mudah cenderung bereaksi
7|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
berlebihan pada situasi yang ada, hanya saja mereka cemas terhadap situasi
penilaian buruk yang diberikan oleh orang lain (Amalia, 2020).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitan Ajisti, Ayu Putri (2022)
Dengan judul “Hubungan Body Shaming” Dengan Tingkat Stress Pada
Remaja Di SMPN 1 Parungponteng” Bahwasanya terdapat hubungan yang
signifikan antara body shaming dengan tingkat stress yang dimana
penelitian ini menggunakan analisis data uji somers’d yang dimana hasil
penelitian didapatkan: nilai r : 0,599 artinya terdapat korelasi yang kuat
antara body shaming dengan tingkat stress. Sedangkan nilai p=0,000(p<0,05)
artinya trdapat hubungan yang signifikan antar body shaming dengan tingkat
stress.
Menrurut asumsi peneliti penyebab terjadinya stress pada remaja
putri karena pada masa remaja merupakan masa transisisi antara anak ke
dewasa yang dimana masa ini paling banyak dipengaruhi oleh, lingkungan
dan teman-teman sebayanya. Sehingga, faktor inilah yang bisa menyebabkan
remaja juga stress karena jika mereka tidak bisa atau kurang bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka.
5. Hubungan Citra Tubuh Dengan Body Shaming
Berdasarkan tabel 5.6 terkait dengan hubungan citra tubuh dengan
body shaming dengan analisis bivariat yang telah dilakukan untuk melihat
hubungan antara citra tubuh dengan body shaming dengan menggunakan uji
fisher exact test didapatkan bahwa nilai p value sebesar 0.033 (p value <
0.05 ) yang menandakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
citra tubuh dengan body shaming.
Citra diri merupakan salah satu kategori penting dalam pertumbuhan
remaja, karena pada masa remaja banyak perubahan yang akan terjadi pada
remaja itu sendiri sehingga mereka mulai memikirkan bagaimana cara untuk
memilki penampilan tubuh yang bagus dan mengejar kecantikan fisik
menurut mereka itu sangat penting untuk masa depan mereka (Bragina,
2018).
Pada citra diri terdapat beberapa kategori yang mempengaruhi
bagaimana seorang remaja memandang citra dirinya seperti appearance
evaluation (evaluasi penampilan) yaitu bagaimana individu mengevaluasi
penampilan dirinya apakah menarik atau tidak, appearance orientation
(orientasi penampilan) yaitu perhatian individu terhadap dirinya dan usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki, body area satisfaction (kepuasan
terhadap bagian tubuh) yaitu bagaimana individu mengukur kepuasan
terhadap bagian tubuh secara spesifik, overwight preoccupation (kecemasan
menjadi gemuk) yaitu mengukur kecemasan individu terhadap kegemukan,
dan self-classifeid weight (pengkategorian ukuran tubuh) yaitu bagaimana
individu mempersepsikan nilai berat badanya(Fauzia & Rahmiaji, 2019).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Intan Ayu Setyarini dan
Eem Munawaroh (2021) yang berjudul “Hubungan Antara Body Shaming
Dan Citra Diri Dengan Kecemaasan Sosial Pada Siswa SMP Ekasakti
Semarang” di dapatkan dari hasil penelitiannya bahwasanya terdapat
hubungan positif dan signifikan antara body shaming dengan kecemasan

8|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
sosial. Sehingga semakin tinggi body shaming yang dirasakan maka akan
semakin tinggi kecemasan sosialnya, sebaliknya jika semakin rendah body
shaming yang dirasakan maka akan semakin rendah kecemasan sosialnya.
Menurut asumsi peneliti, Perlakuan body shaming yang buruk
mempengaruhi citra diri negatif pada remaja, membuat seseorang yang
mengalami hilang nya percaya diri dan membuat mempengaruhi persepsi
remaja tentang citra diri mereka serta dapat menimbulkan efek negatif
seperti gangguan makan, menghargai terhadap tubuhnya sendiri berkurang.

CONCLUSIONS
Dari hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Kejadian perilaku body shaming pada remaja putri di SMA Negeri 8 bulukumba
yaitu sebanyak 67 responden.
2. Kejadian stress pada remaja putri di SMA Negeri 8 bulukumba yaitu sebanyak 58
responden.
3. Kejadian gangguan citra tubuh negatif pada remaja putri di SMA Negeri 8
bulukumba yaitu sebanyak 63 responden.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara stress dengan body shaming dengan nilai
p value sebesar 0.015 (p value <0.05)
5. Terdapat hubungan antara citra tubuh dengan kejadian body shaming dengan nilai p
value sebesar 0.033 (p value <0.05)

REFERENCES
Amalia, S. (2020). Hubungan Antara Body Image Dengan Kepercayaan Diri Pada Korban
Body. 2(1).
Baharuddin, F., & Rachman, E. N. (2019). Faktor pembentuk perilaku body shaming di media
sosial. 67.
Bostoon. (2016). Manajemen Stress. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bragina. (2018). Body Image And The Future Time Perspective Of Russian Adolescents.
Procedia - Social and Behavioral Sciences,201, 2, 378–382.
Citra, A. S. (2022). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BODY SHAMING
PADA REMAJA. JURNAL ILMIAH KESEHATAN RUSTIDA, 09(02), 150–158.
Dharma, K. K. (2017). Metode Penelitian Keperawatan Melaksanakan dan Menerapkan
Hasil Peneliti (ED 2nd). Trans Info Media.
Dian, I., & Asuji. (2014). Buku Ajar Keperawatan maternitas. AR_RUZZ MEDIA.
Drahma, K. K. (2011). Metedologi Penelitian Keperawatan. Trans Info Media.
Farida, Kusmawati, Y., & Hartono. (2015). Buku Ajara Keperawatan.
Fauzia, F. T., & Rahmiaji, R. L. (2019). Memahami Pengalaman Body Shaming pada Remaja
Perempuan. Body Shaming, 5, 4–9.

9|AuthorInformationPack Januari 8 , 2 0 2 3
Gunarsih. (2016). hubungan konsep diri dengan strategi koping penderita stroke.
Hidayat, A. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Hidayat, R, Malfasari, E., & Herniyanti, R. (2019). Hubungan Perlakuan Body Shaming
Dengan Citra Diri Mahasiswa. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(1).
Hidayat, Rahmad, Malfasari, E., & Herniyanti, R. (2019). Hubungan Perlakuan Body
Shaming Dengan Citra Diri Mahasiswa. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(1), 79.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.1.2019.79-86
Hidayatullah, T. (2017). Hubungan Gangguan Citra Tubuh Dengan Tingkat Stress Pada
Pasien Pasca Operasi Bedah Mayor Di Ruang Bedah RSUD Achamd Muchtar Bukit
Tinggi. 4–79.
Ihsan, H. (2018). Validitas Isi Alat Ukur Penelitian: Konsep dan Panduan Penilaiannya.
Iyus, Y. (2016). Keperawatan Jiwa. Pt. Refika Aditama.
Kardatun, T. (2021). Body Shaming Dengan Harga Diri Dan Mekanisme Koping Remaja.
Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan, 12(1).
Kusmawati. (2011). Gangguan Citra Tubuh Pada Pasien Amputasi. Gangguan Citra Tubuh
Pada Pasien Amputasi Amputasi.
Lestari, S. (2020). Dampak Body Shaming Pada Remaja.
Letari, S. (2019). Bullying Body Shaming Young Women In Patient Body Dysmorphic
Disorder. Philantrophy Journal Of Psychology, 1–74.
Murharyati, & Atiek. (2021). Keperawatan Jiwa Mengenal kesehatan Mental. Ahli
Mediapres.
Mustapa, & Masryadi, D. H. Z. (2016). Manajemen Stress. Celebes Media Perkasa.
Novia, & Erfita. (2014). Stress dan Emosi. Araska.
Octavia, & A, S. (2016). Motivasi Belajar Dalam Perkembangan remajaT. Trans Media.
Putri, A. C. (2019). Faktor Terjadinya Body Shaming. Management Dual Degree.
Rahmiaji, L. R., & Fauzia, T. F. (2019). Memahami Pengalaman Body Shaming Pada
Perempuan.
Ramawati, R. (2020). Strategi coping pada korban bullying. 1–15.
Rizal, G. L., & Safitri, S. F. (2020). Hubungan Body Image Dengan Self Confidence Pada
Remaja Overwight Yang Mengalami Body Shaming. Jutnal Pendidikan Tambusai,
2360–2357.
Sakina. (2018). Ini Bukan Lelucon”: Body Shaming, Citra Tubuh, Dampak dan Cara
Mengatasinya. Jurnal Emik, 1, 53–67.
Saryono. (2017). No Title. Nuha Medika.

10 | A u t h o r I n f o r m a t i o n P a c k Januari 8 , 2 0 2 3
Sugiyono. (2014). Statistik untuk penelitian (Ed 4).
Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa. Pustaka barupress.
Syamsuddin, el al. (2015). Pedoman praktis metodologi penelitian internal (pendekatan
kualitatif, kuantitatif, pengembangan dan mix-method).
Yusuf. (2017). Buku ajar keperawatan:kesehatan jiwa. Salemba Medika.

11 | A u t h o r I n f o r m a t i o n P a c k Januari 8 , 2 0 2 3

Anda mungkin juga menyukai